Sosiologi Hukum
Sosiologi Hukum
PERTEMUAN 1
PEMBUKA MATA KULIAH SOSIOLOGI HUKUM
SAP SOSIOLOGI HUKUM
Sosiologi Hukum
Ilmu Tentang Antropologi hukum
Kenyataan yang
menyoroti Psikologi hukum
hukum Perbandingan hukum
Sejarah hukum
4
Penjelasan sistematika :
Ilmu Hukum terbagi menjadi Ilmu tentang kaidah yang
menelaah hukum, ilmu pengertian dan ilmu tentang
kenyataan hukum.
Ilmu tentang kaidah yang menelaah hukum dan ilmu
pengertian merupakan bagian dari paradigma
normwetenschap, sedangkan ilmu tentang kenyataan
hukum merupakan bagian dari paradigma
seinwetenschap.
Berdasarkan hal tersebut, maka sosiologi hukum
merupakan sub-bagian ilmu tentang kenyataan hukum
dan sub-sub bagian dari ilmu hukum. 5
Tentang Sosiologi Hukum.
Permasalahan yang dipelajari dalam sosiologi hukum :
1. Hukum dan sistem sosial masyarakat;
2. Persamaan dan pembedaan sistem-sistem hukum;
3. Sifat sistem hukum yang dualistis;
4. Hukum dan kekuasaan;
5. Hukum dan nilai-nilai sosial budaya;
6. Kepastian hukum dan kesebandingan;
7. Peranan hukum sebagai alat untuk mengubah
masyarakat ( a tool of social engineering)
6
Secara teoritis, hukum dikonsepsikan ke dalam
5 (lima) Paradigma konsep hukum, yaitu :
a. Hukum diartikan sebagai asas-asas kebenaran dan keadilan
yang bersifat kodrati dan berlaku secara universal.
b. Hukum diartikan sebagai norma-norma positif di dalam
sistem perundang-undangan hukum nasional.
c. Hukum diartikan sebagai apa yang diputuskan oleh hakim
inconcreto dan tersistematis sebagai yurisprudensi
d. Hukum diartikan sebagai pola-pola perilaku sosial yang
terlembaga dan eksis sebagai variabel sosial yang empirik.
e. Hukum diartikan sebagai manifestasi makna-makna
simbolik para pelaku sosial sebagaimana tampak dalam
interaksi antar mereka.
Berdasarkan konsep tersebut, maka sosiologi Hukum
terdapat dalam konsep d dan e.
7
RUANG LINGKUP SOSIOLOGI HUKUM
1. Pendekatan Instrumental
Sosiologi hukum mempelajari keteraturan dan berfungsinya hukum agar dapat
berfungsi secara efisien.
2. Pendekatan hukum alam dan kritik pendekatan
positivistik
Penelaahan arti legalitas agar dapat menentukan wibawa moralnya dan menjelaskan
peranan ilmu sosial dalam menciptakan masyarakat yang didasarkan pada keadilan.
3. Pendekatan Paradigmatik
Sosiologi hukum bertugas untuk mempelajari dan mengkritik paradigma yang ada
(kalangan profesi hukum dan norma hukum). Mempelajari kenyataan hukum,
mengidentifikasi perbedaan antara kenyataan dengan paradigma yang berlaku dan
mengajukan rekomendasi untuk mengadakan perubahan pada perilaku atau norma dan
mengajukan paradigma-paradigma baru
8
Sosiologi Hukum mempunyai kegunaan antara lain :
a. Memberikan kemampuan bagi pemahaman terhadap
hukum di dalam konteks sosial;
b. Memberikan kemampuan untuk mengadakan analisa
terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik
sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk
mengubah masyarakat dan sarana untuk mengatur
interaksi sosial, agar mencapai keadaan-keadaan
sosial tertentu;
c. Memberikan kemungkinan-kemungkinan serta
kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap
efektivitas hukum di dalam masyarakat.
9
PENGANTAR SOSIOLOGI
HUKUM
PERTEMUAN 2
DEFINISI
Sosiologi Hukum Menurut
1. Soerjono Soekanto : suatu cabang ilmu pengetahuan yang
secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari
hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala
sosialnya.
2. Satjipto Raharjo : (Sociology of law) adalah pengetahuan
hukum terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks
sosialnya.
3. R. Otje Salman : Ilmu yang mempelajari hubungan timbal
balik antara hukum dan gejala sosial lainnya secara
empiris-analitis.
SEJARAH SOSIOLOGI HUKUM
Metode mempelajari hukum berkembang dari waktu ke waktu.
1. Metode Transendental : Ilmu hukum awalnya buka suatu disiplin ilmu yang
otonom, melainkan sebagai bagian dari studi filsafat. Metode Transendental-
spekulatif merupakan suatu metode dimana ilmu hukum tidak memiliki sumber
positif (konkrit), hanya sebatas apa yang tertulis di dalam pikiran dan sanubari
manusia.
Tokoh :
Thomas Aquinas : Hukum sebagai peraturan yang berasal dari akal dan kebaikan
umum
Cicero : Hakikat hukum adalah akal yang benar, sesuai dengan alam, ia dapat
diterapkan dimanapun. Tidak berubah dan abadi, ia menuntut kewajiban melalui
perintah dan mencegah perbuatan yang salah melalui larangan.
2. Metode analitis-Dogmatis (yuridis-dogmatis)/metode normatif: Hukum
mengalami puncak perkembangan, akibat dari kemajuan zaman, muncul respon
berupa suatu tatanan hukum dan berpuncak pada kodifikasi hukum.
Ilmu hukum yang mempunyai paham dogmatis ini pada akhirnya tidak lagi menjadi
suatu hal yang bersifat objektif.
Hukum alam tidak dapat dilihat sebagai norma yang absolut dan tidak berubah, ia
berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan cita-cita keadilan yang wujudnya beda
dari masa ke masa.
Keadilan = suatu ideal yang isi konkritnya ditentukan oleh keadaan dan pemikiran
jamannya.
Sumbangsih besar hukum alam terhadap sosiologi hukum terletak pada
pembebasannya dari hukum positif.
2. Alliran sejarah dan sosiologi hukum
Aliran sejarah dapat dimasukkan dalam pemikiran yang mendahului
sosiologi hukum, karena penolakannya terhadap nasionalisasi hukum,
dimana kenyataan sejarah suatu bangsa diabaikan.
Interaksi Sosial
Interaksi sosial adalah istilah yang dikenal oleh para ahli sosiologi secara umum
sebagai aspek inti bagi berlangsungnya kehidupan bersama. Interaksi sosial
berarti suati kehidupan bersama yang menunjukkan dinamikanya, tanpa itu
masyarakat akan kurang atau bahkan tidak mengalami perkembangan.
Menurut Soerjono Soekanto, interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan
sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang perorang, antara
kelompok-kelompok manusia maupun antara orang perorangan dengan kelompok
manusia.
Sistem Sosial
Sistem sosial dapat diartikan secara umum sebagai keseluruhan elemen atau
bagian-bagian yang saling tergantung satu sama lain, sehingga terbentuk satu
kesatuan atau kesinambungan. Kesinambungan ini senantiasa harus dijaga dan
dipelihara demi menjaga keutuhan sistem. Apabila satu bagian sistem tidak
fungsional terhadap lainnya, sistem tersebut akan rusak dengan sendirinya.
Perubahan Sosial
Struktur sosial adalah suatu jalinan yang secara relatif tetap antara unsur-
unsur sosial. Unsur-unsur sosial yang pokok adalah kaidah-kaidah sosial,
lembaga-lembaga kemasyarakatan, kelompol-kelompok sosial dan lapisan-
lapisan sosial.
Selain itu, sturktur sosial sebagai tujuan pendefinisian dan alat operasional
telah merupakan sebagian dari sejumlah perhatian utama antropologi.
Bahkan, ada sejumlah tokoh antropologi yang menganggap bahwa struktus
sosial adalah satu-satunya perhatian utama dalam antropologi, sehingga
menjadikannya sebagai suatu kekuatan pendorong bagi pembentukan teori-
teori dalam antroplogi.
Perilaku (Behavior)
Perilaku, perangai, tabiat, adat istiadat atau yang disebut behavior pada objek
kajian sosiologi hukum di atas, merupakan kenyataan hukum dalam masyarakat,
sehingga terkadang apa yang dicita-citakan oleh masyarakat dalam mewujudkan
kepastian hukum justru tidak sesuai dari apa yang diharapkan. Perangai dimaksud
juga biasa disebut tabiat atau akhlak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi
pekerti atau kelakuan. Akhlak adalah hal ihwal yang melekat dalam jiwa,
daripadanya timbul perbuatan-perbuatan yang mudah tanpa dipikirkan dan diteliti
oleh manusia. Bila hal ihwal atau tingkah laku itu menimbulkan perbuatan-
perbuatan yang baik lagi terpuji oleh bakal dan syara’, tingkah laku itu dinamakan
akhlak yang baik. Sebaliknya, bila menimbulkan perbuatan-perbuatan yang buruk,
tingkah laku itu dinamakan akhlak yang buruk.
Akhlak atau sistem perilaku dapat diwujudkan melalui sekurang-kurangnya dua
pendekatan , yang antara lain sebagai berikut.
FUNGSI HUKUM SEBAGAI SOSIAL
KONTROL
Sosial kontrol (social control) biasanya diartikan sebagai suatu proses, baik
yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau
bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi sistem kaidah dan nilai-
nilai yang berlaku.
Arti penting tentang alasan-alasan dan solusi darin kasus-kasu individual yang
pada angkatan terdahulu berisi tentang keadilan yang abstrak dari suatu hukum
yang abstrak.
Roscoe Pound mengemukakan bahwa agar hukum dapat dijadikan sebagai
agen dalam perubahan sosial atau yang disebutnya dengan agent of social
change yang mana hukum memuat prinsip, konsep atau aturan, standar
tingkah laku, doktrin-doktrin, dan etika profesi, serta semua yang dilakoni
oleh “individu” dalam usaha memuaskan kebutuhan dan “kepentingannya”.
Maka pendapatnya dikuatkan oleh Williams James yang menyatatakan bahwa
“di tengah-tengah dunia yang sangat terbatas dengan kebutuhan
(kepentingan) manusia yang selalu berkembang, maka dunia tidak akan dapat
memuaskan kebutuhan (kepentingan) manusia tersbut. “ Di sini terlihat
bahwa James mengisyaratkan “hak” individu yang selalu dituntut untuk
dipenuhi demi terwujudnya suatu kepuasan, tidak akan pernah terwujud
sepenuhnya, dan akan selalu ada pergeseran-pergeseran antara “hak”
individu yang satu dengan “hak” individu yang lainnya.
Hukum sebagai social engineering itu sendiri berkaitan dengan fungsi dan
keberadaan hukum sebagai pengatur dan penggerak perubahan masyarakat,
maka interpretasi analogi Pound mengemukakan “hak” yang bagaimanakah
yang seharusnya diatur oleh hukum, dan “hak-hak” yang bagaimanakah yang
dapat dituntut oleh individu dalam hidup bermasyarakat. Pound
mengemukakan bahwa yang merupakan “hak” itu adalah kepentingan atau
tuntutan-tuntutan yang diakui, diharuskan, dan dibolehkan secara hukum,
sehingga tercapai suatu keseimbangan dan terwujudnya apa yang dimaksud
dengan ketertiban umum.
PARADIGMA SOSIOLOGI
HUKUM
PERTEMUAN 4
Paradigma sosiologi hukum adalah pengaruh
timbal balik antara hukum dengan gejala
sosial lainnya, diantaranya sbb :
1. Kelompok-kelompok Sosial Hukum
Kelompok-kelompok sosial yang dimaksud adalah suatu aktivitas yang
dilaksanakan oleh dua orang atau lebih yang diatur oelh suatu hukum .sebagai
contoh yayasan masyarakat indonesia baru (YAMIMBA).hukumnya adalah
anggaran Dasar dan anggaran rumah tangga.
Pada suatu daerah tertentu misalnya, memiiki kebiasaan unik tersendiri, dimana
itu mungkin saja merupakan hal yang biasa saja bagi masyarakt setempat, tetapi
ketika orang lain yang melihatnya, dianggap sebagai suatu hal yang tidak teratur,
tidak tertib atau bahkan anarkis.
Namun, Bagi Seorang pengamat yang terlatih seperti Sajipto Raharjo dan Ahmad
Ali, memberikan suatu petunjuk yang tegas mengenai adanya suatu sistem teknik
dan sistem yang kompleks.
Misalnya dalam sistem jual-beli atau perekonomian di suatu daerah yang bisa jadi
dilihat caos tadi, dipandang sebagai sebuah tingkah sosial oleh para pengamat
sosiologi hukum.
Ternyata penduduk memiliki organisasi yang terperinci dalam mengelompokkan
tugas dan dalam pembagian fungsi sosial yang sudah ditentukan lebih
dahulu.kelompok-kelompok kecil melakukan kegiatan-kegiatan secara bersama
untuk mencapai tujuan-tujuan yang sama, setiap orang sudah mempunyai peran
khusus tertentu,beberapa tingkah laku ang dilakukan secara berulang-ulang, tetapi
tidak dapat diramalkan sebelumnya mengenai terjadinya ketidakseriusan dalam
melakukan suatu pekerjaan. Oleh karena itu dalam setiap tindakan terhadap suatu
dualisme sosiologis, yaitu disatu pihak yang melakukan tukar menukar jasa dan
fungsi saling mengawasi sarana pemenuhan dan kejujuran tindakan pihak lain.
Dalam sistem ekonomi dan kegiatan-kegiatan lain merupakan tingkah laku sosial
dari penduduk asli yang didasarkan pada suatu tindakan memberi dan menerima
yang telah dinilai secara seksama, secara mental telah dipilih dan seimbang dalam
jangka panjang.
HUKUM DAN KEWENANGAN
Hukum dalam tatanan sosial bersifat pasif, yaitu hukum menyesuaikann diri
dengan kenyataan sosial dalam masyarakat. Oleh karena itu, terlaksana atau
tidaknya fungsi hukum sebagai alat pengendali sosial amat ditentukan oleh
faktor aturan hukum dan faktor pelaksana hukum.
FUNGSI HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK
MENGUBAH MASYARAKAT
Fungsi hukum sebagai simbol merupakan makna yang dipahami oleh seseorang
dari suatu perilaku masyarakat tentang hukum.
Contoh : Seseorang yang mengambil barang milik orang lain dengan maksud
untuk memiliki, dengan cara yang melawan hukum, oleh hukum pidana
disimbolkan sebagai tindakan pencurian.
Simbol pencurian-pencuri, berarti orang itu memilikin perilaku menyimpang
dalam bentuk pencurian.
FUNGSI HUKUM SEBAGAI ALAT POLITIK
Kaum Positivis
berpendapat bahwa hukum dan moral merupakan dua bidang yang terpisah
serta harus dipisahkan. Beberapa pendapat para ahli : John Austin (1790 –
1859).
Bahwa hukum merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasaan
tertinggi atau dari yg memegang kedaulatan. Bahwa hukum adalah
merupakan perintah yang dibebankan untuk mengatur makhluk berpikir,
dimana perintah dilakukan oleh makhluk berpikir yang memegang dan
mempunyai kekuasaan.
Bahwa hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup,
dan oleh karena itu ajarannya dinamakan analytical jurisprudence.
Analytical Jurisprudence dibagi dua yaitu hukum yang dibuat oleh Tuhan dan
hukum yang disusun oleh Manusia. Hukum yang disusun oleh manusia
dibedakan menjadi dua, yaitu hukum yang sebenarnya dan hukum yang tidak
sebenarnya.
Hukum yang sebenarnya :
hukum yang dibuat oleh penguasa bagi pengikut- pengikutnya dan hukum yg
disusun oleh individu- individu guna melaksanakan hak- hak yg diberikan
kepadanya. Mengandung 4 unsur, yaitu perintah, sanksi, kewajiban dan
kedaulatan.
Hukum yang tidak sebenarnya :
Bukanlah merupakan hukum yang secara langsung berasal dari penguasa, akan
tetapi merupakan peraturan- peraturan yang disusun oleh perkumpulan-
perkumpulan atau badan- badan tertentu.
Hans Kelsen (Teori Murni tentang Hukum)
Suatu sistem hukum sebagai suatu sistem pertanggapan dari kaidah- kaidah ,
dimana suatu kaidah hukum tertentu akan dapat dicari sumbernya pada
kaidah hukum yg lebih tinggi derajatnya. Kaidah yg merupakan puncak dari
sistem pertanggapan dinamakan kaidah dasar atau Grundnorm. Setiap sistem
hukum merupakan Stunfenbau daripada kaidah- kaidah.
Penamaan teori murni tentang hukum murni mempunyai makna tersendiri
untuk menyatakan bahwa hukum berdiri sendiri terlepas dari aspek- aspek
kemasyarakatan yang lain. Yang bermaksud menunjukkan bagaimana hukum
itu sebenarnya tanpa memberikan penilaian apakah hukum itu cukup adil atau
kurang adil.
2.Mazhab Sejarah dan Kebudayaan
Hukum hanya dapat dimengerti dengan menelaah kerangka sejarah dan
kebudayaan dimana hukum itu timbul. Beberapa pendapat para ahli :
Teorinya : Teorinya :
Hukum merupakan perwujudan dari Perkembangan hukum dari status ke
Kesadaran hukum Kontrak yang sejalan dengan
masyarakat.(volksgeit) Semua hukum perkembangan masyarakat sederhana
berasal dari adat istiadat dan ke masyarakat yang modern dan
kepercayaan bukan dari pembentuk kompleks. Hubungan-
UU. hubungan hukum yang didasarkan
pada status warga- warga masyarakat
yang masih sederhana, berangsur-
angsur akan hilang apabila
masyarakat tadi berkembang menjadi
masyarakat yang modern dan
kompleks.
3. Aliran Utilitarianism
1. Pembedaan antara hukum positif dengan 1. Hukum harus dilihat/dipandang sebagai suatu
Hukum yang hidup (living law) atau pembedaan lembaga Kemasyarakatan yang berfungsi untuk
antara kaidah- kaidah hukum dengan kaidah- memenuhi kebutuhan- kebutuhan Sosial,
kaidah sosial lainnya. sedangkan tugas dari ilmu hukum yaitu untuk
memperkembangkan suatu kerangka dimana
2. Bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila kebutuhan- kebutuhan Sosial terpenuhi secara
selaras dengan hukum yang ada dalam maksimal.
masyarakat. Pusat perkembangan dari hukum 2. Konsepnya yg terkenal adalah law as a tool of
bukanlah terletak pada Badan-badan legislatif, Social engineering artinya hukum sebagai alat
keputusan- keputusan Badan yudikatif ataupun untuk mewujudkan perubahan- perubahan di
Ilmu hukum, akan tetapi terletak justru bidang sosial.
terletak dalam masyarakat itusendiri. 3. Maknanya saat itu bahwa fungsi hukum adalah
untuk Merubah perilaku (sikap mental) warga
masyarakat Amerika serikat yg rasial dan
diskriminasi.
5. Aliran Realisme Hukum
Para tokohnya yaitu, Karl Llewellyn, Jerome Franks, Justice Oliver Mendell.
Teorinya:
Konsep yang radikal tentang proses peradilan dengan menyatakan bahwa hakim-
hakim tidak hanya menemukan hukum akan tetapi membentuk hukum.
Seorang hakim harus selalu memilih, dia yang menentukan prinsip-prinsip mana yg
dipakai dan pihak- pihak mana yang akan menang. Keputusan- keputusan hakim
seringkali mendahului penggunaan prinsip- prinsip hukum yg formal. Keputusan-
keputusan pengadilan dan doktrin hukum Selalu dapat diperkembangkan untak
menunjang perkembangan atau hasil- hasil proses hukum. Karl Llewellyn
mengembangkan teori tentang hubungan antara peraturan- peraturan hukum
dengan perubahan- perubahan sosial yg terjadi dalam masyarakat.
Pendapatnya bahwa tugas pokok dari pengadilan adalah menetapkan fakta dan
rekonstruksi dari kejadian-kejadian yang telah lampau yang menyebabkan
terjadinya perselisihan.
Menurut Prof. Satjipto Raharjo
1. Aliran Positif : aliran ini hanya ingin membicarakan kejadian yang dapat
diamati dari luar secara murni, mereka tidak mau sedikitpun memasukkan hal
yang tidak dapat diamati dari luar, seperti nilai, tujuan, maksud, niat dsb.
Tokoh : Donald Black : Dalam artikelnya berjudul “The Boundaries of legal
sociology” menyatakan bahwa terjadi kekaburan antara ilmu hukum (science)
dan (policy) dalam sosiologi hukum. Menurut Black semua yang di diskusikan
bukanlah science tapi policy. Black menentang hal tersebut karena keadaan itu
berarti mereka telah memasukkan dan melibatkan aspek-aspek kejiwaan, dan
seseorang sosiolog hukum tidak pantas berbicara mengenai hal tersebut.
“.. A concern with legal effectiveness obscures the difference between science
and policy. How law should operate is question of value, not fact, and since
sociology can only deal with facts, it cannot assess the effectiveness of law or
anything else. A scientific critique of law is illogical and impossiblle, a
contradiction in terms.. The sociology of law could be truly in spirit and method,
unconcerned with policy and uncontaminated isy practical considerations. Law
could be studied as a natural phenomenon. The goal could be a general theory
capable of predicting and explaining legal behaviour of every kind. This could be
done for its own sake and nothing more . Pure scince...”- Donald Black
CARA KERJA SOSIOLOGI HUKUM
1. Hanya berurusan dengan fakta yang dapat diamati, tidak boleh memikirkan
tentang tujuan hukum, maksud, nilai dsb.
2. Hukum adalah apa yang kita lihat ada dan terjadi dilakukan dalam
masyarakat.
3. Tidak boleh masuk lebih jauh dengan melihat hukum bukan sebagai fakta
melainkan suatu subjektivitas
2. Aliran Normatif: hukum itu bukan hanya fakta yang teramati, tetapi juga
institusi nilai.
Paul Scholten juga mempunyai pendapat tentang arti kesadaran hukum. Paul Scholten
menyatakan bahwa : Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia
tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu dari hidup
kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara hukum dan tidak hukum (onrecht),
antara yang seyogyanya dilakukan dan tidak dilakukan.
Kesadaran hukum merupakan konsepsi abstrak didalam diri manusia, tentang
keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau
sepantasnya. Kesadaran hukum sering dikaitkan dengan pentaatan hukum,
pembentukan hukum, dan efektivitas hukum. Kesadaran hukum merupakan
kesadaran/nilai-nilai yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada
atau tentang hukum yang diharapkan oleh masyarakat luas.
Bagi Ewick dan Silbey, “kesadaran hukum” terbentuk dalam tindakan dan karenannya
merupakan persoalan praktik untuk dikaji secara empiris. Dengan kata lain, kesadaran hukum
adalah persoalan “hukum sebagai perilaku”, dan bukan “hukum sebagai aturan norma atau
asas”
Membangun kesadaran hukum tidaklah mudah, tidak semua orang memiliki kesadaran
tersebut. Hukum sebagai Fenomena sosial merupakan institusi dan pengendalian masyarakat.
Didalam masyarakat dijumpai berbagai intitusi yang masing-masing diperlukan didalam
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan memperlancar jalannya
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, oleh karena fungsinya demikian masyarakat perlu
akan kehadiran institusi sebagai pemahaman kesadaran hukum.
INDIKATOR KESADARAN HUKUM
1. Pengetahuan hukum
Bila suatu perundang-undangan telah diundangkan dan diterbitkan menurut
prosedur yang sah dan resmi, maka secara yuridis peraturan perundang-undangan
itu berlaku. Kemudian timbul asumsi bahwa setiap warga masyarakat dianggap
mengetahui adanya undang-undang tersebut
2. Pemahaman hukum
Apabila pengetahuan hukum saja yang dimiliki oleh masyarakat, hal itu belumlah
memadai, masih diperlukan pemahaman atas hukum yang berlaku. Melalui
pemahaman hukum, masyarakat diharapkan memahami tujuan peraturan
perundang-undangan serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya
diatur oleh peraturan perundangan-undangan dimaksud
3. Penaatan hukum
Suatu norma hukum akan dihargai oleh warga masyarakat apabila ia telah
mengetahui, memahami, dan menaatinya. Artinya, dia benar-benar dapat
merasakan bahwa hukum tersebut menghasilkan ketertiban serta
ketenteraman dalam dirinya. Hukum tidak hanya berkaitan dengan segi
lahiriah dari manusia, akan tetapi juga dari segi batiniah
5. Peningkatan kesadaran hukum
Yang dimaksud adalah tentang berlaku atau tidaknya suatu aturan hukum
dalam masyarakat. Jika berlaku suatu aturan hukum, sejauh mana berlakunya
dan sejauh mana masyarakat mematuhinya.
Menurut Prof. Soerjono Soekanto, ada 4 indikator yang membentuk kesadaran
hukum yang secara berurutan (tahap demi tahap) yaitu :
Ketaatan hukum tidaklah lepas dari kesadaran hukum, dan kesadaran hukum
yang baik adalah ketaatan hukum, dan ketidak sadaran hukum yang baik adalah
ketidak taatan. Pernyataan ketaatan hukum harus disandingkan sebagai sebab
dan akibat dari kesadaran dan ketaatan hukum.
Sebagai hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara kesadaran hukum dan
ketaataan hukum maka beberapa literaur yang di ungkap oleh beberapa pakar
mengenai ketaatan hukum bersumber pada kesadaran hukum, hal tersebut
tercermin dua macam kesadaran, yaitu:
1. Legal consciouness as within the law, kesadaran hukum sebagai ketaatan
hukum, berada dalam hukum, sesuai dengan aturan hukum yang disadari atau
dipahami;
2. Legal consciouness as against the law, kesadaran hukum dalam wujud
menentang hukum atau melanggar hukum
Hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan manusia, hukum berbeda
dengan seni, ilmu dan profesionalis lainya, struktur hukum pada dasarnya
berbasis kepada kewajiban dan tidak diatas komitmen. Kewajiban moral untuk
mentaati dan peranan peraturan membentuk karakteristik masyarakat.
Di dalam kenyataannya ketaatan terhadap hukum tidaklah sama dengan ketaatan
sosial lainnya, ketaatan hukum merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan
dan apabila tidak dilaksanakan akan timbul sanksi, tidaklah demikian dengan
ketaatan sosial, ketaatan sosial manakala tidak dilaksanakan atau dilakukan
maka sanksi-sanksi sosial yang berlaku pada masyarakat inilah yang menjadi
penghakim. Tidaklah berlebihan bila ketaatan didalam hukum cenderung
dipaksakan.
Menurut Robert Biersted (1970: 227-229) dalam bukunya The Social
Order,Proses kepatuhan seseorang terhadap hukum mungkin terjadi
karena beberapa faktor yaitu :
Meskipun demikian perlu juga diperhatikan bahwa walaupun suatu norma telah
disosialisasikan sedemikian rupa dan telah melembaga (institutionalized), belum
tentu norma-norma itu telah benar-benar meresap (internalized) pada diri masing-
masing anggota masyarakat itu.
Sementara itu menurut Soerjono Soekanto (1993:112) dalam bukunya Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, kepatuhan hukum masyarakat
tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui suatu proses pentahapan sebagai
berikut :
b. Tahap hukum dan ketertiban yaitu membahas masalah kekuasaan dan wewenang
menempati fungsi yang penting dan menonjol. Hukum dipatuhi karena penegak
hukum mempunyai kekuasaan, dan wewenang.
Kekuasaan dan wewenang tersebut biasanya ditujukan untuk mencapai ketertiban,
yang memang sudah menjadi cita-cita bersama. Pendapat lain menurut Soerjono
Soekanto dan Mustafa Abdullah (1982: 23) dalam bukunya Sosiologi Hukum Dalam
Masyarakat, ada suatu kecenderungan yang kuat dalam masyarakat, untuk
mematuhi hukum oleh karena rasa takut terkena sanksi negatif apabila hukum
tersebut dilanggar. Salah satu efek yang negatif adalah, bahwa hukum tersebut
tidak akan dipatuhi apabila tidak ada yang mengawasi pelaksanaannya secara
ketat.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum
yaitu :
1. Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari orang-orang
yang menjadi target aturan hukum secara umum itu. Oleh karena itu, jika aturan
hukum yang di maksud berbentuk undang-undang, maka pembuat UU dituntut
untuk mampu memahami kebutuhan hukum dari target UUnya.
2. Kejelasan rumusan substansi aturan hukum, sehingga mudah dipahami oleh target
aturan hukum tsb.
3. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu.
4. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka seyogyanya
aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat mengharuskan, sebab hukum
yang bersifat melarang (prohibited) lebih mudah dilaksanakan ketimbang hukum
yang bersifat mengharuskan (mandatur).
5. Sanksi yang diancamkan oleh aturan hukum itu, harus dipadankan dengan sifat
aturan hukum yang dilanggar tersebut. Suatu sanksi yang dapat kita katakan tepat
untuk suatu tujuan tertentu,belum tentu tepat untuk tujuan lain.
6. Berat ringannya sanksi yang diancamkan dalam aturan hukum, harus proporsional
dan memungkinkan untuk dilaksanakan.
EFEKTIVITAS HUKUM
JIKA KITA INGIN MENGKAJI FAKTOR-FAKTOR APA YANG MEMPENGARUHI KETAATAN TERHADAP HUKUM SECARA UMUM DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA, MENURUT ACHMAD ALI DAN C.G. HOWARD & R. S. MUMNERA DALAM BUKU Law:
it’s Nature and Limits, sbb:
Jika yang akan kita kaji adalah efektivitas perundang-undangan, maka kita
dapat mengatakan bahwa tentang efektifnya suatu perundang-undangan,
banyak tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
1. Pengetahuan tentang substansi (isi) perundang-undangan.
2. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.
3. Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan didalam
masyarakatnya.
4. Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang tidak boleh
dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan instan (sesaat), yang
diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai sweep, yang memiliki kualitas buruk
dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Bekerjanya Perundang-undangan dapat
ditinjau dari 2 perspektif:
1. Perspektif Organisatoris, yang memandang perUU sebagai “institusi” yang
ditinjau dari ciri-cirinya. Dalam perspektif ini tidak memerhatikan pribadi-
pribadi yang pergaulannya diatur oleh hukum atau UU
2. Perspektif Individu, atau dikenal sebagai ketaatan, yang lebih banyak
berfokus pada segi idnvidu atau pribadi, dimana pergaulan hidupnya diatur
oleh perUU. Persfektif ini berfokus pada pola-pola perilaku masyarakat yang
banyak mempengaruhi keefektifitas uu.
Menurut Prof. Achmad Ali:
Pada umumnya faktor yang mempengaruhi efektivitas suatu perundang-
undangan adalah profesional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang dan
fungsi dari penegak hukum, baik didalam menjelaskan tugas yang dibebankan
terhadap dirinya maupun dalam menegakkan uu tsb.
Yang jelas, bahwa seseorang menaati ketentuan PERUU adalah karena
terpenuhinya suatu kepentingannya oleh UU TSB.
Menurut Soerjono Soekanto
An effective legal system may be describe as one in which there exists a high
degree of congruence between legal rule and human conduct. Thus and a
effective legal sytem will be characterized by minimal disparity between the
formal legal system and the operative legal system is secured by
1. The intelligibility of it legal system.
2. High level public knowlege of the conten of the legal rules
3. Efficient and effective mobilization of legal rules:
a. A commited administration and.
b. Citizen involvement and participation in the mobilization process
4. Dispute sattelment mechanisms that are both easily accessible to the public
and effective in their resolution of disputes and.
5. A widely shere perception by individuals of the effectiveness of the legal rules
and institutions
Pendapat tersebut dijelaskan Clerence J Dias dalam Marcus Priyo Guntarto
sebagai berikut, terdapat 5 (lima) syarat bagi effektif tidaknya satu sistem
hukum meliputi:
Hukum akan mejadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya dapat
mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan dapat menghilangkan
kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat membuat apa yang
dirancang dapat diwujudkan. Jika suatu kegelapan maka kemungkinan terjadi
pembetulan secara gampang jika terjadi keharusan untuk melaksanakan atau
menerapkan hukum dalam suasana baru yang berbeda, hukum akan sanggup
menyelesaikan
Keberlakuan hukum berarti bahwa orang bertindak sebagaimana seharusnya
sebagai bentuk kepatuhan dan pelaksana norma jika validitas adalah kualitas
hukum, maka keberlakuan adalah kualitas perbuatan manusia sebenaranya bukan
tentang hukum itu sendiri.
Selain itu wiiliam Chamblish dan Robert B seidman mengungkapkan bahwa
bekerjanya hukum dimasyarakat dipengaruhi oleh all other societal personal
force (semua ketakutan dari individu masyarakat) yang melingkupi seluruh
proses.
Studi Efektivitas Hukum
“it is often said that a book must be written in a manner that permits of
summing up its content in a single sentence. if the present volume were to
be subjected to this test, the sentence nigh be the following: At the present
as well as at any other time, the centre of the gravity of legal development
lies noT in legislation, no in juristic science perhaps, contains the substance
of every attempt to state the fundamental principles of the sociology of
law”. (Satjipto Raharjo, Sosiologi Hukum, 107-108)
1. Dianggap sebagai pembentuk atau pelopor ilmu hukum sosiologis (sociology
jurisprudence);
2. Teori Ehrlich pada umumnya berguna sebagai bantuan lebih memahami hukum
dalam konteks social.;
3. Meneliti latar belakang aturan formal yang dianggap sebagai hukum;
4. Aturan tersebut merupakan norma social yang actual yang mengatur semua
aspek kemasyarakatan disebut sebagai hukum yang hidup (Living Law) yaitu
hukum yang dilaksanakan dalam masyarakat sebagai lawan dari hukum yang
diterapkan Negara;
5. Hukum hanya dapat dipahami dalam fungsinya di masyarakat;
6. Membedakan hukum positif dengan hukum yang hidup atau suatu perbedaan
antara kaidah-kaidah social;
7. Hukum positif akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat, atau apa yang disebut antropolog sebagai pola kebudayaan
(culture patterns);
8. Pusat perkembangan hukum bukan pada legislative, keputusan yudikatif
ataupun ilmu hukum tetapi justru terletak pada masyarakat itu sendiri.
9. Hukum tunduk pada kekuatan social, hukum tidak mungkin efektif, kalau
nukan karena keterlibatan masyarakat dan didasarkan pada pengakuan social
pada hukum, bukan penerapannya secara resmi oleh Negara.
