Anda di halaman 1dari 59

TATA LAKSANA EFEK SAMPING

OBAT TB MDR
ASSESSMENT AWAL PASIEN TB MDR

1. KRITERIA SUSPEK TB RR / MDR


2. PENEGAKKAN DIAGNOSIS TB MDR DAN HASIL TES
RESISTENSI.
3. KOMORBID DAN KONDISI LAIN YANG DAPAT
MEMPERSULIT PENGOBATAN
4. MENENTUKAN REJIMEN TB MDR
5. MOTIVASI DAN DUKUNGAN PSIKOSOSIAL-
EKONOMI PASIEN
6. MONITORING DAN EVALUASI PENGOBATAN
PEMANTAUAN EFEK SAMPING
SELAMA PENGOBATAN TB RO

• Pemantauan efek samping pengobatan harus dilakukan setiap hari


saat pasien datang minum obat di fasyankes.
• Adanya komorbid tertentu saat pemeriksaan baseline, dan kondisi
keterbatasan sosial-ekonomi pasien berpotensi menimbulkan efek
samping obat yang lebih banyak.
(Contoh : Usia lanjut, DM, komorbid penyakit ginjal dan liver,
severe underweight)
• Gejala efek samping pengobatan harus diketahui secara dini oleh
petugas kesehatan yang menangani pasien (case manager/ perawat
/ dokter) dan juga oleh pasien serta keluarganya.
• Semua efek samping pengobatan yang dialami pasien harus tercatat
dalam formulir efek samping obat.
Formulir Efek Samping Obat
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PENGOBATAN
FAKTOR DEMOGRAFI / KEPENDUDUKAN FAKTOR KUMAN
Tingkat pendidikan Tingkat Sosial Tingkat Jarak akses Jumlah kuman
yang kurang ekonomi kurang pengetahuan pelayanan yang jauh M.tuberculosis yang
kurang banyak
Virulensi kuman
M.tuberculosis yang
Kepatuhan minum
tinggi
Kadar OAT pada OAT yang kurang
lesi paru kurang
Derajat lesi Resistensi kuman
paru luas terhadap OAT lini II (Injeksi
Unfavourable outcome dan / atau Fluorokuinolon)

Komplikasi makro-
mikrovaskuler banyak Riwayat pengobatan OAT
Efek samping OAT
lini II (Injeksi dan/atau
fluorokuinolon)
Kadar glukosa Cell mediated
darah yang tinggi Immunity turun Faktor obat
Kualitas obat buruk
Dosis dan jumlah OAT
kurang
DM Usia Pemberian obat Merokok HIV Status Penyakit Penyakit Absorbsi obat yang
lanjut imunosupresi gizi ginjal liver kurang adekuat
FAKTOR HOST DAN KOMORBIDITAS
Thomas Handoyo. Faktor –faktor yang mempengaruhi konversi kultur sputum lebih dari bulan ke-2.
Prinsip Pengelolaan Efek Samping
Pengobatan TB RO
• Identifikasi dini (monitoring pengobatan) dan segera lakukan
penanganan secara adekuat.
• Selalu dilakukan pengkajian Diagnosis Banding dengan
komorbiditas lainnya,
misalnya - Ikterik
DD - Drug Induce Liver Injury (DILI), Hepatitis
virus, Ikterik obstruktif, dll
• Beberapa efek samping dapat hilang atau berkurang seiring
waktu  perlu adanya dukungan psiko-ekonomi-sosial
• ES ringan - sedang  ancillary drugs.
• ES berat  penurunan dosis permanen sampai penghentian
permanen.
Ancillary drug
Klas terapi Obat
Antidepresan Amitriptilin
Antidiare Loperamid
Antiemetik Metoklopramid/Domperidon, ondansetron
Antihistamin Cetirizin,dst
Antiulcer H2 bloker (Cimetidin/Ranitidin), PPI (Omeprazol, dll)
Kortikosteroid Prednison, metilprednisolon, dexametason
NSAID Ibuprofen, asam mefenamat dll
Vitamin dan mineral Piridoksin (vit B6)
Prinsip Pengelolaan Efek Samping
Pengobatan TB RO

