Anda di halaman 1dari 84

TERAPI

FARMAKOLOGI
ASMA
KASUS (1)
Ny. MM datang ke IGD RS dengan keluhan nafas sesak ± 2 hari sebelum
MRS disertai batuk berdahak. Pasien sering mengeluh sesak hilang
timbul ketika kelelahan atau pada cuaca dingin.
Dokter mendiagnosis pasien dengan Asma bronkiale persisten sedang
+ eksaserbasi akut sedang
DATA KLINIK (1)
1. TD 120/80mmHg
2. Suhu 36,50C
3. GCS 456
4. RR (Respiration Rate) 39bpm (beat per minute)
5. Nadi 120 bpm
6. Saturasi 02 95%, 02 nasal 2 lpm
7. Ronchi (mengi) –
8. wheezing +
9. APE 70%
TERAPI IGD TERAPI MRS

O2 nasal 2 lpm O2 2 lpm


salbutamol nebul tiap 8 jam
Salbutamol + Ipatropium Br nebulizer 30menit 3x budesonide nebul tiap 12 jam
Budesonid nebulizer 1x IV FGRL + 1 ampul aminofil 21 tpm
metilprednisolon (3x40mg) iv
ranitidin (2x50mg) iv
N-asetilsistein (3x200mg) po
TERAPI KRS

Salbutamol MDI 1-2 puff (jika sesak)


Pulmikord turbuhaler 200mg/dosis 2x1 puff
Zavirlucast 2x20mg
N-asetilsistein 3x200mg
2 BULAN KEMUDIAN
Ny. MM masuk RS lagi. Dengan gejala mirip flu, sakit perut, dan
penurunan nafsu makan, serta sesak. Ny. MM dideteksi mempunyai
penyakit kuning.
Diagnosis dokter : Asma eksaserbasi akut + transaminitis
DATA KLINIK (2)
• TD 120/80mmHg
• Suhu 36,5d C
• SaO2 95%
• RR 36bpm
• Nadi 120bpm
• Pemeriksan fungsi hati :
• Bilirubin 44mikromol/L
• (DIRECT INDIRECT?)
• Alanin transaminase/ALT 200 IU/L
• Aspartat transaminase/APT 150IU/L
TERAPI KRS

Salmeterol/Flutikazon diskus 50/250mikrog 2x2puff


Aminofilin 2x200mg
Kurkuma 3x1 tablet
DATA KLINIK 2
• Dari pemeriksaan didapatkan tanda vital pasien yaitu

 Tekanan darah pasien 120/80 mmHg yang termasuk normal,

 Suhu tubuh 36,5° C, (Normal : 36,5-37,5 °C)

 Nadi 120 kali/menit (Normal : 60-100x/menit)  kondisi Takikardi

 RR 36 bpm (Normal : 12-20 bpm)  kondisi Takipnea

 Saturasi O2 : 95% (Normal : ≥ 95%)

 Pemeriksan fungsi hati :


 Bilirubin 44μmol/L (Normal: 5,1 – 17,0 μmol/L)  hiperbilirubinemia

 Alanin transaminase/ALT 200 IU/L

 Aspartat transaminase/AST 150IU/L


Klasifikasi Asma Menurut Derajat
Serangan
(Sumber : GINA, 2006)
Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan
Gambaran Klinis Secara Umum Pada
Orang Dewasa
(Sumber : PDPI, 2004)
Bilirubin (44 μmol/L)
Keadaan normal
1. Darah (Dewasa, lansia, anak-anak)
• Total Bilirubin : 5,1 – 17,0 μmol/L
• Indirect Bilirubin : 3,4 – 12,0 μmol/L
• Direct Bilirubin : 1,7 – 5,1 μmol/L

Total Bilirubin = Direct bilirubin + indirect blirubin


• Dipisahkan dengan fraksinasi atau diferensiasi
• Biasanya terdapat 70 – 85% indirect bilirubin dalam total
bilirubin

2. Urin  0 – 0,02 mg/dl


Obat yang dapat menyebabkan peningkatan total bilirubin darah:
Allopurinol, anabolic steroids, antibiotic, antimalarial, asam askorbat, klorpropamid,
cholinergics, diuretic, MAO inhibitors, quinidine, rifampin, salicylates, steroids, sulfonamides,
theophylline, vit A, dsb

Increased Direct bilirubin Increased Indirect bilirubin


• Batu empedu • Sickle cell anemia

• Obstruksi saluran • Hemolytic jaundice, Hemolytic


anemia
extrahepatic
• Pernicious anemia
• Extensive liver metastasis
• LV blood transfusion
• Kolestasis karena obat • Resolution of large hematoma
• Dubin-Johnson Syndrome • Hepatitis
• Rotor’s Syndrome • Cirrhosis
• Sepsis
• etc
Alanin transaminase/ALT (200 IU/L)
• Keadaan normal (Dewasa dan anak-anak)
4 – 36 IU/L at 37°C atau 4 – 36 U/L (SI units)
*)Kemungkinan sedikit lebih tinggi pada lansia
• Banyak ditemukan pada hepar dan lebih sedikit pada ginjal, jantung, dan otot skeletal.
• Saat terdapat penyakit yang mempengaruhi liver parenchyma, serum ALT meningkat.
• ALT (SGPT) merupakan tes yang cukup spesifik untuk deteksi adanya penyakit hepatoseluler
Moderately Increased ALT Mildly Increased ALT Level
Significantly Increased ALT Level
Level • Sirosis • Miositis
• Hepatitis • Kolestasis • Pankreasitis
• Hepatic necrosis • Hepatic tumor • Infark miokard
• Obat hepatotoxic • Shock
• Hepatic ischemia
• etc • Infectious mononukleosis

Obat yang dapat menyebabkan peningkatan ALT:


Allopurinol, asam aminosalisilat, acetaminophen, carbamazepine, INH, propranolol, quinidine,
tetracyclines, salicylates, dsb
Aspartate transaminase/AST (150 IU/L)
• Keadaan normal (Dewasa)
0 – 35 U/L atau 0 – 0,58 μkat/L (SI units)
*)Kemungkinan sedikit lebih tinggi pada lansia
• AST (SGOT) banyak ditemukan pada jaringan metabolic (otot jantung, sel liver, sel otot rangka).
Saat terdapat penyakit yang mempengaruhi jaringan tersebut, sel mengalami lisis dan
melepaskan AST ke dalam serum.
• Serum AST meningkat 8 jam setelah terjadinya injury pada sel; memuncak pada 24 – 36 jam; dan
kembali normal setelah 3 – 7 hari (kecuali pada injury chronic).
• Pasien dengan pankreatitis akut, penyakit ginjal akut, penyakit musculoskeletal, atau trauma
mungkin mengalami peningkatan AST sementara.
• Rasio ALT/AST (DeRitis Ratio) < 1 menunjukkan penyakit hepatoseluler yang disebabkan selain
karena virus hepatitis
Yang dapat menyebabkan peningkatan AST:
Exercise, Obat antihipertensi, cholinergics, coumarin-type anticoagulant, erythromycin, INH,
opiates, salicylates, pengobatan hepatotoxic, dsb

Increased AST Level


• Jantung
Infark miokard, cardiac operations, cardiac catheterization and angioplasty
• Liver
Hepatitis, Sirosis, Hepatic metastasis, hepatic necrosis (initial stage only), etc
• Skeletal muscle
Trauma, heat stroke, severe/deep burns
• Others
Hemolitik anemia akut, pankreatitis akut
TRANSAMINITIS
• Peningkatan kadar transaminase (SGOT dan SGPT) dikenal sebagai transaminitis atau
hipertransaminase. SGOT dan SGPT merupakan kedua enzim yang biasanya diperiksakan bila ada
kecurigaan kelainan pada organ liver/hati. Peningkatan kadar transaminase dapat disebabkan karena:
 Viral hepatitis
 Fatty liver
 Drug induced hepatitis, merupakan kondisi peningkatan transaminase karena efek samping
hepatotoksik obat tertentu, misalnya rifampisin, ibuprofen, statin
 Sindroma HELLP
 Konsumsi alkohol
 Penyakit seperti demam berdarah dengue, typhoid
 Dsb
• Dua macam enzim transaminase yang berhubungan dengan kerusakan sel hati adalah GPT (Glutamat
Piruvat Transaminase) dan GOT (Glutamat Oksaloasetat Transaminase).
• GPT/ALT merupakan enzim yang diproduksi oleh hepatosit, jenis sel yang banyak terdapat di organ
hati. Kadar SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase) dalam darah akan meningkat seiring dengan
kerusakan pada sel hepatosit yang bisa terjadi karena infeksi virus hepatitis, alkohol, obat-obat yang
menginduksi terjadinya kerusakan hepatosit, dan sebab lain seperti adanya shok atau keracunan obat.
• GOT/AST merupakan enzim yang banyak dijumpai pada organ jantung, hati, otot rangka, pankreas,
paru-paru, sel darah merah dan sel otak. Saat sel-sel organ tersebut mengalami kerusakan, maka GOT
akan dilepaskan dalam darah. Kadar SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) dalam darah
akan meningkat seiring dengan kerusakan pada sel-sel organ tersebut.
GEJALA
• Meskipun berbagai penyebab, penyakit hati memiliki sejumlah gejala yang serupa, disertai dengan peningkatan
transaminase hati:
 kelemahan, lesu, muncul tiba-tiba atau bertahan lama;
 mual, muntah, terlepas dari apakah ada hubungannya dengan asupan makanan;
 kehilangan nafsu makan atau absen sama sekali, keengganan untuk jenis makanan tertentu;
 rasa sakit di perut, terutama ketika terlokalisasi di hipokondrium kanan, epigastrium;
 peningkatan perut, munculnya jaringan luas vena saphenous;
 pewarnaan ikterik pada kulit, sklera mata, selaput lendir yang terlihat dengan tingkat intensitas apa pun;
 gatal kulit obsesif yang luar biasa, lebih buruk di malam hari;
 perubahan warna sekresi: penggelapan urin, feses acholic (bleached);
 perdarahan selaput lendir, hidung, perdarahan gastrointestinal.
Nilai Normal Enzim Transaminase
• Nilai Normal Bilirubin
• Nilai normal SGPT
• Nilai Normal SGOT
Obat yang dpat menginduksi penyakit hati dari kasus Ny.
MM

• Ranitidine merupakan golongan histamine reseptor (H2)


antagonis (RAS) yang tergolong inducer idiosyncratic
hepatotoksik. Secara umum ranitidin dapat meningkatkan
nilai SGPT. Efek ranitidine terhadap hati akan memperluas
kerusakan hati dan telah terjadi kematian dibeberapa
individu (Deng et al., 2009). Pada pasien lanjut usia dan
memiliki ganguan fungsi hati, ranitidine harus digunakan
secara hati-hati (Ehrenpreis, 2001)
TERAPI FARMAKOLOGI
Sumber : Katzung . Farmakologi dasar dan klinik Edisi 12 volume 1
β2 AGONIS
Salbutamol dan Sameterol
SALBUTAMOL
Obat Simpatomimetik
Mekanisme : Melemaskan otot polos saluran napas dan menghambat
pengeluaran berbagai mediator dari sel mast yang menyebabkan
bronkokonstriksi. 𝛽 agonis juga merangsang adenilil siklase dan
meningkatkan pembentukan cAMP (cyclic adenosine monophosphate)
yang menyebabkan bronkodilatasi saluran napas.

Sumber : Katzung . Farmakologi dasar dan klinik Edisi 12 volume 1


Sumber : Dipiro edisi 10
• Inhalasi β2-agonis kerja cepat adalah bronkodilator
paling efektif dan pengobatan lini pertama untuk
pengelolaan asma akut berat.
• Tidak digunakan β2-agonis kerja lambat karena pada
terapi igd pasien mengalami asma akut.
• Karena stimulasi pada reseptor β1 menghasilkan efek
pada jantung yang berlebihan, mengakibatkan aritmia
jantung, dan dapat menyebabkan nekrosis miokard,
maka tidak digunakan β-agonis non selektif dalam
pengobatan asma.
• Pada orang dewasa, pemberian β2-agonis diberikan
terus-menerus atau intermiten (setiap 20 menit untuk
3 dosis) selama 1 jam.
• Semua β2-agonis lebih bronkoselektif bila diberikan
melalui rute aerosol.
• Pemberian aerosol dari Short-acting β2-agonis
memberikan respon yang lebih cepat dan
perlindungan yang lebih besar terhadap sesuatu yang
menginduksi bronkospasme seperti latihan dan
alergen daripada administrasi sistemik ataupun oral.
SALBUTAMOL
• Dosis :
MDI:
180 mcg (2 inhalasi) setiap 4-6 jam. Atau 90 mcg (1 inhalasi)
setiap 4 jam
Nebul: 2,5 mg 3 atau 4 kali sehari.
(sumber : AHFS)

• ESO: Detak jantung tidak beraturan, sakit kepala,


diare, nyeri dada, mual muntah, kesulitan menelan,
gemetaran
SALBUTAMOL

Pada saat terapi IGD dan MRS Dipilih bentuk sediaan nebulizer karena terjadi
serangan akut yang menyebabkan pernapasan pasien tidak terkoordinasi dengan
baik.
MDI
CARA PENGGUNAAN :
1. Buka tutup MDI. Cek dan hilangkan debu atau benda asing disekitar MDI. Kemudian
kocok.
2. Posisikan diri senyaman mungkin dengan duduk tegak atau berdiri.
3. Tarik nafas panjang
4. Masukkan MDI ke dalam mulut, letakkan diantara gigi dan segel (tutup rapat) dengan
bibir.
5. Bernafas perlahan, tekan MDI, Terus bernafas dalam sampai paru-paru benar-benar
penuh.
6. Tahan nafas selama 10 detik, jika tidak bisa maka tahan nafas sesuai kemampuan
7. Jika diperlukan pemberian dosis MDI kembali, tutup dahulu MDI. Tunggu 1 menit.
Setelah 1 menit, ulangi langkah 2-6.
8. Cuci mulut (kumur) setelah mengambil embusan terakhir obat. Pastikan Anda
meludah air keluar; tidak menelannya
Kekurangan :
9. Tutup MDI dan simpan ditempat yang aman.
Perlu koordinasi inhalasi
Kelebihan :
Ukuran kecil, mudah dibawa, nyaman,
dosis tepat, serangan dapat diatasi
dgn cepat dan relatif tidak mahal.
Salbutamol + Ipatropium Br
Salbutamol (Short-Acting β2-agonis selektif)
Ipatropium Br (Antikolinergik / Antimuskarinik)
Kombinasi Salbutamol-ipatropium Br diberikan pada saat terjadi
serangan asma akut berat karena penambahan antimuskarinik dapat
meningkatkan efek bronkodilatasi yang dihasilkan dari agonis 𝛽2
selektif

ESO : Sakit kepala, iritasi tenggorokan, batuk, mulut kering, sembelit,


diare, muntah, mual, pusing.
Salbutamol + Ipatropium Br

Kelebihan :
tidak perlu koordinasi inhalasi
Kekurangan :
Variabilitas dosis signifikan; mahal dan memakan
waktu; kurang efisien daripada MDI;
memungkinkan adanya kontaminasi; umur
simpan pendek.
Salbutamol + Ipatropium Br
CARA PENGGUNAAN
1. Cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir untuk mencegah kuman ikut
masuk ke paru-paru melalui nebulizer.
2. Siapkan obat yang akan digunakan. Jika obat sudah dicampur, tuang langsung
ke dalam wadah obat nebulizer. Jika belum, masukkan satu per satu dengan
menggunakan pipet atau alat suntik.
3. Tambahkan cairan saline jika diperlukan dan diresepkan dokter.
4. Hubungkan wadah obat ke mesin dan juga masker ke bagian atas wadah.
5. Letakkan masker hingga menutupi hidung dan mulut.
6. Hidupkan mesin kemudian tarik napas dengan hidung dan keluarkan perlahan
melalui mulut.
7. Anda bisa mengakhirinya saat tidak ada lagi uap yang keluar, menandakan obat
sudah habis.
SALMETEROL
Salmeterol/Fluticasone diskus 50/250μg 2x2 puff

Salmeterol (Long-Acting Beta 2 Agonist/LABA)


Fluticasone (Inhaled Corticosteroid/ICS)

Digunakan ketika dosis rendah ICS tunggal gagal mencapai kontrol asma yang baik,
penambahan LABA pada ICS dapat meningkatkan fungsi paru-paru dan mengurangi
eksaserbasi pada banyak pasien. Efek ini lebih cepat daripada menggandakan dosis ICS.

Efek samping : komponen LABA dapat menyebabkan takikardia, sakit kepala atau kram.
Rekomendasi saat ini adalah bahwa LABA dan ICS aman untuk asma ketika digunakan
dalam kombinasi. LABA tidak boleh digunakan tanpa ICS pada asma karena peningkatan
risiko hasil buruk yang serius.

Sumber : GINA 2019. Pocket Guide For Asthma Management and Prevention. Page 33.
Salmeterol/Fluticasone diskus 50/250μg 2x2 puff

Nama dagang :
SERETIDE, ADVAIR
Fluticasone/Salmeterol
diskus :
Terdapat dose counter
Eksipien : Pengisi laktosa
Kerugian : membutuhkan
aliran inspirasi 30-60
L/menit
Sumber : Joseph T. DiPiro et al. 2011.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach Eight edition. United States:
The McGraw-Hill Companies. Page 449.
Salmeterol/Fluticasone diskus 50/250μg 2x2 puff
CARA PENGGUNAAN :

1. Buka diskus. Pegang pada bagian telapak tangan, menempatkan ibu jari tangan yang lain pada
thumb grip dan dorong hingga bunyi klik.
2. Menggeser tuas sejauh mungkin untuk mempersiapkan obat.
3. Menghembuskan atau membuang nafas.
4. Meletakkan diskus diantara mulut dan katupkan bibir.
5. Bernafaslah sedalam-dalamnya.
6. Lepaskan diskus dari mulut.
7. Tahan nafas hingga sekitar 10 detik kemudian kembalilah bernafas seperti biasa. Bernafas segera
setelah menghirup obat dari diskus akan menyebabkan obat hilang. Bila tidak sengaja terjadi, maka
ulangi penggunaan diskus.
8. Periksalah secara rutin sisa dosis dari diskus setiap selesai menggunakan.
NASAL O2
Terapi Oksigen
• Pasien dengan asma akut berat atau keadaan yang mengancam jiwa harus
mempertahankan saturasi oksigen pada 94-98% untuk mengobati hipoksia.
(Whittlesea, Cate and Karen Hodson (ed). 2019. Clinical Pharmacy and Therapeutics Sixth Edition. Elsevier Limited.
Page 448)
• Saturasi oksigen harus dipertahankan diatas 90% atau lebih dari 95% pada wanita hamil
dan pasien dengan penyakit jantung.
(Joseph T. DiPiro et al. 2011. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Eight edition. United States: The
McGraw-Hill Companies. Page 451, 452)
• Pasien-pasien ini harus diberikan oksigen melalui masker wajah, masker Venturi atau
kanula hidung sebagai hal yang mendesak.
• Oksimetri nadi harus digunakan untuk mengukur saturasi oksigen jika memungkinkan
• Saturasi oksigen oleh oksimetri nadi dan aliran puncak harus diukur pada semua pasien
yang tidak sepenuhnya menanggapi terapi inhalasi β2-agonis intensif awal.
KORTIKOSTEROID
Budenosid dan Metilprednisolon
Mekanisme Aksi
• Kortikosteroid memiliki peran dalam penghambatan produksi
mediator inflamasi dan menghambat infiltrasi limfosit, eosinofil, sel
mast. Kontribusinya dalam mengurangi reaktivitas bronkus sehingga
tidak merelaksasi otot halus pada saluran udara secara langsung.
Efeknya pada obstruksi saluran nafas optimal dengan tambahan efek
dari β-receptor agonists.
• Digunakan sebagai pengendali eksasebarsi jangka panjang dengan
tingkat asma sedang hingga berat
Penggunaan klinis
• Pengobatan diawali dengan dosis oral 30–60 mg prednison setiap hari
atau IV dengan dosis 1 mg/kg metilprednisolon setiap 6–12 jam, dosis
harian dapat berkurang setelah adanya perubahan pada obstruksi
saluran nafas (7 – 10 hari)
• Pemakaian sediaan aerosol dipilih karena mengurangi efek pada
sistemik. Aerosol kortikosteroid seperti beclomethasone, budesonide,
ciclesonide (paling minimum), flunisolide, fluticasone, mometasone,
and triamcinolone. Dosis harian rata-rata empat puffs dua kali sehari
beclomethasone (400 mcg/d) setara dengan 10–15 mg per hari dari
prednison oral
• Pemakaian kortikosteroid sistemik pada asma akut digunakan setelah
penggunaan β2-agonis (setiap 20 menit 3 – 4 dosis) digunakan
Prednison, 1 – 2 mg/kg setiap hari hingga 40 – 60mg/ setiap hari
digunakan dalam 2 dosis terbagi untuk 3 – 10.
• Contoh pengobatan asma untuk mengurangi risiko jangka panjang
penggunaan kortikosteroid :
a. Inhalasi tunggal kortikosteroid dengan β-agonist reliever kerja
pendek seperti kombinasi inhalasi beclomethasone dan albuterol
b. Penggunaan 5–10 hari dua kali sehari dosis tinggi dari budesonide
atau beclomethasone
Beberapa jurnal menyarankan
penggunaan BDP, BUD, FLU, FP

