Anda di halaman 1dari 169

PEMICU 5

Edwin Destra
Blefaritis
Definisi
• Inflamasi kronis kelopak mata bilateral.
• Secara anatomis dibedakan menjadi:
- Blefaritis anterior (tepi kelopak mata, kulit, folikel bulu mata)
- Blefaritis posterior (tepi posterior kelopak hingga konjungtiva tarsal)
• Penderita utama: anak” dengan dermatitis atopic dan wanita

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Blefaritis anterior
• Terdapat 2 jenis:
- Stafilokokal / ulseratif:
Terjadi di pangkal bulu mata dan disebabkan Staphylococcus aureus,
epidermidis / staphylococcus koagulase negative.
Sel dinding bakteri memicu respon inflamasi berlebihan (dapat berupa
infiltrate di perifer kornea)
- Seboroik:
Merupakan bagian dari dermatitis seboroik generalisata.
Sering didapatkan koloni Pityrosporum ovale.

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Blefaritis posterior
• Inflamasi sekunder akibat disfungsi / gangguan pengeluaran sekret kelenjar
meibom dan zeis.
• Kolonisasi bakteri akan menghasilkan asam lemak bebas, yg meninggalkan
titik leleh meibom sehingga menjadi lebih kental.
• Keadaan ini menyebabkan sumbatan dan meibom sulit disekresi dari kelenjar.
• Berkurangnya sekresi meibom menurunkan kandungan fosfolipid yg berperan
sebagai surfaktan di dalam tirai air mata (tear film) sehingga penguapan dan
osmolaritas tirai air mata meningkat.
• Kualitas dan kuantitas tear film menurun  gesekan yg menyebabkan iritasi
konjungtiva dan kornea, serta memungkinkan pertumbuhan S.aureus

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Tanda dan gejala
Umum: (hilang timbul terutama pada pagi hari)
• Nyeri seperti terbakar
• Tergesek
• Perasaan mata berpasir dan seperti terdapat benda asing
• Gatal
• Kemerahan di tepi kelopak

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Blefaritis anterior
Blefaritis posterior
Stafilokokal seboroik
Sisik (scales) • Kasar berkrusta • Halus • Tidak khas
• Menempel di pangkal • Menempel di sepanjang
tepi kelopak dan bulu mata

Bulu mata • Dapat terjadi madarosis, • Berminyak, bulu mata • Madarosis parsial pada
trichiasis, poliosis saling menempel kasus kronis
Kelopak • Dapat terjadi parut (scar- • Tepi kelopak hiperemis • Tampak penonjolan dan
ring) pada tepi kelopak sumbatan kelenjar meibom
• Sekresi meibom
berlebihan, tampak seperti
tetes minyak
• Sekresi meibom seperti
pasta gigi
Konjungtiva • Hiperemis • Tidak khas • Konjungtivitis papilar
• Konjungtivitis papiler • Dapat terjadi erosi epitel di
inferior kornea
Lain-lain • Dry-eye syndrome • Disertai keadaan seboroik • Dapat disertai hordeolum,
• Dapat disertai hordeolum / di daerah lain (kulit kepala, khalazion, keratitis
keratitis marginalis alis, telinga) marginalis

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Diagnosis dan DD
• Ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan mata.
• DD:
- Ocular rosacea
- Infeksi phthirus pubis (phthiriasis palpebrarum)
- Demodex folliculorum
- Molluscum contagiosum
- Blefaritis herpes simplex
- Keratokonjungtivitis sicca

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Tatalaksana Farmako
• Blefaritis anterior:
- Salep mata antibiotik  folikulitis akut
- Kloramfenikol 1% (tiap 1-3 jam) / basitrasin 500 u/gram (1-4x sehari).
- Air mata tambahan 4-8x sehari  mengurangi gejala mata kering.
- Tetes mata steroid: Fluorometolon 0,1%, tiap 6 jam)  konjungtivitis
papiler / keratitis marginalis (perhatikan ES pada penggunaan jangka
panjang)

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Tatalaksana Farmako
• Blefaritis posterior:
- Antibiotik oral:
- Doksisiklin 2x100mg / tetrasiklin 4x250mg, kecuali ibu hamil, anak
<12thn, atau alergi keduanya.
- Alternatif: eritromisin 4x500mg
Antibiotik oral diberikan min. selama 4 minggu kemudian dilakukan
tapering-off scr bertahap sesuai perbaikan klinis pasien.
Pemberian jangka pendek  mengurangi kolonisasi bakteri di tepi
kelopak

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Tatalaksana Non-Farmako
• Menjaga kebersihan kelopak  mengompres kelopak dengan air
hangat (5-10mnt) utk melunakkan krusta dan mengencerkan meibom
 membersihkan krusta dgn lidi kapas yg dicelup shampoo bayi.
• Pada blefaritis posterior  meibom yg menumpuk dapat dikeluarkan
dengan memeras kelopak ke arah tepi stlh dikompres.

Buku ajar oftalmologi, FKUI


konjungtivitis
Definisi
• Merupakan inflamasi pada jaringan konjungtiva, yang dapat terjadi secara
akut maupun kronis, akibat invasi mikroorganisme dan atau reaksi
imunologi.

Etiologi
• Infeksi bakteri
• Infeksi virus
• Reaksi hipersensitivitas

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Gejala klinis
• Khas  mata merah yang ditandai dengan injeksi konjungtiva
(hiperemis), yang sering disertai timbulnya secret atau discharge
dengan berbagai konsistensi.
• Keluhan pasien  lakrimasi, rasa berpasir, dan perih.
• Keluhan gatal  mengindikasikan alergi.
• Limfadenopati preaurikular  viral.
• Rasa nyeri, penurunan tajam penglihatan, fotofobia, dan sensasi
benda asing  kemungkinan menunjukkan keterlibatan kornea.

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Konjungtivitis bakteri
• Penyebab paling sering  S. pneumonia, S. aureus, H. influenza, dan
Moraxella catarrhalis.
• N. gonorrhoeae  penyebab yang jarang ditemukan.
• Penularan  kontak langsung dengan secret konjungtiva penderita
lain atau penyebaran infeksi dari hidung serta mukosa sinus.
• Jenis konjungtivitis bakteri  Konjungtivitis neonatal, trachoma, dan
konjungtivitis Chlamydia dewasa.

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Tanda dan Gejala
• Mata merah, rasa berpasir, dan perih.
• Sukar membuka mata terutama saat pagi hari.
• Umumnya bilateral.
• Adanya sekret yang bersifat purulen.
• Edema kelopak, konjungitva hiperemis.
• Erosi epitel kornea permukaan.
• Limfadenopati.

Buku ajar oftalmologi, FKUI


1. Konjungtivitis neonatal
• Konjungtivitis yang terjadi pada bulan pertama kehidupan.
• Penularan  pada saat persalinan per vaginam.

2. Trakhoma
• Diagnosis klinis : (minimal 2 dari kelainan berikut)
1. Folikel pada konjungtiva tarsal superior
2. Folikel di limbus dengan sekuela terkait (Herbert pits)
3. Sikatriks pada konjungtiva tarsal
4. Pannus, terutama di limbus superior.

Buku ajar oftalmologi, FKUI


3. Konjungtivitis Chlamydia dewasa
• Penyebab  Chlamydia trachomatis
• Transmisi  autoinokulasi dari secret genital (tangan ke mata).
• Bakteri ini memerlukan sel inang untuk dapat bereplikasi.

Tanda dan gejala


• Mata merah, dengan onset subakut.
• Sekret dapat bersifat serosa atau mukopurulen.
• Folikel berukuran besar di forniks inferior atau konjungtiva tarsal inferior.
• Keratitis pungtata superfisila umum ditemukan.
• Pembesaran KGB preauricular disertai rasa nyeri.
• Kronik  terdapat sikatriks konjungtiva.

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Konjungtivitis viral
• Bersifat self-limiting (dalam 2-4 minggu), dan umumnya disebabkan
oleh adenovirus.
• Etiologi selain adenovirus  virus Herpes simplex (HSV), virus
Varicella zoster (VZV), Picornavirus, Molluscum contagiosum, HIV.
• Masih infeksius hingga 10-12 hari setelah onset selama mata masih
merah.
• Transmisi  langsung dan tidak langsung.
• Dapat terjadi di daerah dengan komunitas yang padat dan higiene
buruk.

Buku ajar oftalmologi, FKUI


• Konjungtivitis adenoviral menunjukkan spektrum klinis yang bervariasi, dari
peradangan ringan subklinis hingga peradangan yang berat, yaitu :
1. Konjungtivitis folikular akut non-spesifik : gejala umumnya ringan.
2. Demam faringokonjungtiva : disebabkan oleh adenovirus tipe 3, 4 dan 7 yang
ditandai dengan demam, sakit kepala, faringitis, konjungtivitis folikular, dan
adenopati preauricular.
3. Keratokonjungtivitis epidemik : disebabkan adenovirus tipe 8, 19, dan 37 
tampilan klinis paling berat diantara bentuk lainnya.
Manifestasi klinis : folikel, kemosis konjungtiva, petechiae, dan terkadang
perdarahan subkonjungtiva, yang disertai defek pada kornea (keratitis atau erosi
kornea bagian sentral_
4. Konjungtivitis adenoviral kronik/relaps : jarang terjadi, ditandai dengan papil
atau folikel non-spesifik.

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Konjungtivitis Alergi
• Menyebabkan mata yang gatal dan berair, disertai kemosis.

Konjungtivitis terkait penggunaan


lensa kontak
• Diduga berhubungan dengan berbagai faktor seperti trauma mekanik berulang oleh
permukaan lensa kontak, reaksi hipersensitivitas terhadap bahan polimer lensa, mata
kering, dan infeksi.
• Keluhan  mata merah, gatal, sensasi benda asing, secret mucus, penurunan tajam
penglihatan.
• Tanda klinis :
1. Papil berukuran kecil (diameter : <0,3 mm) pada konjungtiva tarsal superior
2. Erosi epitel pungtata
3. Infiltrat dan vaskularisasi kornea perifer.
Buku ajar oftalmologi, FKUI
Pencegahan
• Sering cuci tangan
• Tidak menyentuh mata yang infeksi
• Tidak berbagi handuk atau kosmetik
• Pemakaian lensa kontak harus dihentikan sampai tanda dan gejala
hilang.

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Hordeolum
Definisi
• a/ inflamasi akut kelenjar meibom, Zeis, atau moll di kelopak mata
akibat inf. Staphylococcus aureus.
• Sering ditemukan pada anak dan dewasa muda
Secara anatomis :
• Hordeolum interna  inf terkena kelenjar meibom yang berada di
posterior kelopak mata, lebih besar
• Hordeolum eksterna  inf. Mengenai kelenjar moll atau zeis yang
letaknya lebih superfisial, lebih kecil

Buku Ajar Oftalmologi – FK UI


Gejala klinik
• Nyeri, kemerahan, dan pembengkakan di kelopak mata
• Pemeriksaan mata
• Hordeolum eksterna  selalu menonjol ke arah kulit (luar)
• Hordeolum interna  menonjol ke arah konjungtiva atau kulit

Buku Ajar Oftalmologi – FK UI


DD
• Blefaritis marginalis
• Kalazion
• Dakrioadenitis
• Selulitis
• Kista dermoid
• Moluskum kontagiosum

Buku Ajar Oftalmologi – FK UI


Tatalaksana
• Hordeolum ringan  sembuh dengan sendirinya dalam 1-2 minggu
• Pemberian kompres hangat dan antibiotic topical  mempercepat penyembuhan
• Kompres hangat  10-15 menit, 3-4 kali tiap hari
• Antibiotik topical  salep mata kloramfenikol 1% ( tiap 1-3 jam) atau polymixin
B/Neomycin 0,35% (1-4 kali sehari)
• Antibiotik oral  amoksisilin / asam klavulanat 3x500mg  jika terjadi selulitis
• Kortikosteroid tidak diperbolehkan
• Stlh 48 jam tidak ada perbaikan  insisi  untuk mengeluarkan pus (dilakukan jika
pasien tidak merasakan nyeri)
• Hordeolum interna  insisi dilakukan secara vertical di permukaan konjungtiva tarsal
 agar tidak tersayat kelenjar meibom
• Hordeolum eksterna  insisi dilakukan secara horizontal  u/ meminimalisir bekas
sayatan
Buku Ajar Oftalmologi – FK UI
Pinguekula
• a/ kondisi umum yang pada konjungtiva yang biasanya terjadi pada
hidug dan konjungtive bulbi anterior bagian temporal, akibat efek
ultraviolet
Faktor resiko :
• Terjadi pada usia 70-80 tahun
• Orang yang kerap terpajan sinar matahari (UV)  factor resiko
• Terpajan sinar matahari (UV) terus menerus  degenerasi
konjungtiva perubahan susunan kolagen serta jaringan elastin
stroma konjungtiva

Buku Ajar Oftalmologi – FK UI


Manifestasi klinik
• Kebanyakan pinguecula asimtomatik tetapi dapat menimbulakan gejala
seperti sensasi benda asing, gatal pada mata, serta mata menjadi berair
• Berbentuk penebalan yang meninggi
• Bewarna putih hingga kuning
• Tumbuh di bagian horizontal konjungtiva bulbi di area fisura palpebral
• Pinguekula lebih keruh dari konjungtiva normal, dengan deposit lemak
• Lebih sering ditemukan di daerah nasal disbanding temporal
• Histopatologi  KHAS  degenerasi jaringan kolagen dengan hialinisasi
stroma konjungtiva, penumpukan serat elstik basofilik, deposisi granular,
tidak terdapat keterlibatan kornea
Buku Ajar Oftalmologi – FK UI
https://eyewiki.aao.org/Pinguecula#cite_note-4
DD
• Conjunctival intraepithelial neoplasia (CIN)
• Limbal dermoid
• Conjunctival tumor (e.g., papilloma, nevus, melanoma)

Buku Ajar Oftalmologi – FK UI


https://eyewiki.aao.org/Pinguecula#cite_note-4
PP
• Diagnosis dibuat secara klinis berdasarkan slit-lamp biomicroscopy

Tatalaksana
• Pengobatan diperlukan apabila pinguekula mengalami peradangan 
steroid lemah topical
• Eksisi  kosmetik, atau jika lesi berukuran besar sehingga
menyebabkan iritasi yang bermakna
• Pasien resiko tinggi  edukasi untuk melakukan pencegahan dengan
menggunakan kacamata pelindung
Buku Ajar Oftalmologi – FK UI
https://eyewiki.aao.org/Pinguecula#cite_note-4
Keratokonjungtivitis Sicca
Definitions
• Dry eye occurs when there is inadequate tear volume or function,
resulting in an unstable tear film and ocular surface disease.

Kanski Clinical Ophthalmology


Classifications
• Aqueous-deficient
• Sjögren syndrome dry eye (primary or secondary).
• Non-Sjögren syndrome dry eye.
• Lacrimal deficiency
• Lacrimal gland duct obstruction
• Reflex hyposecretion
• Evaporative
• Intrinsic
• Meibomian gland deficiency
• Disorders of lid aperture.
• Low blink rate
• Drug action
• Extrinsic
• Vitamin A deficiency.
• Topical drugs including the effect of preservatives.
• Contact lens wear.
• Ocular surface disease such as allergic conjunctiv

Kanski Clinical Ophthalmology


Clinical features
• feelings of dryness,
• grittiness and burning worsen over the course of the day.
• Stringy discharge,
• transient blurring of vision,
• redness and crusting of the lids
Frequently exacerbated on exposure to conditions:
• Associated with increased tear evaporation (e.g. air-conditioning, wind and
central heating)
• Prolonged reading or video display unit use, when blink frequency is reduced.

Kanski Clinical Ophthalmology


Kanski Clinical Ophthalmology
Kanski Clinical Ophthalmology
PP
• Tear film break-up time
• Schirmer test
• Ocular surface staining

Kanski Clinical Ophthalmology


Treatment
• Drops and gels • Punctal occlusions
• Ointments containing petrolatum • Anti-inflammatory agents
(paraffin) mineral oil
• Topical steroids  low- intensitiy
 can be used at bedtime to preparations such as
supplement daytime Flurometholone  acute
• Eyelid sprays  contain a liposome- exarcerbations.
based agent that may stabilize the • Omega fatty acid supplements
tear film and reduce evaporation. (e.g. omega-3 fish oil, flax seed
• Artificial tear inserts oil).
• Mucolytic agents  Acetylcysteine • Optimization of environmental
5% drops. humidity.
Kanski Clinical Ophthalmology
Pterigium
Definisi
• Kelainan klinis berupa jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga pada
limbus kornea.
• Pterygos (yunani): sayap (bentuknya menyerupai sayap)

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Patogenesis
• Proses degenerasi dipengaruhi pajanan UV kronik diduga menjadi
penyebab terjadinya pterigium.
• Jaringan pterigium merupakan jaringan ikat fibroblast dan pembuluh
darah yg berproliferasi dari limbus dan tumbuh ke arah kornea.
• Kerusakan sel punca limbus  menyebabkan jaringan dari
konjungtiva mampu tumbuh ke arah kornea.
• Iritasi kronik dan cuaca yg kering serta berdebu dapat menyebabkan
inflamasi kronik yg akan merusak jaringan konjungtiva dan
menimbulkan pterigium.

