Anda di halaman 1dari 23

Kelompok 7 :

1. Faraida Arvilla
2. Yohana Djurumana
PRODI S2 ILMU KESEHATAN
REPRODUKSI
2018
https://kliksma.com/2014/09/proses-fertilisasi-pada-manusia.html
Fertilisasi adalah peleburan antara sel haploid yaitu
sperma dan sel ovum menjadi satu sel diploid yaitu
zigot.
Dalam keadaan normal, pembuahan atau penyatuan
gamet laki-laki dan perempuan terjadi di daerah
ampula tuba fallopi.

Ramadhy Sufyan Asep, 2011. Biologi Reproduksi.


Bandung : Refika Aditama.
Dari 200-300 juta spermatozoa yang diejakulasikan
ke dalam saluran reproduksi perempuan pada saat
coitus, hanya sekitar 300-500 spermatozoa yang
mampu mencapai tempat pembuahan (ampula tuba
fallopii). Dari sekian ratus spermatozoa tersebut,
hanya satu spermatozoa yang dibutuhkan untuk
terjadinya pembuahan dan diduga spermatozoa
lainnya ikut membantu spermatozoa yang berhasil
menembus ovum.

Heffner Linda J, Schust Danny J. . 2006. At a Glance Sistem


Reproduksi Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga Medical Series
Pada kondisi yang paling baik, sperma
membutuhkan 2-7 jam untuk bergerak melewati
uterus menuju tempat fertilisasi. Transpor sperma
ini disebabkan oleh adanya dorongan dari sperma
itu sendiri, dibantu oleh cambukan silia pada sel
yang melapisi dinding uterus.
Spermatozoa manusia dapat bertahan hidup
selama 24-48 jam di dalam saluran reproduksi
perempuan.

Heffner Linda J, Schust Danny J. . 2006. At a Glance Sistem


Reproduksi Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga Medical Series
Sel telur dikelilingi oleh 3 lapisan yaitu
cumulus oophorus, corona radiata, dan zona
pelusida. Dua lapisan pertama terdiri dari sel-sel
yang terdapat dalam matriks glikoprotein,
sedangkan lapisan ketiga terdiri dari
mukopolisakarida dan mukoprotein. Ovumnya
sendiri dilapisi oleh membran vitelina. Antara
membran vitelina dengan zona pelusida terdapat
ruangan yang dinamakan ruangan perivitelina yang
berisi cairan.

Ramadhy Sufyan Asep, 2011. Biologi Reproduksi.


Bandung : Refika Aditama.
https://nanopdf.com/download/fertilisasi-5_pdf
Untuk dapat menembus Zona Pelusida,
spermatozoa harus mengalami kapasitasi. Kapasitasi
adalah proses adaptasi / penyesuaian spermatozoa di
sepanjang saluran reproduksi perempuan. Selama
kapasitasi, selubung glikoprotein yang menempel
pada membran sel spermatozoa mulai dilepaskan,
menyebabkan perubahan pada permukaan membran
sperma dan reorganisasi membran tersebut.
Sperma yang telah dikapasitasi mengubah
gerakan ekornya menjadi gerakan menyerupai
cambuk yang menyentak dan mendorong sperma ke
depan.

Ramadhy Sufyan Asep, 2011. Biologi Reproduksi.


Bandung : Refika Aditama.
Spermatozoa yang telah mengalami kapasitasi
dan berhasil menembus sel-sel folikuler kemudian
terikat pada zona pellucida .
Pada saat berikatan dengan zona pellucida
spermatozoa mengalami reaksi akrosom dengan
mensekrsesikan berbagai enzim. Enzim tersebut
adalah enzim hialuronidase yang dapat
menembus cumulus oophorus, enzim CPE yang
dapat menembus corona radiata, dan enzim
akrosin yang akan menembus zona pelusida.
Heffner Linda J, Schust Danny J. . 2006. At a Glance Sistem
Reproduksi Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga Medical Series
Meliputi :
1. ZP1

2. ZP2

3. ZP3

 ZP1 dan ZP 2 membentuk filamen sedangkan


ZP3 membentuk anyaman dan bertindak sebagai
reseptor spermatozoa

https://www.scribd.com/doc/183249128/Fertilisasi-ppt
Zona pelusida-3 bertanggung jawab terhadap binding
pada spermatozoa serta terbukti menginduksi reaksi
akrosom pada spermatozoa yang merupakan suatu
proses mutlak untuk terjadinya fertilisasi.

Terikatnya spermatozoa pada ZP adalah interaksi


spesifik yang merupakan kunci pengatur proses
fertilisasi.

