OBAT TB MDR
ASSESSMENT AWAL PASIEN TB MDR
Komplikasi makro-
mikrovaskuler banyak Riwayat pengobatan OAT
Efek samping OAT
lini II (Injeksi dan/atau
fluorokuinolon)
Kadar glukosa Cell mediated
darah yang tinggi Immunity turun Faktor obat
Kualitas obat buruk
Dosis dan jumlah OAT
kurang
DM Usia Pemberian obat Merokok HIV Status Penyakit Penyakit Absorbsi obat yang
lanjut imunosupresi gizi ginjal liver kurang adekuat
FAKTOR HOST DAN KOMORBIDITAS
Thomas Handoyo. Faktor –faktor yang mempengaruhi konversi kultur sputum lebih dari bulan ke-2.
Prinsip Pengelolaan Efek Samping
Pengobatan TB RO
• Identifikasi dini (monitoring pengobatan) dan segera lakukan
penanganan secara adekuat.
• Selalu dilakukan pengkajian Diagnosis Banding dengan
komorbiditas lainnya,
misalnya - Ikterik
DD - Drug Induce Liver Injury (DILI), Hepatitis
virus, Ikterik obstruktif, dll
• Beberapa efek samping dapat hilang atau berkurang seiring
waktu perlu adanya dukungan psiko-ekonomi-sosial
• ES ringan - sedang ancillary drugs.
• ES berat penurunan dosis permanen sampai penghentian
permanen.
Ancillary drug
Klas terapi Obat
Antidepresan Amitriptilin
Antidiare Loperamid
Antiemetik Metoklopramid/Domperidon, ondansetron
Antihistamin Cetirizin,dst
Antiulcer H2 bloker (Cimetidin/Ranitidin), PPI (Omeprazol, dll)
Kortikosteroid Prednison, metilprednisolon, dexametason
NSAID Ibuprofen, asam mefenamat dll
Vitamin dan mineral Piridoksin (vit B6)
Prinsip Pengelolaan Efek Samping
Pengobatan TB RO
No Side Effect N = 92 %
1 Nausea - vomitus 69 75
2 Hiperurisemia 54 58,6
3 Artralgia 43 46,7
4 Ototoksik 18 20,6
5 Psikiatri 7 7,6
6 Hipokalemia 6 6,5
7 Hipotiroid 3 3,3
8 Hepatotoksik 1 1
Pawa LD. Studi Epidemiologi Efek Samping Pasien TB MDR di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
2016.
Efek Samping Pasien TB MDR di RSUP Dr. Kariadi Semarang
(Maret 2013 – Juni 2015)
Side Effect N %
Severe 24 26,1
Ototoksik 18 19,6
Psikiatri berat 5 5,4
Hipotiroid 3 3,3
Bartter Syndrome 1 1,1
Liver 1 1,1
Mild-Moderate 68 74
Nausea-vomit 51 55,4
Hiperurisemia 38 41,3
Artralgia 28 30,4
Hipokalemia 4 4,3
Psikiatri ringan 2 2,2
Pawa LD. Studi Epidemiologi Efek Samping Pasien TB MDR di RSUP Dr. Kariadi Semarang. 2016.
ESO dan Talaksanaannya
OAT
Efek samping Strategi tata laksana
penyebab
Gangguan Eto, H, Z, 1. Singkirkan penyebab lain seperti gangguan
gastrointestinal Lfx, Mfx, hati, diare karena infeksi, atau obat-obatan
(mual, muntah, PAS lainnya.
gastritis, diare) 2. Bila perlu berikan prokinetik, dan anti emetik
(ondansetron), PPI (Proton Pump Inhibitor), H2
antagonis (Ranitidin), Antasida golongan
Mg(OH)2 atau sukralfat.
3. Bila tidak respon dengan pengobatan di atas,
pertimbangkan rawat inap untuk penilaian
lanjutan dan rehidrasi cairan IV, dan evaluasi
elektrolit (Na, K, Cl, Ca, Mg) dan ureum dan
serum kreatinin.
4. Bila tidak respon dengan pengobatan,
pertimbangkan untuk konsultasi ke spesialis
penyakit dalam atau spesialis bedah.
Efek OAT
Strategi tata laksana
samping penyebab
Kelainan Z, H, Eto, 1. Hentikan semua OAT, pasien segera dirujuk
fungsi hati, PAS, Lzd, kembali ke fasyankes rujukan TB RO
ikterik Lfx, Mfx, 2. Periksa SGOT, SGPT, bilirubin total dan tes
dengan atau (jarang) fungsi liver lengkap lain sesuai indikasi.
tanpa 3. Bila hasil SGOT-SGPT lebih dari 5 kali normal
mual/muntah atau kadar bilirubin total lebih dari 2 mg/dl,
hentikan obat yang dipikirkan sebagai penyebab.