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Tanda dan gejala
• Mata merah berulang
• Iritasi pada permukaan mata (rasa mengganjal, berpasir, perih)
• Tidak ada penurunan penglihatan (kec. Sudah menutupi sebagian
besar pupil)
• Pemeriksaan oftalmologik: jaringan merah muda berbentuk segitiga
tumbuh dengan dasar di limbus dan puncak segitiga di kornea.
• Iritasi kronis: garis berwarna kecoklatan  deposit zat besi yg sering
ditemukan di apeks pterigium (stocker’s line).

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Klasifikasi pterygium: (Youngson)
Tatalaksana
• Terapi definitive:
- Bedah eksisi jaringan pterigium
- Stlh eksisi perlu ditambah penutupan sklera terbuka dengan conjungtival
autograft / conjungtivolimbal autograft / dengan graft jaringan selaput
amnion.
• Terapi medikamentosa:
- Simptomatik dan utk mengurangi keluhan (mata merah, mengganjal, perih)
- Artificial tears
- NSAID topical dgn dosis 4x sehari 1 tetes dpt diberikan saat pterigium
mengalami peradangan akibat iritasi lingkungan

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Tatalaksana
• Edukasi
• Kacamata filter UV Menurunkan inflamasi dan mengurangi pajanan
• Topi terhadap sinar matahari yg merupakan FR utama

• Payung

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Iridosiklitis (Uveitis
anterior)
Definisi
• Inflamasi yg terbatas pada iris (iritis) / pada iris dan badan siliar
(iridosiklitis).
• Merupakan kasus uveitis paling umum
• Penyebab non-infeksi > infeksi
• Dianggap sebagai kejadian autoimun primer (40-60% kasus akut
memiliki kaitan dengan HLA-B27)
• Dapat disebabkan trauma (kontusio, perlukaan intraocular, operasi)
• Pengguanaan obat / pemakaian lensa kontak (jarang)

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Tanda dan gejala
• Nyeri mendadak
• Mata merah tanpa sekret (discharge)
• Dengan / tanpa penurunan tajam penglihatan ringan
• Nyeri tumpul, bertambah pada penekanan kelopak mata, dapat menjalar ke
pelipis.
• Fotofobia
• Injeksi campuran (konjungtiva dan siliar)
• Deposit endotel kornea (keratics precipitates)
• Inflamasi hebat pada bilik mata depan (sel dan flare)
• Miosis inflamatorik

Buku ajar oftalmologi, FKUI


• Perlekatan / adhesi antara iris dan lensa (sinekia posterior)
• Keadaan Berat: hipopion / deposit leukosit pada lantai bilik mata depan
adanya hipopion, biasanya menunjukkan adanya keterkaitan dengan
HLA-B27.
• TIO lebih rendah dari biasa  penurunan produksi akuos akibat
peradangan badan siliar.
• Kronik: progresivitas lambat tanpa keluhan nyeri (keluhan utama:
gangguan penglihatan)  diagnosis sering terlambat.
• Komplikasi: degenerasi kornea berbentuk pita (band keratophaty),
katarak sekunder (subcapsular posterior), glaucoma sekunder

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Penyakit sistemik yg disertai dengan uveitis anterior
Sendi • Artritis idiopatik juvenile
• Spondiloartritis seronegatif
Jaringan ikat • SLE
• Polikondritis berulang
• Dermatomiositis
Vaskulitis • Penyakit behcet
• Poliartritis nodosa
• Granulomatosis wegner
• Sindrom cogan II
Infeksi / granulomatosa • Sifilis
• TB
• Borreliosis
• Lepra
• Herpes simpleks
• Sarkoidosis
Usus halus • Kolitis ulseratif
• Penyakit crohn
Ginjal • Sindroma tubulointerstitial nefritis dan uveitis (TINU)
kulit • Herpes zoster oftalmika

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Diagnosis
• Anamnesis lengkap
• Periksa tanda komplikasi dari uveitis anterior (edema macula, katarak,
glaucoma)
• Pemeriksaan fundus dalam keadaan pupil dilatasi (utk memastikan
peradangan hanya di anterior)
• Radiografi thorax
• Serologi
• ACE (marker sakoidosis)
• HLA-27  pada uveitis anterior akut-rekuren
• Anak: ANA dan reumatologi

Buku ajar oftalmologi, FKUI


DD
• Ablasio retina lama
• Sindrom disperse pigmen
• Perdarah intraocular
• endoftalmitis

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Tatalaksana
• Infeksi: antiviral; / antibiotic
• Non-infeksi: simptomatik
• Terapi lokal: tetes mata KS dan sikloplegik  mencegah sinekia
posterior antara iris dan lensa serta mengurangi nyeri dengan
mengistirahatkan badan siliar.
• KS subkonjungtival, parubulbar / oral (bila perlu)

Buku ajar oftalmologi, FKUI


Corneal foreign body
• Corneal foreign bodies generally fall under the category of minor
ocular trauma. Small particles may become lodged in the corneal
epithelium or stroma, particularly when projected toward the eye
with considerable force.
• The foreign object may set off an inflammatory cascade, resulting in
dilation of the surrounding vessels and subsequent edema of the lids,
conjunctiva, and cornea. White blood cells also may be liberated,
resulting in an anterior chamber reaction and/or corneal infiltration. If
not removed, a foreign body can cause infection and/or tissue
necrosis
Patients may complain of the following:
• Pain (typically relieved significantly with topical anesthesia)
• Foreign body sensation (typically relieved significantly with topical
anesthesia)
• Photophobia
• Tearing
• Red eye
Physical
Patients may present with the following:
• Normal or decreased visual acuity
• Conjunctival injection
• Ciliary injection, especially if an anterior chamber reaction occurs
• Visible foreign body
• Rust ring, especially if a metallic foreign body has been embedded for
hours to days
• Epithelial defect that stains with fluorescein
• Corneal edema
• Anterior chamber cell/flare
• Management objectives include relieving pain, avoiding infection, and
preventing permanent loss of function.
• Topical antibiotic drops (eg, polymyxin B sulfate-trimethoprim
[Polytrim], ofloxacin [Ocuflox], tobramycin [Tobrex] qid) or ointment
(eg, bacitracin [AK-Tracin], ciprofloxacin [Ciloxan] qid) should be
prescribed until the epithelial defect heals to prevent infection.
• Topical cycloplegic (cyclopentolate 1% qd/bid) can be considered for
pain and photophobia, although a review of the literature shows that
they are not effective. 
Conjunctiva foreign body
• Conjunctival foreign bodies of the eye are common and can be
removed with proper technique. A conjunctival foreign body should
be suspected if a patient presents with a sensation of something in
the eye. Patients with a conjunctival foreign body often state that
their eye feels as if an irritating object—like grit, “junk,” sand, or glass
—is in it but that they cannot localize exactly where the sensation is.
The foreign body sensation is often worse upon blinking when the
foreign body is located on the conjunctival (inner) surface of the
upper lid.
• Equipment
• The following equipment is required for removal of a conjunctival foreign body:
• Topical anesthetic drops
• A cotton swab moistened with saline
• A cotton applicator stick or paper clip for eversion of the upper lid
• A saline irrigation bottle
• Fluorescein stain
• A source of illumination, such as a penlight or a minor operating room light
• A head-mounted magnification device
• If a slit lamp is available, no additional illumination or magnification is necessary
• Patient Preparation
• Conjunctival foreign bodies can often be removed without anesthesia.
If anesthesia is necessary, instill 2 drops of proparacaine 0.5%
(Alcaine, Ophthetic) into the affected eye. Keep in mind that, once
these drops are administered, the patient usually states that the
symptoms have resolved.
• The patient should be comfortably seated, with the back of the head
against a firm surface.
tatalaksana
• Di ektraksi dengan hati hati
keratitis
Definisi
• Suatu inflamasi pada kornea, yang dapat terjadi akibat infeksi oleh
mikroorganisme maupun akibat non-infeksi karena proses autoimun.
• Dapat mengancam penglihatan, bahkan pada kasus yang berat 
kehilangan bola mata.

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Etiologi
1. Infeksi 2. Non-infeksi
- Keratitis bakteri - Infiltrat dan ulkus marginal
- Keratitis jamur - Ulkus mooren
- Keratitis viral (HSV dan VZV) - Keratokonjungtivitis fiktenular
- Keratitis Acanthamoeba - Keratitis neurotropik
- Exposure keratitis

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Manifestasi klinis
• Keluhan tersering  mata merah disertai penurunan tajam
penglihatan berupa buram berkabut.
• Inflamasi pada kornea  rasa nyeri hebat serta sensitivitas berlebihan
terhadap cahaya, serta kadang-kadang berair.
• Tanda klinis  injeksi konjungtiva (hiperemis) dan sklera, lesi yang
terwarnai positif dengan fluorescein (jika terdapat defek), infiltrate
kornea dengan atau tanpa hipopion di bilik mata depan, dan
blefarospasme.

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Pemeriksaan penunjang
• Kultur jaringan atau cairan mata, biopsy, lab. Darah.
• Pemeriksaan kerokan dengan pewarnaan gram dan giemsa 
mengidentifikasi organisme penyebab, khususnya bakteri.
• PCR  untuk identifikasi etiologi virus, Acanthamoeba, dan jamur
• Pewarnaan fluorescein  menunjukan lesi epitel superfisial dan lesi
yang lebih dalam di stroma

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


1. Keratitis bakteri
• Gambaran khas  perkembangannya yang cepat; destruksi kornea
bisa terjadi dalam 24-48 jam pada beberapa bakteri virulen tertentu.

Patogenesis
1. Menempelnya bakteri pada permukaan epitel kornea.
2. Bakteri menginvasi stroma yang difasilitasi oleh proteinase 
menghancurkan membran basal serta matriks ekstraseluler. Enzim
matrix metalloproteinase yang di ekskresikan dalam bentuk inaktif
oleh keratosit stroma akan teraktivasi pada infeksi bakteri.

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Penyebab
1. Gram negative aerob/batang fakultatif anaerob : Pseudomonas, Escherichia,
Klebsiella, Serratia, Proteus, Actinobacillus, Haemophilus.
2. Batang gram negative anaerob : Bacteroides, Fusobacerium
3. Coccus gram negative dan coccobacilli (aerob) : Neisseria, Moraxella,
Acinetobakter
4. Coccus gram positif aerob dan atau fakultatif anaerob : Micrococcus
Staphylokokus, Streptococcus, Pediococcus, Areococcus
5. Coccus gram positif anaerob : Peptostreptococcus
6. Batang gram positif : Bacillus, Clostradium
7. Actinomycetes dan organisme yang terkait : Corynebacterium,
Propionibacterium, Actinomyces, Arachnia, Mycobacterium, Streptomyces.

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


2. Keratitis jamur
• Terjadi akibat trauma yang berhubungan dengan material yang
bersifat organic seperti kayu, tumbuhan, padi, dan lainnya.

Patogenesis
1. Jamur masuk melalui defek epitel (karena trauma/ riwayat
pembedahan).
2. Jamur berkembang biak dan berpenetrasi dengan cepat ke stroma
bahkan sampai endotel (terlihat sbg plak endotel).
3. Jamur di jaringan stroma  bikin reaksi inflamasi dan nekrosis.
4. Jamur juga mengeluarkan enzim protease seperti bakteri.

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Klasifikasi
• Keratitis yang disebabkan oleh jamur filamentosa dan ragi/yeast.
• Golongan jamur filamentosa  Fusarium sp., Aspergillus sp.
• Golongan ragi  Candida sp.

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


3. Keratitis HSV
• Dibagi menjadi infeksi primer dan rekuren.
• Infeksi primer  disebabkan oleh HSV tipe 1  terjadi pada kelompok usia
anak atau remaja.
• Manifestasi klinis : blefarokonjungtivitis dengan gambaran vesikel pada kulit
kelopak, disertai konjungtivitis yang jarang sekali disertai keratitis  virus
hidup laten di ganglion siliraris.
• Infeksi rekuren  karena teraktivasinya virus yang laten di ganglion siliaris,
yang kembali masuk ke akson di saraf akhir perifer di kornea akibat faktor
atau kondisi tertentu spt rangsangan sinar matahari, trauma, pembedahan,
suhu tuubh yang abnormal, menstruasi, infeksi atau stress emosional.

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Keratitis epithelial rekuren
• Manifestasi klinis : ulkus dendritic atau geografik.
• Ulkus dendritik  lesi linear bercabang dengan bulbus terminal, dan
batas epitel membengkak serta mengandung virus hidup  dapat
meluas ke lapisan membrane basal  ulkus geografik  dapat
sembuh sempurna, tp umumnya sering terjadi jaringan parut 
menurunkan tajam penglihatan, bergantung pad aletak lesi terhadap
aksis visual.

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Keratitis stromal rekuren
• Disebabkan oleh infeksi ataupun proses imunologi.
• Keratitis yang nekrotikans  akibat infeksi virus di stromal, sedangkan
yang bersifat imunologik  merupakan hasil dari reaksi antibody
terhadap antigen virus yang dimediasi komplemen.
• Gambaran klinis : edema stroma tanpa adanya infiltrate (terjadi
karena adanya sel inflamasi di endotel).

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan serologis
2. Kerokan lesi epitel keratitis HSV  terdapat multinucleated giant
cells.
3. PCR  untuk mengidentifikasi HSV

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


4. Keratitis Varicella-zoster
• Dibagi menjadi infeksi primer (varicella) dan rekuren (herpes zoster).
• Manifestasi okuler lebih sering terjadi pada herpes zoster (herpes
zoster oftalmika).
• Pada varicela, lesi mata dapat ditemukan berupa bitnik di palpebra
dan margo palpebra.
• Pada Herpes  terlihat lesi kulit dermatomal (macula, papula, vesikel,
pustule, krusta) di area sebaran nervus trigeminal.

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Manifestasi klinis
• Keterlibatan kornea pada zoster oftalmika terjadi jika aerupsi kulit
berasal dari cabang nasosiliaris, dan biasanya berupa keratouveitis.
• Lesi kornea dapat berupa  defek epitel, penurunan sensitivitas
kornea, atau inflaasi ikular adi lapisan kornea manapun.
• Keratitis VZV biasanya diawali sebagai lesi di epitel  menyerang
stroma dan uvea anterior  edema dan infiltrasi seluler ringan 
kekeruhan.
• Hilangnya sensasi kornea  bertahan hingga beberapa minggu –
bulan.

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Terapi
• Antiviral intravena dan oral
• Asiklovir oral 5x800 mg per hari (10-14 hari)
• Valasiklovir 3x1 g/ hari (7-10 hari)
• Famsiklovir 500 mg tiap 8 jam (7-10 hari)
• Terapi dimulai dalam 72 jam setelah keluar bitnik di kulit.

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


5. Keratitis Acanthamoeba
• Keluhan  nyeri hebat sampai kepala, mata merah, dan fotofobia.
• Gambaran klinis  ulkus kornea indolen, infiltrate perineural, dan
stromal ring infiltrate
• Diagnosis  kultur pada media agar non-nutrient yang dilapisi E. coli

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


6. Keratitis neurotropik
• Gangguan atau kerusakan pada nervus trigeminus di perifer akibat
trauma, pembedahan, tumor, inflamasi, atau penyebab lainnya 
menyebabkan anastesi kornea disertai hilangnya reflex berkedip.
• Tahap awal  edema epitel difus yang kemudian mengalami
kematian  ulkus
• Karena hilangnya sensai kornea  keratitis neutropik berat
menyebabkan rasa tidak nyaman minimal  peningkatan resiko
infeksi.

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Tatalaksana
• Menjaga mata agar tetap tertutup dengan eyelid taping atau dengan
melakukan tarsorafi
• Menginduksi ptosis dengan memberikan injeksi
• Jika terjadi infeksi kornea sekunder  antibiotik

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


DAKRIOSISTITIS
Dakriosistitis
• Merupakan infeksi saccus lacrimalis yang umum terdapat pada bayi atau wanita
pascamenopause

ETIOLOGI
• Paling sering unilateral dan selalu sekunder akibat obstruksi ductus nasolacrimalis
• Dakriosistitis jarang terdapat pada golongan usia pertengahan, kecuali sesudah trauma
atau karena suatu dakriolit
• Pada bayi: menyertai obstruksi ductus nasolacrimalis
• Pada anak: akibat infeksi Haemophilus influenzae
• Para orang dewasa: Staphylococcus aureus, Streptococcus β hemolyticus
• Dakrosistitis kronik: Streptococcus pneumoniae (sering), Candida albicans (jarang)
Tanda & gejala
• Berair mata dan belekan (bertahi mata)
• Akut: di sekitar saccus lacrimalis terdapat
gejala radang, sakit, bengkak, dan nyeri
tekan
• Substansi purulen dapat diperas dari
saccus  pemulasan sediaan hapus untuk
mencari penyebab
• Kronik: berair mata
• Dakriosistitis jarang disertai komplikasi
konjungtivitis walaupun saccus
konjungtivalis terus-menerus terkena pus
yang keluar dari punctum lacrimale
• Pada dakriosistitis pneumoniae, sesekali
timbul ulkus kornea setelah trauma kornea
ringan
Tatalaksana
• Dakriosistitis akut  antibiotik sistemik
• Dakriosistitis kronik  dipertahankan laten dengan tetesan antibiotik
• Menghilangkan obsruksi

PADA ORANG DEWASA


• Adanya mukokel  pertanda bahwa tempat obstruksi adalah di ductus nasolacrimalis  tindakan
dakriosistorinostomi

PADA DAKRIOSISTITIS INFATIL


• Lokasi obstruksi biasa di katup Hasner
• Kegagalan kanalisasi adalah kejadian yang umum ditemukan, tetapi duktus tersebut biasanya membuka
spontan dalam bulan pertama
• Jika stenosis menetap >6 bulan, atau jika timbul dakriosistitis  pelebaran duktus dengan probe
trikiasis
definisi
• Pertumbuhan bulu mata dengan arah yang salah, yaitu ke dalam ke
arah mata.
• Bulu mata saling bergesekan dengan kornea, konjungtiva, &
permukaan dalam dari kelopak mata.
• Menyebabkan iritasi kornea & mata serta mendorong terjadinya
ulserasi

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
Paul Riordan-Eva, John PW. Vaughan & Asbury Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2010.
https://www.aao.org/eye-health/diseases/what-is-trichiasis
etiologi
• Infeksi mata
• Inflamasi / pembengkakan dari kelopak mata
• Autoimun
• Trauma  ex: terapi bedah (insisi / kuretase untuk chalazion)

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
https://www.aao.org/eye-health/diseases/what-is-trichiasis
Penyakit / kondisi lain yang
meningkatkan risiko
• Epiblefaron: kelainan kongenital biasanya pada anak keturunan Asia
(kehilangan kulit di sekitar mata  bentuk lipatan  bulu mata jadi posisi
vertical)
• Penyakit mata herpers zoster / herpes zoster ophthalmicus
• Trauma pada mata (ex: terbakar)
• Blefaritis kronik: partikel berminyak & bakteri menutupi tepi kelopak tempat
tumbuhnya bullu mata  kelopak mata menjadi bengkak
• Trakoma  inf. Mata yang berat
• SJS
• Entropion
Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
Paul Riordan-Eva, John PW. Vaughan & Asbury Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2010.
https://www.aao.org/eye-health/diseases/what-is-trichiasis
SS
• Merasa iritasi
• Mata merah & berair
• Sensitif thd cahaya terang

https://www.aao.org/eye-health/diseases/trichiasis-treatment-details
tatalaksana
• Menghilangkan bulu mata, folikel, atau keduanya (bisa dengan forceps / tweezer
 epilasi)
• Memperbaiki arah pertumbuhan bulu mata
• Terapi bedah: (jika bulu mata yg tumbuh banyak)
- Ablasi  menggunakan radiofrekuensi / laser u/ menghilangkan bulu mata &
folikelnya (spot size 50 μm , durasi 0,1-0,2”, & daya 800-1000mW)
- Elektrolisis  teknik bedah listrik untuk menghilangkan bulu mata secara
permanen yang menggunakan kawat halus (teknik sangat lama; berulang kali &
nyeri, serta hanya untuk beberapa bulu mata & dapat timbul scar)
- Cryosurgery  menghilangkan bulu mata & folikel dengan cara membekukannya
(efektif namun ada kemungkinan untuk terjadinya komplikasi)
Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
https://www.aao.org/eye-health/diseases/what-is-trichiasis
komplikasi
• Abrasi kornea
• Ulkus kornea

https://www.aao.org/eye-health/diseases/trichiasis-treatment-detail
skleritis
Definisi &
klasifikasi
• Ditandai dgn edema & infiltrasi
seluler dari seluruh ketebalan
sklera, destruksi kolagen, &
remodeling vaskular
• Tipe paling sering: immune-
mediated (non-infectious)
scleritis yang biasa
berhubungan dgn kondisi
inflamasi sistemik yang
mendasarinya

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
Paul Riordan-Eva, John PW. Vaughan & Asbury Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2010.
ETIOLOGI

Paul Riordan-Eva, John PW. Vaughan & Asbury


Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC,
2010.
Skleritis anterior non-nekrotik: difus

• Gejala: • Tanda:
- Kongesti & dilatasi vascular yang berhubungan
- Kemerahan pada mata berkembang dengan edema (jika diterapi dini, maka penyakit
menjadi rasa sakit stlh bbrp hari & dapat sepenuhnya dicegah)
- Kemerahan dapat besifat generalisata / terlokalisir
bias menjalar ke wajah & pelipis pada 1 kuadran (jika terbatas pada area dibawah
- Ketidaknyamanan membuat pasien kelopak mata bagian atas maka diagnosis dapat
terlewatkan)
terbangun dini hari & meningkat - Gambaran sekunder: kemosis, edema kelopak mata,
pada siang hari (memberikan respon uveitis anterior, & peningkatan IOP
yang buruk thd analgesic umum) - Jika area yg terkena edema teratasi, maka akan
memberikan gambaran warna sedikit abu-abu / biru
- Bola mata sangat sakit & visus karena adanya peningkatan translusensi sklera
menurun (karena adanya rearrangement dari serat sklera)
- Perulangan ditempat yg sama sering terjadi, kecuali
penyakit yg mendasari sudah diobati

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Paul Riordan-Eva, John PW. Vaughan & Asbury Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2010.
prognosis
• Durasi penyakit = 6 th dgn frekuensi kekambuhan menurun stlh 18
bulan pertama
• Prognosis visual jangka panjang sangat baik

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Skleritis anterior non-nekrotik:
nodular
• Gejala: • Tanda:
- Nodul sklera dapat tunggal / multiple & sering berkembang di
- Onset nyeri yg berbahaya & regio interpalpebral dekat dgn limbus (warnanya = biru-merah
yg lebih dalam dibandingkan dgn nodul episcleral & immobile)
diikuti dengan meningkatnya - Pada slitlamp beam menunjukkan adanya peningkatan
permukaan anterior sklera
kemerahan, kelembutan dri bola - Jika nodul multiple, dapat menyatu & meluas jika terapi
terlambat diberikan
mata & adanya gambaran nodul - Jika diberikan 10 tetes fenilefrin akan menyebabkan
sklera vasokontriksi dari PD konjungtiva & episklera superfisial tp
bukan plexus dalam yang menutupi nodul
- Jika inflamasi pada nodul mereda, peningkatan translusensi
dari sklera akan jelas terlihat
- Durasi penyakit sama dengan difus skleritis
- Pada 10% ps dgn skleritis nodul, dapat berkembang menjadi
penyakit nekrotik (namun jika diterapi scr dini maka tidak akan
terjadi & hanya akan timbul scar atropik)

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Skleritis anterior nekrotik dengan
inflamasi
• Bentuk agresif dari skleritis
• Usia onset lebih lambat daripada yang non-nekrotik skleritis (rata-rata
60 th)
• Kondisi ini terjadi bilateral pd 60% ps kecuali diterapi scr benar t.u di
stage awal, dapat membuat penglihatan menjadi sgt buruk atau
bahkan sampai kehilangan mata

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.

• Gejala:
- Onset gradual yang menjadi parah & persisten & dapat menjalar ke pelipis, alis, & rahang
- Sering mengganggu tidur & memberi respon buruk thd analgesic
• Tanda:
- vaso-oklusif umumnya dihubungkan dengan rheumatoid artritis. Terlihat patch terisolasi
dari edema scleral dgn episcleral & konjungtiva non-perfusi (patch dapat menyatu & jika
tidak periksa scr berkala dapat menjadi nekrosis scleral)
- Granulomatosa dapat terjadi bersamaan dgn kondisi seperti granulomatosis / PAN
- Skleritis yg diinduksi bedah biasanya dimulai dlm 3 mgu prosedur. Proses nekrotik dimulai
dari tempat operasi & menyebar keluar namun umumnya tetap terlokalisir pada 1 bagian
PP
• Lab.: • Radiologi (dada, sinus, sendi),
- LED dilakukan untuk investigasi:
- CRP - TB
- CBC (ex: anemia terkait dgn inflamasi - Sarkoidosis
dari j.i, eosinophilia pd PAN, atopi / - Sindr. Churg-Strauss
sindr. Churg-Strauss, RF, ANA, ANCA, - Granulomatosis Wegener
CCP, serum a. urat, serologi sifilis, - Spondilitis ankylosing
serologi lyme, Ag surface-hepB; PAN,
Ab anti-fosfolipid) • Angiografi
- Investigasi u/ TB, sarcoidosis, & • USG
spondylitis ankylosing • Biopsi

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Komplikasi skleritis anterior
• Infiltratif akut keratitis stromal (lokalisasi / difus)
• Sclerosing keratitis
• Keratitis ulseratif perifer
• Uveitis
• Glaukoma
• Hipotoni
• Perforasi

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Skleritis anterior nekrotik tanpa
inflamasi: skleromalasia perforans
• Gejala: • Tanda:
- Iritasi ringan (non-spesifik) - Plak scleral nekrotik didekat
- Tidak ada rasa sakit limbus tanpa kongesti vascular
- Penglihatan tidak terpengaruh - Penyatuan & pembesaran area
nekrotik
- Bs suspek: kerato-konjungtivitis
sicca - Penipisan scleral yg progresif
lambat dgn paparan uvea yg
mendasari

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic


approach. 7th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
terapi
• Lubrikan
• Antikolagenase local (sodium versenate topical)
• Antikolagenase sistemik
• Imunosupresif
• Mengobati penyakit yg mendasari
• Bedah dr perforasi scleral wajib u/ mencegah phthisis bulbi

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Skleritis posterior
• Kondisi yg berpotensi menyilaukan dmn diagnosis biasanya tertunda
• Perubahan inflamasi pada scleral bagian anterior & posterior adalah
identic & dapat muncul di kedua segmen secara bersamaan atau
terpisah
• Onset <40 th

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
• Gejala:
- Nyeri tidak berkorelasi baik dgn tingkat keparahan inflamasi, tapi cenderung lebih parah pd ps yg
mengalami myositis orbital
• Tanda:
- Lipatan koroidal biasanya terbatas pd kutub posterior & berorientasi horizontal
- Detachment retinal eksudatif trjd pd sekitar 25%; bahan eksudatif berwarna coklat kekuningan (dapat
keliru u/ tumor koroid)
- Efusi uveal dgn pelepasan koroid dapat terjadi
- Disc edema dgn penurunan visus (e/: penyebaran inflamasi ke jar. Orbital & N. opticus  th/ tidak
boleh terlambat karena dapat terjadi kehilangan penglihatan permanen scr cepat)
- Miositis yg dapat berkembang menjadi diplopia, nyeri saat melakukan gerakan bola mata, kemerahan
di sekitar insersi otot
- Proptosis ringan yg sering dikaitkan dgn ptosis
- Peningkatan IOP, edema periorbital, & kemosis

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011.
radiologi
• USG:
- Peningkatan ketebalan sklera
- Nodul scleral
- Pemisahan kapsul Tenon dari scleral
- Disc edema
- Lipatan koroid
- Ablasi retina
• MR & CT  penebalan scleral &
proptosis

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Th/ immune-mediated skleritis
• Steroid topical  u/ meredakan gejala & edema pd yg non-nekrotik
• NSAID sistemik  monoth/ u/ yg non-nekrotik (ex: COX-2 inhibitor u/ usia lanjut & jika ada
riw. Ulkus peptikum)
• Suntikan steroid periocular  u/ yg non-nekrotik namun efek hanya transien (KI u/ yg
nekrotik)
• Steroid sistemik (ex: prednisolone 1-1,5 mg/kg/hari)  digunakan jika tidak dapat
menggunakan NSAID / u/ yg nekrotik
• Imunosupresif / penghambat biologic  jika tidak bisa hanya dgn steroid saja (ex: sitostatik
 siklofosfamid, AZT, MTX; obat yg bekerja dgn imunofilin  siklosporin, tacrolimus)
• Rituximab  u/ yg nekrotik
• Antimikroba  jika ada inf.
• Bedah  u/ memperbaiki perforasi sklera / kornea

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Paul Riordan-Eva, John PW. Vaughan & Asbury Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2010.
Th/
• Awal : NSAID sistemik  indometasin 75mg/hari atau ibuprofen
600mg/hari (sebagian besar nyeri & inflamasi akan berkurang)
• Jika tidak respon stlh 1-2 mgu : prednisone oral 0,5-1,5 mg/kg/hari
• Jika berat : terapi pulsasi IV metilprednisolone 1 gr

Paul Riordan-Eva, John PW. Vaughan & Asbury Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2010.
dakrioadenitis
Dacryoadenitis
• Dacryoadenitis refers to inflammation of the lacrimal gland
• Inflammation of the lacrimal gland can be acute or chronic and due to
infection or systemic disease.

Vaughan Asburys General Ophthalmology


Acute Dacryoadenitis
• Acute dacryoadenitis is less common
and usually seen in children as a
complication of a viral infection
including mumps, Epstein-Barr virus,
measles, or influenza. It is, however,
sometimes due to bacterial or fungal
infection.
• In adults, Neisseria gonorrhoeae may
be responsible.
Swelling on the  lateral aspect of the 
eyelid and an S-shaped ptosis

Vaughan Asburys General Ophthalmology


Sign and symptoms
• Symptoms typically evolve over hours or days.
• Presentation in acute disease is with the rapid onset of discomfort in
the region of the gland.
• Lacrimal secretion may be reduced or increased, and discharge may be
reported.
• Swelling of the lateral aspect of the eyelid overlying the palpebral lobe
leads to a characteristic S-shaped ptosis, and enlargement of the orbital
lobe may give a slight downward and inward dystopia and occasionally
proptosis and other signs of orbital disease.
• There may be local (e.g. pre-auricular) lymph node enlargement.
Kanski Clinical Ophthalmology
• CT shows enlargement of the gland and
involvement of adjacent tissues without
bony erosion; the latter suggests a tumor.
• Biopsy is sometimes indicated, particularly
to exclude a tumor.
axial CT shows enlargement  of the gland and 
opacification of adjacent tissues 

• If there is purulent discharge, a Gram stain and culture can be


performed.
• Bacterial infections usually respond to systemic antibiotics, without
the need for surgical drainage.
• Treatment varies according to the cause, but in many cases is not
required.
Kanski Clinical Ophthalmology
Chronic Dacryoadenitis
• Chronic dacryoadenitis, defined as inflammation for longer than 1 month, is
more common.
• It can be bilateral and often is painless.
• It may be associated with systemic inflammatory diseases such as
sarcoidosis, Graves’ disease, Sjögren’s syndrome, systemic lupus
erythematosus, or IgG4-related disease.
• Infectious causes are rare but include syphilis, tuberculosis, leprosy, and
trachoma.

• Often laboratory workup for inflammatory etiologies reveals little; however,


biopsy of the gland may be useful, especially to differentiate from a
neoplastic process.
Vaughan Asburys General Ophthalmology
hipopion
hipopion
• Eksudat putih purulent
(tdd: byk sel inflamasi di
bagian inferior dari
chamber anterior) 
membentuk horizontal
level dibawah pengaruh
gravitasi

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
hipopion
• Bersifat Steril
• Dapat ditemukan pada ulkus kornea, katarak, keratitis, Penyakit
Behcet, endophthalmitis, panuveitis / panophthalmitis dan reaksi
negatif terhadap beberapa obat (seperti rifabutin)

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Paul Riordan-Eva, John PW. Vaughan & Asbury Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2010.
entropion
Entropion: involusional
• Age-related
• Mengenai kelopak mata bagian bawah
• Usapan terus-menerus antara bulu mata & kornea pd entropion yg
lama / pseudotrikhiasis  iritasi, erosi epitel kornea, pembentukan
pannus, & ulserasi

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
etiologi
• Kelonggaran horizontal lid (e/: peregangan
tendol canthal & lempeng tarsal)
• Ketidakstabilan lid vertical
• Over-riding pre-tarsal o/ pre-septal
orbicularis slm penutupan lid  geser
batas bawah dari anterior lempeng tarsal jd
menjauh dari bola mata & batas atas ke
arah bola mata
• Kelonggaran septum orbital dgn prolapse
dari lemak orbital ke kelopak mata bagian
bawah
• Penuaan
• Lemahnya otot refraktor palpebra inferior

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Paul Riordan-Eva, John PW. Vaughan & Asbury Oftamologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2010.
tatalaksana
• Lubrikan
• Tapping
• Soft bandage contact lense
• Kemodenervasion orbicularis dgn injeksi botulinum
• Bedah

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Entropion: cicatricial
• Jar. Parut dari konjungtiva palpebral dapat memutar margin kelopak
mata atas & bawah ke bola mata
• e/:
- Konjungtivitis cicatrizing
- Trakoma
- Trauma
- Chemical injuries
• Th/: bedah

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Entropion:
kongenital
• Kelopak atas:
- Sekunder akibat efek
mekanis microphthalmos
• Kelopak bawah:
- e/: maldevelopment
aponeurosis refraktor inferior
• Th/: eksisi & fiksasi lipatan
kulit ke lempeng tarsal
(prosedur Hotz)

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
erosi
Erosi kornea
• Terlepasnya seluruh ketebalan epitel kornea, yang terlokalisir dengan
tepi yang rata
• Erosi kornea terjadi karena terlepasnya membrane basalis dari
perlekatannya ke stroma
• Paling sering disebabkan oleh trauma atau benda asing yang
menempel (gram atau karat logam)
• Insiden erosi lebih tinggi pada usia muda dan jenis kelamin laki-laki

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Erosi Kornea
Faktor predisposisi :
• Penderita diabetes akibat adanya distrofi membrane basalis kornea
yang menyebabkan gangguan perlekatan epitel ke membrane basalis
• Berkurang nya sensai pada kornea terjadi pada infeksi virus herpes
• Gangguan saraf otonom juga merupakan keadaan yg meningkatkan
risiko erosi kornea
• Pemakaian obat tetes lama  steroid  memperlambat proses
regenerasi epitel
• Kelalaian kerja tidak menggunakan APD

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Manifestasi klinis
• Nyeri mata
• Sensasi benda asing
• Lakrimasi
• Fotofobia
• Penglihatan buran
• Blefarospasme

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Erosi Kornea
• Ditemukan adanya defek epitel disertai injeksi konjungtiva serta
injeksi siliar
• Defek epitel pewarnaan fluoresein pada kornea
• Erosi yang luas akan menimbukan edema kornea dan penurunan
tajam penglihatan

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Tatalaksana
• Tujuan  mengurangi gejala, perbaikan dari abrasi kornea, mencegah infeksi,
mengangkat benda asing, mencegah kehilangan tajam penglihatan permanen,
mencegah rekurensi
• Penggunaan lensa kontak akan mempromosi perbaikan epitel kornea dan
melindungi epitel kornea selama regenerasi
• Jika tidak ada lensa kontak lunak dapat di lakukan patching + salep eriromisin-
basitrasin atau polimiksin-neomisin tetes mata
• Tetesan siklopentolate  menghilangkan tonus otot siliaris  mengurangi
rasa sakit
• Dapat di berikan quinolone, anti pseudomonas, NSAID  ketorolac tetes
mata

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


prognosis
• Mayoritas prognosis baik dengan reepitelisasi kornea yang sempura
• Biasanya meninggalkan jaringan parut
• Bila jaringan parut terletak di tengah akan menyebabkan gangguan
penglihatan
• Keadaan penyerta seperti dry eyes, diabetes, penyakit kolagen,
distrofi membrane basalis kornea, kerusakan saraf sensoris kornea,
benda aasing akan mengganggu proses regenerasi
• Edukasi  penggunaan APD, hindari menggosok mata setelah
pengangkatan benda asing

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Mata kering
Dry Eye

Definition Type(s)
Dry eye occurs when there is • Keratoconjungtivitis sicca (any eye
inadequate tear volume or with some degree of dryness)
function, resulting in an unstable • Xeropththlamia (dry eye with
tear film and ocular surface vitamin A deficiency)
disease • Xerosis (Extreme ocular dryness and
(postmenopausal women and the keratinization in eyes with severe
elderly) cicatrizarion)
• Sjogren syndrome (autoimmune
inflammatory disease)

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Lipid :

Tear film Containing polar (phospholipids) and non-polar (waxes, cholesterol esters,
triglycerides)
constituents : Function : Blinking release lipids from the glands

Lipid Prevent evaporation of the aqueous layer and maintain tear film thickness

(meibomian Aqueous :
glands) Water, electrolytes, dissolved mucins and proteins

Aqueous Pro-inflammatory interleukin cytokines


Function : Antibacterial activity and wash away debris
(lacrimal
glands) Mucous :

Mucous Glycoproteins as gel-forming soluble


Function : Lubrication and permit wetting by converting the corneal epithelium from a
(conjunctival hydrophobic to a hydrophilic surface

goblet cells)

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Classifications
Aqueous-deficient Evaporative
Sjogren syndrome Intrinsic
• Meibomian gland deficiency
Non-Sjogren syndrome :
• Low blink rate
• Lacrimal deficiency • Drug actions
• Lacrimal gland duct obstruction Extrinsic
• Reflex hypo secretion • Vitamin A deficiency
• Topical drugs
• Contact lens
• Ocular surface disease

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Investigation Treatment
• Tear eye Break Up Time (BUT) • Environmental / dietary
• Schimer test modifications
• Surgery :
• Eyelid surgery (tasorrhaphy)
• Salivary gland auto transplantation
• Mucous membrane / amniotic
membrane transplantation for
corneal complications

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Irisitis (Anterior Uveitis)
Inflammation involving the anterior uveal tract (the iris, pars plicata of the ciliary body)

Clinical features Investigation


• Rapid onset of the unilateral pain, • HLA-B27
photophobia, redness, watery
discharge
• Blurring of vision Treatment
• Recurrent disease, associated with • Topical steroid (anti-
HLA-B27 related types inflammation)
• Miosis (pupillary sphincter spasm)
• Cycloplegic agents (relieving
• Aqueous flare (presence of protein spasm of the pupillary and ciliary
because of the blood-aqueous barrier
breakdown) muscle)

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
Xerophtalmia

Buku ajar Oftalmologi FKUI


Xeroftalmia
• Penyakit mata kering yang disebabkan oleh defisiensi vitamin A
• Xeroftalmia merupakan salah satu penyebab kebutaan pada anak
anak di negara berkembang
• Xeroftalmia kronea berat biasanya disertai dengan factor presipitasi
lain  KEP, asupan lemak rendah , diare berat , infeksi saluran
pernapasan dan campak akut
• Anak dengan infeksi pernafasan atau diare memiliki risiko dua hingga
tiga kali lebih tinggi untuk mengalami xeroftalmia ringan
Xeroftalmia
• Fungsi vitamin A  fungsi normal sistem visual dan untuk mempertahankan integritas
seluler epitel
• Dalam retina, Vitamin A adalah prekursor untuk fotopigment di retina, yang memiliki
peran penting dalam sistem visual.
• Sistem Rhodopsin dalam sel batang retina jauh lebih sensitif terhadap kekurangan
vitamin A daripada sistem Iodopsin dari sel kerucut retina.
• Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi batang secara dini, menyebabkan penglihatan
yang rusak pada cahaya redup atau nyctalopia.
• Vitamin A juga penting dalam menjaga integritas dalam diferensiasi dan proliferasi
epitel konjungtiva dan kornea.
• Kekurangan dapat menyebabkan xerosis konjungtiva dan kornea, ulkus kornea, dan
Keratomalacia
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431094/
• Vitamin A ( retinol )  diserap di mukosa sel usus halus  diesteriasi
 asam palmitat
• Karoten  dimetabolisme  retinol  diesteriasi
• Retinil palmitiat bersirkulasi ke hati melalui system limfatik  di
hidrolisis menjadi retinol keluar dari hati dan nempel pada Retinol
binding protein (RBP)
• RBP bawa ke korna konjungtiva dll
• Produksi RBP butuh seng dan protein
Manifestasi Klinis
Xerosis Konjungtiva (X1A)
• Mata kering
• Ada selaput keras pada konjungtiva
• Hilangnya transparansi konjungtiva, penebatan dan pengerutan
konjungtiva serta pigmentasi konjungtiva
• Pewarnaan rose Bengal atau lissamine green
• Histologis  epitel konjungtiva kolumnar menjadi skuamosa
bertingkat, sel goblet mengalami apoptosis dan sel epitel menjadi
berkeratin
Bercak Bitot (X1B)
• Plak keabu-abuan berukuran kecil dengan permukaan seperti berbusa
yang muncul pada konjungtiva bulbi
• Histologis  infiltrasi sel inflamasi di sub-epitel, epitel konjungtiva
mengalami keratinisasi dan menunjukkan penebalan akantosis serta
kehilngan sel goblet
• Bercak bitot  plak yang terdiri dari keratin, mukus, bakteri
Corynebacterium xerosis dan terkadang jamur
Xerosis kornea (X2)
• Muncul pungtata epitel superfisilis yang terwarnai positif dengan
fluoresein pada permukaan korna infonasal
• Permukaan kornea menjadi kering dan tear break up time menurun
signifikan  pengeringan epitel kornea  ulkus (X3)
Rabun senja (XN)
• Vitamin A  sintesis pigmen rhodopsin pada sel pigmen retina
• Rodopsin diperlukan untuk proses eksitasi fotoreseptor batang dalam
penglihatan cahaya gelap
• Gangguan adaptasi cahaya gelap terjadi ketika kadar vitamin A
diberkurang
• Ditemukan bitnik-bitnik kekuningan pada fundus retina
Tatalaksana
• Harus diperiksa kadar protein dan vitamin A terlebih dahulu
• Macinni tpe immunoassay menilai RBP dalam sirkulasi
• Pemberian Vitamin A oral segera saat terdiagnosis (200.000 SI/110mg
retinol palmitat atau 66 mg retinol asetat)
• Pengulangan dosis dilakukan setiap 2 minggu hingga status protein
menjadi normal
• Pada bayi dibawah 1 tahun dan ank dengan BB rendah di berikan separuh
dosis diatas
• Penderita X2,X3A dan X3B di berikan antibitoik topical tanpa
kortikosteroid selama 7 hari
Endoftalmitis

Buku ajar Oftalmologi FKUI


Endoftalmitis
• Peradangan berat yang mengenai cairan dan jaringan intraocular
• Melibatkan segen anterior dan posterioir mata
• Etiologi  infeksi bakteri dan jamur
• Non infeksi  sisa material lensa setelah operasi atau bahan toksisk
• Proses peradangan dapat meluar  selubung bola mata , kapsul
tenon , otot dan jaringan orbita  panoftalmitis
Klasifikasi
1. Pasca operasi seperti ekstraksi katarak , keratoplasty, vitrektomi,
operasi filtrasi glaucoma
2. Pasca trauma tembus mata
3. Penyebab lain  ulkus perforasi, injeksi intravitreal, pengangkatan
jahitan mata
4. Endoftalmitis endogen  akibat mikroorganisme (hematogen)
Epidemiologi
• Angka kejadian pasca operasi di negara maju  0.05-0.5%
• Populasi terjadi endoftalmitis endogen tidak diketahui
• Studi di Tokyo 786 dari 1444 pasien yang mengalami endoftalmitis
setelah mendapatkan terapi intravena hiperalimentasi
• Di Indonesia endoftalmitis pasca operasi  infeksi gram positif
(39.5%), gram negative (51%), dan jamur (9.5%)
Manifestasi klinis
• Mata merah
• Visus menurun
• Fotofobia
• Bengkak
• Nyeri
• Gejala timbul setelah 2-7 hari pasca operasi
• Pada pasien operasi intraocular  1-14 hari pasca operasi dan
delayed (lambat/kronis) setelah lebih dari 6 minggu
Endoftalmitis pasca operasi
intraocular akut
• Operasi katarak merupakan penyebab endoftalmitis paling banyak
• Infeksi setelah pengangkatan benang atau terbukanya jahitan
• Jenis kuman yang tersering  coagulase negative staphylococci,
staphylococcus aureus, bakteri gram negatif
Endoftalmitis pasca operasi
intraocular kronis atau delayed
• Perjalanan klinis yang kronis dan tenang (smoldering presentation)
dari 1-12 bulan,
• Berupa  iridosiklitis kronis, keratik presipitat franulomatosa,
hipopion, serta plak putih dikapsul posterior atau lensa intraocular
• Infeksi Propionibacterium acnes atau stafilokokus koagulase
negative dan jamur aspergillus
Endoftalmitis bleb-asociated
• Pasien dengan riwayat operasi filtrasi
• Setelah beberapa bulan bahkan bberapa tahun pasca operasi -
endoftalmitis
• Terdapat rupture bleb, penipisan bleb  infeksi mikroorganisme
masuk melalui bleb
• Streptococcus sp, Hemophilus influenza, staphylococcus sp
Endoftalmitis pasca trauma tembus
pandang
• Infeksi terjadi pada trauma tembus mata
• Mikroorganisme masuk kedalam mata saat mata cedera
• Ex: Bacillus sp, staphylococcus sp
• Prognosis pada kondisi trauma tembus dengan ablasio retina
umumnya buruk
Tatalaksana
• Dokter primer  merujuk kedokter spesialis mata
• Pp Usg mata, pemeriksaan tap vitreus serta cairan bilik mata depan
• Pewarnaan gram, KOH 10% dan kultur agar darah serta uji resistensi
• Pada kasus trauma di lakukan foto rontgen orbita atau CT scan
episkleritis
Episkleritis
• Proses peradangan yang terbatas pada jaringan episklera
• Perjalanan penyakit biasanya akut , ringan dan self limiting, tapi sering
mengalami rekurensi
• Terakdang bias asimptomatik sehingga pasien tidak memeriksakan diri
• Terjadi pada umur 20-50 tahun

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Episkleritis
• Patofisiologi berhubungan dengan kemampuan fibrolas
mengekspresikan HLA
• Degradasi fibril kolagen sklera akibat proses enzimatik serta invasi sel
radang
• Beberapa penyakit sistemik yang berkaitan dengan episkleritis  RA,
SLE, vasculitis , gout, atopi dan infeksi

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Episkleritis
• Pemeriksaan oftalmologik dilatasi dan kongesti pembuluh darah
episklera superfisial
• Mata merah tanpa iritasi
• Mata tidak nyaman/ sensai benda asing hingga nyeri ringan
• Biasanya self limited jarang membutuhkan pengobatan

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Episkleritis
• Simple berlangsung 5-10 hari dengan resolusi sempurna dalam 2-3
minggu, sering rekuren, sifatnya sedang-berat dan tidak berkaitan
dengan penyakit sistemik
• Nodular  episode serangan lebih panjang dan lebih nyeri dengan
interval antar serangan tidak teratur.

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Episkleritis
• Pemeriksaan oftalmologi  tajam penglihatan baik, terlihat inflamasi
yang terlokalisir pada episklera berupa edema dan inflamasi
• Mata merah serta dilatasi pembuluh darah episklera superfisial
• Tidak melibatkan jaringan dan pembuluh darah sklera dan konjungtiva
subtarsal
• Pada kasus berat  edema kelopak mata dan khomosis akibat
ekstravasasi cairan dari pembuluh darah
• Episkleritis jarang menimbulkan komplikasi, tetapi jika terjadi
berdekatan dengan kornea dapat terbentuk infiltrate di kornea perifer
atau edema kornea

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


PP
• Darah perifer lengkap
• CRP
• Fungsi hati dan ginjal
• ANA
• Anti dsDNA
• Faktor Rheumatoid
• VDRL/TPHA

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


Tatalaksana
• Episkleritis biasanya dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan
• Nyeri dapat di berikan NSAID oral atau topical
• Pada kasus berat di berikan kortikosteroid jangka pendek

Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. FKUI.


chalazion
Chalazion (meibomian cyst)
Sterile chronic granulomatous inflammatoru lesion of the meibomian

Symptoms Treatment
• Chronic :Gradually enlarging • Hot compress
painless rounded nodule • Topical antibiotics (for sterile
• Acute : sterile inflammation or inflammation)
bacterial infection with localized • Oral antibiotics (for systemic
cellulitis bacterial infections )
Sign • Steroid injection
• Nodule within the tarsal plate • Surgery
(associated with inflammation) • Incised vertically through the tarsal
plate and its contents curetted

Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7 th ed. UK: Elsevier Saunders, 2011
• icelli Ferrari T, Leozappa M, Lorusso M, Epifani E, Micelli Ferrari L.
Escherichia coli keratitis treated with ultraviolet A/riboflavin corneal
cross-linking: a case report. Eur J Ophthalmol. 2009 Mar-Apr.
19(2):295-7. 
• Xu Z, Yu X, Li Z, Wang L. The role of in vivo confocal microscopy in the
diagnosis of hidden corneal foreign bodies. J Int Med Res. 2014 Feb.
42(1):145-52.
• Deramo VA, Shah GK, Baumal CR, et al. Ultrasound biomicroscopy as a
tool for detecting and localizing occult foreign bodies after ocular
trauma. Ophthalmology. 1999 Feb. 106(2):301-5. 

Anda mungkin juga menyukai