Spermatozoa harus melewati sel kumulus melekat


pada ZP3 dan memulai reaksi akrosom untuk dapat
menembus ZP.

https://www.scribd.com/doc/183249128/Fertilisasi-ppt
1. Penembusan corona radiata
Spermatozoa yang telah mengalami kapasitasi dapat dengan
mudah menembus corona radiata. Sel corona radiata tersebut
dilisiskan oleh enzim yg dikeluarkan dari akrosom sprematozoa
yang dinamakan CPE (corona penetrating enzym)

2. Penembusan zona pelusida


Zona pellusida adalah sebuah perisai glikoprotein di sekeliling
telur yang mempermudah dan mempertahankan pengikatan
sperma dan menginduksi reaksi akrosom. Pelepasan enzim-
enzim akrosom memungkinkan spermatozoa menembus zona
pelusida shg ia akan masuk ke dalam membran plasma oosit.
Permiabilitas zona pelusida berubah pd saat bagian kepala
spermatozoa menyentuh permukaan oosit. Hal ini
menyebabkan dikeluarkannya enzim-enzim lisosom granul
korteks yang melapisi membran plasma oosit. Pada akhirnya,
enzim-enzim ini menyebabkan perubahan sifat pada zona
pelusida (reaksi zona) untuk menghambat penetrasi
spermatozoa lainnya dan membuat tidak aktif tempat-tempat
reseptor bagi spermatozoa pada permukaan zona yang spesifik.

Ramadhy Sufyan Asep, 2011. Biologi Reproduksi.


Bandung : Refika Aditama.
3. Fusi / penyatuan oosit dan spermatozoa
Penyatuan antara selaput oosit dan selaput yang melindungi bagian
belakang sperma. Hanya kepala sperma saja yang masuk, bagian leher dan
ekor tetap di luar oosit.
a. Terjadi reaksi kortikal dan zona
Terlepasnya butir-butir kortikal oosit, maka oosit tdk dapat ditembus lagi
oleh spermatozoa.
Pada reaksi zona, zona pelusida mengeluarkan zat fertilisin agar
spermatozoa menempel pada dinding zona pelusida dan segera setelah
spermatozoa masuk ke dalam sitoplasma oosit, maka zona pelusida
otomatis juga mengeluarkan zat anti-fertilisin yg mampu mencegah
masuknya spermatozoa lainnya. Dengan demikian reaksi zona ini
berperan untuk mencegah terjadinya polispermia.
b. Oosit melanjutkan pembelahan miosis kedua
Setelah terjadinya penembusan zona pelusida oleh spermatozoa ke dlm
sitoplasma oosit, oosit sekunder menyelesaikan pembelahan miosis
kedua dan terbentuk badan polar kedua. Setelah masuk ke dlm sel telur,
sitoplasma sperma bercampur dg sitoplasma sel telur dan nukleus
sperma pecah. Membran yg abru terbentuk di sekeliling kromatin sperma
membentuk pronukleus pria, dan membran inti oosit membentuk
pronukleus wanita.
Membran pronukleus pecah, kromosom induk bergabung dan membentuk
gelendong mitosis pada metafase. Sekitar 24 jam setelah fertilisasi,
kromosom memisahkan diri dan pembelahan sel pertama terjadi.
Heffner Linda J, Schust Danny J. . 2006. At a Glance Sistem
Reproduksi Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga Medical Series
Heffner Linda J, Schust Danny J. . 2006. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi
Kedua. Jakarta : Erlangga Medical Series
https://kliksma.com/2014/09/proses-fertilisasi-pada-manusia.html (diakses
tanggal 03 September 2018 jam 19.15 WIB)
https://nanopdf.com/download/fertilisasi-5_pdf (diakses tanggal 05 September
2018 jam 19.00 WIB)
https://www.scribd.com/doc/183249128/Fertilisasi-ppt (diakses tanggal 31
Agustus 2018
Merriam-Webster. 2006. Webster’s New Collegiate Dictionary. London:
MerriamWebster, Inc
Ramadhy Sufyan Asep, 2011. Biologi Reproduksi. Bandung : Refika Aditama.
Susilawati Trinil. 2011. Spermatology. Malang: UB Press
 Zona pelusida merupakan salah satu lapisan
pelindung oosit yang tersusun atas glikoprotein dan
polipeptida. Glikoprotein zona pelusida terdiri dari tiga
jenis yaitu ZP1, ZP2 dan ZP3.
 Masing-masing glikoprotein memiliki fungsi tertentu.
ZP3 merupakan reseptor primer yang berperan dalam
ikatan dengan spermatozoa pada oosit dan
menginduksi reaksi akrosom. Bagian ZP3 yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas reseptor sperma
adalah rantai sakarida sedangkan bagian
polipeptidanya terlibat dalam fungsi induksi akrosom
glikoprotein. Reseptor kedua setelah ZP3 adalah ZP2.
ZP2 berperan penting dalam pencegahan polispermi.
ZP1 diketahui sebagai penghubung antara ZP2 dan
ZP3 sehingga keberadaannya dibutuhkan dalam
menjaga keutuhan struktur zona pelusida.

Mubarakati, Laili. 2017. Karakterisasi Profil Zona Pelusida Manusia Menggunakan


Analisis in Silico. Malang: Jurnal Biosaintropis . Vol.2, No.2:18-23
Permiabilitas zona pelusida berubah pd saat
bagian kepala spermatozoa menyentuh permukaan
oosit. Hal ini menyebabkan dikeluarkannya enzim-
enzim lisosom granul korteks yang melapisi
membran plasma oosit. Pada akhirnya, enzim-
enzim ini menyebabkan perubahan sifat pada zona
pelusida (reaksi zona) untuk menghambat penetrasi
spermatozoa lainnya dan membuat tidak aktif
tempat-tempat reseptor bagi spermatozoa pada
permukaan zona yang spesifik.

Ramadhy Sufyan Asep, 2011. Biologi Reproduksi.


Bandung : Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai