PEMBIMBING :
Risalina Myrtha, dr., Sp. JP
Usia: 57 tahun
Jenis Kelamin: L
■ Sesak Napas
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
■ Pasien datang dengan keluhan utama sesak napas sejak 2 minggu lalu. Sesak
memberat selama 3 hari ini dengan aktivitas dan berkurang dengan istirahat.
Pasien lebih nyaman dengan posisi duduk. Pasien juga mengeluh mual muntah
selama 10 hari yang lalu. Pasien mengaku terbiasa tidur dengan dua bantal untuk
mengurangi keluhan. Keluhan lain seperti nyeri dada, dada berdebar-debar, demam
disangkal oleh pasien.
■ Pasien merupakan rujukan dari RS Panti Waluyo dengan diagnosis PJK OMI inferior,
UAP, GERD dan CHF. Dari RS Panti Waluyo pasien diberikan obat Concor 1x2,5 mg,
Furosemide 1x40 mg, Clopidogrel 1x75 mg, Domperidone 1x10 mg. Pasien
mengaku tidak minum obat selama tiga hari. Kemudian pasien dirujuk ke poli
Jantung RSUD Dr. Moewardi untuk dilakukan tindakan kateterisasi jantung.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
■ Telinga : bentuk aurikula dextra et sinistra normal, kelainan liang telinga (-),
serumen (-/-),
■ Leher : JVP 5 + 4 cmH2O
■ Thorax : bentuk normochest, retraksi (-) interkostal dan sub sternal, iga gambang (-),
gerakan simetris kanan = kiri
– Cor :
■ Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
■ Palpasi: Ictus cordis tidak kuat angkat
■ Perkusi : Batas jantung kesan melebar caudolateral
■ Auskultasi: BJ I-II int normal, reguler, murmur(+)
PEMERIKSAAN FISIK
3/11/2018 Leukosit
Trombosit
10.7
481
ribu/uL
ribu/uL
4.5-11.0
150-450
INDEX ERITROSIT
PDW 17 % 25-65
HASIL LAB Eosinofil
HITUNG JENIS
1.40 % 0.00-4.00
RUTIN Basofil
Neutrofil
0.30
65.90
%
%
0.00-2.00
55.00-80.00
3/11/2018 Limfosit 27.20 % 22.00-44.00
Monosit 4.20 % 0.00 –7.00
Golongan Darah O
HEMOSTASIS
PT 16.1 Detik 10.0-15.0
APTT 32.4 Detik 20.0-40.0
INR 1.310 -
HASIL LAB
RUTIN KIMIA KLINIK
3/11/2018
GDS 123 mg/dl 60-140
SGOT 23 u/L < 35
SGPT 29 u/L < 45
Kreatinin 1.2 u/L 0.6-1.1
Ureum 43 mg/dL <50
Albumin 3.7 g/dl 3.5-5.2
ELEKTROLIT
Natrium 141 mmol/L 136-145
Kalium 5.1 mmol/L 3.3-5.1
Kalsium Ion 1.41 mmol/L 1.17-1.29
FOTO THORAX PA
3/11/2018
Pulmo :
Trakea ditengah
Kesimpulan:
Pneumonia
EKG
3/11/2018
Hasil : Sinus ritmis, HR 90bpm. LAD.
CRBBB. LAFB, gel q di III, dan aVF
ECG
3/11/2018
Kesimpulan:
AR dan TR Mild
DIAGNOSIS - TERAPI
■ TERAPI
■ Plan :
■ 1. EKG/pagi
■ 2. Echocardiografi
DPH 1
DPH 1
DPH 1
DPH 2
DPH 3
DPH 3
DPH 3
DPH 3
DPH 4
DPH 4
DPH 4
OMI INFERIOR
DEFINISI
■ Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah ke arteri koroner
berkurang.(Brunner & Sudarth, 2002). Akut Miokard Infark adalah nekrosis otot
jantung (myocard) akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (Suyono, 1999).
Sementara Old Miokard Infark (OMI) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh
karena sumbatan arteri koroner (Hudak & Gallo; 1997)
ETIOLOGI
■ Faktor penyebab : b. Curah jantung yang meningkat :
a. Suplai oksigen ke miokard berkurang yang – Aktifitas berlebihan
disebabkan oleh 3 faktor : – Emosi
– Faktor pembuluh darah :
– Makan terlalu banyak-
■ Aterosklerosis. hypertiroidisme.
■ Spasme Arteritis
– Faktor sirkulasi :
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat
pada :
■ Hipotensi
■ Stenosis aorta
– Kerusakan miocard
■ Insufisiensi – Hypertropimiocard
– Faktor darah : – Hypertensi diastolic
■ Anemia
■ Hipoksemia
■ Polisitemia.
ETIOLOGI
b. Faktor resiko yang dapat diubah :
■ Mekanisme nyeri
– Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk melakukan
metabolisme CO2 (metabolisme anaerob), sehingga menghasilkan asam laktat dan
juga merangsang pengeluaran zat-zat iritatif lainnya seperti histamine, kinin, atau
enzim proteolitik seluler merangsang ujung-ujung syaraf reseptor nyeri di otot
jantung, impuls nyeri dihantarkan melalui serat saraf aferen simpatis, kemudian
dihantarkan ke thalamus, korteks serebri, serat saraf aferen, dan dipersepsikan
nyeri.
DIAGNOSIS
■ Diagnosis angina pektoris tidak stabil (APTS/UAP) dan infark miokard non ST elevasi
(NSTEMI) ditegakkan atas dasar keluhan angina tipikal yang dapat disertai dengan
perubahan EKG spesifik, dengan atau tanpa peningkatan marka jantung. Jika
marka jantung meningkat, diagnosis mengarah NSTEMI; jika tidak meningkat,
diagnosis mengarah UAP
DIAGNOSIS
■ Presentasi klinik.
– Presentasi klinik NSTEMI dan UAP pada umumnya berupa:
1. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh sebagian besar
pasien (80%)
2. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian Cardiovascular Society.
Terdapat pada 20% pasien.
3. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau kresendo): menjadi
makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat; minimal kelas III klasifikasi CCS.
4. Angina pascainfark-miokard: angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah infark miokard
DIAGNOSIS
■ Pemeriksaan fisik.
– Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk menegakkan diagnosis
banding dan mengidentifikasi pencetus. Selain itu, pemeriksaan fisik jika
digabungkan dengan keluhan angina (anamnesis), dapat menunjukkan tingkat
kemungkinan keluhan nyeri dada sebagai representasi SKA (Tabel 3).
DIAGNOSIS
■ Elektrokardiogram.
– Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama.
Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya dapat sangat
membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu
dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus. EKG yang
mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain:
1. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan elevasi
segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)
2. Gelombang Q yang menetap
3. Nondiagnostik
4. Normal
TATALAKSANA
■ Vasodilatator
– Nitrogliserin
■ Antikoagulan
– Heparin adalah anti koagulan pilihan utama, heparin bekerja memperpanjang
waktu pembekuan darah.
■ Trombolitik
– Untuk melarutkan thrombus yang telah terbentuk di arteri koroner, memperkecil
penyumbatan dan meluasnya infark, teombolitik yang biasa digunakan adalah
streptokinase, aktifasi plasminogen jaringan dan amistropletase
■ Analgetik
– Pemberian dibatasi hanya untukk pasien yang tidak efektif dengan pemberian
nitrat dan antikoagulan, analgetik pilihan adalah morvin sulfat secara IV
PROGNOSIS
■ Infark miokard inferior memiliki prognosis yang baik, namun ada beberapa faktor
yang dapat eningkatkan mortalitas. Sekitar 40% infark dinding inferior juga
melibatkan ventrikel kanan. Infark ventrikel kanansangat tergantung pada pra-
beban dan nitrat dapat memicu penurunan tekanan darah. Penambakan EKG sisi
kanan juga membantu dalam mendiagnosis infark ventrikel kanan. Jika pengobatan
terlambat ada kemungkian risiko syok krdiogenik karena telah terjadi banyak
kematian miokard.