4. Singkirkan kemungkinan penyebab lain selain
drug-induced liver injury (hepatitis imbas obat)
5. TAK akan mempertimbangkan kelanjutan
pengobatan.
Tatalaksana hepatotoksik OAT
• Pengkajian pada RPD dan komorbid (Penyakit Liver)
• Bila SGOT, SGPT > 5 kali normal dan / atau bilirubin >2 mg/dl,
stop semua OAT dan mengkaji SGOT, SGPT dan bilirubin tiap
minggu, bila kembali normal diberikan kembali OAT yang less
hepatotoxic (Am, E, Mfx, Cfz) dan monitor kadar SGOT/SGPT dan
bilirubin.
• Selanjutnya pemberian kembali OAT hepatotoksik Eto, H, Z dan
monitor SGOT/SGPT, bilirubin total tiap 3 hari.
• Bila pemberian kembali OAT menyebabkan hepatotoksik ulang,
maka OAT tersebut tidak dapat diberikan pada rejimen tersebut.
• Dilakukan pengkajian ulang mengenai kontinuitas rejimen
pengobatan.
Tatalaksana nefrotoksik OAT
Efek OAT
Strategi tata laksana
samping penyebab
Kelainan Am, Km, 1. Bila terjadi gangguan fungsi ginjal, pasien dirujuk
fungsi ginjal Cm, E, Z ke fasyankes rujukan TB RO.
2. TAK bersama spesialis penyakit dalam akan
mempertimbangkan kelanjutan pengobatan
pasien.
Tatalaksana nefrotoksik OAT
• Monitoring ketat kreatinin dan elektrolit tiap minggu atau sesuai
indikasi klinisi.
• Rehidrasi adekuat.
• Bila kreatinin < 90 ml/menit, pemberian OAT injeksi 3 kali per
minggu dengan dosis 12-15 mg/kgBB; berikan E dan Z, 3 kali per
minggu. Bila Cr Cl < 60 ml/menit meskipun dosis sudah dikurangi
maka stop injeksi dan ganti dengan D2 atau golongan C.
Field Guie for the Management of Drug-Resistant TB. IUATLD -The Union.2018
Tatalaksana nefrotoksik OAT
Bila terjadi penurunan fungsi ginjal selama pengobatan :
• Bila terjadi penurunan fungsi ginjal ulangi Cr Cl dalam 24 jam
• Pastikan cairan adekuat.
• Stop OAT injeksi sampai 1-2 minggu fungsi ginjal stabil.
• Periksa elektrolit Na, K, Cl, Ca, Mg.
• Pengkajian obat lain yang dikonsumsi pasien dan dosis disesuaikan
bila diperlukan. Bila Cr Cl ≤ 30 ml/menit, dosis EMB, PZA, Lfx, CS,
aminoglikosida, dan Cm disesuaikan.
• Pasien dengan Cr Cl ≤ 30 mL/min atau mendapat HD dosisnya 12-15
mg/kg 3 times per minggu. Beberapa ahli merekomendasikan 3 kali
per minggu pada pasien dengan Cr Cl 50-70 mL/min.
• Pada usia ≥ 60 tahun, maka dosis OAT injeksi yang diberikan
maksimal 10 mg / kgBB dengan monitor ureum kreatinin.
Drug Resistant Tuberculosis. A Survival Guide for Clinical. 3rd Edition. Curry International TB
Center. 2016
Tabel tentang perubahan dosis untuk pasien dengan insufisiensi ginjal
pada bersihan kreatinin < 30 ml/menit.
OBAT PERUBAHAN DOSIS YANG DIREKOMENDASIKAN PADA BERSIHAN
FREKUENSI KREATININ < 30 ML ATAU PASIEN HEMODIALISIS
PEMBERIAN
Isoniazid Tidak berubah 300 mg sekali sehari atau 900 mg 3 kali / minggu (sesuai BB)
Pirazinamid Ya 25-35 mg/kgBB 3 kali / minggu
Ethambutol Ya 15-25 mg/kgBB 3 kali/minggu
Levofloxacin Ya 750-1000 mg 3 kali /minggu
Moxifloxacin Tidak berubah 400 mg sehari (sesuai rejimen yang digunakan)
Sikloserin Ya 250 mg sekali sehari, atau 500 mg 3 kali /minggu
Ethionamid Tidak berubah 15-20 mg/kgBB/hari (sesuai BB)
PAS Tidak berubah 8 gr/dosis
Linezolid Tidak berubah 600 mg sekali sehari
Clofazimin Tidak berubah 100-200 mg sehari (sesuai BB)
Amikasin Ya 12-15 mg/kgBB 2-3 kali /minggu
Capreomisin Ya 12-15 mg/kgBB 2-3 kali /minggu
Kanamisin Ya 12-15 mg/kgBB 2-3 kali /minggu
Streptomisin Ya 12-15 mg/kgBB 2-3 kali /minggu
ESO dan Talaksanaannya
OAT
Efek samping Strategi tata laksana
penyebab
Efek teratogenik Eto, Km • Etionamid, Km tidak boleh digunakan selama
kehamilan.
• Wanita hamil dengan TB RO akan mendapatkan
panduan individual.
Gangguan Mfx, Cfz, Bdq, 1. Lakukan monitoring EKG secara rutin / bila ada
jantung Dlm indikasi.
2. Hentikan pemberian pengobatan Mfx dan CFz
bila QTcF >500 ms.
3. Rujuk ke TAK di fasyankes rujukan TB RO
ELEKTROKARDIOGRAFI
Tatalaksana prolong Q-T
• Sebelum menghitung interval Q-T secara manual, perlu dilakukan koreksi
(QTc) kerena interval Q-T lebih pendek pada takikardi, dan memanjang pada
bradikardi.
• Karena interval QT sangat dipengaruhi oleh detak jantung, maka perlu
dikoreksi.
• QTc adalah interval QT yang diperkirakan pada HR 60 kali per menit.
Cara menghitung interval Q-T
P P P
Adriana F, Koesoemoprodjo W. Tatalaksana Hiperurisemia akibat penggunaan pyrazinamide pada penderita TB. 2013.
(Urat Anion Trasporter-1 / URAT-1)
Efek OAT
Strategi tata laksana
samping penyebab
Perubahan Cfz Pasien diberikan KIE mengenai penyebab
warna kulit terjadinya perubahan warna kulit dan sifatnya yang
tidak menetap.
Kn-MxfHD-Cfz-Eto-HHD-E-Z
Kn-Lfx-Cs-Eto-Z-E (shorter rejimen) atau
OAT alternatif rejimen individual
• Cm OAT alternatif
• Cm
• Mxf
• Mxf
• PAS • Cs
• Lnz
• PAS
• Bdq
• Dlm
4. MONITORING EFEK SAMPING OBAT
SECARA AKTIF (MESO aktif)
Active Drug Safety Monitoring (aDSM)
MESO Aktif (1)
Manajemen efek samping obat secara aktif (active drug-
safety monitoring and management / aDSM)
di Indonesia lebih dikenal dengan monitoring efek
samping obat secara aktif (MESO-aktif)
proses penilaian klinis dan laboratorium secara aktif dan
sistematis pada semua pasien yang mendapatkan
pengobatan TB dengan paduan baru.
MESO Aktif (2)
• Tujuan : mendeteksi, menatalaksana dan melaporkan
kejadian tidak diinginkan (KTD) obat manajemen klinis
secara tepat dengan memperkuat pencatatan dan
pelaporan MESO.
• Pencatatan dan pelaporan MESO serius dan non serius
mengikuti alur yang sudah berjalan selama ini yang
dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) RI.
• Pelaksanaannya dilakukan oleh seluruh fasyankes TB RO
dengan petugas kesehatan sebagai pelaksana.
• Pengumpulan dan pelaporan data menggunakan formulir
yang telah ditentukan dan sistem informasi e-TB Manager
semua pihak yang berkepentingan dapat mengakses
data dengan mudah, akurat, valid dan terkini.
Penyelenggaran MESO
1. Penemuan ESO
2. Pencatatan
3. Manajemen ESO
4. Pelaporan
1. Penemuan ESO
• ESO : semua kejadian medis yang tidak
diinginkan yang terjadi setelah pasien
mendapatkan obat pada dosis lazim
• Hubungan waktu: kondisi atau diagnosis
ESO terdeteksi setelah pemberian obat.
1. Penemuan ESO (2)
• Manifestasi ESO dapat berupa kejadian medis yang bersifat
serius dan non serius (ringan).
• ESO serius adalah ESO yang menyebabkan hal-hal berikut:
1. kematian
2. keadaan yang mengancam jiwa
3. kecacatan permanen
4. memerlukan perawatan di rumah sakit
5. memerlukan perpanjangan waktu perawatan di rumah
sakit
6. kelainan kongenital pada bayi
7. kejadian medis lainnya yang bermakna secara klinis
yang memerlukan penundaan, pengehantian permanen
dan atau penggantian obat
1. Penemuan ESO (3)