• DOTS harus selalu dilakukan selama pengobatan karena drop out


akibat efek samping OAT yang dapat mengakibatkan kejadian TB
XDR, seharusnya dicegah dengan segala upaya akibat efek samping
obat, khususnya efek samping gastrointestinal, khususnya akibat
jumlah tablet yang sangat banyak.
• DOTS seharusnya dirancang dan diimplementasikan dengan
konsultasi yang baik kepada pasien, keluarga, tim suporter, dan
petugas kesehatan(perawat/dokter) sehingga dapat memberikan
suport pengobatan dengan mencegah dan mengidentifikasi lebih
dini.
• Keputusan untuk penghentian secara permanen oleh TAK dan
substitusi obat sesuai dengan ketersediaan OAT lini 2 di fasyankes
tersebut.
Efek Samping Pengobatan TB RO
Efek Samping Pasien TB-MDR di RSUP Dr. Kariadi Semarang
(Maret 2013 – Juni 2015)

No Side Effect N = 92 %
1 Nausea - vomitus 69 75
2 Hiperurisemia 54 58,6
3 Artralgia 43 46,7
4 Ototoksik 18 20,6
5 Psikiatri 7 7,6
6 Hipokalemia 6 6,5
7 Hipotiroid 3 3,3
8 Hepatotoksik 1 1

Pawa LD. Studi Epidemiologi Efek Samping Pasien TB MDR di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
2016.
Efek Samping Pasien TB MDR di RSUP Dr. Kariadi Semarang
(Maret 2013 – Juni 2015)
Side Effect N %
Severe 24 26,1
Ototoksik 18 19,6
Psikiatri berat 5 5,4
Hipotiroid 3 3,3
Bartter Syndrome 1 1,1

Liver 1 1,1
Mild-Moderate 68 74
Nausea-vomit 51 55,4
Hiperurisemia 38 41,3
Artralgia 28 30,4
Hipokalemia 4 4,3
Psikiatri ringan 2 2,2
Pawa LD. Studi Epidemiologi Efek Samping Pasien TB MDR di RSUP Dr. Kariadi Semarang. 2016.
ESO dan Talaksanaannya
OAT
Efek samping Strategi tata laksana
penyebab
Gangguan Eto, H, Z, 1. Singkirkan penyebab lain seperti gangguan
gastrointestinal Lfx, Mfx, hati, diare karena infeksi, atau obat-obatan
(mual, muntah, PAS lainnya.
gastritis, diare) 2. Bila perlu berikan prokinetik, dan anti emetik
(ondansetron), PPI (Proton Pump Inhibitor), H2
antagonis (Ranitidin), Antasida golongan
Mg(OH)2 atau sukralfat.
3. Bila tidak respon dengan pengobatan di atas,
pertimbangkan rawat inap untuk penilaian
lanjutan dan rehidrasi cairan IV, dan evaluasi
elektrolit (Na, K, Cl, Ca, Mg) dan ureum dan
serum kreatinin.
4. Bila tidak respon dengan pengobatan,
pertimbangkan untuk konsultasi ke spesialis
penyakit dalam atau spesialis bedah.
Efek OAT
Strategi tata laksana
samping penyebab
Kelainan Z, H, Eto, 1. Hentikan semua OAT, pasien segera dirujuk
fungsi hati, PAS, Lzd, kembali ke fasyankes rujukan TB RO
ikterik Lfx, Mfx, 2. Periksa SGOT, SGPT, bilirubin total dan tes
dengan atau (jarang) fungsi liver lengkap lain sesuai indikasi.
tanpa 3. Bila hasil SGOT-SGPT lebih dari 5 kali normal
mual/muntah atau kadar bilirubin total lebih dari 2 mg/dl,
hentikan obat yang dipikirkan sebagai penyebab.
4. Singkirkan kemungkinan penyebab lain selain
drug-induced liver injury (hepatitis imbas obat)
5. TAK akan mempertimbangkan kelanjutan
pengobatan.
Tatalaksana hepatotoksik OAT
• Pengkajian pada RPD dan komorbid (Penyakit Liver)
• Bila SGOT, SGPT > 5 kali normal dan / atau bilirubin >2 mg/dl,
stop semua OAT dan mengkaji SGOT, SGPT dan bilirubin tiap
minggu, bila kembali normal diberikan kembali OAT yang less
hepatotoxic (Am, E, Mfx, Cfz) dan monitor kadar SGOT/SGPT dan
bilirubin.
• Selanjutnya pemberian kembali OAT hepatotoksik Eto, H, Z dan
monitor SGOT/SGPT, bilirubin total tiap 3 hari.
• Bila pemberian kembali OAT menyebabkan hepatotoksik ulang,
maka OAT tersebut tidak dapat diberikan pada rejimen tersebut.
• Dilakukan pengkajian ulang mengenai kontinuitas rejimen
pengobatan.
Tatalaksana nefrotoksik OAT
Efek OAT
Strategi tata laksana
samping penyebab
Kelainan Am, Km, 1. Bila terjadi gangguan fungsi ginjal, pasien dirujuk
fungsi ginjal Cm, E, Z ke fasyankes rujukan TB RO.
2. TAK bersama spesialis penyakit dalam akan
mempertimbangkan kelanjutan pengobatan
pasien.
Tatalaksana nefrotoksik OAT
• Monitoring ketat kreatinin dan elektrolit tiap minggu atau sesuai
indikasi klinisi.
• Rehidrasi adekuat.
• Bila kreatinin < 90 ml/menit, pemberian OAT injeksi 3 kali per
minggu dengan dosis 12-15 mg/kgBB; berikan E dan Z, 3 kali per
minggu. Bila Cr Cl < 60 ml/menit meskipun dosis sudah dikurangi
maka stop injeksi dan ganti dengan D2 atau golongan C.

• Cl Cr (ml/menit/1,73 m2) = (140-usia) x BB


72 x kreatinin plasma (mg/dl)
untuk wanita = x 0,85.

Field Guie for the Management of Drug-Resistant TB. IUATLD -The Union.2018
Tatalaksana nefrotoksik OAT
Bila terjadi penurunan fungsi ginjal selama pengobatan :
• Bila terjadi penurunan fungsi ginjal ulangi Cr Cl dalam 24 jam
• Pastikan cairan adekuat.
• Stop OAT injeksi sampai 1-2 minggu fungsi ginjal stabil.
• Periksa elektrolit Na, K, Cl, Ca, Mg.
• Pengkajian obat lain yang dikonsumsi pasien dan dosis disesuaikan
bila diperlukan. Bila Cr Cl ≤ 30 ml/menit, dosis EMB, PZA, Lfx, CS,
aminoglikosida, dan Cm disesuaikan.
• Pasien dengan Cr Cl ≤ 30 mL/min atau mendapat HD dosisnya 12-15
mg/kg 3 times per minggu. Beberapa ahli merekomendasikan 3 kali
per minggu pada pasien dengan Cr Cl 50-70 mL/min.
• Pada usia ≥ 60 tahun, maka dosis OAT injeksi yang diberikan
maksimal 10 mg / kgBB dengan monitor ureum kreatinin.
Drug Resistant Tuberculosis. A Survival Guide for Clinical. 3rd Edition. Curry International TB
Center. 2016
Tabel tentang perubahan dosis untuk pasien dengan insufisiensi ginjal
pada bersihan kreatinin < 30 ml/menit.
OBAT PERUBAHAN DOSIS YANG DIREKOMENDASIKAN PADA BERSIHAN
FREKUENSI KREATININ < 30 ML ATAU PASIEN HEMODIALISIS
PEMBERIAN
Isoniazid Tidak berubah 300 mg sekali sehari atau 900 mg 3 kali / minggu (sesuai BB)
Pirazinamid Ya 25-35 mg/kgBB 3 kali / minggu
Ethambutol Ya 15-25 mg/kgBB 3 kali/minggu
Levofloxacin Ya 750-1000 mg 3 kali /minggu
Moxifloxacin Tidak berubah 400 mg sehari (sesuai rejimen yang digunakan)
Sikloserin Ya 250 mg sekali sehari, atau 500 mg 3 kali /minggu
Ethionamid Tidak berubah 15-20 mg/kgBB/hari (sesuai BB)
PAS Tidak berubah 8 gr/dosis
Linezolid Tidak berubah 600 mg sekali sehari
Clofazimin Tidak berubah 100-200 mg sehari (sesuai BB)
Amikasin Ya 12-15 mg/kgBB 2-3 kali /minggu
Capreomisin Ya 12-15 mg/kgBB 2-3 kali /minggu
Kanamisin Ya 12-15 mg/kgBB 2-3 kali /minggu
Streptomisin Ya 12-15 mg/kgBB 2-3 kali /minggu
ESO dan Talaksanaannya
OAT
Efek samping Strategi tata laksana
penyebab
Efek teratogenik Eto, Km • Etionamid, Km tidak boleh digunakan selama
kehamilan.
• Wanita hamil dengan TB RO akan mendapatkan
panduan individual.
Gangguan Mfx, Cfz, Bdq, 1. Lakukan monitoring EKG secara rutin / bila ada
jantung Dlm indikasi.
2. Hentikan pemberian pengobatan Mfx dan CFz
bila QTcF >500 ms.
3. Rujuk ke TAK di fasyankes rujukan TB RO
ELEKTROKARDIOGRAFI
Tatalaksana prolong Q-T
• Sebelum menghitung interval Q-T secara manual, perlu dilakukan koreksi
(QTc) kerena interval Q-T lebih pendek pada takikardi, dan memanjang pada
bradikardi.
• Karena interval QT sangat dipengaruhi oleh detak jantung, maka perlu
dikoreksi.
• QTc adalah interval QT yang diperkirakan pada HR 60 kali per menit.
Cara menghitung interval Q-T

1. Pilih lead II, atau V5-V6 untuk membaca.


2. Ukurlah interval QT mulai dari awal kompleks QRS sampai
dengan akhir gelombang T. Ini adalah uncorected QT.
Ambillah 3 kompleks PQRST sebagai perbandingan
regularitasnya. Ambil yang paling panjang.
R R R

P P P

Masing-masing kotak kecil = 1 mm


Kecepatan EKG 25 mm/detik  Sehingga 1 kotak kecil = 0,04 detik
QT interval = 0,04 detik x 8 kotak kecil = 320 mdetik
RR interval = 0,04 detik x 20 kotak kecil = 0,8 detik
HR= 1500 / Jumlah kotak kecil R - R = 1500 / 20 = 75 kali/menit
Cara menghitung QTcF dengan cara:

1. Dengan tabel QTcF dengan melihat Interval


RR dan HR.
2. Dengan menghitung manual.
3. Dengan kalkulator QTcF.
Cara menghitung QTcF dengan cara:

1. Dengan tabel QTcF dengan melihat Interval


RR dan HR.
2. Dengan menghitung manual.
3. Dengan kalkulator QTcF.
Cara menghitung QTcF dengan cara:

1. Dengan tabel QTcF dengan melihat Interval


RR dan HR.
2. Dengan menghitung manual.
3. Dengan kalkulator QTcF.
2. Dengan rumus QTcF
Pertimbangkan penyebab lain selain obat
• Sebelum menentukan penyebab prolong QTc oleh karena OAT,
dilakukan evaluasi penyebab lain terlebih dahulu, dan bila ada
penyebab lain, dilakukan terapi dan segera lakukan pemeriksaan EKG
dan perhitungan interval QT ulang :
• Penyebab prolong QT antara lain:
Hipokalemia
Hipomagnesemia
Hipocalsemia
Infark miokard
LVEF yang rendah
Peningkatan hormon tiroid
Usia lanjut
Antibiotik (makrolid)
Amiodaron
Antihistamin
Antidepresan
Tindakan yang dilakukan bila terdapat
pemanjangan interval Q-T
ESO dan Talaksanaannya
OAT
Efek samping Strategi tata laksana
penyebab
Neuropati H, Lzd, E, Cs, 1. Pengobatan standar jangka pendek tetap
perifer FQs, Km, Eto dilanjutkan
2. Berikan vit. B6 maks. 200 mg/hari
3. Konsultasikan ke ahli neurologi bila terjadi
gejala neuropati berat
4. Bila gejala memberat rujuk ke TAK di fasyankes
rujukan.
Neuropati perifer
• Periksa kemungkinan komorbiditas: DM, HIV,
penggunaan alkohol, hipotiroid, malnutrisi.
• Pengobatan:
1. Pyridoksin 100-200 mg/hari
2. Amitriptilin 25-50 mg sore (max 150 mg/hari terbagi
dalam 3 dosis)
3. Carbamazepin 100-400 mg
ESO dan Talaksanaannya
OAT
Efek samping Strategi tata laksana
penyebab
Kejang Cs, H, FQs 1. Stop obat yang dicurigai
2. Pikirkan kemungkinan: kejang metabolik
(uremik akibat peningkatan ureum kreatinin,
elektrolit) maupun kejang akibat problem di otak
3. Konsultasikan ke spesialis penyakit dalam atau
spesialis saraf.
4. Ganti OAT yang dicurigai dengan OAT lain.
Efek OAT
Strategi tata laksana
samping penyebab
Gangguan Km, Amk, 1.Pastikan bahwa gangguan pendengaran
pendengaran Cm disebabkan oleh OAT (SNHL) atau merupakan
(tinitus sampai kondisi awal yang sudah ada di awal (baseline)
hilang 2.Rujuk kembali ke fasyankes TB RO/rujukan TB
pendengaran) RO untuk mengetahui penyebab dan konsultasi
dengan TAK, bila fasilitas ada lakukan
audiometri.
3.Evaluasi gangguan pendengaran dan
singkirkan sebab lain
4.Pertimbangkan untuk mengganti obat atau
paduan pengobatan pasien berdasarkan
keputusan TAK
Efek OAT
Strategi tata laksana
samping penyebab
Depresi Cs, H, Mfx, 1.Lakukan konseling kelompok atau perorangan
Eto/ Pto 2.Rujuk kembali ke fasyankes rujukan TB RO, jika
gejala menjadi berat dan tidak dapat teratasi
3.TAK bersama dokter ahli jiwa akan menganalisa
lebih lanjut dan bila diperlukan akan mulai
pengobatan anti depresi.
4.Pilihan anti depresan yang dianjurkan adalah
amitriptilin atau golongan SSRI
5.Bila memungkinkan turunkan dosis obat
penyebab.
6.Hentikan obat terkait selama 1-2 minggu sampai
masalah psikologis teratasi
Rich ML (editors) . The PIH Guide
to the Medical Management of
Multidrug Resistant Tuberculosis.
Partners in Health. 2003.
OAT
Efek samping Strategi tata laksana
penyebab
Hipotiroid Pto/Eto/ 1.Penatalaksanaan dilakukan di fasyankes
PAS rujukan
2.Diagnosis hipotiroid ditegakkan berdasar klinis
dan terdapat peningkatan kadar TSH / TSHs
3.Spesialis Penyakit Dalam akan memberikan
rekomendasi kepada TAK untuk pengobatan
substitusi dengan hormon tiroid (levotiroksin)
4.Monitor kadar TSH / TSHs tiap bulan.

Gangguan Mfx 1.Berikan OAT golongan kuinolon pada pagi hari


tidur atau jauh dari waktu tidur pasien
2.Bila perlu konsultasikan pasien ke ahli jiwa
untuk tata laksana
Index Billewicz: Hypothyroidism
Keluhan Ada / Tidak Skor (Ya / Tidak)
Keringat sedikit +6 / -2
Kulit kering +3 / -6
Tidak tahan dingin +4 / -5
Berat badan menetap +1 / -1
Konstipasi +2 / -2
Suara serak +4 / -6
Kesemutan +5 / -1
Pendengaran kurang +2 / -1
Tanda
Gerakan lambat +11 / -3
Kulit kasar +7 / -7
Kulit dingin +3 / -2
Oedem pretibial +4 / -6
Nadi <60 x/menit +4 / -6
Reflex tendo achiles melambat +15 / -6
Intepretasi Skor Billewicz
Nilai + 19 : Hipotiroid
Nilai -24 s/d 19 : Meragukan
Nilai -24 : Eutiroid : Normal
Efek OAT
Strategi tata laksana
samping penyebab
Neuritis optik E, Lzd 1. Serius, ireversibel, bila pengobatan tidak distop.
2. Buta warna (pertama kali warna hijau). Lakukan
test ishihara.
3. Setiap gejala gangguan penglihatan perlu
dievaluasi dan dikonsultasikan ke spesialis mata
4. TAK akan mempertimbangkan kelanjutan
pemberian Etambutol berdasarkan hasil evaluasi
ahli mata.
Artralgia, Z, Mfx, 1. Lakukan pemeriksaan asam urat.
artritis Eto, INH 2. Bila terdapat gejala atralgia disertai peningkatan
kadar asam urat, berikan OAINS dan fisioterapi
3. Bila gejala tidak hilang dan mengganggu maka
pasien dirujuk ke fasyankes rujukan TB RO
4. Bila terjadi artritis Gout akut, pertimbangkan
untuk penghentian pirazinamid. Bila berulang,
MEKANISME HIPERURISEMIA AKIBAT PIRAZINAMID