10. Tertib social berdasarkan fakta diterimanya hukum yang didasarkan pada
aturan atau norma social yang tercantum dalam sistem hukum
11. HANYA Sebagian kecil segi kehidupan yang diadili oleh pejabat-pejabat resmi
(PN) yang berfungsi menyelesaikan perkara (perselisihan);
12. Mereka yang mengembangkan sistem hukum harus mempunyai hubungan
dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan;
13. Diletakkannya peraturan-peraturan untuk mencapai keputusan-keputusannya
jika terjadi sengketa di atas tata tertib masyarakat yang damai dan spontan.
peraturan-peraturan untuk mengambil keputusan-keputusan menyimpulkan
adanya sengketa antara kelompok atau individu yang ada pembatasan
kepentingan-kepntingan dan kompetensinya. Agar peraturan ini secara jelas
dapat terbebas dari tata tertib masyarakat yang damai dan spontan maka
haruslah terjadi perbedaan antara individu dan kelompok dan haruslah timbul
berbagai kelompok yang sama nilainya.
14. Bahwa apa yang dinamakan ilmu hukum yang diselenggarakan oleh para ahli
hukum adalah semata-mata suatu teknik yang bersifat relative dimaksudkan
untuk mencapai tujuan-tujuan praktis dan sementara waktu berkat
sistematisasi khayali tidak mampu memahami apapun, kecuali kulit yang
paling luar dari kenyataan hukum integral dan spontan dalam segala tingkat
kedalamannya disini ehrlich ingin membuktikan bahwa dikalau sosiologi
hukum hanya mengambil sistematisasi ilmu hukum sebagai titik tolak, maka
sosiologi hukum itu tidak akan memahami tujuannya yang sebenarnya, yakni
kenyataan hokum integral yang mentransendenkan semua skema “dalil hukum
bersifat abstrak”
15. Menurut Ehrlich ada suatu hukum yang menguasai masyarakat sebagai tata
tertib perdamaian. Dan hukum ini yang digunakan sebagai dasar untuk segala
peraturan hukum dank arena jauh lebih ebjektif daripada peraturan manapun
juga, hukum ini merupakan tata tertib langsung dari masyarakat. Jadi
menurut Ehrlich perkembangan suatu hukum tidak mesti dicari dalam undang-
undang, jurisprudensi ataupun dalam doktrin, lebih umum lagi dalam sistem
peraturan-pertaturan yang manapun juga tatapi bisa cari dalam masyarakat
itu sendiri.
Menurut Ehrlich, apa yang bersifat kelembagaan dalam hukum atau spontan
adalah berasal dari masyarakat yang berlawanan dengan negara dan memiliki
cirri-ciri integral law yang menguasai perserikatan –perserikatan. hukum
kontak, hukum kekayaan, dan hukum penguasaan sepihak hanyalah bentuk-
bentuk samaran dari hukum masyarakat serta tata tertib masyarakat,
sedangkan tata tertib objektif dan spontanitas hukum dari individual tidak
ada.
2. TEORI MAKRO
TOKOHNYA : EMILIE DURKHEIM DAN MAX WEBER
1. Solidaritas mekanik
Solidaritas mekanik mensyaratkan ada suatu ikatan yang bersifat mekanis antara
para warga masyarakat. Solidaritas ini menjadi landasan kehidupan bersama.
Tanpa ada ikatan seperti itu kehidupan bersama tidak ada, karena seperti
dikatakan di atas, yang asli adalah individu. Tipe hukum yang sesuai untuk itu
adalah yang bersifat keras, yang tidak membiarkan sama sekali terjadi perilaku
menyimpang anggota masyarakat. Hukum disini bekerja sebagai alat pidana.
2. Solidaritas organik
Solidaritas organik memberikan kelonggaran terhadap masing-masing anggota
masyarakat un tuk menjalin hubungan satu sama lain, tanpa ada campur tangan.
Pikiran dasar di situ mengatakan, mkehidupan bersama akan terbina dengan
memberikan kebebasab terhadap para anggota untuk bekerja dan menjalin
hubungan dengan orang lain. Hukum baru turut campur apabila terjadi
ketidakadilan dalam hubungan tersebut. Sifat pengaturan adalah perdata.
MAX WEBER
Hukum adalah sesuatu yang dapat diamati secara ekternal. Dalam posisi
seperti itu, yaitu seorang positivis-empirisis, Black harus membangun dari
bawah dimulai dengan konsepnya mengenai hukum. Misalnya ia
mengatakan, hukum dilihat dari persfektif kuantitatif menjadi lebih
banyak atau lebih sedikit hukum. Lebih sering orang mengangkat telepon
berarti lebih banyak hukum daripada sebaliknya. Pikiran dan pendekatan
tersebut dipraktekkan lebih lanjut pada waktu Black membangun postulat
yang diangkat dari pengamatan empirik.
Pendapat Black mengenai teori adalah, bahwa teori menjelaskan fakta itu
saja yang boleh menjadi bahan penyusun prosposisi. Prosposisi
menegaskan hubungan antara hukum dan aspek kemasyarakatan, yaitu
Stratifikasi, morfologi, kultur, organisasi atau kontrol sosial.
Berikut ini beberapa proposisi yang dibangun oleh Black
berdasarkan pengamatan dan kuantifikasi data empirik:
Hukum modern sebagai suatu tipe hukum, muncul dan terbentuk dalam kaitan
yang erat dengan munculnya negara modern.
Negara modern muncul di Eropa sekitar abad ke-18.
Gianfranco Poggi, membagi pertumbuhan negara modern ke dalam beberapa
masa, yaitu:
1. Feodalisme;
2. Staertdestact;
3. Absolutisme;
4. Masyarakat sipil;
5. Negara Konstitusional.
Faktor-Faktor Kekuatan Sosial
Sistem hukum yang berlaku saling berkaitan dengan struktur sosial yang ada
pada masyarakat.
Misalnya pada zaman dulu, peranan golongan borjouis dalam munculnya
hukum modern cukup besar. Kaum borjuis terdiri dari para pengusaha
kapitalis yang mengalami kemajuan besar pada jamannya.
