Anda di halaman 1dari 21

KELOMPOK

 ABDUL HARIS M. GUNTUR  FARHAN AL RAYYAN


 ALDI KURNIAWAN RUMBAYA  FARIAN TIMANG SUBAGIO
 ANANG JULIANTO  FEDI T. RAMANDEI
 ANDI MUHAMMAD  FIRMANSYAH MARDIN
SYAHANSYAH SIKKI  FIRNANDA ARIF ASYARI
 APILENA TIRSA SUSIM  YULIANTI MUHAMMAD
 ARTHUR KEVIN MARSELINO  ABDUL GAWI R.
SINAGA  AHMAD RUMBARA
 BARTOLOMEUS DEREK  ASRIANJA
YEKWAM  ELING NINIKTIUS F. ATANAY
 BEN HUR ARUNDE  FRANSISKUS XAVERIUS K.
 CINDY NATASHA MAKATULUNG TUKAN
 ERNA TRI HASRIYANTI
 ESTER SIGARLAKI BAB 6
MODEL PEMILIHAN MODA
6.1. PENDAHULUAN
Dalam bab ini kita mendiskusikan pemilihan moda sebagai masalah agregat.
Sangatlah menarik bahwa pendekatan yang sama dapat juga digunakan untuk
menurunkan model sebaran pergerakan.

6.2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN MODA


Pemilihan moda sangat sulit dimodel, walaupun hanya dua buah moda yang
akan digunakan (umum atau pribadi). Ini disebabkan karena banyak faktor
yang sulit dikuantifikasi misal kenyamanan, keamanan, keandalan, atau
ketersediaan mobil pada saat diperlukan.

Ciri pengguna jalan Beberapa faktor berikut ini diyakini akan sangat
mempengaruhi pemilihan moda:
• ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi; semakin tinggi pemilikan
kendaraan pribadi akan semakin kecil pula ketergantungan pada angkutan
umum;
• pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM);
• struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun,
bujangan, dan lain-lain);
• pendapatan; semakin tinggi pendapatan akan semakin besar peluang
menggunakan kendaraan pribadi;
• faktor lain misalnya keharusan menggunakan mobil ke tempat bekerja dan
keperluan mengantar anak sekolah.
Ciri fasilitas moda transportasi Hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori.
Pertama, faktor kuantitatif seperti:
• waktu perjalanan; waktu menunggu di tempat pemberhentian bus, waktu berjalan
kaki ke tempat pemberhentian bus, waktu selama bergerak, dan lain-lain;
• biaya transportasi (tarif, biaya bahan bakar, dan lain-lain);
• ketersediaan ruang dan tarif parkir.
Faktor kedua bersifat kualitatif yang cukup sukar menghitungnya, meliputi
kenyamanan dan keamanan, keandalan dan keteraturan, dan lain-lain.
6.3. MODEL PEMILIHAN MODA UJUNG-PERJALANAN
Model pemilihan moda jenis seperti ini hanya berkaitan dengan beberapa hal seperti
pendapatan, kepadatan permukiman, dan pemilikan kendaraan. Dalam beberapa kasus,
ketersediaan angkutan umum dipertimbangkan dalam bentuk indeks aksesibilitas.
6.4 MODEL PEMILIHAN MODA PERTUKARAN-PERJALANAN
Model jenis ini mempunyai keuntungan karena mempertimbangkan ciri pergerakan dan
ketersediaan moda. Akan tetapi, akan lebih sulit mempertimbangkan ciri pengguna
jalan karena pergerakan tersebut telah diagregasikan dalam bentuk matriks asal−tujuan.
Tahapan pemodelan sebaran pergerakan.
Gambar 6.1 memperlihatkan proporsi pergerakan yang akan menggunakan moda 1 (Tid1 / Tid ) sebagai
fungsi dari selisih waktu atau selisih biaya perjalanan antara moda 1 dengan moda lainnya.

Kurva itu adalah kurva empiris yang didapatkan langsung dari data dan dapat digunakan untuk menghitung
proporsi pengguna jalan yang akan berpindah menggunakan moda transportasi lain yang lebih cepat −
dinamakan kurva diversi.
6.5 MODEL PEMILIHAN MODA DAN KAITANNYA DENGAN MODEL LAIN
6.5.1 Model jenis I
Dalam model jenis I, pergerakan yang menggunakan angkutan umum dan pribadi dihitung secara terpisah
dengan model bangkitan pergerakan, biasanya dengan menggunakan model analisis regresi atau kategori.

6.5.2 Model jenis II


Model jenis II sering digunakan oleh banyak kajian belakangan ini untuk perencanaan angkutan jalan raya,
bukan untuk angkutan umum.
6.5.3 Model jenis III
Model jenis III mengkombinasikan model pemilihan moda dengan model gravity; di sini proses sebaran
pergerakan dan pemilihan moda dilakukan secara bersamaan. Black (1981) menjelaskannya sebagai
berikut: 2
 𝑄
^ ^ 1
𝑖𝑑 ( 1 ) / ∑ 𝑄 𝑖𝑑 ( 𝑚 ) =
𝑚=1 1+ exp ( − 𝑏 {𝑡 𝑖𝑑 ( 2 ) − 𝑡 𝑖𝑑 ( 1 ) } )
Qid(1) = pergerakan dari i ke d dengan moda 1

Qid(m) = pergerakan dari i ke d dengan moda m

tid(1) = hambatan pergerakan dari i ke d dengan moda 1

tid(2) = hambatan pergerakan dari i ke d dengan moda 2

6.5.4 Model jenis IV


6.5.5 Beberapa komentar tentang model pemilihan moda
 6.5.5.1 Biaya
Dalam pemodelan pemilihan moda, sangat penting dibedakan antara biaya perkiraan dengan biaya aktual.
Biaya perkiraan adalah biaya yang dipikirkan oleh pemakai jalan dan dasar pengambilan keputusan,
sedangkan biaya aktual adalah biaya sebenarnya yang dikeluarkan setelah proses pemilihan moda
dilakukan.
6.5.5.2 Angkutan umum captive
Dalam pemodelan pemilihan moda, tahap berikutnya adalah mengidentifikasi pemakai angkutan
umum captive.
6.5.5.3 Lebih dari dua moda
Beberapa prosedur pemilihan moda memodel pergerakan dengan hanya dua buah moda transportasi:
angkutan umum dan angkutan pribadi.

6.6 MODEL SINTETIS


6.6.1 Model kombinasi sebaran pergerakan−pemilihan moda
Pendekatan entropi-maksimum dapat digunakan untuk mendapatkan model kombinasi sebaran
pergerakan dan pemilihan moda secara simultan.
6.6.2 Model pemilihan multimoda
Masalah multimoda merupakan hal penting yang harus sangat diperhatikan di Indonesia di masa
mendatang karena Indonesia merupakan negara kepulauan. Waktu dan proses pertukaran moda di
terminal merupakan faktor paling kritis yang perlu mendapat perhatian dan penanganan dalam
pengembangan kebijakan transportasi multimoda.
6.6.3 Model logit-biner
Pada dasarnya perilaku agregat individu dalam
memilih jasa transportasi sepenuhnya merupakan
hasil keputusan setiap individu. Sehubungan
dengan proses pemilihan perjalanan ini, dalam
diri individu pelaku perjalanan terdapat hierarki
pemilihan, seperti terlihat pada gambar.

6.6.3.1 Metode penaksiran kemiripan-maksimum (KM)


Prinsip metode penaksiran KM adalah bahwa keadaan dimana parameter θ meminimumkan nilai
fungsi kemiripan yang dapat dianggap sebagai keadaan terbaik. Dengan kata lain, keadaan dimana
sampel yang diamati paling mungkin muncul.
6.6.3.2 Metode penaksiran regresi-linear
Model logit-biner digunakan untuk memodel pemilihan moda yang terdiri dari dua alternatif moda
saja. Dan terdapat dua jenis model yang sering digunakan:
1. Model Selisih (jarak jauh)
2. Model nisbah (jarak dekat)
6.6.3.3 Model logit-biner-selisih
2 2
Asumsikan bahwa Cid dan Cid merupakan bagi-an yang diketahui dari biaya
gabungan setiap moda dan pasangan asal−tujuan. Dan untuk menghitung nilai α dan β
dengan menggunakan analisis regresi-linear sebagai berikut.

1
P1 
1  exp      C2  C1  
Selanjutanya dapat ditulis dalam bentuk logaritma natural:

 1  P1 
log e      ΔC
 P1 
Persamaan Linear:
Yi  A  BX i
Dengan menggunakan analisis regresi-linear, bisa didapatkan nilai A dan B sehingga nilai α
dan β bisa didapat sebagai berikut: A =α dan B =β .
6.6.3.4 Model Logit-biner-nisbah
Dengan model ini, proporsi P1 untuk moda 1 dinyatakan dengan persamaan:

1  P1 C 
  1 
P1  C2 
Persamaan Logaritma: log  1  P1   log    log C1
 P1  C2
Dengan menggunakan analisis regresi-linear, bisa didapatkan nilai A dan B sehingga nilai α dan β bisa
didapat sebagai berikut: A 10=α dan B =β .

6.6.4 Kalibrasi model pemilihan moda berhierarki


Menurut pendapat Domencich and McFadden (1975) metode penaksiran kemiripan-maksimum
menguntungkan untuk perkiraan kuadrat-terkecil, baik untuk masalah praktis dan teori, terutama untuk data
yang sangat besar.
6.7 MODEL KEBUTUHAN-LANGSUNG
6.7.1 Pendahuluan
Model kebutuhan-langsung terdiri dari dua jenis: langsung dan langsung-kuasi. Jenis langsung mempunyai
satu persamaan yang mengaitkan antara kebutuhan akan pergerakan langsung dengan moda, atribut
pergerakan, dan individu. Jenis langsung-kuasi menggunakan bentuk pemisah antara pemilihan moda dan
total kebutuhan akan pergerakan.
6.7.2 Model simultan
Pada dasarnya model simultan secara eksplisit memasukkan tiga submodel yaitu model bangkitan
pergerakan, model sebaran pergerakan, dan model pemilihan moda.
Model tersebut memperhitungkan jumlah perjalanan antarpasangan zona menurut moda-moda yang ada,
tetapi tidak memberikan indikasi mengenai rute yang dipilih. Pendekatan ini secara implisit berasumsi
bahwa pada setiap pasangan zona asal−tujuan hanya tersedia satu rute untuk setiap moda.
6.8 MODEL PEMILIHAN DISKRET
6.8.1 Pertimbangan umum
Secara umum, model pemilihan diskret dinyatakan sebagai: peluang setiap individu memilih suatu pilihan
merupakan fungsi ciri sosio-ekonomi dan daya tarik pilihan tersebut.
6.8.2 Kerangka teori
Dasar teori, kerangka, atau paradigma dalam menghasilkan model pemilihan diskret adalah teori utilitas
acak. Domencich and McFadden (1975) dan Williams (1977) mengemukakan hal berikut.
6.9 MODEL LOGIT-MULTINOMIAL (LM)
  ini adalah model pemilihan diskret yang paling mudah dan sering digunakan. Model ini bisa didapat
Model
dengan mengasumsikan bahwa residu acak disebarkan dengan residu Gumbel yang tersebar bebas dan identik
(Independent-and-Identically-Distributed/IID), sehingga:

  Fungsi utilitas biasanya mempunyai bentuk parameter linear dan parameter β (dalam praktek nilainya selalu
ditentukan sama dengan satu karena parameter tersebut tidak dapat ditaksir secara terpisah dari θ ’) yang ada
kaitannya dengan simpangan baku Gumbel, yaitu:

Jika terlalu banyak alternatif, misalnya kasus pilihan tujuan, terlihat bahwa (McFadden, 1978) parameter tanpa
bias didapatkan jika model ditaksir dengan sampel acak dari set pilihan yang tersedia untuk setiap individu
(misal tujuh pilihan tujuan per individu).
Jika  model tersebut ditaksir dengan informasi subdaerah atau dengan data dari sampel yang berbias, tampak
bahwa (Cosslett, 1981) jika semua individu mempunyai semua alternatif yang tersedia dan jika model
mempunyai konstanta yang lengkap, suatu model tidak bias dapat dihasilkan dengan cara mengoreksi konstanta
berikut:

qi adalah pangsa pasar alternatif Ai dalam sampel dan Qi adalah pangsa pasarnya dalam populasi. Perlu
dihasilkan persamaan sederhana untuk model elastisitas-langsung dan elastisitas-silang. Contohnya, dengan
elastisitas-langsung, yaitu berupa persentase perubahan dalam peluang memilih Ai jika terjadi perubahan
marginal untuk suatu atribut tertentu yang secara sederhana ditulis sebagai berikut:

 Model elastisitas-silang secara sederhana dapat ditulis sebagai:

yaitu perubahan persentase dalam peluang memilih Ai jika terjadi perubahan marginal dalam nilai atribut ke-k dari
alternatif Ai untuk setiap individu q. Perhatikan, karena nilai ini tidak tergantung pada alternatif Ai, elastisitas
silang dari setiap pilihan Ai terhadap atribut Xjkq dari alternatif Aj adalah sama. Hasil aneh yang didapatkan bisa
juga disebabkan oleh perilaku IIA atau lebih tepatnya jika dikatakan bahwa perlu IID fungsi utilitas dalam model
bangkitan pergerakan
6.10 CONTOH PENGGUNAAN MODEL LOGIT-BINER

Berikut ini, contoh penggunaan model logit-biner dalam memodel pemilihan moda antara
jalan raya (bus) dengan jalan baja (kereta api). Penjelasan rinci mengenai model logit-biner-
selisih dan model logit-biner-nisbah terdapat pada pembahasan sebelumnya.

6.10.1 Model logit-biner-selisih


Dengan menggunakan analisis regresi-linear bisa didapatkan nilai A dan B;
sehingga nilai α dan β bisa didapatkan. Dengan mendapatkan nilai α dan β,
persamaan model logit-biner-selisih dapat dinyatakan dalam persamaan :
1
PJR 
1  exp  1,6674  0,0532  CJB  CJR  
6.10.2 Model logit-biner-nisbah

 
Dengan menggunakan persamaan (6.37) dan mengasumsikan Y = log Serta X = log , persamaan tidak-linear
dapat ditulis kembali dalam bentuk persamaan linear Y = A + BX
Dengan menggunakan analisis regresi-linear (lihat persamaan (4.3)−(4.5)), bisa didapatkan nilai A dan B;
sehingga nilai α dan β bisa didapat sebagai berikut: α = 10A dan β = B. Memperlihatkan perhitungan metoda
analisis regresi-linear untuk model logit-biner-nisbah.
Tabel 6.4 Perhitungan metode analisis regresi-linear untuk model logit-biner-nisbah.

P=1/(1+(A
CJR/CJB Log(W) log{(1−P)/P}
CJR CJB XiYi Xi2 WiB WiB))
(Wi) (Xi) (Yi)
102 99 1,0303 0,0130 −0,6585 − 0 ,0 0 8 5 0,0002 1,1432 0,8192
89 86 1,0349 0,0149 −0,6021 − 0 ,0 0 9 0 0,0002 1,1661 0,8162
81 78 1,0385 0,0164 −0,7202 − 0 ,0 1 1 8 0,0003 1,1843 0,8139
72 97 0,7423 −0,1294 −1,2788 0,1655 0,0168 0,2629 0,9517
130 117 1,1111 0,0458 −0,4771 − 0 ,0 2 1 8 0,0021 1,6035 0,7636
105 92 1,1413 0,0574 −0,6021 − 0 ,0 3 4 6 0,0033 1,8083 0,7412
85 62 1,3710 0,1370 −0,0872 − 0 ,0 1 1 9 0,0188 4,1128 0,5574
81 88 0,9205 −0,0360 −0,9080 0,0327 0,0013 0,6897 0,8825
131 120 1,0917 0,0381 −0,4771 − 0 ,0 1 8 2 0,0015 1,4815 0,7776
92 91 1,0110 0,0047 −0,6021 − 0 ,0 0 2 9 0,0000 1,0502 0,8314
83 74 1,1216 0,0498 −0,3680 − 0 ,0 1 8 3 0,0025 1,6727 0,7559
68 65 1,0462 0,0196 −0,7533 − 0 ,0 1 4 8 0,0004 1,2241 0,8088
Σ 0,2313 −7,5343 0,0464 0,0472

B=(N.Σ XiYi − ( Σ X i . Σ Y i ) ) / ( N . Σ X i
2 2
− ( Σ X i) ) β 4,4819
Log A=(rata-rata Y) – B.(rata-rata X) −0,7142

α 0,1931
Gambar 6.17 Analisis regresi-linear model logit-biner-nisbah
 
Dengan mendapatkan nilai α dan β , persamaan model logit-biner-nisbah dapat dinyatakan dalam
persamaan.
 

Gambar 6.18 Model logit-biner-nisbah


6.10.3 Analisis uji kepekaan

Berikut ini dilakukan analisis beberapa uji kepekaan yang dapat dilakukan dalam bentuk perubahan kebijakan
manajemen angkutan jalan raya maupun jalan baja, atau dapat juga berupa perubahan kebijakan global
pemerintah di sektor transportasi, misalnya harga bahan bakar minyak (BBM).
• Kasus 1 Terjadi peningkatan harga BBM sebanyak 50% yang secara langsung berpengaruh pada nilai X3
(1,5 kali dari kondisi awal).
• Kasus 2 Terjadi penurunan waktu tempuh menjadi 40% dari kondisi awal. Peningkatan pelayanan jalan raya
secara tidak langsung akan mempengaruhi X1 (waktu tempuh kendaraan) menjadi 60% dari kondisi awal
(khusus untuk kendaraan di jalan raya).
• Kasus 3 Terjadi peningkatan pelayanan kereta api sehingga waktu tempuh dan waktu menunggu berkurang
menjadi 60% dari kondisi awal. Hal ini akan mengakibatkan waktu tempuh (X1) dan waktu menunggu (X2)
jalan baja menurun sebesar 40% dari kondisi awal.
• Kasus 4 Biaya terminal untuk jalan raya (X4) dihilangkan.
Tabel 6.5−6.6 memperlihatkan hasil uji kepekaaan setiap kasus dengan menggunakan model logit-biner-selisih
dan model logit-biner-nisbah.
Tabel 6.5 Uji kepekaan setiap kasus dengan model logit-biner-selisih
Tabel 6.5 Uji kepekaan setiap kasus dengan model logit-biner-nisbah.
Terlihat dari tabel 6.5−6.6 bahwa model logit-biner-selisih dan model logit-biner-nisbah tidak
memperlihatkan perbedaan hasil yang signifikan; hasilnya cenderungsama. Terlihat juga bahwa setiap
kasus sangat mempengaruhi besarnya persentase pemilihan moda.
Pada kasus 1, peningkatan harga BBM ternyata tidak mempengaruhi pangsa pasar secara umum dan
masih menguntungkan operator jalan raya.
Pada kasus 2, pengurangan waktu tempuh ternyata menyebabkan pangsa pasar beralih ke jalan raya secara
signifikan.
Pada kasus 3, peningkatan pelayanan kereta api (berkurangnya waktu tempuh dan waktu menunggu)
berpengaruh cukup banyak terhadap peningkatan pangsa pasar kereta api, meskipun persentasenya tidak
begitu banyak berbeda dengan pengguna jalan raya; malah pada beberapa pasangan antarzona, pangsa
pasar jalan raya masih lebih besar daripada jalan baja.
Pada kasus 4, penghilangan biaya terminal ternyata sangat menguntungkan bagi jalan raya; terlihat dari
semakin meningkatnya pangsa pasar jalan raya untuk seluruh pasangan antarzona.

Anda mungkin juga menyukai