Adriana F, Koesoemoprodjo W. Tatalaksana Hiperurisemia akibat penggunaan pyrazinamide pada penderita TB. 2013.
(Urat Anion Trasporter-1 / URAT-1)
Efek OAT
Strategi tata laksana
samping penyebab
Perubahan Cfz Pasien diberikan KIE mengenai penyebab
warna kulit terjadinya perubahan warna kulit dan sifatnya yang
tidak menetap.

Tendinopati, Mfz 1. Gejala tendinopati ditandai dengan


ruptur tendon pembengkakan, nyeri tekan, hangat, dan
kemerahan
2. Ruptur tendo achilles didiagnosis dengan
Thompson’s test
3. Pemeriksaan penunjang dengan USG dan MRI
4. Pasien diberikan obat analgetika / antiinflamasi
5. Fisioterapi dapat dilakukan termasuk diatermi
ultrasound, elektroterapi
6. Bila terjadi ruptur tendo pertimbangkan tindakan
operatif
Patogenesis Tendinopati akibat quinolon

Chung Tsai W, Ming Yang Y. Fluoroquinolon-associated tendinopathy. Cang Gung Med


J.2011;34:461-7.
Efek OAT
Pengkajian
samping penyebab
Asidosis Lnz Nyeri perut, mual, muntah, sesak (nafas kusmaull),
laktat sampai penurunan kesadaran.
Toksisitas pada mitokondria.
Asidosis metabolik pada BGA dengan peningkatan
asam laktat pada darah.
Konsul spesialis penyakit dalam
Stop Linezolid
TAK akan memutuskan kelanjutan pengobatan.

Aplasia Lnz Anemia, leukopenia, trombositopenia


sumsum Pertimbangkan transfusi darah.
tulang Konsul spesialis penyakit dalam.
 Stop Linezolid
TAK akan memutuskan kelanjutan pengobatan.
Obat Efek pada Liver
Isoniazid (INH) INH sering menyebabkan hepatitis.
Pada pasien dengan fungsi liver normal,
efek hepatotoksik biasanya reversibel
bila obat distop segera setelah gejala
muncul. Efek hepatotoksik INH
nampaknya meningkat ketika Rifampisin
digunakan.
Pyrazinamide (PZA) PZA menyebabkan gejala hepatotoksik
yang lebih jarang daripada INH, namun
dapat menjadi lebih berat dan lama, dan
menjadi lebih berat setelah obat
dihentikan. PZA dipikirkan
menyebabkan toksisitas pada liver yang
paling berat.
Ethionamide (ETA) ETA and PAS dapat juga
Para-aminosalicylate berimplikasi pada reaksi
(PAS) hepatotoksik.

Fluoroquinolones Beberapa obat golongan


quinolon berhubungan
dengan kasus hepatotoksik.

Aminoglycosides Tidak berhubungan dengan


Bedaquiline (BDQ) gangguan liver
Clofazimine (CFZ)
Cycloserine (CS)
Ethambutol (EMB)
Linezolid (LZD)
Paduan Pengobatan Standar Jangka Pendek
4–6 Km – Mfx – Eto – HDT – Cfz – E – Z
/
5 Mfx – Cfz – E – Z
Tahap Awal Tahap Lanjutan
(diberikan setiap hari selama 4–6 bulan) (diberikan setiap hari selama 5 bulan)
1. Kanamisin (Km) 1. Moxifloxacin (Mfx)
2. Moxifloxacin (Mfx) 2. Clofazimin (Cfz)
3. Etionamid (Eto) / Protionamid (Pto) 3. Etambutol (E)
4. Isoniazid (H) dosis tinggi (DT) 4. Pirazinamid (Z)
5. Clofazimin (Cfz)
6. Etambutol (E)
7. Pirazinamid (Z)
REJIMEN INDIVIDUAL

• Dilakukan bila syarat pemberian rejimen standar jangka


pendek tidak terpenuhi.
• Sesuai dengan Kondisi Host (Pasien) dan Agent (Kuman).
Kondisi Host
Komorbid, kontraindikasi OAT TB RO sebelumnya, efek
samping berat / intoleransi pada OAT TB RO sebelumnya.
Kondisi Agent
Mengikuti pola resistensi OAT lini kedua pasien.