KOMPLIKASI
■ Gagal jantung akut dapat didefinisikan sebagai suatu sindroma klinis dimana
pasien memiliki beberapa gambaran antara lain gejala khas gagal jantung (sesak
napas saat aktifitas fisik atau saat istirahat, kelelahan, keletihan, pembengkakan
pada tungkai) dan tanda khas gagal jantung (takikardia, takipnea, pulmonary rales,
efusi pleura, peningkatan jugular venous pressure, edema perifer, hepatomegali)
dan temuan objektif pada abnormalitas struktur dan fungsi jantung saat istirahat
(kardiomegali, bunyi jantung ketiga, cardiac murmur, abnormalitas pada
elektrokardiogram, penigkatan konsentrasi natriuretic peptide).3
ETIOLOGI PJK
Penyakit jantung
Banyak manifestasi
coroner
Sering dikaitkan dengan hipertrofi ventrikel
Hipertensi
kanan.
Faktor genetic dan non – genetic yang tidak
Kardiomiopati
terklasifikasikan.
β - Blocker, calcium antagonists,
Obat – obatan
antiarrhythmics, cytotoxic agent
Alkohol, cocaine, trace elements (mercury,
Toksin
cobalt, arsenik)
Diabetes mellitus, hypo/hyperthyroidism,
Endokrin Cushing syndrome, adrenal
insufficiency,excessive growth hormone.
Defisiensi thiamine, selenium, carnitine.
Nutrisional
Obesitas.
Sarcoidosis, amyloidosis,
Infiltrative
haemochromatosis, penyakit jaringan ikat
Penyakit Chagas, infeksi HIV, peripartum
Lainnya
cardiomyopathy, gagal ginjal tahap akhir
PATOFISIOLOGI
Edema pulmonal Sesak napas yang berat saat Crackles atau rales pada paru-paru
istirahat bagian atas, efusi, Takikardia,
takipne
Syok kardiogenik (low Konfusi, kelemahan, dingin pada Perfusi perifer yang buruk, Systolic
output syndrome) perifer Blood Pressure (SBP) < 90mmHg,
anuria atau oliguria
Tekanan darah tinggi Sesak napas Biasanya terjadi peningkatan
(gagal jantung tekanan darah, hipertrofi ventrikel
hipertensif) kiri
Gagal jantung kanan Sesak napas, kelelahan Bukti disfungsi ventrikel kanan,
peningkatan JVP, edema perifer,
hepatomegaly, kongesti usus.
TANDA DAN GEJALA ADHF
Volume Overload
- Dispneu saat melakukan kegiatan
- Orthopnea
- Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
- Ronchi
- Cepat kenyang
- Mual dan muntah
- Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegali
- Distensi vena jugular
- Reflex hepatojugular
- Asites
- Edema perifer
Hipoperfusi
- Kelelahan
- Perubahan status mental
- Penyempitan tekanan nadi
- Hipotensi
- Ekstremitas dingin
- Perburukan fungsi ginjal
PX BIOMARKER
■ Dari anamnesis didapatkan data pasien seorang laki-laki berusia 57 tahun datang
dengan keluhan utama sesak napas. Pasien datang dengan keluhan utama sesak
napas sejak 2 minggu lalu. Sesak memberat selama 3 hari ini dengan aktivitas dan
berkurang dengan istirahat. Pasien lebih nyaman dengan posisi duduk. Pasien juga
mengeluh mual muntah selama 10 hari yang lalu. Pasien mengaku terbiasa tidur
dengan dua bantal untuk mengurangi keluhan. Keluhan lain seperti nyeri dada,
dada berdebar-debar, demam disangkal oleh pasien.