Penggunaan dosis rendah dan


dosis tinggi kortikosteroid tidak
memberikan efek yang
signifikan
Sistemik kortikosteroid (oral
dan IV) dinyatakan dalam
beberapa jurnal belum bisa
memberikkan dampak yang
signifikan, beberapa jurnal
bahkan menyimpulkan
penggunaan oral lebih baik

Prednison adalah bentuk


prodrug dari metil prednisolon
sehingga butuh aktivasi (oral)

Efeknya yang cukup besar


membuat deksametason hanya
boleh digunakan tidak boleh
lebih dari 2 hari
Belum ada bukti bahwa
penggunaan alat tertentu
memberikan efek secara klinis,
lebih kepada kemudahan
penggunaan
Efek Samping
• Risiko terjadinya oropharyngeal candidiasis. Namun, risiko ini dapat
dikurangi dengan berkumur dengan air atau ludah
• Saat terabsorbsi ke sirkulasi sistemik dapat terikat kuat dengan protein
serum dan dapat menuji reseptor di kulit, mata, dan tulang dengan efek
penipisan kutan, katarak, osteoporosis, atau perlambatan pertumbuhan.
RANITIDIN
Mekanisme kerja

Histamin yang dibebaskan dari sel


ECL oleh gastrin atau rangsangan
vagus, dihambat untuk mengikat
Antagonis H2 mengurangi reseptor H2 di sel parietal.
sekresi asam lambung yang
dirangsang oleh histamin serta oleh
gastrin dan bahan kolinomimetik.
Blokade reseptor H2 menyebabkan
efek stimulasi langsung sel parietal
oleh gastrin atau asetilkolin pada
sekresi asam berkurang.
Model skematik mekanisme antagonis reseptor h2
Aspek biofarmasetika dan farmakokinetika
• Terdapat empat antagonist H2 yang digunakan secara klinis yaitu
simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin.
• Cepat diserap di usus.
• Simetidin, ranitidin, famotidin, mengalami metabolisme lintas pertama
di hati yang menyebabkan bioavailabilitasnya menjadi sekitar 50%.
• Waktu paruh : 1,1-4 jam
• DOA : bergantung pada dosis
• Dibersihkan oleh kombinasi metabolisme hati, filtrasi glomerulus dan
sekresi tubulus ginjal.
Efek Samping obat
• Diare
• Rasa lelah
• Nyeri kepala
• Mialgia
• Konstipasi
• Perubahan status mental seperti bingung, halusinasi, dan
agitasi (IV)
• Simetidin : Ginekomastia, impotensi, galaktorea
• Diskrasia darah
• Infus IV cepat : bradikardi, hipotensi
• Kelainan reversibel kimia hati (jarang)
Dosis Ranitidin
• Dosis untuk mencapai inhibisi asam >50% selama 10 jam
150 mg
• Dosis lazim untuk tungkak duodenum atau lambung akut
300 mg HS atau 150 mg bid
• Dosis lazim untuk penyakit reflulks gastroesofagus
150 mg bid
• Dosis lazim untuk mencegah perdarahan terkait stres
Infus kontinu 6,25 mg/jam ayau 50 mg IV setiap 6-8 jam

Cara penggunaan : Injeksi intravena lambat sebanyak 50 mg diencerkan sampai 20


mL dan diberikan selama tidak kurang dari 2 menit; dapat diulang setiap 6-8 jam
Alasan pemilihan obat ranitidin
• Pada penderita asma, reflux gastroesofagus (Gastroesophageal Reflux) dapat menyebabkan
bronkokonstriksi. Mekanisme patofisiologi terjadinya bronkokonstriksi adalah reflek vagal, peningkatan
reaktifitas bronkus, dan mikroaspirasi.

