Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

ANAK DENGAN DEMAM TIFOID

DYAH DWI ASTUTI, Ns.Sp.Kep.An


PENDAHULUAN
 Demam tipoid disebut juga enteric fever, typhus
abdominalis.
 Penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada
saluran gastrointestinal yang berhubungan dengan
infeksi Salmonella serotypes typhimurium (S. typhi)
dan paratyphimurium (S. paratyphi).
 Bakteri famili Enterobacteria, genus Salmonella, gram
negatif, bersifat aerob dan fakultatif anaerobik,
berflagel, motil.
 Masa inkubasi anak 10-14 hari pada anak.
ANGKA KEJADIAN
 Demam tipoid umum terjadi di negara berkembang dengan
kasus 22 juta dan diperkirakan 200.000 ribu terjadi
kematian, dengan angka mortalitas 1-4% (Desalu & Wilson,
2016).
 Kejadian luar biasa (outbreak) biasanya berhubungan dengan
kontaminasi makanan dan air bersih, kontak dengan
orang yang sakit, sayur dan buah yang tidak dimasak,
keterbatasan akses toilet, dan kebiasaan cuci tangan
yang tidak adekuat.
 Angka kejadian demam tifoid ini banyak terjadi pada usia 5-10
tahun. Pada daerah endemik 50% kasus pada anak terjadi
perforasi.
 Indonesia merupakan daerah endemis demam tifoid
terutama di kota-kota besar.
CARA PENULARAN DAN FAKTOR YANG
BERPERAN

 Menular melalui makanan dan minuman yang


terkontaminasi komponen feces atau urin pengidap
demam tifoid.
 Faktor yang berperan antara lain:
 Personal hygiene yang tidak adekuat (cuci tangan);
 Hygiene makanan dan minuman yang rendah;
 Sanitasi yang tidak adekuat.
PATOFISIOLOGI

 Bakteri masuk melalui makanan dan minuman, sebagain


bakteri mati karena asam lambung dan sebagian
yang masih hidup menginvasi dan menembus
dinding usus ileum dan jejenum.

 Bakteri tipoid masuk melalui lapisan epitel di dinding


intestinal. Bakteri kemudian dimakan oleh makrofag dan
bereplikasi di makrofag (Peyer’s patch).

 Bakteri mencapai folikel limfe usus halus pada mukosa


usus mengakibatkan perdarahan dan perforasi
usus (BAKTERIMIA I).
PATOFISIOLOGI
 Bakteri mengikuti aliran dari kelenjar limfe mesentrika dan ada
yang melewati retikulo endothelial system (RES) di
organ hati dan limfa (MASA INKUBASI).

 Setelah masa inkubasi, bakteri keluar melalui duktus torasikus


masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa,
sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patch
(BAKTERIMIA II).

 Endotoksinmerangsang makrofag di hati, limpa, dan


kelenjar limfoid intestinal dan mesentrika menyebabkan
nekrosis intestinal.

 Bersifat pirogenik dan menimbulkan gejala toksemia


(proinflamatory).
PATOFISIOLOGI
 Kelainan patologis:
 Ileum bagian distal yang terdapat plak peyer pada minggu I
terjadi hiperplasia berlanjut menjadi nekrosis pada minggu
II dan ulserasi pada minggu III, sehingga mudah terjadi
perforasi.
 Hepatomegali membesar karena terjadi infiltrasi sel-sel
limfosit dan sel mononuklear serta nekrosis.
 Proses radang dan organ-organ: tulang, usus, paru, ginjal,
jantung, dan selaput otak.
 Ginjal dapat mengandung basil dalam waktu lama, sehingga
menjadi karier (urinary carrier).
MANIFESTASI KLINIS
 Bakteri S. Typhii menimbulkan gejala 4 kali lebih umum
dibandingkan dengan S. Paratyphi.
 Tanda dan gejala sistemik: sakit kepala, nausea, vomiting, nyeri
abdomen, anoreksia, diare, konstipasi, perdarahan gastrointestinal
dan hepatomegali.
 Demam: dalam beberapa hari sampai minggu, terjadi kenaikan
suhu badan yang bisa mencapai lebih dari 40°C. Pada minggu
I terjadi demam intermitten (pagi lebih rendah atau normal,
sore dan malam hari lebih tinggi). Pada minggu II intensitas
demam makin tinggi, kadang terus menerus (demam kontinyu).
Pada minggu III suhu badan bertahap menurun dan kembali
normal.
 Tanda khas disebut rose spots “bintik merah muda” bisa
terlihat, khususnya pada bagian perut (abdomen). Tanda yang
juga dapat dijumpai pada daerah dada dan punggung ini akan
telihat memudar bila ditekan.
 Lidah tifoid (Awalnya merah di tengah dengan tepi hiperemis
dan bergetar, bila penyakit berat lidah menjadi kering dan
pecah-pecah serta berwarna kecoklatan).
 Keparahan gejala yang muncul tergantung pada faktor host
(anak) yang meliputi usia anak, imunitas tubuh,
keasaman saluran gastrointestinal.
PERBEDAAN KARAKTERISTIK DEMAM
MANIFESTASI KLINIS

Sumber: Bruno, Podolski, Doss, & DeWall (2014)


KOMPLIKASI

 Komplikasi perforasi intestinal terjadi pada 1-3% kasus.


Angka kematian sebesar 1% pada kasus yang terjadi
perdarahan perforasi yang tidak ditangani. Perforasi dapat
terjadi di duodenum dan kolon.
 Komplikasi dapat mengakibatkan miokarditis, endokarditis, dan
gagal ginjal, disseminated intravascular coagulation, arthritis, dan
perforasi.
 Komplikasi syok septik: karena respons inflamasi sistemik
yang ditandai fase kegagalan vaskular (syok) seperti tensi turun,
nadi cepat dan halus, berkeringat, serta akral dingin.
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
MEDIS

 Tes Widal’s dengan menggunakan tes serologi dengan menilai


aglutinasi antibodi dari antigen H (flagella) dan O (somatik) S.
Typhi. Aglutinin O mulai dibentuk pada akhir minggu
pertama demam sampai puncaknya pada minggu ke 3
sampai 5 bertahan menetap sampai 6-12 bulan.
Aglutinin H mencapai puncak lebih lambat minggu ke
4-6 menetap sampai 2 tahun.
 Gambaran darah tepi: leukopeni, limfositosis relatif,
monositosis, eosinofilia dan trombositopenia ringan.
 Biakan Salmonella typhi.
 Paparan terhadap penyakit sebelumnya dan imunisasi dapat
mengakibatkan false positive dan negative.
TERAPI MEDIS ANTIBIOTIK
 Pemberian antibiotik fluroquniolones, seperti
ciprofloxacin and ofloxacin, sebagai lini pertama infeksi S.
typhi and S. paratyphi.
 Chloramphenicol, amoxicillin, and TMP-SMX
(trimethoprim-sulfamethoxazole / bactrim) dapat
digunakan untuk pengobatan strain demam tifoid.
 Untuk drug resistant strains or empirical treatment,
antibiotic coverage dapat digunakan antibiotik ceftriaxone
and azithromycin.

RESISTENSI ANTIBIOTIK
PENGKAJIAN
 Tingkat kesadaran pada anak;
 Pengkajian demam yang terjadi pada anak: fungsi fisiologis
anak seperti suhu tubuh, adanya takipnea, peningkatan
kebutuhan oksigen dan cairan (12%), ada tidaknya tanda
dehidrasi;
 Pengkajian khas tanda gejala demam tifoid: lidah tifoid dan
rose spot;
 Reaksi hospitalisasi akibat proses perawatan dan bed rest;
 Pengetahuan keluarga tentang pencegahan dan perawatan
anak.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
 Hipertermia b.d proses penyakit infeksi;
 Nyeri akut b.d proses infeksi;
 Cemas b.d proses hospitalisasi;
 Kurang pengetahuan keluarga
PRINSIP PERENCANAAN DAN
IMPLEMENTASI
 BED REST (TIRAH BARING): mencegah terjadinya komplikasi
terutama perdarahan dan perforasi. Jika terjadi penurunan kesadaran
melakukan pengaturan posisi untuk mencegah pneumonia hipostatik
dan dekubitus.
 NUTRISI DAN CAIRAN: peningkatan kebutuhan cairan dan
nutrisi karena terjadi peningkatan kebutuhan metabolik.
 DIET: tinggi kalori dan protein, rendah selulose (rendah serat)
untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Klasifikasi: diet cair, bubur
lunak, tim dan nasi biasa. Penurunan kesadaran digantikan dengan
nutrisi enteral dan parenteral.
 TERAPI SIMPTOMATIK: antipiretik, tepid sponge, anti emetik.
 REAKSI HOSPITALISASI: terapi aktivitas bermain sesuai dengan
usia anak.
 KEMAMPUAN KELUARGA MELAKUKAN PERAWATAN
DI RUMAH.
PENCEGAHAN

 Vaksinasi dapat mencegah terjadinya demam tifoid. Vaksinasi


disarankan pada anak yang berkunjung di daerah
dengan endemik demam tifoid.
 Pemberian edukasi komunitas merupakan kunci dari
pencegahan dan manajemen anak dengan demam tifoid.
Pendidikan kesehatan di masyarakat tentang suplai air bersih,
kebersihan makanan, dan cuci tangan.
 Kegiatan pengendalian tifoid, tersedianya sarana dan
prasarana KIE, adanya kerjasama lintas program mencakup
PHBS, air bersih, jamban dan sanitasi darurat, serta kegiatan
penyuluhan (KIE) tentang pencegahan tifoid.
EVALUASI
 Tingkat kesadaran dan suhu tubuh;
 Keseimbangan cairan;
 Deteksi dini timbulnya komplikasi;
 Adanya koinfeksi dan komorbid dengan penyakit lainnya;
 Efek samping atau efek toksik obat;
 Resistensi mikroba;
 Water Sanitation and Hygiene (WASH);
 Reaksi hospitalisasi anak;
 Kemampuan keluarga melakukan perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
 Usang, U.E., Inyang, A.W., Nwachukwhu, I.E., & Emehute, J-
D.C. (2017). Thypoid perforation in children: An
unrelenting plaque in developing countries. The Journal of
Infection in Developing Countries, 11 (10), 747-752.
doi:10.3855/jidc.9304.
 Desalu, I., & Wilson, C. (2016). Typhoid enteric fever (part
I). Paediatric Anaesthesia, 1-6.

Anda mungkin juga menyukai