Foya Foya
Uta Uta
02 -Yapen Yapen Woriasi, Ambai, Seruilaut, Busamui, Ansus,
Selatan/Barat/Timur Waropen Pom, Woi, Munggui, Marau, Pupui
-Waropen Atas/Bawah Krudu Tamakuri, Kerema, Sarobi, Siromi, Baudi,
Kai, Taru, Demisa, Serui.
Krudu
(Sumber: Walker, Malcoln, dkk., 1987. Regional Development Planning for Irian Jaya. Anthropology Sector Report. Jayapura, Lavalin
International Inc. & PT. Hasfarm Dian Konsultan. Hal. 5-9), SIL, 1986; Dumatubun 1991.
Bahasa dan Sistem Pengetahuan
Kebinekaan sukubangsa tercermin dalam berbagai unsur
budaya seperti bahasa, struktur organisasi sosial, sistem
kepemimpinan, agama, dan sistem mata pencaharian
hidup berdasarakan ekologi daerah tersebut. Masyarakat
yang bersifat plural societies yang multi etnik, multi kultural,
multi kedaerahan, dan multi keagamaan itu membawa
implikasi beragam dan spesifiknya institusi menyebabkan
hubungan dan jaringan sosial kelompok-kelompok
masyarakat lebih banyak bersifat homophily dibanding
heterophily. Penduduknya diklasifikasi sesuai spesifikasi
geografis, ekologi, kewilayahan, sosial, budaya, dan
ekonomi.
1. Bahasa
Apakah bahasa itu ? Bahasa adalah suatu sistem bunyi, yang
kalau digabungkan menurut aturan tertentu menimbulkan arti, yang
dapat ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa
itu. Meskipun manusia pertama-tama bersandar pada bahasa
untuk saling berkomunikasi satu sama lain, tetapi bahasa bukanlah
satu-satunya sarana komunikasi. Sarana-sarana lain itu adalah
para bahasa (para language) yaitu suatu sistem bunyi yang
menyertai bahasa, dan kinesika (kinesics) yaitu sistem gerakan
tubuh yang digunakan untuk menyampaikan pesan (Haviland, 1988:
359). Kalau dilihat dari konsep tersebut di atas, maka orang Papua
juga mempunyai suatu sistem bunyi yang dapat menimbulkan arti
berdasarakan kebudayaan mereka masing-masing.
Orang Papua secara umum dibagi kedalam dua
kelompok besar menurut pembagian bahasa yang
digunakan. Kedua bahasa tersebut adalah bahasa
Austronesia dan bahasa Non Austronesia. Adapun
bahasa-bahasa yang masuk dalam kelompok
Austronesia disebut dengan nama bahasa-bahasa
Papua. Dua bahasa ini merupakan bahasa induk yang
kedalamnya tergolong bahasa-bahasa lokal yang kurang
lebih 250 buah bahasa (Silzer, 1986; Penelitian Program
Bahasa, Uncen, 2001) Bahasa sebagai wahana
berkomunikasi antara warga, maka tiap kelompok etnik
mengujar bahasa tertentu selalu membedakan diri
mereka dari kelompok pengujar bahasa lain. Ini berarti
dari segi kebahasaan terdapat kurang lebih 250
kelompok etnik yang masing-masing merasa dirinya
berbeda dari kelompok-kelompok lainnya.
2. SISTEM PENGETAHUAN
Nilai budaya yang bermanifestasi
dalam bentuk etika, norma, peraturan,
hukum dan aturan-aturan khusus yang
menjadi pedoman bagi manusia itu
berbeda dari satu masyarakat
kebudayaan dengan masyarakat kebudayaan
lainnya. Apa yang dianggap bernilai tinggi oleh
masyarakat kebudayaan A belum tentu dianggap
baik oleh masyarakat kebudayaan B. Apa yang
dianggap patut dipatuhi oleh masyarakat
kebudayaan C belum tentu dianggap penting untuk
dipatuhi oleh masyarakat kebudayaan D. Demikian
seterusnya.
Kluckhohn dan Stodbeck (1961), secara universal bersumber
dari konsepsi yang berbeda terhadap lima hal atau prinsip
dasar. Kelima prinsip dasar itu adalah:
Untuk Laki-laki
Untuk Perempuan
/ untuk perkawinan
Untuk perceraian
Untuk meninggal
Untuk keturunan
Untuk saudara kembar
Contoh 1
Dalam diagram 1, laki-laki A mengawini perempuan
B yang tidak ada hubungan kekerabatan
denganya, sebagai istri ke2 ia mengawini
perempuan C, yaitu janda saudara laki-laki ibunya,
sebagai istri ke3 ia kawin dengan perempuan D,
yaitu anak saudara laki-laki isteri pertamanya.
Keturunan dari ketiga perkawinan ini yaitu saudara
kandung tiri diletakkan pada level yang sama.
Hubungan saudara kandung dapat ditelusuri
dengan mengikuti garis-garis keturunan vertikal ke
pasangan perkawinan dari orang tua mereka.
Akronim Kekerabatan
1. Generasi.
Individu-individu yang segenerasi harus dicantumkan sejajar.
Generasi ego adalah generasi nol, ditulis denganakronim G 0.
Generasi F dan M adalah generasi plus 1, ditulis dengan
akronim G+1.
Generasi FF dan MM adalah generasi plus 2, ditulis dengan
akronim G+2 dan seterusnya.
Generasi S dan D adalah generasi minus 1, ditulis dengan
akronim G-1.
Generasi SS dan DD adalah generasi minus 2, ditulis dengan
akronim G-2 dan seterusnya.
2. Penomoran.
Setiap individu dalam diagram harus di nomori.
Penomoran dimaksudkan untuk membedakan
individu yang satu dengan individu yang lainnya.
Penomoran dimulai dari generasi tertua dan diakhiri
pada generasi termuda. Dengan demikian
penomoran dimulai pada genrasi tertua pada
individu yang terletak paling kiri dan diakhiri pada
generasi termuda yang terletak paling kanan.
3. Kerabat ayah dan kerabat ibu.
Semua kerabat ayah diletakkan disebelah kiri ayah.
Semua kerabat ibu diletakkan disebelah kanan ibu.
Dalam diagram ayah diletakkan disebelah kiri Ego
dan ibu diletakkan disebelah kanan ego.
4. Umur
Individu-individu yang bersaudara di deretkan dari individu tertua ke
individu termuda. Individu yang lebih tua diletakkan disebelah kiri
dari individu yang lebih muda.
5. Ego
Huruf kapital E dicantumkan untuk menandai individu Ego
Individu-individu dalam diagram FZ-27 :
G+2 G+1 G0 G-1 G-2
1. FF 3. FZ 7. FZS 12. FZSS 20. FZSSS
2. FM 4. FZH 8. FZSW 13. FZSSW 21. FZSSD
5. F 9. FZD 14. FZSD 22. FZSDS
6. M 10 .FZDH 15. FZSDH 23. FZSDD
11. E 16. FZDS 24. FZDSS
17. FZDSW 25. FZDSD
18. FZDD 26. FZDDS
19. FZDDH 27. FZDDD
Sistem Religi Dan kesenian
1. Sistem Religi
Kita harus memperhatikan sistem kepercayaan
dari sudut pandang, mengapa manusia
mendiami alam semesta dengan keberadaan
dan kekuatan yang terlihat, mendongeng
tentang kejadian-kejadian dahulu kala dan
kejadian-kejadian menakjubkan, menciptakan
ritus yang rinci dan harus benar, agar
kehidupan manusia itu berhasil baik.
Taylor, satu abad yang lalu telah mendefenisikan
agama sebagai satu kepercayaan dalam bentuk
spiritual. Sejumlah ahli antropologi sosial moderen
sudah kembali ke suatu perluasan defenisi agama
dalam pengembangan kehidupan sosial
masyarakat terhadap manusia biasa atau
kekuatannya. Ahli lainnya mengakui Durkheim,
telah berusaha menemukan beberapa nilai khusus
tentang kesucian yang membatasi agama dan
kepercayaan duniawi.
Agama sangat bervariasi dalam peranannya di alam semesta ini
dan cara-cara manusia berhubungan dengan agama tersebut.
Dalam hal ini bisa terjadi kelompok-kelompok dewa-dewi, satu
dewa atau sama sekali tidak ada, roh atau bahkan mahluk dan
kekuatan yang berlebihan. Kelompok ini secara konstan dapat
menghalangi kegiatan manusia atau tanpa terlihat dan jauh.
Kelompok ini bersifat hukum atau bersifat positif. Berhubungan
dengan ini maka manusia dapat merasa kagum/hormat atau
dapat merasa takut; tetapi juga mereka dapat membangkitkan
kekuatan gaib atau berusaha memperdayakannya. Agama
kepercayaan juga dapat mengatur moral manusia melakukan
atau melanggar moral, jadi agama memberikan keterangan;
memberikan pengesahan; menambah kemampuan manusia
untuk mengahadapi kelemahan kehidupannya-kematian,
penyakit kelaparan, banjir, dan kegagalan. (Keesing,1992:92-
94)
Bagaimana sistem kepercayaan dan agama pada suku bangsa
Papua? Sebelum agama-agama besar Kristen, Islam masuk di
Papua, tiap suku bangsa mempunyai sistem kepercayaan
tradisi. Masing-masing suku bangsa mempunyai kepercayaan
tradisi yang percaya akan adanya satu dewa atau tuhan yang
berkuasa diatas dewa-dewa. Misalnya pada orang Biak Numfor,
dewa tertingginya “Manseren Nanggi”; orang Moi menyebut “Fun
Nah”; orang Seget menyebut “Naninggi”; orang Wandamen
menyebut “Syen Allah”. Orang Marind-anim menyebut “Dema”;
orang Asmat menyebut “Mbiwiripitsy” dan orang Mee
menyebutnya “Ugatame”. Semua dewa atau Tuhan diakui dan
dihormati karena dianggap dewa pencipta yang mempunyai
kekuasaan mutlak atas nasib kehidupan manusia, mahluk yang
tidak nampak, juga dalam unsur alam tertentu (angin, hujan,
petir, pohon besar, sungai, pusaran air, dasar laut, tanjung
tertentu).
2. Kesenian
Kesenian merupakan salah satu dari tujuh unsur
kebudayaan. Setiap suku bangsa yang mendiami
muka bumi ini memiliki unsur tersebut, namun unsur
kesenian bagi setiap suku bangsa tidak ( satu suku
berbeda dengan lainnya). Haviland mengemukakan
Seni adalah penggunaan kreatif imajinasi manusia
manusia untuk menerangkan, memahami, dan
menikmati kehidupan. Dalam beberapa kebudayaan
suku bangsa Seni di gunakan untuk keperluan yang
dianggap penting dan praktis.
Kesenian itu sendiri terdiri dari beberapa
sub, yaitu antara lain : seni rupa (seni
lukis, seni pahat, seni bangunan
(artistektur), seni suara/seni musik, seni
tari, seni sastra dan darmatik. Semuanya
ini selalu menonjolkan sifat dan ciri khas
kebudayaan suatu etnik /suku bangsa atau
suatu negara.
Kesenian di Papua dapat itu dibedakan berdasarkan fungsi dan
coraknya. Yang dimaksud adala dipendensi (ketergantungan)
dari fakta bahwa perwatakan atau karakter menampakkan
sebuah lingkungan (Guepin, 1973)
Fungsi kesenian bagi kelompok etnik ini adala sebagai media
komunikasi dan media ekspresi kehidupan yang dihayati dengan
kolektif (sosialisasi) seperti nampak diwujudkan dalam upacara-
upacara magis, pemujaan, penciptaan, bahkan nampak pada
kehidupan keseharian seperti makan, minum, tidur, bernapas,
bersin, terantuk dan sebagainya. Dalam melahirkan produk
estetis melalui media dan dimensi sperti menggubah lagu,
merancang tari, melukis, mengukir, membuat serta memainkan
alat musik, dan tindak artistik lainya, sekali lagi bukanlah
intherentitas (seniman) dalam kerja serta produk material yang
dihasilkan melainkan kompleksitas kesepakatan (konvensi)
itulah.