Struktur sosial waktu itu bersifat lebih otoriter, karena ada unsur disiplin yang
memaksakan kepada anggotanya, dan pada saat kaum borjouis mulai muncul,
mereka menghendaki suasana kompetitif diantara anggotanya.
Kemudian kita bisa melihat pergeseran negara eropa yang masyarakatnya
berubah dari masyarakat pertanian menjadi industri dan perdagangan,
kehidupan mulai bergerak dari desa ke kota.
Kota-kota di eropa muncul tidak hanya sebagai tempat pemukiman melainkan
memiliki peranan dalam melakukan reformasi politik.
DI kota, orang-orang mulai belajar membangun suatu komunitas baru, dimana
warga kota dapat mengajukan dan membela kepentingannya berhadapan
dengan penguasa kota. Kota disebut sebagai LABORATORIUM DEMOKRASI.
Maraknya Industrialisasi dan berkembangnya perdagangan menciptakan jenis-
jenis pekerjaan baru dan juga menimbulkan golongan baru pula. Jika dalam
suasana feodal hanya dikenal konfigurasi RAJA_HAMBA, maka sekarang
muncul pula golongan baru misalnya pedagang, ahli hukum, dokter dll /
(profesi)
Kemunculan golongan borjuis dan kekuatannya dalam mendorong kelahiran
hukum modern menjelaskan kepada kita bahwa hukum itu berubah dan
dibentuk oleh kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.
Hukum sebagai institusi yang memberikan keadilan (dispensing justice)
mengalami redefinisi sesuai dengan kekuatan sosial yang membentuknya.
Golongan borjuis tadi menjadi salah satu kekuatan penting dibelakang
pembentukan hukum modern tersebut memasukkan kepentingan dan ide-
idenya kedalam hukum. Redefinisi tersebut meliputi konseptualisasi tentang
keadilan, asas dan doktrin, sampai ke metode kerja dan administrasinya.
Karakteristik Hukum Modern
Apabila suatu tipe hukum itu memiliki habitatnya sendiri, maka pada waktu
hukum modern disebarkan di Eropa itu meluas dan dipakai oleh bangsa lain,
muncullah kejadian atau perkembangan yang karakteristik yang disebabkan
oleh perbedaan habitat tersebut.
Perkembangan tersebut menimbulkan persoalan tersendiri yang khas,
khususnya pada bangsa-bangsa di kawasa asia.
Di Asia dapat diamati, ternyata predisposisi budaya memainkan peranan yang
penting.
Khususnya di Asia Timur, sistem hukum modern sebagaimana dilambangkan
dalam rule of law adalah suatu perkembangan dengan muatan nilai atau
budaya yang khas.
Hukum modern melembagakan suatu perkembangan ideologi pembebasan
individu.
Hal itu dapat kita catat dalam penyebutan periode sejarah eropa, mulai dari
abad kegelapan, feodal, pertengahan, pencerahan dan terakhir moden yang
menunjukkan adanya akselerasi menuju pembebasan individu. Dengan
demikian, dapat kita ketahui bahwa perkembangan menuju doktrin RULE OF
LAW adalah sisi lain dari perkembangan individu menuju pembebasannya.
Dilihat dari perspektif Asia Timur, perkembangan sebagaimana tsb diatas
dihadapkan kepada suatu predisposisi budaya tertentu yang berbeda.
Di china dijumpai predisposisi yang lebih menekankan pada komunalitas
daripada individualitas. Kita tidak menyaksikan sejarah tentang pembebasan
individu dikawasan tsb. Keadaan yang berbeda tsb akan senantiasa menjadi
faktor dalam menjelaskan penerimaan dan penggunaan hukum modern di
kawasan asia timur.
Perkembangan hukum yang tidak didukung oleh ketersediaan sumber daya
akan menghasilkan praktik hukum modern yang berbeda.
Di Korea; Pada waktu Han Pyong-Choon memberi penyebutan terhadap
praktik hukum modern di Korea, Guru besar tsb merumuskan apa yang terjadi
di Korea sebagai “medievalization of modern institutions of the west”
Mempraktikan hukum modern dengan cara abad pertengahan.
Secara sosiologis kita dapat mengatakan, hukum hanya dapat dijalankan
dengan modal tertentu yang dimiliki suatu bangsa atau komunitas. Inti
permasalahannya ada di predisposisi budaya suatu bangsa.
Hal ini juga terjadi di JEPANG.
Jepang juga harus berjuang untuk menanamkan hukum modern ke dalam
masyarakatnya.
Pada waktu jepang membuka diri terhadap BARAT, bangsa tsb menyadari
bahwa ia harus memakai hukum barat bila ingin benar-benar sejajar dengan
Barat.
Hukum jepang selama ini memakai hukum dari pemerintahan TOKUGAWA
terlalu feodal, dan kurang dapat diterima logika.
Watak Bangsa jepang yang kita kenal pekerja keras mempunyai andil yang
cukup besar dalam proses transformasi dan transplantasi hukum modern di
dalam kehidupan mereka tsb.
“They had to start from scratch, understanding, and digesting, not only the
technical legal language of the west, but associated concepts reflecting an
alien philosophy and tradition. A large number of few words had to be
invented simply because the traditional japanese language offered no
equivalents... It is no surprise, then, that the japanese word KENRI for
‘RIGHT’ had to be invited by the meiji legal experts drafting modern codes,
SUCH A WORD DID NOT EXIST IN TRADITIONAL JAPAN..” (OZAKI, 1978;122)
Maka tidaklah mengherankan apabila isi kaidah hukum modern tidak
bersambungan dengan substansi kehidupan jepang. Setelah introduksi hukum
barat tsb, selama bertahun-tahun rakyat di pedesaan masih tetap hidup
dengan kebiasaan tradisionalnya yang sudah berusia ratusan tahun itu.
SOSIOLOGI DARI HUKUM MODERN