• Pengobatannya dengan pemberian antasida, antagonis H2, dan Inhibitor Pompa Proton (PPI).

• Antasida efeknya sebentar (1-2 jam)

• Beberapa studi melaporkan peningkatan resiko infeksi pernapasan dan pneumonia nosokomial pada pasien
yang diberi inhibitor pompa proton.

• Antagonis H2 intravena lebih efikasi dan lebih murah dibanding PPI IV.

• Infus kontinu antagonis H2 menghasilkan peningkatan pH intralambung yang konsisten dan menetap.
• Simetidin memiliki ESO lebih banyak, spesifik, dan mempengaruhi beberapa jalur metabolisme
obat sitokrom P450 sehingga waktu paruhnya dapat memanjang.

• Nizatidin tidak tersedia dalam rute IV

• Famotidin telah dilaporkan berinteraksi dengan penyerapan fosfat, mengarah pada perkembangan
hipofosfatemia. Fosfat penting untuk sintesis ATP dan DPG, dimana keduanya penting untuk
fungsi paru.

• Ranitidine menghambat sekresi asam lambung akibat dari perangsangan obat muskarinik, stimulasi
vagus, atau gastrin.
Penggunaan berdasarkan skenario
• Ranitidin hanya diberikan saat MRS dengan tujuan agar penanganan
lebih cepat dan optimal. Saat KRS, tidak perlu diberikan ranitidin
karena tidak ada obat yang berpengaruh pada dapat meningkatkan
asam lambung. Tetapi apabila pasien memiliki riwayat sering
mengalami maag hingga sesak, maka ranitidin dapat diberikan kepada
pasien saat KRS.
N-Asetilsistein
N-asetilsistein
• Sebagai terapi adjuvan  mukolitik dan antioksidan (pada stress
oksidatif)
• Golongan mukolitik (penghancur mukus) dengan cara mengubah
struktur mukus agar mudah dikeluarkan dengan silia/ekspektorasi
• Asetilsistein memiliki gugus thiol yang dapat disubstitusi oleh
ikatan disulfida pada mukus sehingga dapat memecah rantai mukus
• Dosis  3-4x1 3-5 mL larutan 20% nebul atau 3x1 200mg peroral
• ES  bronkospasme, angioedema, mual, muntah, demam,
berkeringat, artralgia, penglihatan kabur, gangguan fungsi hati,
asidosis, kejang, dan henti jantung atau pernapasan
• Hati-hati!  pasien asma dan pasien dengan riwayat penyakit tukak
lambung karena mukolitik dapat merusak barrier mukosa lambung
• Absorbsi GIT cepat
• Bioavailabilitas oral rendah (4-10%)
• pH optimum 7-9
• OOA  0,5 – 1 jam
• t1/2  6,25 jam
Ny. MM  N-asetilsistein 3x200mg peroral
saat MRS dan KRS
• N-asetilsistein?
Punya efek mukolitik dan antioksidan
Pada eksaserbasi  stress oksidatif ↑ aktivasi sel
inflamasi ↑
• Peroral?
1. Kemudahan penggunaan bentuk sediaan
2. IV dan inhalasi  bronkospasme
Zavirlucast
MEKANISME
Mencegah sintesis leukotrien; dan penghambatan pengikatan LTD4 pada
reseptornya pada jaringan target, sehingga mencegah aksinya.

Zafirlukast bekerja melalui mekanisme antagonis reseptor LTD4. Dan telah


terbukti meningkatkan kontrol asma dan mengurangi frekuensi eksaserbasi
asma dalam uji klinis rawat jalan

Efektif pada asma jika digunakan tunggal atau dengan inhalasi kortikosteroid
CARA EFEK
DOSIS PENGGUNAAN SAMPING

Zafirlukast diberikan Adanya makanan Dapat menimbulkan


secara oral, biasanya dapat mengurangi efek samping berupa
dalam 2 dosis terbagi bioavailibilitas obat, diare, sakit pada perut,
setiap hari. Untuk direkomendasikan muntah, mual,
orang dewasa dan agar zafirlukast urtikaria, pruritus,
anak-anak usia 12 diminum dengan perut angiodema, demam,
tahun atau lebih tua kosong (mis., eosinofilia, gejala paru
adalah 20 mg dua kali Setidaknya 1 jam yang memburuk,
sehari sebelum atau 2 jam komplikasi jantung
setelah makan). atau neuropati perifer
dll.

Minum obat bersamaan


Sediaan Mudah dalam dengan makanan dapat
Oral penggunaannya menurunkan absorbsi
FARMAKOKINETIKA
• ABSORBSI
Zafirlukast cepat diserap dari saluran GI, dengan konsentrasi obat plasma puncak umumnya terjadi
dalam 3 jam (kisaran: 1,5-6 jam) setelah dosis oral tunggal 5-80 mg. Pemberian dengan makanan
umumnya mengurangi tingkat dan tingkat penyerapan zafirlukast, dan produsen merekomendasikan
agar obat tersebut diberikan pada perut kosong. Bioavailibilitas menurun rata-rata 40% ketika
zafirlukast diberikan dengan makanan berlemak tinggi atau protein.

• DISTRIBUSI
Distribusi zafirlukast ke jaringan tubuh dan cairan belum sepenuhnya
ditandai. Zafirlukast sekitar 99% terikat dengan protein plasma,
terutama albumin, pada kisaran konsentrasi 0,25-10 mcg / mL.
• METABOLISME
Zafirlukast dimetabolisme oleh hati. Hidroksilasi oleh sitokrom P450
CYP2C9 adalah yang utama jalur biotransformasi.

• ELIMINASI
Waktu paruh eliminasi zafirlukast berkisar 8-16 jam. Konsentrasi plasma
zafirlukast tampaknya menurun secara biphasic setelah pemberian obat
secara oral. Pembersihan zafirlukast oral pada orang dewasa atau anak-anak
usia 7-11 tahun masing-masing sekitar 20 atau 11,4 L / jam.
ALASAN MEMILIH ZAVIRLUCAST DAN
DIGUNAKAN SAAT KRS

• Montelukas tidak lebih efektif dari kortikosteroid inhalasi dosis


standar tetapi obat tersebut mempunyai efek aditif

• Sebagai kontrol jangka panjang dengan dikombinasikan dengan obat


short acting yaitu inhalasi oral simpatomimetik
METIL XANTINE
AMINOFILIN
AMINOFILIN

• Golongan metilxantin, bentuk garam dari teofilin → Mudah larut.


• Teofilin : etilendiamin = 2 : 1
• Range therapy : 5 – 15μg/ml
• Distribusi : 60% terikat pada protein.
• Dapat menembus sawar uri.
• VD : 0,3 – 0,7L/Kg (rata-rata 0,5L/Kg)
• Dimetabolisme di hati dan dieksresikan melalui ginjal (urin)
• t1/2 eliminasi 3 – 5 jam.
AMINOFILIN
(Mekanisme Kerja)

1. PDE Inhibitor
2. Antagonis adenosine
Reseptor
3. Aktivator deasetilasi
histon
1. PDE Inhibitor (PDE4)
PDE4 berfungsi menghidrolisis nukelotida siklik, shg inhibisinya →
↑ cAMP → Relaksasi otot polos saluran nafas, mengurangi rilis kemokin dan sitokin.

2. Antagonis Adenosine Reseptor Non-selective


Hambatan terhadap adenosin → relaksasi otot polos sal. nafas, menghambat pelepasan histamin dari sel
mast.
3. Aktivator deasetilasi histon
↑ aktivitas deasetilasi histon → Menghambat transkripsi gen inflamatorik.
AMINOFILIN (Regimentasi dosis)
Bentuk sediaan Tablet SR, Suppositoria, Larutan Injeksi

Sediaan di pasar Larutan injeksi iv 24mg/ml (ampul 10ml)

Injeksi IV lambat atau infusi bersama dextrosa/NaCl lambat


Cara pemberian
dengan kecepatan ≤ 25mg/menit selama 30 menit.

Load Dose : Injeksi : 5mg/kgBB atau 250 – 500mg/20-30 menit


Dosis Maintenance dose : Infusion dose 500μg/kgBB/jam
Oral : 225 – 450mg 2x1
• Selama pemberian harus selalu dimonitor efek terhadap SSP, kecepatan
nafas, arterial blood gas, dan konsentrasi teofilin serum (30 menit setelah
loading dose selama 3 hari)
• Jika timbul ES akut, maka infusi harus dihentikan 5 – 10 menit atau
kecepatannya diturunkan.
• Selama terapi harus dipantau kadar potasium, jika diberikan bersama
kortikosteroid, β2 agonis, kortikosteroid, diuretik, dan terjadinya hipoksia.
AMINOFILIN
(Efek Samping Obat)
1. Kronotropik +, inotropik +
2. Meningkatkan volume urin (menghambat reabs Na, ↑ RPF, ↑ GFR)
3. Merangsang sekresi asam lambung
4. Gangguan saluran cerna (mual, muntah)
5. Insomnia

*Efek samping lebih cepat dan lebih parah terjadi


jika diberikan melalui infusi cepat
RINGER LAKTAT
• Komposisi :
Na klorida 0,6%
Natrium laktat 0,25%
Kalium klorida 0,04%
Kalsium klorida 0,027%

*Per-Liter mengandung :
Na = 131 mmol
K = 5mmol
Ca = 2 mmol
HCO3 (sebagai laktat) = 29 mmol
Cl = 111mmol
• Dikeluarkan lebih cepat dibandingkan NS sehingga menghindari fluid
overload
• Adanya sodium laktat dapat menetralisasi keadaan asam dalam tubuh
(ex : hipoksia)
Kandungan klorida lebih sedikit sehingga tidak terlalu berpengaruh
pada vasokonstriksi renal, aliran darah menuju renal
Saat MRS, Ny. MM diberikan INFUSI RL + 1 Ampul
Aminofilin 21tpm
Mengapa?

1. Efek lebih cepat → Pemberian rute Parenteral


2. Diinginkan kadar dalam darah lebih terkontrol dan tidak fluktuatif dan ES < → Infusi IV
kecepatan rendah

Saat KRS, Ny. MM diberikan Aminofilin 2x200mg


Mengapa?

Aminofilin ditambahkan dalam terapi apabila asma tidak membaik dengan pemberian ICS atau LABA.
KURKUMA
• Curcuma adalah suplemen makanan dari ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
untuk menambah atau meningkatkan nafsu makan serta memperbaiki fungsi hati. Obat ini
dapat dibeli tanpa resep dokter untuk membantu mengatasi masalah anoreksia (penurunan
nafsu makan) dan ikterus (penyakit kuning)

• Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) memiliki beberapa efek farmakologi, antara lain


hepatoprotektor (mencegah penyakit hati), menurunkan kadar kolesterol, anti inflamasi
(anti radang), laksatif (pencahar), diuretik (peluruh kencing), dan menghilangkan nyeri
sendi (B. Mahendra, 2005). Manfaat lainnya yaitu meningkatkan nafsu makan,
melancarkan ASI, dan membersihkan darah (Rahmat Rukmana, 2004).
Mekanisme Hepatoprotektif Kurkumin
• Mekanisme hepatoprotektif terjadi karena efek kurkumin sebagai antioksidan yang
mampu menangkap ion superoksida dan memutus rantai antar ion superoksida (O2¯)
sehingga mencegah kerusakan sel hepar karena peroksidasi lipid dengan cara
dimediasi oleh enzim antioksidan yaitu superoxide dismutase (SOD) dimana enzim
SOD akan mengonversi O2¯ menjadi produk yang kurang toksik.
• Curcumin juga mampu meningkatkan gluthation S-transferase (GST) dan mampu
menghambat beberapa faktor proinflamasi seperti nuclear factor-ĸB (NF-kB) dan
profibrotik sitokin. Aktifitas penghambatan pembentukan NF-kB merupakan faktor
transkripsi sejumlah gen penting dalam proses imunitas dan inflamasi, salah satunya
untuk membentuk TNF-α. Dengan menekan kerja NF-kB maka radikal bebas dari hasil
sampingan inflamasi berkurang.
• Kesimpulannya, kurkumin memiliki efek sebagai antioksidan yang mampu menangkap
ion superoksida dan memutus rantai antar ion superoksida (O2-) sehingga mencegah
kerusakan sel hepar. Curcumin juga mampu meningkatkan gluthation S-transferase
(GST) dan mampu menghambat beberapa faktor proinflamasi , ekspresi gen dan
replikasi virus hepatitis B melalui down- regulation dari PGC-1α, sehingga dapat
disimpulkan bahwa curcumin dapat dijadikan alternatif hepatoprotektor pada pasien
hepatitis kronis.
Contoh Obat : CURCUMA FCT Tablet
• Nama Generik : Curcuma FCT
Merek : Curcuma FCT
• Kandungan: Ekstrak Curcuma xanthorrhiza Rhizome sebesar 20 mg
• Indikasi : Meningkatkan nafsu makan dan menjaga kesehatan fungsi hati.
Dosis : Dewasa : 3x1 tablet
• Cara penggunaan : Dapat diminum sebelum, bersamaan, atau sesudah
makan
• Kontraindikasi : Riwayat alergi terhadap curcuma xanthorrhiza rhizome
• Efek Samping : Reaksi alergi seperti gatal-gatal, ruam kulit, sakit kepala
atau pusing, mual, muntah, dan lainnya apabila memiliki alergi terhadap
kandungan curcuma xanthorrhiza rhizome di dalam curcuma fct.
• Pada kasus Ny.MM, pasien mendapatkan terapi obat Kurkuma 3x1
tablet pada saat KRS
• Curcuma yang diberikan kepada Ny. MM digunakan sebagai
hepatoprotektor serta mengobati penyakit kuning (ikterus) yang
diderita oleh Ny. MM.
• Diduga Ny. MM mengalami ikterus karena 2 bulan yang lalu
mendapatkan terapi Ranitidine (2x50 mg) IV selama MRS sehingga
terjadi peningkatan kadar transaminase yang mengindikasi adanya
kerusakan pada hati.

Anda mungkin juga menyukai