Anda di halaman 1dari 3

Mekanisme Fertilisasi

Perkembangan embrio mamalia didahului dengan fertilisasi yang terjadi secara internal, yaitu
proses fertilisasi terjadi di dalam organ reproduksi wanita. Secara umum tahapan fertilisasi
menurut Harris and Johnson, 2006). meliputi:
(1) kontak dan pengenalan antara sperma dengan ovum,
(2) regulasi masuknya satu sperma ke dalam ovum,
(3) fusi materi genetik sel sperma dan sel ovum, serta
(4) aktivasi metabolsime sel telur
Sel sperma yang telah diejakulasikan harus melewati tahap pematangan fisiologi terlebih dahulu
yang disebut dengan kapasitasi yang memungkinkan timbulnya reaksi akrosom. Proses ini
berlangsung selama 5-7 jam dan terjadi di bagian uterus serta oviduk yang difasilitasi oleh cairan
pada saluran reproduksi wanita. Tahap kapasitasi terdiri dari: peningkatan konsentrasi Ca²,
peningkatan motilitas spermatozoa dan hilangnya antigen pada permukaan spermatozoa sehingga
memungkinkan spermatozoa untuk lebih reseptif terhadap pengikatan sel telur.

Gambar 1. Kapasitas spermatozoa sebelum melakukan fertilisasi

Kontak dan pengenalan sperma diawali dengan terikatnya protein membran spermatozoa pada
reseptor ZP3 yang terdapat pada zona pelusida sel telur. ZP merupakan glikoprotein, yaitu
polipeptida yang berikatan dengan molekul gula yang berbeda-beda, terdiri dari komplek
oligosakarida asparagine (N-linked) dan serin atau threonin (O-linked) (Bessonnard, 2015).
Glikoprotein ZP3 mempunyai peranan sebagai reseptor spermatozoa dengan membentuk ikatan
komplemen pada membrane kepala spermatozoa. Ikatan tersebut merupakan ikatan primer
irreversibel antara sel telur dengan spermatozoa. Setelah spermatozoa terikat dengan zona
peleusida, proenzim proteolitik (contohnya: enzim hyaluronidase) digunakan untuk melepaskan
ikatan glikoprotein ZP3.
Gambar 2. Tahapan fertilisasi antara spermatozoa dan sel telur

Secara molekuler, terjadinya ikatan primer akan merangsang terbukanya kanal ion kalsium yang
akan menyebabkan konsentrasi kalsium di dalam spermatozoa meningkat dan memicu
eksositosis kandungan akrosom spermatozoa (Sadler, 1996). Dengan adanya reaksi akrosom,
akan terbentuk ikatan sekunder antara protein-protein membran dalam akrosom dengan ZP2
sebelum spermatozoa menembus zona pelusida. Bagian terluar dari membran plasma akrosome
berfusi pada berbagai tempat dan kandungan akrosome dikeluarkan. Selama reaksi akrosom
berlangsung di zona pelusida, vesikula akrosom akan mengeluarkan enzim-enzim proteolitik
serta enzim-enzim hidrolase yang memungkinkan spermatozoa menembus zona pelusida dan
mencapai membran sel telur. Dua macam komponen penting dari kandungan akrosome yang
dikeluarkan adalah akrosin (Protease serin) dan Nacetylglucoaminidase. Acrosin akan membuat
lubang di bagian zona pelusida, sehingga seprmatozoa dapat mencapai sel telur. Sementara, N-
acetylglucoaminidase akan menghidrolisis O-linked oligosakarida di ZPGP III untuk
memungkinkan spermatozoa terikat.
Fusi materi genetik dari sperma dengan oosit terjadi setelah protein membran spermatozoa
terikat pada reseptor di vili membran oosit, selanjutnya terjadi distribusi DNA sperma ke dalam
sitoplasma oosit yang berada dalam metafase II meisosis II. Ca yang masuk bersamaan dengan
masuknya materi genetik sperma menyebabkan aktivasi enzim kinase yang berfungsi dalam
proteolysis pada siklin dan sekurin sehingga siklus sel dilanjutkan dan menghasilkan kromosom
yang haploid dan akan diakhiri dengan terjadinya fusi membran pronuklear kedua gamet.
Meningkatnya Ca dalam sitoplasma sel telur menyebabkan beberapa dampak seperti aktivasi sel
telur untuk meneruskan kembali proses meiosis II, eksositosis granula korteks dan pembentukan
pronukleus. Senyawa penting seperti fertilin yang terdapat pada membran posterior kepala
spermatozoa serta integrin. protein transmembran, yang dijumpai di permukaan membran plasma
sel telur. kedua terlibat dalam peleburan membran plasma dan sel telur (Dzamba, 2009).
Setelah sebuah sel sperma berhasil berdifusi dengan sel ovum, terjadi suatu reaksi kortikal yang
menyebabkan zona pelusida menjadi keras sehingga mencegah spermatozoa lain untuk berdifusi
dengan membran sel telur. Di dalam mekanisme cepat, terjadi perubahan ion-ion yang
menyebabkan: permeabilitas terhadap Na meningkat sehingga terjadi depolarisasi membran yang
hanya berlangsung beberapa detik, terjadinya influks Ca dan enfluks H dari defosit intraseluler
menyebabkan perubahan pH. Kejadian-kejadian tersebut membuat sel telur tidak dapat
dipenetrasi kembali oleh spermatozoa yang lain dan akan memicu inisiasi perkembangan sel
telur berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Harris, A., Johnson, C. (2006). "Compare embryology of sea urchin, frog, bird and mammal
similarities and differences". Journal of Embryology 104
1
1. Suberata IW. Fertilisasi, cleveage dan implantasi. Jurnal Ilmu Kesehatan. Published
online 2018:1-23.

Anda mungkin juga menyukai