Anda di halaman 1dari 21

Reformasi

Manajemen
Keuangan
Daerah

Tonggak sejarah reformasi
manajemen keuangan
daerah ditandai dengan
pelaksanaan otonomi
daerah dan
desentralisasi fiskal
yang dimulai 1 Januari
2001.
2
Perkembangan Reformasi
Manajemen Keuangan
Daerah
༝ Reformasi keuangan daerah di Indonesia
cukup terlambat dibandingkan negara
lain spt Eropa, AS, Filipina, Singapura,
dan Selandia Baru.
༝ Singapura menggunakan anggaran
berbasis kinerja sejak 1980an,
sedangkan Indonesia baru
menggunakannya tahun 2001.
༝ Walaupun terlambat manajemen
keuangan sektor publik Indonesia cukup
mengalami kemajuan pesat.
Perkembangan Reformasi
Manajemen Keuangan
Daerah
༝ Reformasi manajemen keuangan daerah
di Indonesia dibagi dalam tiga fase :
1) Era Pra-otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal (1974-1999)
2) Era Transisi Otonomi (2000-2003)
3) Era Pascatransisi (2004-sekarang)
Perkembangan Reformasi
Manajemen Keuangan
Daerah
༝ Era Pra-otonomi daerah, pelaksanaan
otonomi bersifat sentralistis, top down
planning dan budgeting, penggunaan
anggaran tradisional, rezim anggaran
berimbang, sistem pembukuan tunggal
dan akuntansi basis kas,
༝ Jadi belum ada sistem keuangan daerah
yang baik, baru ada sebatas tata buku.
༝ Pengelolaan keuangan daerah
berdasarkan buku MAKUDA yg esensinya
sekedar penatausahaan keuangan atau
tata buku.
Perkembangan Reformasi
Manajemen Keuangan
Daerah
༝ Era transisi otonomi adalah masa antara
tahun 2000-2003 yang merupakan masa
awal implementasi otonomi daerah.
༝ Ditandai dengan masih belum
mantapnya perangkat hukum,
kelembagaan, infrastruktur, dan sumber
daya manusia (SDM).
༝ Masih sering terjadi uji coba sistem baru,
sehingga sering terjadi revisi peraturan
perundangan di bidang pengelolaan
keuangan negara/daerah.
Perkembangan Reformasi
Manajemen Keuangan
Daerah
༝ Era pascatransisi, masa setelah
diberlakukannya paket peraturan
perundangan yang merupakan suatu
peraturan menyeluruh dan komprehensif,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pelaporan, pengauditan, dan evaluasi
kinerja atas pengelolaan keuangan
daerah.
Tabel 1.1 Perkembangan Peraturan Perundangan Terkait Manajemen
Keuangan Daerah
Pra-otonomi Daerah Transisi Otonomi Pascatransisi Otonomi
dan Desentralisasi (Reformasi Tahap 1) (Reformasi Tahap 2)
Fiskal

UU No.17 Tahun 2003


UU No.5 Tahun 1974 UU No.22 Tahun 1999
UU No.25 Tahun 1999 UU No. 1 Tahun 2004
PP No.5 Tahun 1975 UU No.15 Tahun 2004
PP No.6 Tahun 1975 PP No. 105 Tahun 2000 UU No.25 Tahun 2004
PP No.108 Tahun 2000 UU No.32 Tahun 2004
Manual Administrasi Kepmendagri No.29 UU No.33 Tahun 2004
Keungan Daerah Tahun 2002 UU No.24 Tahun 2005
(MAKUDA 1981) UU No.58 Tahun 2005
Peraturan Daerah :
Pokok-pokok Permendagri No.13
pengelolaan keuangan Tahun 2006 (Direvisi
daerah menjadi Permendagri
Peraturan KDH No.59 Tahun 2007)

8
Aspek Utama Reformasi
Manajemen Keuangan
Daerah
1. Perubahan sistem anggaran dari sistem
tradisional menjadi sistem anggaran berbasis
prestasi kerja
2. Perubahan kelembagaan pengelolaan
keuangan daerah dari sistem sentralisasi
pada bagian keuangan sekretariat daerah
menjadi sistem desentralisasi ke masing-
masing satuan kerja
3. Perubahan sistem akuntansi dari sistem tata
buku tunggal menajdi sistem tata buku
berpasangan
4. Perubahan basis akuntansi dari basis kas
menjadi basis akrual 9
1. Perubahan Sistem
Anggaran
༝ Perubahan sistem penganggaran meliputi
perubahan dalam proses penganggaran dan
perubahan struktur anggaran.
༝ Perubahan proses penyusunan anggaran yg
sebelumnya bersifat sentralisis dan top down
diubah menjadi sistem anggaran partisipatif
(bottom up/participative budget).
༝ Jika sebelumnya program pembangunan lebih
banyak ditentukan oleh pemerintah pusat
melalui Bappenas, kemudian pemerinta daerah
diberi kewenangan penuh untuk menentukan
program pembangunan sesuai dgn kebutuhan
daerah.
10
1. Perubahan Sistem
Anggaran
༝ Perubahan struktur anggaran diubah dari
struktur anggaran tradisional dgn pendekatan
berimbang menjadi struktur anggaran baru
dengan pendekatan penganggaran berbasis
kinerja.
༝ Pada anggaran tradisional, kinerja angagran
diukur dari sisi inputnya, yakni dilihat dari
kemampuan dalam penyerapan anggaran.
༝ Jika satuan kerja dan pemerintah daerah secara
keseluruhan dapat menyerap anggaran, maka
dinilai berhasil. Sebaliknya jika tidak terserap
seluruhnya sehingga menimbulkan sisa
anggaran maka dinilai tidak berhasil.
11
1. Perubahan Sistem
Anggaran
༝ Sisa anggaran harus dikembalikan lagi ke
rekening kas negara dan konsekuensinya
anggaran satuan kerja tsb untuk tahun
berikutnya terancam tidak akan ditambah
bahkan bisa dikurangi.
༝ Anggaran kerja tidak tidak hanya berorientasi
input, yaitu habis atau tidaknya anggaran,
tetapi lebih berorientasi pada hasil kinerja yaitu
output dan outcome anggaran.
༝ Setiap anggaran dikaitkan dengan target kinerja
yg hendak dicapai. Ada indikator jelas untuk
mengukur keberhasilan anggaran, meliputi
indikator input, output dan income.
12
1. Perubahan Sistem
Anggaran
༝ Apabila terjadi sisa anggaran di akhir periode
maka akan digunaka sebagai sumber
pembiayaan utk tahun anggaran berikutnya, yg
masuk dalam kategori Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran (SiLPA).
༝ SiLPA merepresentasikan sisa kas yang timbul
karena realisasi pendapatan daerah yang
melebihi realisasi belanja daerah.
༝ Jika belanja daerah lebih besar daripada
pendapatan daerah sehingga terjadi defisit
fiskal, maka terjadi SiKPA (Sisa Kurang
Pembiayaan Anggaran).
༝ SiLPA memberikan sinyal adanya efisiensi dan
kinerja anggaran yg baik pada tahun anggaran 13
2. Perubahan Kelembagaan
Pengelolaan Keuangan
Daerah
༝ Beberapa perubahan kelembagaan pengelolaan
keuangan daerah antara lain :
a. Perubahan pengelolaan keuangan di pemerintah
daerah dari sistem sentralisasi pada Bagian
Keuangan Sekretariat Daerah menjadi sistem
desentralisasi ke masing-masing satuan kerja.,
sehingga Satuan Kerja Perangkat Daerah harus
menyelenggarakan akuntansi dan menyusun
laporan keuangan satuan kerja bersangkutan dan
mengkonsolidasikan laporan keuangan seluruh
satuan kerja yang ada menjadi Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah,

14
2. Perubahan Kelembagaan
Pengelolaan Keuangan
Daerah
b. Pejabat yang terkait dgn pengelolaan keuangan
daerah meliputi :
1. Kepala Daerah selaku Pemegang Kekuasaan
Pengelolaan Keuangan Daerah
2. Sekretariat Daerah selaku Koordinator
Pengelolaan Keuangan Daerah
3. Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah
selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
sekaligus Bendahara Umum Daerah
4. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
5. Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Barang 15
2. Perubahan Kelembagaan
Pengelolaan Keuangan
Daerah
b. Pejabat yang terkait dgn pengelolaan keuangan
daerah meliputi :
6. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja
Perangkat Daerah
7. Bendahara Penerimaan/Pengeluaran SKPD
8. Bendahara Penerimaan/Pengeluaran Pembantu
9. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)
C. Digabungkannya fungsi pemungutan pendapatan
daerah oleh Dinas Pendapatan Daerah dgn fungsi
pengendalian belanja oleh Biro/Bagian Keuangan
dalam satu lembaga, yaitu Badan Pengelola
Keuangan Daerah (BPKD).
16
3. Perubahan Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah
༝ Untuk meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas publik, maka diperlukan standar
akuntansi pemerintahan dan perlunya dilakukan
perubahan sistem akuntansi, yaitu perubahan
dari single entry menjadi double entry.
༝ Single Entry cukup mudah dan praktis, namun
tidak dapat memberikan inforasi yang
komprehensif dan mencerminkan kinerja yang
sesungguhnya. Sistem ini juga telah
ditinggalkan oleh banyak negara maju.
༝ Sistem Double Entry ditujukan untuk
menghasilkan laporan keuangan yang lebih
mudah untuk dilakukan audit dan pelacakan.
Dengan sistem double entry maka pengukuran
17
4. Perubahan dari Basis Kas
menuju Akrual (Cash Towards
Accrual)
༝ Basis Kas mengakui dan mencatat transaksi
pada saat kas diterima atau dikeluarkan.
Pencatatan akuntansi basis kas tidak
mencatat utang, piutang dan aktiva secara
komprehensif.
༝ Kelemahan mendasar dari basis kas yakni
menghasilkan laporan keuangan yang kurang
komprehensif untuk pengambilan keputusan
serta tidak dapat menggambarkan kinerja
organisasi secara lebih baik. Basis kas tidak
mampu memberikan informasi aset, utang-
piutang dan ekuitas secara komprehensif.
18
4. Perubahan dari Basis Kas
menuju Akrual (Cash Towards
Accrual)
༝ Basis akrual mengakui transaksi keuangan
pada saat terjadinya, yaitu ketika sudah
menjadi hak atau kewajibannya meskipun
belum diterima atau dikeluarkan kasnya.
Dengan basis akrual, organisasi akan
mengakui adanya utang, piutang dan aset.
༝ Basis akrual pada sektor publik dimaksudkan
untuk mengungkapkan informasi mengenai
biaya operasi dan biaya pemulihan atas
penyediaan suatu pelayanan dan sejauh
mana biaya pelayanan tersebut dapat ditutup
oleh pendapatan dalam periode tertentu, agar
pemerintah bisa terus memberikan pelayanan
publik secara berkesinambungan. 19
4. Perubahan dari Basis Kas
menuju Akrual (Cash Towards
Accrual)
༝ Perubahan menuju akrual mengalami beberapa
kendala dan permasalahan di tingkat daerah,
antara lain :
1. Masalah SDM terkait dengan masih kurangnya
tenaga akuntan di daerah
2. Masih rendahnya dukungan teknoogi informasi di
daerah
3. Masih rendahnya tingkat penggunaan laporan
keuangan daerah untuk pengambila keputusan
4. Belum adanya penghargaan yg memadai bagi
daerah yang memiliki sistem informasi akuntansi
daerah yang baik.
5. Masih tingginya ancaman korupsi sistemik di daerah
yang dapat menggagalkan implementasi akrual.
20

Thank You!

21

Anda mungkin juga menyukai