Anda di halaman 1dari 6

Diagnosis

Diagnosis Klinis Diagnosis Etiologik


 Berdasarkan anamnesis dan PF  Deteksi keberadaan salmonella
 Anamnesis riwayat demam dan ciri tifoid  PCR, biakan, widal test
lainnya (coated tongue, konstipasi dll)
 Suspek : manif klinis (demam, gangguan
pencernaan, dan gangguan kesadaran)
 Probable: gejala klinis + sudah lab
mendukung
Pemeriksaan Lab
Gambaran darah tepi Biakan Salmonella typhi
• leukopenia  3000-8000 per mm • dapat dari darah, sumsum tulang,
kubik. feses, dan urin.
• Monositosis, eosinofilia, dan • Spesimen darah diambil pada minggu
trombositopenia ringan. pertama saat demam tinggi
• Anemia perdarahan • Spesimen feses dan urin pada
minggu kedua dst
• Pembiakan membutuhkan waktu 5-7
hari
Pemeriksaan Lab
Tes Widal Pemeriksaan Lain
• reaksi antigen antibodi • polimerase chain reaction (PCR)
• aglutinin O dan H
• typhi dot EIA
• Aglutinin O mulai dibentuk pada akhir minggu
pertama demam dan sampai puncaknya pada
minggu ketiga sampai minggu kelima • Tes tubex
• Aglutinin dapat bertahan selama 6-12 bulan. • Enzim transaminase (SGOT/SGPT)
Aglutinin H mencapai puncak lebih lambat pada
minggu ke 4-6 dan menetap lebih lama hingga 2 (2-3 kali diatas normal)
tahun kemudian..
• titer O 1/320 sudah menyokong kuat diagnosis • peningkatan enzim lipase dan
demam tifoid amilase
• Diagnosis demam tifoid dianggap pasti apabila
terdapat kenaikan titer 4 kali interval 5-7 hari
Tatalaksana Farmakologi
Komplikasi & Prognosis
Abdominal Ekstraabdominal
• Hepatomegali • Ensefalopati tifoid
• Perforassi perdarahan
• pankreatitis

Pencegahan KLB
mengobati secara sempurna pasien dan karier tifoid Lapor
mengatasi faktor-faktor yang berperan terhadap rantai Investigasi
penularan Epidemiologi
perlindungan dini agar tidak tertular Tatalaksana
Keterlibatan Masyarakat
Referensi
• 1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2006. p. 20–35.

• 2. Upadhyay R, Nadkar MY, Muruganathan A, Tiwaskar M, Amarapurkar D, Banka NH, et al. API recommendations for the management of typhoid fever. J Assoc
Physicians India. 2015;63(NOVEMBER2015):77–96.

• 3. Pegues D, Miller S. Salmonellosis. In: Harrison’s Principal of Internal Medicine. 20th ed. New York: Mc-Graw-Hill Education; 2018. p. 1173–80.

• 4. Paul UK, Bandyopadhyay A. Typhoid fever : a review. Int J Adv Med. 2017;4(2):300–6.

• 5. Kasper D, Fauci A, Hauser S, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison’s principle of internal medicine. 19th Ed. New York, NY: Mc-Graw-Hill Education; 2015.

• 6. Deck D, Wilson L. Tetracyclines, macrolides, clindamycin, chloramphenicol, streptogramins, & oxazolidinones. In: Katzung B, editor. Basic & Clinical Pharmacology.
13th ed. New York: Mc-Graw-Hill Education; 2015. p. 795–6.

• 7. Deck D, Wilson L. Sulfonamides, trimethoprim, & quinolones. In: Katzung B, editor. Basic & Clinical Pharmacology. 13th ed. 2015. p. 807–10.

• 8. Deck D, Wilson L. Beta lactam & other cell wall & membrane-active antibiotic. In: Katzung B, editor. Basic & Clinical Pharmacology. 13th ed. New York: Mc-Graw-Hill
Education; 2015. p. 770–80.

• 9. Jimmy Mirani KV. Abdominal Complications of Typhoid Fever. Jurnalul Chir [Internet]. 2015;11(2):359–61. Available from: http://www.omicsonline.com/open-
access/abdominal-complications-of-typhoid-fever-1584-9341-11-1-2.php?aid=51490

• 10. Leung DT, Bogetz J, Itoh M, Ganapathi L, Pietroni MAC, Ryan ET, et al. Factors associated with encephalopathy in patients with Salmonella enterica serotype typhi
bacteremia presenting to a diarrheal hospital in Dhaka, Bangladesh. Am J Trop Med Hyg. 2012;86(4):698–702.

Anda mungkin juga menyukai