Anda di halaman 1dari 83

Antropologi sebagai disiplin ilmu yang di

kelompokkan ke dalam rumpun ilmu-ilmu


sosial merupakan suatu ilmu dasar yang
digunakan untuk meneliti masalah –masalah
kebudayaan dan masyarakat guna
mengembangkan konsep-konsep dan teori-
teori baru yang lebih saksama. Selain itu ilmu
Antropologi sebagai ilmu terapan dapat
digunakan untuk meneliti sejumlah masalah
sosial budaya tertentu dengan metodelogi
yang khusus.
Papua terdiri dari kurang lebih 251 suku
bangsa atau etnis yang memiliki
keanekaragaman kebudayaan, di mana setiap
suku bangsa mempunyai ciri khas tersendiri.
Ciri khas tersebut dapat membedakan
kebudayaan satu kelompok etnis yang satu
dengan etnis yang lain. Untuk membedakan ciri
khas budaya pada setiap etnis yang ada, maka
perlu kita mengetahui dan memahami apa yang
dimaksud dengan kebudayaan.
 Kebudayaan menurut seorang Antropolog yang
bernama E.B. Taylor mengatakan kebudayaan
adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusasteraan,
hukum, adat istiadat serta kesanggupan dan
kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia
sebagai anggota suatu masyarakat.
 Selanjutnya juga menurut Ralp Linton bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan dari pengetahuan,
sikap, dan pola prilaku yang merupakan kebiasaan
yang di miliki dan diwariskan oleh anggota suatu
masyarakat tertentu.
Pada umumnya semua kebudayaan dari setiap
suku bangsa diatas muka bumi ini terdapat 7 (tujuh)
unsur universal yaitu :
1. Bahasa
2. Sistim pengetahuan
3. Organisasi sosial dan kekerabatan
4. Sistim Teknologi
5. Sistim mata pencaharian hidup
6. Sistim Religi
7. Kesenian.
 Pengertian Etnografi Papua

Pengertian etnografi papua yaitu suatu


studi deskriptif mengenai masyarakat-
masyarakat sederhana.
Atau suatu gambaran tentang
kebudayaan-kebudayaan suku bangsa yang
hidup serta Etnografi adalah ilmu yang
melukiskan tentang suku-suku bagsa yang
tersebar di muka bumi ini dan secara khusus di
Papua
A. Kondisi Lingkungan Alam
 Letak, Luas dan Batas Wilayah.

 Pulau Papua yang tampak berbentuk seekor


burung raksasa yang mirip seekor dinosaurus yaitu
binatang dari kala mezoikum yang kini telah punah.
 Sekitar 47 % bagian dari wilayah pulau ini yang
berada di sebelah barat dan merupakan bagian
kepala, tengkuk, punggung,leher, dada dan perut
dinosaurus tadi adalah wilayah Papua dan 53 %
sisanya adalah wilayah Negara tetangga kita,
Papua new Guinea.
 Propinsi Papua memiliki luas wilayah
sebesar kurang lebih 416.800 Km2 yang
batas wilayahnya sebagai berikut :

 Sebelah utara berbatasan dengan lautan


teduh dan laut Halmahera
 Sebelah Timur berbatasan langsung
dengan Negara tetangga Papua New
Guinea
 Sebelah selatan berbatasan dengan laut
Arafura dan benua Australia
 Sebelah Barat berbatasan dengan laut
Seram, laut Banda atau propinsi Maluku.
 Bagian utara pulau Papua terdapat banyak
pulau yaitu antara lain ; pulau Yapen,
Pulau Numfor,Supiori, Padaido, dan pulau
Roon yang berada di teluk
Cenderawasih.Selain itu dibagian utara
kepala burung terdapat pulau Batanta,
Salawati, Doom Wigeo, dan pulau Misol.
Sedangkan dibagian Selatan terdapat
pulau-pulau, seperti; pulau Adi, pulau
Aiduma, Naurio, Yosudarso (Kimam) dan
pulau Komoran.
 Selain Pulau-pulau di Papua juga terdapat
beberapa teluk dan sungai yang cukup besar dan
mempunyai potensi sumber daya alam (SDA).
Teluk-teluk tersebut terdapat di bagian utara,
diantaranya ; Teluk Yosudarso,teluk
Cenderawasih,reluk Wandamen, teluk
Berau/Bintuni, dan di bagian selatan terdapat
diantaranya teluk Arguni, teluk Triton dll.
Sedangkan sungai-sungai yang terdapat di Papua
antara lain; Sungai Membramo,sungai
grime,sungai Tami, dan sungai-sungai di pantai
selatan pulau papua antara lain; sungai Kais,
sungai Kamundan, sungai Balim, sungai Digul
dan lain-lainnya yang bermuara ke laut Arafura.
 Sedangkan daerah pegunungan di Papua
antara lain; pegunungan Tamrau, Arfak,
Sudirman,Nasauw, Jayawijaya dengan
puncak-puncaknya yang tertinggi yaitu;
Puncak Jaya (5.030 m), puncak Trikora
 (4.750 m), puncak Yamin. Puncak Jaya
memiliki keajaiban sendiri di dunia karena
walaupun terletak di daerah tropis namun,
puncak tersebut diselimuti salju abadi
sepanjang tahun.
 Propinsi Papua berada di dekat khatulistiwa dan
beriklim tropic. Suhu udara pada ketinggian
permukaan air laut hamper seragam bagi seluruh
propinsi yaitu rata-rata 26 derajat Celsius. Variasi
suhu terjadi karena ketinggian daerah yang
berbeda-beda. Setiap ketinggian 100 meter terjadi
penurunan suhu sebanyak kurang lebih 0.6 derajat
Celsius. Karena itu tanah pegunungan yang
mencapai ketinggian lebih dari 4,400 meter
senantiasa tertutup salju abadi. Kecuali oleh
ketinggian suatu daerah, suhu juga ditentukan oleh
factor-faktor lain, seperti banyak angina naik
menyebabkan penurunan suhu dan banyak angina
turun menyebabkan kenaikan suhu.
 Curah hujan bagi sebagian besar propinsi
Papua cukup tinggi rata-rata 2,000-3000
milimeter tiap tahun, dibeberapa tempat di
pegunungan tengah curah hujan kadang-
kadang melebihi 4000 milimeter setahun.

 Adapun perbedaan antara musim-musim pada


umumnya tidak terlalu besar kecuali di daerah
dataran rendah utara, tempat hujan selama
bulan juli hingga September mencapai 200
milimeter tiap bulan. Pada umumnya tidak
terdapat musim-musim yang terlampau kering.
 Ada 4 (empat) zone ekologis utama, yaitu :

1. Zone rawa, pantai dan sepanjang aliran sungai,


meliputi daerah Asmat, Jagai, Awyu, Yagai Citak,
Marind Anim,Mimika/Kamoro dan Waropen
2. Zone dataran tinggi, meliputi orang Dani, Yali,
Ngalum, Amungme, Nduga, Damal,Moni dan
orang Ekari/ Mee
3. Zone Kaki gunung dan lembah-lembah kecil,
meliputi daerah Sentani, Nimboran, Ayamaru dan
orang Muyu
4. Zone dataran rendah dan pesisir, meliputi Sorong
samapai Nabire, Biak dan Yapen.
B. Menelusuri Asal Usul Nama Papua.

 Orang Belanda meyebut pulau Irian atau Papua


sekarang yaiti Niew Guinea oleh seorang pelaut
Spanyol yakni Ynigo Ortez de Retes (1545) yang
menyebut “Neuva Guinea” ( Guinea Baru).
 Sebutan lain juga adalah “Papua” yang mula-mula
dipakai oleh pelaut Portugis Antonio d’ Arbreu
yang mengunjungi pantai Papua pada tahun 1551.
Nama itu sebelumnya dipakai oleh Antonio
Pigafetta pada waktu berada dilaut Maluku pada
tahun 1521. kata Papua berasal dari kata “ Pua-
pua” yang berarti keriting.( Stirling, 1943;4, dalam
Koentjaraningrat, 1993).
 Dalam konferensi Malino 1964 nama “Iryan”
diusulkan oleh F. Kaisepo, Kata itu berasal
dari bahasa Biak yang artinya “ Sinar
matahari yang menghalau kabut dilaut,
sehingga ada harapan bagi para nelayan
biak untuk mencapai tanah daratan Irian”.
Pengertian lain dari kata ini juga pada orang
Biak, bahwa Irian itu berasal dari dua kata
yaitu “iri” dan Ryan” Iri berarti “dia” ( dia
yang dimaksud disini adalah Tanah) dan
Ryan berarti “panas”.
 Jadi arti dari kata Irian ini adalah Tanah yang
Panas. Lain juga masyarakat Marind-anim di
pantai selatan mengatakan kata Irian berarti
Iri berarti Tanah dan An berarti air jadi Irian
artinya “tanah air”.
 Akhirnya Presiden Soekarno mempopulerkan
kata Irian sebagai kata yang pertama dari
singkatan Ikut Republik Indonesia Anti
Nederland.(Koentjaraningrat, 1993).
C. Pemetaan Suku-Suku Bangsa Di Papua
 Dalam uraian ini akan membahas kategori-
kategori kebudayaan papua yang pernah
dibuat oleh ahli-ahli Antropologi dan
Linguistik. Manurut SIL ( Sumer Institute of
Language) bahwa kebudayaan Papua, jika
dikategori berdasarkan bahasa maka di
Papua terdapat 251 bahasa (Peter J.Zilzer
& H.H Clouse, 1991).
 Menurut Koentjaraningrat (1994) kebudayaan di
Papua menunjukkan corak yang beraneka ragam
yang disebut sebagai kebhinekaan masyarakat
tradisional Papua.
 Menurut Tim peneliti Uncen (1991) telah
diidentifikasi adanya 44 suku bangsa yang masing-
masing merupakan satuan masyarakat,
kebudayaan dan bahasa yang berdiri sendiri.
Sebagian besar dari 44 suku bangsa itu terpecah
lagi menjadi 177 suku.
 Menurut Held (1951,1953) dan Van Bal (1954), ciri-
ciri yang mencolok dari Papua adalah
keanekaragaman kebudayaannya, namun dibalik
keanekaragamn tersebut terdapat kesamaan ciri-
ciri kebudayaan mereka.
 Ciri dan Identitas Orang Papua
Orang Papua tidak pernah diteliti oleh
para ahli mengenai cri-ciri ras. Hanya
beberapa orang dokter dan ahli
antropologi ragawi saja yang telah
melakukan pengukuran tinggi badan dan indeks
ukuran tengkorak pada beberapa individu
dibeberapa tempat yang terpencar. Bahan-bahan itu
belum cukup untuk mendapatkan gambaran yang
menyeluruh tentang ciri-ciri fisik masyarakat di
Papua. Menurut H.J.T. Bijlmer (1923: 335-488;
1926:2390-2396, dalam Koentjaraningrat, 1993).
 Ada kecenderungan bahwa orang Papua
makin jauh dari pantai makin pendek
tubuhnya, demikian pula bentuk tengkorak
penduduk pantai umumnya lonjong dan
makin kearah pedalaman bentuknya menjadi
sedang. Indeks ukuran bagian-bagian muka
pada beberapa penduduk pantai ada yang
lebar, namun tidak jarang pula ada orang
pantai yang panjang bentuk mukanya, dan
didaerah pedalaman keadaannyapun sama
(Bijlmer, 1956, lihat Koentjaraningrat, 1993).
 Kebinekaan ciri-ciri ras pada berbagai
penduduk asli Papua lebih jelas terlihat
melalui ciri-ciri ras fenotip mereka, yaitu
warna dan bentuk rambut, walaupun dalam
hal ini tidak ada keseragaman. Warna
rambut orang papua hampir semuanya
hitam tetapi tidak semuanya keriting.
Penduduk yang tinggal di sepanjang sungai
Mamberamo, rambutnya banyak yang
berombak dan bahkan ada pula yang lurus
(Moszkowski, 1911: 317-318), sedang ada
pula yang lurus dan kejur (Neuhauss,
1911:280,dalam Koentjaraningrat, 1993).
 Persebaran Orang Papua

Uraian yang menggambarkan


bagaimana sebaran dan
komposisi penduduk Papua
secara umum, dimana termasuk
didalamnya penduduk dari luar
yang berada di Papua
berdasarkan sebaran suku bangsa
melalui sensus belum dapat dilakukan secara
terperinci, sehingga jumlah yang pasti tentang
berapa banyaknya orang Papua (penduduk asli)
tidak dapat disajikan secara lengkap.
 Namun untuk dapat mengetahui sebaran
orang Papua berdasarkan suku bangsa, di
Papua khususnya orang asli dapatlah
disajikan berdasarkan Kabupaten dan
sebaran kelompok suku bangsanya. Untuk
itu data sementara yang masih perlu
dilengkapi lagi melalui suatu kajian lapangan
(penelitian) antropologi, sehingga dapat
dijabarkan secara lengkap sebaran suku
bangsa- suku bangsa berdasarkan daerah
kebudayaannya.
PERSEBARAN SUKU BANGSA DAN SUB SUKU BANGSA
BERDASARKAN KABUPATEN DI PAPUA
NO KABUPATEN/KEC. SUKU BANGSA SUB SUKU BANGSA

01 Jayapura Teluk Humboldt/Teluk Imbi Enjros, Tobati, Injerau, Metu, Debi


-Jayapura Selatan (Yos Sudarso) Meterau, Kayu Injau, Kayu Batu
-Jayapura Utara Teluk Imbi Nafri, Skou (Jambe, Sai, Mabo)
-Abepura Teluk Imbi Abrab, Manem, Merep, Awi(Beibwo)
-Arso Taiget/Kerom Ormu, Tabla/Tepra, Munggei
-Depapre Tanah Merah Bonggo,, Yarsum, Betaf, Bgu (Bgufinti,
-Bonggo Pantai Timur Kaptiau, Tarfia), pulau-pulau
-Nimboran Nimboran/Nambling (Wakde, Masi-masi, Jamna,
-Kemtuk Gresi Kemtuk Gresi Podena, Anus, Jarsum)
-Demta Demta Namblong, Kwanzu
-Kaureh Lereh Kemtuk, Gresi
-Tor Atas Tor Sifari (Tarfia, Sou, Ambora, Muris
-Sarmi Sarmi Kecil, Muris Besar, Yauhapsa);
-Senggi Senggi Yakari (Bukisi, Meukisi,
Kamtumilena, Soroyena, Demoi)
Kaure, Sause, Kasu, Takana
Foya, Mandes, Subar, Bonerif, Biyu,
Daranto, Segar, Bora-bora, Waf,
Berik, Kwersupen
Airoran, Samarokena, Kwerba, Sabori,
Sobei
Find, Warlef, Waina, Molof
-Waris Walsa Walsa, Mii (Fermanggam)
-Web Ubrub Dra, Dubu, Emum, Nemnenda, Jibela-
-Unurum Unurum Guay Yafanda
-Mamberamo Hilir Bauzi Unurum, Guay
-Mamberamo Tengah Bauzi Warembori, Pauwe, Warewek
-Mamberamo Hulu Dabra Bauzi, Nopuk
-Pantai Barat Pantai Barat Nisa, Karama
-Sentani Sentani Kwesten (Keder, Dabe, Mengke, Takar);
Mawes (Maweswares, Mawesdai)
Sentani (Timur, Barat, Tengah), Dosai,
Maribu

Foya Foya
Uta Uta
02 -Yapen Yapen Woriasi, Ambai, Seruilaut, Busamui, Ansus,
Selatan/Barat/Timur Waropen Pom, Woi, Munggui, Marau, Pupui
-Waropen Atas/Bawah Krudu Tamakuri, Kerema, Sarobi, Siromi, Baudi,
Kai, Taru, Demisa, Serui.
Krudu

03 -Biak-Numfor Biak Numfor Biak Numfor


04 Paniai Ekari (Mee) Windesi, Mor, Yaur, Mer, Yeretuar
-Nabire, Napan, Yaur Timorini Dou, Eguay, Mogopia, Iyatuma, Wodatuma,
-Aradide, Homeyo, Kamu, Makituma,Moi
Mapia, Paniai Kiri-kiri, Turu, Taori-Kei, Fayu
Barat/Timur, Tigi,
Uwapa, Sugapa,
Beoga
05 Manokwari Arfak Mantion, Hatam, Meyah, Sough
-Warmare, Anggi, Amberbaken/Mansibaber Amberbaken, Saukorem, Karon Pantai
Oransbari, Ransiki, Wandamen,Bintuni/Wamesa Tanah Merah, Babo, Arandai, Kemberano,
Merdey Meninggo, Kaburi, Roon,
-Manokwari, Kebar, Mioswar,Rumberpon, Wandamen,
Amberbaken Kuri
-Babo, Windesi, Bintuni,
Wasior

06 Sorong Meibrat/Ayamaru Ayamaru (ra maru), Aifat (ra brat),


-Aifat, Aitinyo, Ayamaru Karon/Yeden Aitinyo (ra te), Sawiat (ra sawiat),
-Sausapor Moi Mare (ra mare), Sufari (Tarfia,
-Beraur, Seget, Makbon, Raja Ampat (Biak) Sou, Amboras, Muris).
Morait, Salawati Raja Ampat Karon Pantai, Karondori, Marei, Madik,
-Waigeo Utara/Selatan Tehit/Teminabuan Meyah, Hatam, Arfak
-Misool Inanwatan Moi- Dial (Seget), Moi-Klasen, Moi-
-Teminabuan Kalabra, Moi, Morait, As
-Inanwatan Maya, Amber, Kawe, Batol, Fiawat, Mocu,
Suruan, Sautrop, Biser, Matbat,
Gebe, Sopen
Tehit, Gemna, Ogit, Syaifi, Sawiat
Bira, Metemani, Kokoda, Ogit/Yahadian

07 Fakfak Fakfak Onin, Iha, Karas, Baham, Buruwai


-Fakfak, Kokas Arguni Kamberau, Irarutu, Mairasi
-Teluk Arguni Kaimana Semini, Koiwai
-Kaimana Kaimana Panuku, Guenora.
Teluk Etna
08 Mimika Kamoro Kamoro
-Mimika Amungme Amungme
-Agimuga

09 Merauke Asmat Kayagar, Kaugat, Sawi, Airo,


-Agats, Atsy, Awyu/Yagai Sumaghaghe, Bapian, Pisa,
Sawaermas, Kimaam Tamnin
Pantai Kasuari, Marind-Anim Awyu, Yagai, Yah’ray (Kakero,
Citak Mitak, Mandobo/ Mandup/Wambon Wadaghang)
Asgon Muyu Riantama, Koneraw, Kimaghama,
-Edera, Nambiaomen Ndom, Moembun
Bapai Yab-anim, Bian-anim, Jee-Marind
-Kimaam Maklew-anim, Kanum-anim
-Merauke, Okaba, Wambon, Anyum, Kaitumdik,
Muting Genemtak, Lagailuk, Mandup
-Jair, Mandobo, Kouh (Okpari)
-Waroko, Kamindip, Kakaip, Jonggom, Are,
Mindiptanah Kataut, Kapom, Okpari

10 Jayawijaya Dani/Lani Dani Induk, Dani Wodo, Dani Kimim,


-Wamena, Aslogaima, Mek Dani Wosi, Dani Bele, Dani
Bokondini, Ngalum Aikhe, Dani Jurag
Karubaga, Kosarek, Bime, Epomek, Nalcan,
Kelila, Kurulu, Endoman, Tanime, Una (Langda,
Makki, Tiom, Bomela, Sontamon), Ketengban
Kurima Kupal, Morop, Kusumkim, Walapkubun,
-Kiwirok, Okbibab Oktawat, Oksibil, Dabolding
-Oksibil (Mabilabon), Yapimakot,
Bulangkop

(Sumber: Walker, Malcoln, dkk., 1987. Regional Development Planning for Irian Jaya. Anthropology Sector Report. Jayapura, Lavalin
International Inc. & PT. Hasfarm Dian Konsultan. Hal. 5-9), SIL, 1986; Dumatubun 1991.
Bahasa dan Sistem Pengetahuan
Kebinekaan sukubangsa tercermin dalam berbagai unsur
budaya seperti bahasa, struktur organisasi sosial, sistem
kepemimpinan, agama, dan sistem mata pencaharian
hidup berdasarakan ekologi daerah tersebut. Masyarakat
yang bersifat plural societies yang multi etnik, multi kultural,
multi kedaerahan, dan multi keagamaan itu membawa
implikasi beragam dan spesifiknya institusi menyebabkan
hubungan dan jaringan sosial kelompok-kelompok
masyarakat lebih banyak bersifat homophily dibanding
heterophily. Penduduknya diklasifikasi sesuai spesifikasi
geografis, ekologi, kewilayahan, sosial, budaya, dan
ekonomi.
1. Bahasa
Apakah bahasa itu ? Bahasa adalah suatu sistem bunyi, yang
kalau digabungkan menurut aturan tertentu menimbulkan arti, yang
dapat ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa
itu. Meskipun manusia pertama-tama bersandar pada bahasa
untuk saling berkomunikasi satu sama lain, tetapi bahasa bukanlah
satu-satunya sarana komunikasi. Sarana-sarana lain itu adalah
para bahasa (para language) yaitu suatu sistem bunyi yang
menyertai bahasa, dan kinesika (kinesics) yaitu sistem gerakan
tubuh yang digunakan untuk menyampaikan pesan (Haviland, 1988:
359). Kalau dilihat dari konsep tersebut di atas, maka orang Papua
juga mempunyai suatu sistem bunyi yang dapat menimbulkan arti
berdasarakan kebudayaan mereka masing-masing.
Orang Papua secara umum dibagi kedalam dua
kelompok besar menurut pembagian bahasa yang
digunakan. Kedua bahasa tersebut adalah bahasa
Austronesia dan bahasa Non Austronesia. Adapun
bahasa-bahasa yang masuk dalam kelompok
Austronesia disebut dengan nama bahasa-bahasa
Papua. Dua bahasa ini merupakan bahasa induk yang
kedalamnya tergolong bahasa-bahasa lokal yang kurang
lebih 250 buah bahasa (Silzer, 1986; Penelitian Program
Bahasa, Uncen, 2001) Bahasa sebagai wahana
berkomunikasi antara warga, maka tiap kelompok etnik
mengujar bahasa tertentu selalu membedakan diri
mereka dari kelompok pengujar bahasa lain. Ini berarti
dari segi kebahasaan terdapat kurang lebih 250
kelompok etnik yang masing-masing merasa dirinya
berbeda dari kelompok-kelompok lainnya.
2. SISTEM PENGETAHUAN
Nilai budaya yang bermanifestasi
dalam bentuk etika, norma, peraturan,
hukum dan aturan-aturan khusus yang
menjadi pedoman bagi manusia itu
berbeda dari satu masyarakat
kebudayaan dengan masyarakat kebudayaan
lainnya. Apa yang dianggap bernilai tinggi oleh
masyarakat kebudayaan A belum tentu dianggap
baik oleh masyarakat kebudayaan B. Apa yang
dianggap patut dipatuhi oleh masyarakat
kebudayaan C belum tentu dianggap penting untuk
dipatuhi oleh masyarakat kebudayaan D. Demikian
seterusnya.
 Kluckhohn dan Stodbeck (1961), secara universal bersumber
dari konsepsi yang berbeda terhadap lima hal atau prinsip
dasar. Kelima prinsip dasar itu adalah:

1. Konsepsi terhadap hakekat hidup (MH). Semua kebudayaan di


dunia ini, niscaya memiliki konsep tentang apa yang disebut
hidup. Apa arti hidup ini, apa tujuannya dan bagaimana
menjalankannya. Biasanya agama-agama memberikan
tuntunan terhadap seseorang sehingga terbentuk persepsinya
terhadap hakekat hidup itu. Terhadap hakekat hidup terdapat
bermacam-macam tanggapan, ada yang memandang dan
menanggapi hidup itu sebagai kesengsaraan yang harus
diterima sebagai ketentuan yang tak dapat dihindari: sebagai
hidup untuk menebus suatu dosa; sebagai kesempatan untuk
menggembirakan diri; menerima sebagaimana adanya; dan
berbagai tanggapan lainnya.
2. Konsepsi terhadap karya manusia (MK).
Tanggapan tentang arti karya terdapat banyak
variasi yang ditampilkan oleh berbagai
kebudayaan. Ada yang memandang karya atau
bekerja itu sebagai sesuatu yang memberikan
suatu kedudukan yang terhormat dalam
masyarakat atau mempunyai arti bagi kehidupan;
bekerja itu adalah pernyataan tentang kehidupan;
bekerja adalah intensifikasi dari kehidupan untuk
menghasilkan lebih banyak kerja lagi; dan
berbagai macam konsepsi lainnya yang
menunjukkan bagaimana manusia hidup dalam
kebudayaan tertentu memandang dan menghargai
karya itu.
3. Konsepsi terhadap alam (MA). Bagaimana manusia harus
menghadapi alam, juga terdapat persepsi yang berbeda-beda
menurut tiap-tiap kebudayaan. Ada yang memandang alam ini
sebagai sesuatu yang potensial dapat memberikan kehidupan
yang bahagia bagi manusia dengan mengolahnya; ada yang
memandang alam ini sebagai suatu yang harus dipelihara
keseimbangannya sehingga harus diikuti saja hukum-
hukumnya; ada yang memandang alam ini sebagai sesuatu
yang sakral dan maha dahsyat sehingga manusia itu pada
hakekatnya hanya bisa bersifat menyerah saja dan orang
harus menerima sebagaimana adanya tanpa berbuat banyak
untuk mengolah alam; dan berbagai tanggapan lainnya.
4. Tanggapan terhadap waktu (MW). Ada berbagai tanggapan
tentang soal waktu menurut masing-masing kebudayaan. Ada
tanggapan bahwa yang sebaik-baiknya adalah masa lalu yang
memberikan pedoman kebijaksanaan dalam hidupnya; ada
yang beranggapan bahwa orientasi ke masa depan itulah yang
terbaik untuk kehidupan ini. Dalam kebudayaan serupa itu
perencanaan hidup menjadi suatu hal yang amat penting.
Sebaliknya ada pula kebudayaan-kebudayaan yang hanya
mempunyai suatu pandangan waktu yang sempit, mereka
memandang waktu sekarang adalah waktu yang terpenting.
Warga dari kebudayaan serupa itu tidak akan memusingkan
diri dengan memikirkan zaman yang lampau maupun masa
akan datang. Mereka hidup menurut keadaan yang ada pada
masa sekarang ini.
5. Tanggapan terhadap sesama manusia (MM). Ada kebudayaan-
kebudayaan yang menanamkan pada warga masyarakatnya
pandangan-pandangan terhadap sesama manusia bahwa hubungan
vertikal antara manusia dengan sesamanya adalah amat penting.
Dalam pola kelakuannya, manusia yang hidup dalam kebudayaan
serupa itu akan berpedoman kepada tokoh-tokoh pemimpin dan
orang-orang senior, sehingga orang atasan selalu dijadikan panutan
bagi warganya. Ada yang menanamkan pandangan bahwa hubungan
horizontal antara manusia dengan sesamanya sebagai yang terbaik.
Orang dalam suatu kebudayaan serupa itu akan merasa amat
tergantung kepada sesamanya, dan usaha untuk memelihara
hubungan baik dengan tetangganya dan sesama kaum kerabat
dianggap amat penting dalam hidup. Sebaliknya ada kebudayaan
yang berorientasi bahwa menggantungkan diri pada orang lain adalah
bukan hal yang baik. Dalam kebudayaan serupa itu individualisme
amat dipentingkan dan sangat menghargai orang yang mencapai
banyak tujuan dalam hidupnya dengan hanya sedikit bantuan dari
orang lain.
 Koentjaraningrat mencatat bahwa nilai
budaya yang dianggap penting karena
merupakan asset budaya yang dapat dipakai
untuk menunjang pembangunan adalah: (1)
nilai budaya yang berorientasi ke masa
depan; (2) nilai budaya yang berhasrat untuk
mengeksplorasi lingkungan alam; (3) nilai
budaya yang menilai tinggi hasil dari karya
manusia; (4) nilai budaya tentang pandangan
terhadap sesama manusia (Koentjaraningrat,
1974:38-42).
Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem
Kepemimpinan Tradisional Papua

1. Sistem Mata Pencaharian Hidup


Pulau Papua yang luasnya kurang lebih 3,5
kali pulau Jawa secara ekologis itu terdiri
atas empat zona yang masing-masing menunjukkan
diversifikasi terhadap system mata pencaharian
mereka berdasarkan kebudayaan dan sebaran suku
bangsa-suku bangsanya. Menurut Malcoln dan Mansoben(1987; 1990),
kelompok etnik yang beraneka ragam di Papua tersebar pada empat zona
ekologi yaitu: (1) Zona Ekologi Rawa atau Swampy Areas, Daerah Pantai dan
Muara Sungai atau Coastal & Riverine, (2) Zona Ekologi Daerah Pantai atau
Coastal Lowland Areas, (3) Zona Ekologi Kaki-Kaki Gunung serta Lembah-
Lembah Kecil atau Foothills and Small Valleys, dan (4) Zona Ekologi
Pegunungan Tinggi atau Highlands. Orang-orang Papua yang hidup pada
mitakat atau zona ekologi yang berbeda-beda ini mewujudkan pola-pola
kehidupan yang bervariasi sampai kepada berbeda satu sama lainnya.
 Penduduk yang hidup di wilayah zona ekologi rawa,
daerah pantai dan muara sungai sebagaimana
terdapat di:

1. Jayapura ( teluk Humboldt: Skou, Yotefa, Imbi;


Tanah Merah: Ormu, Tabla, Demta; Pantai Utara:
Bonggo, Podena, Yarsum, Betaf; Tor: Mander,
Berik, Kwersupen; Sarmi:Kwerba, Isirawa, Sobei,
Samarokena, Masep; Mamberamo:Warembori,
Pauwe, Warewek, Bauzi, Nopuk; Sentani: Sentani,
Dosai, Maribu), Kelompok suku bangsa-suku
bangsa ini semuanya mempunyai mata
pencaharian utama sebagai peramu sagu dan
sebagai pendamping kebun kecil, menangkap ikan
(sungai dan laut).
2. Yapen Waropen (Mamberamo Barat: Karema,
Nita; Waropen: Sauri, Waropen, Kofei, Tefaro,
Siromi, Baropasi, Bonefa; kelompok suku bangsa
ini semua mempunyai mata pencaharian sebagai
peramu sagu, kebun kecil, menangkap ikan di
sungai dan laut. Krudu: Krudu; Yapen: Woriasi,
Ambai, Serui Laut, Yawe, Busami, Ansus, Pom,
Woi, Munggui, Marau, Pupui; kelompok suku
bangsa-suku bangsa ini mempunyai mata
pencaharian utama sebagai peramu sagu,
ditambah dengan kebun kecil, menangkap ikan di
sungai dan laut sebagai pendamping.
3. Biak Numfor; dengan mata pencaharian
sebagai peramu sagu, ladang berpindah
dan menangkap ikan di laut dan sungai
sebagai pendamping.
4. Paniai; Nabire: Windesi, Mor, Yaur, Mer,
Yeretuar, kelompok ini bermata
pencaharian utama ladang berpindah
dengan pendamping meramu sagu,
menangkap ikan di sungai dan laut.
5. Manokwari; Wandamen: Roon, Mioswar,
Rumberpon, Wandamen; Arfak: Mantion,
Hatam, Borai; Amberbaken, kelompok ini
bermata pencaharian utama ladang
berpindah-pindah, dan pendamping
menangkap ikan di sungai dan laut.
Sedangkan Bintuni: Tanah Merah, Babo,
Arandai, Kemberano, Meninggo, Kaburi,
kelompok ini bermata pencaharian utama
meramu sagu, ladang berpindah,
menangkap ikan di laut dan sungai sebagai
pendamping.
6. Sorong: Karon bermata pencaharian utama ladang berpindah,
menangkap ikan di sungai dan laut sebagai pendamping; Moi:
bermata pencaharian utama ladang berpindah-pindah,
meramu sagu dan menangkap ikan di sungai sebagai
pendamping. Raja Ampat: Kawe, bermata pencaharian utama
meramu sagu dan menangkap ikan di laut dan sungai serta
kebun kecil sebagai pendamping. Sedangkan orang Maya,
Beser/Biak, Matbat bermata pencaharian utama meramu sagu,
ladang berpindah-pindah serta menangkap ikan di laut dan
sungai sebagai pendamping. Seget; Teminabuan: Kalabra,
Tehit, Kon, Yahadian, Kais; Inanwatan: Suabau, Puragi,
Kokoda, kelompok ini bermata pencaharian utama meramu
sagu, kebun kecil serta menangkap ikan di sungai dan laut
sebagai pendamping.
7. Fakfak: Onin, Iha, Karas, Baham, Buruwai;
Kaimana: Mairasi, Semini, Koiwai bermata
pencaharian utama ladang berpindah-pindah,
meramu sagu, menangkap ikan di sungai dan laut
sebagai pendamping; Arguni: Kamberau, Irarutu,
Mairasi bermata pencaharian utama meramu
sagu, berkebun kecil serta menangkap ikan di laut
dan sungai sebagai pendamping. Mimika: Kamoro
bermata pencaharian utama, meramu sagu,
berkebun kecil, menangkap ikan di laut dan sungai
sebagai pendamping.
8. Merauke; Asmat, Awyu, Yagai Citak
bermata pencaharian utama meramu sagu
dan berkebun kecil serta menangkap ikan
di laut dan sungai sebagai pendamping.
Kimaam: Riantana, Kimaghama, Koneraw;
Marind-anim: Yab-anim, Maklew-anim,
Kanum-anim, Bian-anim bermata
pencaharian utama meramu sagu dan
kebun kecil, serta menangkap ikan di
sungai dan laut sebagai pendamping.
Adapun wilayah yang masuk dalam zona kaki
gunung dan lembah-lembah kecil di (1)
Jayapura, Nimboran: Genyem, Nimboran,
Kemtuk Gresi; Arso; Waris,; Foya dan Uta
bermata pencaharian utama ladang
berpindah-pindah serta menangkap ikan di
sungai dan berburu sebagai pendamping. (2)
Paniai dengan suku bangsa Timorini: Dou, Kiri-
kiri, Turu, Taori-Kei Fayu bermata pencaharian
utama ladang berpindah-pindah serta
menangkap ikan di sungai dan berburu sebagai
pendamping.
(3) Manokwari dengan suku bangsanya Arfak:
Hatam, Meyah, Mantion/Sough; Amberbaken
bermata pencaharian utama ladang berpindah-
pindah serta menangkap ikan di sungai dan
berburu serta beternak babi sebagai
pendamping. (4) Sorong dengan suku bangsa
Karon, Madik, Maibrat, Moraid bermata
pencaharian utama ladang berpindah-pindah
serta ternak babi, menangkap ikan di sungai
dan berburu sebagai pendamping.
(5) Fakfak dengan suku bangsa Fakfak: Baham,
Irarutu, Amungme, bermata pencaharian utama
berladang berpindah, beternak babi dan menangkap
ikan di sungai serta berburu sebagai pendamping. (6)
Merauke dengan suku bangsa Muyu, Mandobo
bermata pencaharian utama berladang berpindah,
beternak babi dan berburu serta menangkap ikan di
sungai sebagai pendamping. Adapun wilayah yang
penduduknya berada pada zona daerah pantai
umumnya bermata pencaharian utama meramu sagu
dan menangkap ikan di laut serta berkebun kecil dan
berburu sebagai pendamping. Disamping itu pula ada
upaya lain berupa berdagang.
2. Sistem Politik Tradisional
Dalam setiap komunitas selalu dijumpai
dengan berbagai proses “politik”, di mana ada
orang yang memimpin, menyusun organisasi,
memperoleh dan menggunakan kekuasaan. Dalam
masyarakat sebagai suatu sistem kita melihat adanya
berbagai permasalahan tertentu yang harus
dipecahkan melalui organisasi politik formal tertentu, misalnya
memelihara ketertiban intern, mengalokasikan kekuasaan dalam
membuat keputusan tentang kegiatan kelompok. Jadi dapatlah
dikatakan bahwa organisasi politik suatu masyarakat adalah
peraturan-peraturan dan tugas-tugas apa saja yang digunakan
untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, tanpa
memperhatikan apakah ada organisasi pemerintahan yang
formal atau tidak (Keesing, 1992:38-39).
Orang Papua mengenal sistem yang
mengatur hubungan atau relasi antar
warga dalam berbagai aktivitas
hidupnya sehari-hari berdasarkan
kebudayaan mereka masing-masing.
Orang Papua mengenal sistem politik
atau sistem kepemimpinan politik
tradisional,
Menurut Sahlins(1963) dan Mansoben(1995)
terdapat empat sistem atau tipe politik di Papua
yaitu:

1.Sistem Big man atau pria wibawa: diperoleh


melalui pencapaian. Sumber kekuasaan terletak
pada kemampuan individual, kekayaan material,
kepandaian berdiplomasi/pidato, keberanian
memimpin perang, fisik tubuh yang besar, sifat
bermurah hati (Sahlins, 1963; Koentjaraningrat,
1970; Mansoben, 1995). Pelaksanaan
kekuasaan biasanya dijalankan oleh satu orang.
Adapun etnik yang menganut sistem ini adalah
orang Dani, Asmat, Mee, Meibrat, Muyu.
(Mansoben, 1995).
2. Sistem Politik Kerajaan: sistem ini adalah pewarisan
berdasarkan senioritas kelahiran dan klen. Weber (1972:126)
mengatakan sebagai birokrasi patrimonial atau birokrasi
tradisional . Birokrasi tradisional terdapat pada cara merekrut
orang untuk duduk dalam birokrasi. Biasanya mereka yang
direkrut mempunyai hubungan tertentu dengan penguasa,
misalnya hubungan keluarga atau hubungan pertemanan. Di
sini terdapat pembagian kewenangan tugas yang jelas, pusat
orientasi adalah perdagangan. Tipe ini terdapat di Raja Ampat,
Semenanjung Onin, Teluk MacCluer (teluk Beraur) dan
Kaimana. (Mansoben, 1995: 48).
3. Sistem Politik Ondoafi: sistem ini
merupakan pewarisan kedudukan dan
birokrasi tradisional. Wilayah/teritorial
kekuasaan seseorang pemimpin hanya
terbatas pada satu kampung dan kesatuan
sosialnya terdiri dari golongan atau sub
golongan etnik saja dan pusat orientasi
adalah religi. Terdapat di bagian timur
Papua; Nimboran, Teluk Humboldt, Tabla,
Yaona, Skou, Arso, Waris (Mansoben,
1995: 201-220).
4. Sistem Kepemimpinan Campuran. Menurut
Mansoben (1985) terdapat juga sistem lain yang
menampakkan ciri pencapaian dan pewarisan
yang disebut sistem campuran. Sedangkan
menurut Sahlins, sistem kepemimpinan yang
berciri pewarisan (chief) dibedakan atas dua tipe
yaitu sistem kerajaan dan sistem ondoafi.
Perbedaan pokok kedua sistem politik tersebut
terletak pada unsur luas jangkauan kekuasaan
dan orientasi politiknya. Sistem Kepemimpinan
Campuran, kedudukan pemimpin diperoleh
melalui pewarisan dan pencapaian atau
berdasarkan kemampuan individualnya (prestasi
dan keturunan). Tipe ini terdapat pada penduduk
teluk Cenderawasih, Biak, Wandamen, Waropen,
Yawa, dan Maya (Mansoben, 1995:263-307).
Organisasi Sosial dan Sistem Kekerabatan
di Papua

Bila berbicara tentang “struktur sosial” atau “organisasi sosial” suatu


masyarakat ini berarti bahwa kita menganggap suatu sistem sosial
terdiri dari berbagai kelompok, memandang hubungan sosial
berdasarkan posisi dan peranan yang saling berkaitan.
 Untuk memudahkan pemahaman struktur sosial,
kita harus mulai dengan hubungan sosial, yaitu
cara mereka berinteraksi, hal-hal yang mereka
katakan dan lakukan dalam hubungan mereka satu
sama lain. Tetapi terdapat juga gagasan mereka
tentang hubungan mereka, konsepsi masing-
masing tentang pihak yang lain, pemahaman dan
strategi serta pengharapan yang menuntun
perilaku mereka. Baik pola perilaku maupun sistem
konseptual mempunyai struktur, dalam arti tidak
kacau balau atau sembarangan, tetapi kedua hal
tersebut merupakan struktur yang berbeda jenis
(Keesing, 1989:208-209).
 Pouwer (1966) berdasarkan studi antropologinya,
menunjukkan bahwa dalam pengelompokan orang Papua
paling sedikit dapat dibagi kedalam empat golongan
berdasarkan sistem kekerabatan:

1. Kelompok kekerabatan menurut tipe Iroquois. Sistem


ini mengklasifikasikan anggota kerabat saudara
sepupu paralel dengan istilah yang sama dengan
saudara kandung. Juga untuk menyebut istilah yang
sama untuk ayah maupun sesama saudara laki ayah
dan saudara laki ibu. Adapun kelompok etnik papua
yang tergolong dalam tipe ini adalah: orang Biak, Iha,
Waropen, Senggi, Marind-anim, Teluk Humboldt, dan
orang Mee.
2. Kelompok kekerabatan menurut tipe
Hawaian. Sistem pengelompokkan yang
menggunakan istilah yang sama untuk
menyebut saudara-saudara sekandung
dan semua saudara-saudara sepupu silang
dan paralel. Adapun kelompok etnik yang
tergolong tipe ini adalah: orang Hatam-
Manikion, Mairsai, Mimika, Asmat, dan
Pantai Timur Sarmi.
3. Kelompok kekerabatan menurut tipe Omaha.
Sistem ini mengklasifikasikan saudara-saudara
sepupu silang matrilateral dan patrilateral dengan
istilah yang berbeda dan untuk saudara sepupu
silang dipengaruhi oleh tingkat generasi dan
bersifat tidak simetris. Sebutan untuk anak laki-
laki saudara laki ibu (MBS) adalah sama dengan
saudara laki-laki ibu (MB). Istilah untuk anak laki-
laki saudara perempuan ayah (FZS) adalah sama
untuk anak laki-laki saudara perempuan (ZS).
Adapun etnik yang tergolong dalam kelompok ini
adalah orang Awyu, Dani, Meibrat, Mek
dipegunungan Bintang, dan Muyu.
4. Kelompok kekerabatan menurut tipe
Iroquois-Hawaian. Tipe ini adalah tipe
campuran. Kelompok yang tergolong dalam
tipe ini adalah orang Bintuni, Tor, dan
Pantai Barat Sarmi.
 Kecuali penggolongan berdasarkan istilah
kekerabatan, orang Papua juga dibedakan
berdasarkan prisip pewarisan. Ada dua prinsip
pewarisan keturunan yaitu: (a) melalui garis
keturunan ayah atau patrilineal, dan terdapat pada
orang Meibrat, Mee, Dani, Biak, Waropen,
Wandamen, Sentani, Marind-anim dan Nimboran).
(b) melalui prinsip bilateral yaitu melalui garis
keturunan ayah dan ibu, terdapat pada orang
dipedalaman Sarmi. (c) masyarakat berdasarkan
struktur ambilateral atau ambilineal, dimana
kadang-kadang diatur menurut garis keturunan
pihak ibu atau ayah. Terdapat pada orang Yagai,
Manikion, Mimika (De Brijn, 1959:11 of van der
Leeden, 1954, Pouwer, 1966).
Orang Papua juga mengenal pembagian
masyarakat kedalam phratry atau moiety yang
terbagi atas dua paroh masyarakat. Terdapat
pada orang Asmat (aipmu-aipem), Dani (Waita-
Waya), Waropen (buriworai-buriferai) dalam
(Mansoben, 1974, 1995; Held, 1947; Kamma,
1972; Schoorl, 1957; Heider, 1979-1980).
2. Sistem Kekerabatan
 Diagram Kekerabatan
Tanda-tanda Yang Digunakan Untuk Diagram Kekerabatan :

Untuk Laki-laki

Untuk Perempuan

Untuk individu yang jenis kelaminnya tidak ditentukan

/ untuk perkawinan
Untuk perceraian

Untuk meninggal

Untuk keturunan
Untuk saudara kembar

Untuk garis bersilangan

Untuk garis bersilangan

Untuk kawin diluar nikah


 Contoh Menggunakan Tanda-tanda Dalam Diagram
Kekerabatan :

Contoh 1
Dalam diagram 1, laki-laki A mengawini perempuan
B yang tidak ada hubungan kekerabatan
denganya, sebagai istri ke2 ia mengawini
perempuan C, yaitu janda saudara laki-laki ibunya,
sebagai istri ke3 ia kawin dengan perempuan D,
yaitu anak saudara laki-laki isteri pertamanya.
Keturunan dari ketiga perkawinan ini yaitu saudara
kandung tiri diletakkan pada level yang sama.
Hubungan saudara kandung dapat ditelusuri
dengan mengikuti garis-garis keturunan vertikal ke
pasangan perkawinan dari orang tua mereka.
Akronim Kekerabatan

Dalam bahasa Inggris : Dalam bahasa Indonesia :


E = Ego E Ego
F = Father Ay Ayah
M = Mother Ib Ibu
Z = Zister Sdr.Pr. Saudara Perempuan
B = Brother Sdr.Lk. Saudara Laki-laki
S = Son An.Lk Anak Laki-laki
D = Daughter An.Pr. Anak Perempuan
H = Husband Su. Suami
W = Wife Is. Isteri
P = Parent Or.Tu. Orang Tua
SI = Sibling Sdr.Kn. Saudara Kandung
C = Child An. Anak
Sp = Spouse Ps.Su.Is Pasangan
Suami Isteri
La = In Laws Sn.Sdr.Is atau Su Sanak Saudara
Isteri atau Suami
sF = step Father Ay.Tr Ayah Tiri
sM = step Mother Ib.Tr Ibu Tiri
eB = elder Brother Kk.Lk. Kakak Laki-laki
eZ = elder Sister Kk.Pr. Kakak
Perampuan
yB = younger Brother Ad.Lk Adik Laki-laki
yZ = younger Sister Ad.Pr. Adik
Perempuan
CC = Cross Cousin Sdr.Spp.Sil Saudara
Sepupu Silang
PC = Parallel Cousin Sdr.Spp.Sej Saudara
Sepupu Sejajar
Ne = Nephew Ke.Lk Kemenakan
Laki-laki
Ni = Niece Ke.Pr Kemenakan
Perempuan
GP = Grand Parent Kek.Nek Kakek Nenek
GF = Grand Father Kek Kakek
GM = Grand Mother Nek Nenek
GS = Grand Son Cu.Lk. Cucu
Laki-laki
GD = Grand Daughter Cu.Pr. Cucu Perempuan
PPC = Patrilateral Sdr.Spp.Sej.Ay Saudara Sepupu
Parallel Cousin Sejajar dari pihak
Ayah
PCC = Patrilateral Cross Sdr.Spp.Sej.Ib. Saudara Sepupu
Cousin Sejajar dari Pihak
Ibu
MPC = Matrilateral Sdr.Spp.Sil.Ay Saudara Sepupu
Parallel Cousin Silang dari Pihak
Ayah
MCC = Matrilateral Sdr.Spp.Sil.Ib Saudara Sepupu
Cross Cousin Silang dari Pihak
bu
U = Unknown; individu T .D. Individu Tidak
Diketahui
Namanya
yang tidak
diketahui
 Contoh Penggunaan Akronim Kekerabatan Dalam Diagram.

 Keluarga inti. Keluarga inti adalah kelompok kekerabatan yang


terkecil yang terdiri dari orang tua (suami istri) dan anak-anak
mereka yang belum kawin. Keluarga inti ada dua macam, yaitu
keluarga inti prokreasi dan orientasi. Dalam keluarga
prokreasi, ego sebagai orang tua yang menghasilkan anak,
sedangkan dalam keluarga orientasi, Ego sebagai anak yang
beroreintasi kepada orang tua.
 Keluarga Luas. Keluarga luas adalah kelompok kekerabatan
yang terdiri dari lebih dari satu keluarga inti, yang merupakan
suatu kesatuan sosial yang amat erat biasanya hidup disuatu
tempat.
 Ada tiga macam keluarga luas, yaitu : Keluarga luas
utrolokal terdiri dari keluarga inti senior dan keluarga inti dari
anak laki-laki dan anak perempuan, Keluarga luas virilokal,
terdiri dari keluarga senior dan keluarga inti dari anak-anak,
Keluarga uxorilokal , terdiri dari keluarga inti senior dan
keluarga inti dari anak perempuan.
Pedoman untuk pembuatan diagram kekerabatan.
Diagram kekerabatan dibuat dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :

1. Generasi.
 Individu-individu yang segenerasi harus dicantumkan sejajar.
 Generasi ego adalah generasi nol, ditulis denganakronim G 0.
 Generasi F dan M adalah generasi plus 1, ditulis dengan
akronim G+1.
 Generasi FF dan MM adalah generasi plus 2, ditulis dengan
akronim G+2 dan seterusnya.
 Generasi S dan D adalah generasi minus 1, ditulis dengan
akronim G-1.
 Generasi SS dan DD adalah generasi minus 2, ditulis dengan
akronim G-2 dan seterusnya.
2. Penomoran.
 Setiap individu dalam diagram harus di nomori.
Penomoran dimaksudkan untuk membedakan
individu yang satu dengan individu yang lainnya.
Penomoran dimulai dari generasi tertua dan diakhiri
pada generasi termuda. Dengan demikian
penomoran dimulai pada genrasi tertua pada
individu yang terletak paling kiri dan diakhiri pada
generasi termuda yang terletak paling kanan.
3. Kerabat ayah dan kerabat ibu.
 Semua kerabat ayah diletakkan disebelah kiri ayah.
Semua kerabat ibu diletakkan disebelah kanan ibu.
Dalam diagram ayah diletakkan disebelah kiri Ego
dan ibu diletakkan disebelah kanan ego.
4. Umur
Individu-individu yang bersaudara di deretkan dari individu tertua ke
individu termuda. Individu yang lebih tua diletakkan disebelah kiri
dari individu yang lebih muda.
5. Ego
Huruf kapital E dicantumkan untuk menandai individu Ego
Individu-individu dalam diagram FZ-27 :
G+2 G+1 G0 G-1 G-2
1. FF 3. FZ 7. FZS 12. FZSS 20. FZSSS
2. FM 4. FZH 8. FZSW 13. FZSSW 21. FZSSD
5. F 9. FZD 14. FZSD 22. FZSDS
6. M 10 .FZDH 15. FZSDH 23. FZSDD
11. E 16. FZDS 24. FZDSS
17. FZDSW 25. FZDSD
18. FZDD 26. FZDDS
19. FZDDH 27. FZDDD
Sistem Religi Dan kesenian
1. Sistem Religi
Kita harus memperhatikan sistem kepercayaan
dari sudut pandang, mengapa manusia
mendiami alam semesta dengan keberadaan
dan kekuatan yang terlihat, mendongeng
tentang kejadian-kejadian dahulu kala dan
kejadian-kejadian menakjubkan, menciptakan
ritus yang rinci dan harus benar, agar
kehidupan manusia itu berhasil baik.
 Taylor, satu abad yang lalu telah mendefenisikan
agama sebagai satu kepercayaan dalam bentuk
spiritual. Sejumlah ahli antropologi sosial moderen
sudah kembali ke suatu perluasan defenisi agama
dalam pengembangan kehidupan sosial
masyarakat terhadap manusia biasa atau
kekuatannya. Ahli lainnya mengakui Durkheim,
telah berusaha menemukan beberapa nilai khusus
tentang kesucian yang membatasi agama dan
kepercayaan duniawi.
 Agama sangat bervariasi dalam peranannya di alam semesta ini
dan cara-cara manusia berhubungan dengan agama tersebut.
Dalam hal ini bisa terjadi kelompok-kelompok dewa-dewi, satu
dewa atau sama sekali tidak ada, roh atau bahkan mahluk dan
kekuatan yang berlebihan. Kelompok ini secara konstan dapat
menghalangi kegiatan manusia atau tanpa terlihat dan jauh.
Kelompok ini bersifat hukum atau bersifat positif. Berhubungan
dengan ini maka manusia dapat merasa kagum/hormat atau
dapat merasa takut; tetapi juga mereka dapat membangkitkan
kekuatan gaib atau berusaha memperdayakannya. Agama
kepercayaan juga dapat mengatur moral manusia melakukan
atau melanggar moral, jadi agama memberikan keterangan;
memberikan pengesahan; menambah kemampuan manusia
untuk mengahadapi kelemahan kehidupannya-kematian,
penyakit kelaparan, banjir, dan kegagalan. (Keesing,1992:92-
94)
 Bagaimana sistem kepercayaan dan agama pada suku bangsa
Papua? Sebelum agama-agama besar Kristen, Islam masuk di
Papua, tiap suku bangsa mempunyai sistem kepercayaan
tradisi. Masing-masing suku bangsa mempunyai kepercayaan
tradisi yang percaya akan adanya satu dewa atau tuhan yang
berkuasa diatas dewa-dewa. Misalnya pada orang Biak Numfor,
dewa tertingginya “Manseren Nanggi”; orang Moi menyebut “Fun
Nah”; orang Seget menyebut “Naninggi”; orang Wandamen
menyebut “Syen Allah”. Orang Marind-anim menyebut “Dema”;
orang Asmat menyebut “Mbiwiripitsy” dan orang Mee
menyebutnya “Ugatame”. Semua dewa atau Tuhan diakui dan
dihormati karena dianggap dewa pencipta yang mempunyai
kekuasaan mutlak atas nasib kehidupan manusia, mahluk yang
tidak nampak, juga dalam unsur alam tertentu (angin, hujan,
petir, pohon besar, sungai, pusaran air, dasar laut, tanjung
tertentu).
2. Kesenian
Kesenian merupakan salah satu dari tujuh unsur
kebudayaan. Setiap suku bangsa yang mendiami
muka bumi ini memiliki unsur tersebut, namun unsur
kesenian bagi setiap suku bangsa tidak ( satu suku
berbeda dengan lainnya). Haviland mengemukakan
Seni adalah penggunaan kreatif imajinasi manusia
manusia untuk menerangkan, memahami, dan
menikmati kehidupan. Dalam beberapa kebudayaan
suku bangsa Seni di gunakan untuk keperluan yang
dianggap penting dan praktis.
 Kesenian itu sendiri terdiri dari beberapa
sub, yaitu antara lain : seni rupa (seni
lukis, seni pahat, seni bangunan
(artistektur), seni suara/seni musik, seni
tari, seni sastra dan darmatik. Semuanya
ini selalu menonjolkan sifat dan ciri khas
kebudayaan suatu etnik /suku bangsa atau
suatu negara.
 Kesenian di Papua dapat itu dibedakan berdasarkan fungsi dan
coraknya. Yang dimaksud adala dipendensi (ketergantungan)
dari fakta bahwa perwatakan atau karakter menampakkan
sebuah lingkungan (Guepin, 1973)
 Fungsi kesenian bagi kelompok etnik ini adala sebagai media
komunikasi dan media ekspresi kehidupan yang dihayati dengan
kolektif (sosialisasi) seperti nampak diwujudkan dalam upacara-
upacara magis, pemujaan, penciptaan, bahkan nampak pada
kehidupan keseharian seperti makan, minum, tidur, bernapas,
bersin, terantuk dan sebagainya. Dalam melahirkan produk
estetis melalui media dan dimensi sperti menggubah lagu,
merancang tari, melukis, mengukir, membuat serta memainkan
alat musik, dan tindak artistik lainya, sekali lagi bukanlah
intherentitas (seniman) dalam kerja serta produk material yang
dihasilkan melainkan kompleksitas kesepakatan (konvensi)
itulah.

Anda mungkin juga menyukai