ANALISIS KASUS
■ Dari data tersebut sesak napas perlu dibedakan sesak berasal dari jantung, paru,
atau metabolik. Dari hasil pemeriksaan didapatkan adanya peningkatan vena
jugularis, roknki basah di 1/3 lapang paru dan kardiomegali. Ketiga tanda ini
merupakan tanda mayor untuk kriteria Framingham. Selain itu juga ditemukan
tanda minor yaitu adanya dyspneu d’effort yang merupakan sesak yang dipicu oleh
aktivitas fisik. Oleh karena itu, sesak napas pada pasien dapat disebabkan karena
sesak napas kardiogenik yakni gagal jantung kongestif.
ANALISIS KASUS
■ Dari pemeriksaan fisik didapatkan data Tek. Darah: 140/90 mmHg, HR/nadi: 85
bpm/ 85 bpm, Pernapasan: 28 x/menit, SpO2 : 98% O2 3 lpm NK. Pasien pernah
mengeluhkan penyakit jantung sebelumnya dimana dikatakan dokter jantungnya
membengkak pada tahun 2014. Pada leher ditemukan JVP 5+4 cm H2O, Batas
jantung dan murmur (+). Pada paru ditemukan ronkhi basah halus di kedua lapang
paru di1/3 basal. Ronki basah halus menggambarkan edema paru akut yang
mendukung terjadinya gagal jantung akut. Juga ditemukan peningkatan JVP yang
mendukung kriteria mayor gagal jantung akut. Adanya tanda- tanda kongestif tanpa
adanya tanda hipoperfusi (seperti akral dingin) sehingga gagal jantung pada pasien
adalah gagal jantung tipe warm-wet. Pada pasien ini dilakukan terapi Inj furosemid
60 mg saat di IGD untuk mengatasi kongestinya (ESC, 2016).
ANALISIS KASUS
■ Dari pemeriksaan fisik jantung mendukung adanya peningkatan kerja jantung pada
pasien. Hal ini juga sesuai dengan adanya tensi tinggi pada pasien yakni 140/90
mmHg. Auskultasi menunjukkan adanya bunyi jantung yang regular disertai adanya
murmur. Bunyi murmur ini bisa terjadi karena ada gangguan turbulensi aliran darah
pada jantung yang bisa disebabkan oleh banyak hal. Untuk memastikan kelainan
tersebut diperlukan suatu pemeriksaan penunjang yakni EKG, labotarorium darah,
rontgen, dan echocardiografi.
ANALISIS KASUS
■ Pada pemeriksaan EKG 12 lead didapatkan sinus ritmis, HR 90x/min, LAD, gel p
patologis (-), PR Interval 0,12s, QRS Complex 0,14 s, terdapat gel R bertakik pada
lead II, V1, V2 , Q patologis (+) di lead III dan aVF, ST Elevasi (-), ST Depresi (-), T
Inverted (+) di lead V2-V6. Kesimpulan: Sinus ritmis, HR 90bpm. LAD. CRBBB. LAFB,
gel q di III dan aVF. Adanya q patologis ini merupakan tanda adanya infark miokard
lama, sedangkan letaknya q patologis pada lead III dan aVF menandakan lokasinya
berada di bagian inferior.
■ Adanya heart failure yang mengakibatkan kegagalan pompa oleh ventrikel kiri,
efeknya darah balik menuju ke paru-paru, akibatnya terjadilah udem pulmo yang
ditandai dengan adanya ronki pada auskultasi paru. Udem pulmo inilah yang
mengakibatkan manifestasi sesak nafas pada pasien. Untuk itu pada pasien ini
perlu diberikan tatalaksana awal dengan pemberian furosemid sebagai obat
diuretik untuk tatalaksanan udem pulmonya. Untuk maintanance pada pasien ini
selain furosemid juga diberikan spironolakton sebagai diuretik.
ANALISIS KASUS
■ Selain itu, pada pemeriksaan ekokardiograf juga ditemukan adanya AR dan TR
mild. Gangguan katub inilah yang mungkin bisa menyebabkan adanya bunyi
murmur pada auskultasi jantung pasien. Selain itu adanya AR juga bisa
menyebabkan terjadinya LVH yang ditunjukkan dari pemeriksaan foto thorax. Selain
karena adanya AR, LVH pada pasien juga bisa diakibatkan karena adanya riwayat
hipertensi lama. Hipertensi mengakibatkan kerja ventrikel kiri semakin berat akibat
meningkatnya tahanan perifer. Kerja ventrikel yang berat lama kelamaan akan
mengakibatkan adanya hipertrofi pada otot-otot ventrikel kiri.
■ Untuk menangani hipertensi pada pasien ini diberikan ramipril yang merupakan
golongan ACE inhibitor dan bisoprolol yang merupakan golongan beta bloker.
Sedangkan untuk dispepsia diberikan lansoprazole yang merupakan golongan PPI
(proton pump inhiobitor) yang bekerja dengan menurunkan sekresi asam lambung.
SIMPULAN
– OMI (old miocard infarct) merupakan penyakit jantung yang disebabkan oleh
karena sumbatan arteri coroner. Sumbatan terjadi oleh karena adanya
ateroksklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga menyumbat aliran darah
ke jaringan otot jantung. Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri-
arteri besar dan sedang dimana lesi lemak yang disebut Plak Ateromatosa
timbul pada permukaan dalam dinding arteri. Sehingga mempersempit
bahkan menyumbat suplai aliran darah ke arteri bagian distal.
– AHF gangguan jantung yang ditandai dengan tanda klinis dan tipical simtom
berupa sesak, bengkak, ronki, dan lemas. Tanda tersebut terjadi akibat
kegalan jantung dalam memompa darah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E. Applying Consensus Guidelines in the Management of acute
decompensated heart failure. [monograph on the internet]. California : 41st ASHP Midyear Clinical Meeting; 2006
[cited 2018 Nov 07]. Available from www.ashpadvantage.com/website_images/pdf/adhf_scios_06.pdf.
2. Lindenfeld J. Evaluation and Management of Patients with Acute Decompensated Heart Failure. Journal of
Cardiac Failure [serial on the internet]. 2010 Jun [cited 2018 Nov 07]; 16 (6): [about 23 p]. Available
from http://www.heartfailureguideline.org/assets/document/2010_heart_failure_guideline_sec_12.pdf.
3. Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al. ESC Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure 2008. European Journal of Heart Failure [serial on the internet].
2008 Aug [cited 2018 Nov 07]. Available from http://eurjhf.oxfordjournals.org/content/10/10/933.full.pdf #page=
1&view=FitH.
4. McBride BF, White M. Acute Decompensated Heart Failure: Pathophysiology. Journal of Medicine [serial on the
internet]. 2010 [cited 2018 Nov 07]. Available from http://www.medscape.com/viewarticle/459179_3
5. Hollander JE. Current Diagnosis of Patients With Acute Decompensated Heart Failure. [monograph on the
internet]. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine University of Pennsylvania; 2001 [cited 2018 Nov 07].
Available from www.emcreg.org.
6. Tallaj JA, Bourge RC. The Management of Acute Decompensated Heart Failure. [monograph on the internet].
Birmingham : University of Alabama; 2003 [cited 2018 Nov 07]. Available from
http://www.fac.org.ar/tcvc/llave/c038/bourge.PDF
7. Kirk JD. Acute Decompensated Hheart Failure: Nnovel Approaches To Cclassification Aand Treatment.
[monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine University of Pennsylvania; 2004
[cited 2018 Nov 07]. Available from www.emcreg.org.
TERIMAKASIH