Anda di halaman 1dari 10

+

Pengawetan Jenazah

Mischka Scalvinni
Disusun oleh : Suvero Suyar
150100022

Pembimbing :
dr. Agustinus Sitepu, M.Ked(For), Sp. F
+
Definisi

 Embalming adalah proses pengawetan jenazah untuk mempertahankan penampilan jenazah


tetap dalam kondisi yang baik untuk jangka waktu lama.

 Embalming diperlukan baik untuk tubuh normal maupun tubuh membusuk dan mayat yang
akan diangkut untuk jarak jauh. Jenazah yang membusuk merupakan tempat berkembang
bakteri yang dapat menyebabkan penyebaran penyakit pada lingkungan sekitar.

 Pengawetan jenazah dapat mencegah jenazah menjadi tempat berkembangnya bakteri


penyakit
+
TUJUAN

 Embalming dilakukan untuk tujuan mencegah terjadinya pembusukan atau dekomposisi.

 Dekomposisi adalah perubahan terakhir yang terjadi (late post-mortem periode) pada tubuh
mayat setelah kematian, dimana terjadinya pemecahan protein kompleks menjadi protein yang
lebih sederhana disertai timbulnya gas-gas pembusukan yang bau dan terjadinya perubahan
warna.

 Penyebab pembusukan adalah kerja bakteri komensalis seperti Clostridium welchii,


Streptococcus, Staphylicocus, Dipteroid, Proteus dan lain-lain serta binatang-binatang seperti
larva lalat, semut dan lainnya turut yang mampu menghancurkan tubuh mayat.

 3 Tujuan Embalming : Desinfeksi, Pelestarian dan Restorasi.


+
Bahan Kimia dalam Pengawetan Jenazah

• Formaldehida

• Glutaraldehid

• Etil Alkohol dan Polietilen Glikol (Kryofix)

• Phenoxyethanol
+
Indikasi Embalming

 Adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam: Hal ini penting karena di
Indonesia yang beriklim tropis, dalam 24 jam mayat sudah mulai membusuk, mengeluarkan
bau, dan cairan pembusukan yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya.

 Jenazah perlu dibawa ke tempat lain: Untuk dapat mengangkut jenazah dari suatu tempat ke
tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut aman, artinya tidak berbau, tidak
menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama proses pengangkutan. Dalam hal ini
perusahaan pengangkutan, demi reputasinya dan untuk mencegah adanya gugatan di belakang
hari, harus mensyaratkan bahwa jenazah akan diangkut telah diawetkan secara baik, yang
dibuktikan oleh suatu sertifikat pengawetan.
+

 Jenazah meninggal akibat penyakit menular: Jenazah yang meninggal akibat penyakit menular
akan lebih cepat membusuk dan potensial menulari petugas kamar jenazah, keluarga serta
orang-orang di sekitarnya. Pada kasus semacam ini, walaupun penguburan atau kremasinya
akan segera dilakukan, tetap dianjurkan dilakukan embalming untuk mencegah penularan
kuman/ bibit penyakit ke sekitarnya.
+
Kontra Indikasi Embalming

 Embalming di Indonesia tidak dapat dilakukan pada kematian tidak wajar sebelum dilakukan
autopsi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan penyidikan karena adanya bukti-bukti
tindak pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana
penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Oleh karena itu setiap kematian tidak
wajar menjadi kontra indikasi embalming.

 Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan termasuk kematian yang tidak
wajar. Cara kematian pada kematian tidak wajar adalah pembunuhan, bunuh diri dan
kecelakaan. Pada kasus kematian tidak wajar, kasusnya hendaknya segera dilaporkan ke
penyidik, sesuai dengan pasal 108 KUHAP.
+ Adapun yang termasuk dalam kategori kasus yang harus dilaporkan ke penyidik adalah:

1. Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara

2. Kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati

3. Adanya penemuan mayat dimana penyebab dan informasi mengenai kematiannya tidak ada

4. Keadaan kematiannya menunjukkan bahwa kemungkinan kematian akibat perbuatan melanggar


hukum.

5. Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematiannya mengindikasikan kematian akibat
bunuh diri.

6. Kematian yang terjadi tanpa kehadiran dokter.

7. Kematian yang disaksikan dokter tetapi ia tidak dapat memastikan penyebab kematiannya.
+ Proses Embalming
1. Cuci jenazah atau mandikan jenazah dengan larutan desinfektan.

2. Menyiapkan larutan embalming.

3. Hidung, mulut, lubang dubur, lubang vagina dan lubang telinga disumbat untuk mencegah kebocoran.

4. Setelah itu jenazah dibaringkan dengan ekstensi penuh dan hilangkan kaku mayat dan dilakukan insisi pada segitiga femoralis
untuk mengidentifikasi arteri femoralis.

5. Pada arteri femoralis dimasukkan trocar, sebuah pipa besi panjang untuk mengalirkan larutan embalming. Larutan tersebut
kemudian dialirkan melalui alat pompa.

6. Selain pada arteri femoralis, pengaliran cairan pengawet juga dapat dilakukan lewat arteri carotid, arteri aksilaris maupun vena
saphenous.

7. Lakukan pengeluaran darah lewat vena jugular untuk mengurangi tekanan secara periodik.

8. Pada rongga-rongga tubuh perlu dilakukan aspirasi terhadap cairan pada rongga tubuh sebelum menginjeksi larutan embalming.

9. Dengan menggunakan trocar, larutan embalming dimasukkan kedalam rongga-rongga dalam tubuh pada abdomen dan thorax,
serta pada otot-otot dan sendi.

10. Cairan embalming juga dimasukkan lewat superior orbital fissure untuk mengawetkan otak.
+
Beberapa keadaan yang dapat menyulitkan proses embalming:
 Sumbatan pada arteri
 Trauma
 Prosedur autopsy

Pada kasus autopsi, dilakukan hal berikut:


1. Melakukan injeksi cairan embalming dibawah kulit pada daerah-daerah
dimana sistem arterial dirusak oleh proses autopsy.
2. Merendam organ visceral pada larutan embalming minimal selama 1 jam.

Anda mungkin juga menyukai