• Mengurangi risiko timbulnya efek samping OAT yang


berakibat pada drop out pengobatan.
Alternatif pilihan OAT bila terjadi intoleransi berat

Pilihan dulu : Pilihan sekarang :

Kn-MxfHD-Cfz-Eto-HHD-E-Z
Kn-Lfx-Cs-Eto-Z-E (shorter rejimen) atau
OAT alternatif rejimen individual
• Cm OAT alternatif
• Cm
• Mxf
• Mxf
• PAS • Cs
• Lnz
• PAS
• Bdq
• Dlm
4. MONITORING EFEK SAMPING OBAT
SECARA AKTIF (MESO aktif)
Active Drug Safety Monitoring (aDSM)
MESO Aktif (1)
Manajemen efek samping obat secara aktif (active drug-
safety monitoring and management / aDSM)
di Indonesia lebih dikenal dengan monitoring efek
samping obat secara aktif (MESO-aktif)
proses penilaian klinis dan laboratorium secara aktif dan
sistematis pada semua pasien yang mendapatkan
pengobatan TB dengan paduan baru.
MESO Aktif (2)
• Tujuan : mendeteksi, menatalaksana dan melaporkan
kejadian tidak diinginkan (KTD) obat  manajemen klinis
secara tepat dengan memperkuat pencatatan dan
pelaporan MESO.
• Pencatatan dan pelaporan MESO serius dan non serius
mengikuti alur yang sudah berjalan selama ini yang
dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) RI.
• Pelaksanaannya dilakukan oleh seluruh fasyankes TB RO
dengan petugas kesehatan sebagai pelaksana.
• Pengumpulan dan pelaporan data menggunakan formulir
yang telah ditentukan dan sistem informasi e-TB Manager
 semua pihak yang berkepentingan dapat mengakses
data dengan mudah, akurat, valid dan terkini.
Penyelenggaran MESO
1. Penemuan ESO
2. Pencatatan
3. Manajemen ESO
4. Pelaporan
1. Penemuan ESO
• ESO : semua kejadian medis yang tidak
diinginkan yang terjadi setelah pasien
mendapatkan obat pada dosis lazim
• Hubungan waktu: kondisi atau diagnosis
ESO terdeteksi setelah pemberian obat.
1. Penemuan ESO (2)
• Manifestasi ESO dapat berupa kejadian medis yang bersifat
serius dan non serius (ringan).
• ESO serius adalah ESO yang menyebabkan hal-hal berikut:
1. kematian
2. keadaan yang mengancam jiwa
3. kecacatan permanen
4. memerlukan perawatan di rumah sakit
5. memerlukan perpanjangan waktu perawatan di rumah
sakit
6. kelainan kongenital pada bayi
7. kejadian medis lainnya yang bermakna secara klinis
yang memerlukan penundaan, pengehantian permanen
dan atau penggantian obat
1. Penemuan ESO (3)

• Penilaian medis dan ilmiah harus dilakukan dalam


menentukan gejala efek samping obat yang dialami
pasien yang merupakan kategori serius (tetapi tidak
masuk dalam kategori serius poin a, b, c, d, e, f tersebut
di atas. )
• Contohnya adalah pengobatan intensif di ruang gawat
darurat pada pasien dengan alergic bronchospasm tetapi
tidak memerlukan rawat inap.
2. Pencatatan (1)

• Pencatatan rekam medis pasien harus


mempertimbangkan hak-hak privasi pasien
(confidential).
• Pengisian formulir MESO-aktif (form kuning) dilakukan
oleh petugas farmasi atau farmasi klinis atau petugas
kesehatan berkoordinasi dengan tim ahli klinis di
fasyankes.
3. Pelaporan (1)

• ESO yang dilaporkan: ESO serius (dalam 24 jam) & ESO


ringan (tidak lebih dari 15 hari)
• Cara pelaporan: melalui eTB Manager
(http://indonesia.etbmanager.org) oleh petugas farmasi
atau farmasi klinis atau petugas kesehatan lainnya
• Sistem informasi eTB manager akan menginformasikan
secara real time kepada semua pihak berkepentingan
yang memiliki akses.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai