Anda di halaman 1dari 49

ASPEK ETIK DALAM PENANGANAN

PASIEN GAWAT DARURAT

YETTY MACHRINA

HOTEL ANTARES – MEDAN , 20 NOVEMBER 2019


Gawat Darurat Medik

• Darurat (emergency) adalah kejadian yang tidak disangka-


sangka dan memerlukan tindakan segera.
• Gawat (critical) adalah suatu keadaan yang berbahaya, genting,
penting , tingkat krisis suatu penyakit.
• Gawat darurat medik adalah suatu kondisi yang dalam
pandangan pasien, keluarga atau siapa pun yang bertanggung
jawab dalam membawa pasien ke rumah sakit, memerlukan
pelayanan medik segera.
Gawat Darurat Medik

Pasien Gawat Darurat

Memerlukan pelayanan medik yang cepat,


tepat, bermutu dan terjangkau

Aspek psikoemosional memegang peranan


penting
Lafal sumpah dokter berkaitan erat dengan pelayanan medik
pasien gawat darurat

Bahwa setiap dokter akan membaktikan hidupnya guna


kepentingan perikemanusiaan, mengutamakan kesehatan
pasien, mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati
hidup insani dan dalam menunaikan kewajibannya seorang
dokter tidak terpengaruh pertimbangan keagamaan, kesukuan,
perbedaan kelamin, politik kepartaian atau kedudukan sosial.
KODEKI → yang berkaitan dengan kegawat daruratan
Bila ditempatkan menurut urutan yang relevan lebih dahulu, susunannya sbg berikut :
Pasal 13
• Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
kemanusiaan, kecuali bila yakin ada orang lain yang bersedia dan mampu
memberikannya
Pasal 2
• Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan
standar profesi yang tertinggi.
Pasal 7d
• Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup
insani
KODEKI → yang berkaitan dengan kegawat daruratan

Pasal 10
• Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan ilmu
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atau persetujuan
pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai
keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 3
• Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak
boleh dipengaruhi sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan
dan kemandirian profesi
KODEKI → yang berkaitan dengan kegawat daruratan
Pasal 9
• Seorang dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan
dan bidang lainnya serta masyarakat harus saling menghormati
Pasal 11
• Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa
dapat berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat dan
atau dalam masalah lainnya
Pasal 12
• Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia
Pasal 16
• Setiap dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik
Kasus-kasus gawat darurat tidak jarang berakhir dengan
kematian pasiennya

KODEKI MENJELASKAN BAGAIMANA SEHARUSNYA


SEORANG DOKTER BERPERILAKU

DO NO HARM (Non Maleficience)


ALTRUISM (Beneficience)
JUSTICE
CONFIDENTIALITY (Autonomy)
Perilaku Keluarga Pasien Menghadapi Kematian

• Tahap-tahap berkabung:
Petugas
- Tahap menyangkal
Kesehatan
- Tahap putus asa Harus
- Tahap menerima memiliki
 Menimbulkan kondisi gangguan physik dan rasa EMPATI
psikis
Komunikasi dengan Empati,
Informasi dan Edukasi:
Citra Profesionalisme Kedokteran
Pelayanan medik pasien
Ada hal-hal yang pada pasien
gawat darurat mempunyai biasa tidak dapat dibenarkan,
aspek khusus, oleh karena namun pada kasus gawat
berkaitan dengan nyawa dan darurat diperbolehkan / ada
keselamatan pasien pengecualian

PTM
PASAL 45 AYAT (1)
Undang Undang Praktek Kedokteran

Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran


gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat
persetujuan
HAK PASIEN
(Pasal 52 UUPK)

• Mendapat penjelasan secara lengkap tentang


tindakan medis
• Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
• Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan
medis
• Menolak tindakan medis
• Mendapatkan isi rekam medis
PERSETUJUAN DIBERIKAN
OLEH :
• Pasien; atau
• Keluarga terdekat; suami atau isteri, ayah atau ibu
kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara kandung
atau pengampunya
(Penjelasan Pasal 45 (1) UUPK)
PENGECUALIAN DALAM PENJELASAN
PASAL 45 AYAT (1) UUPK :
• Dalam keadaan gawat darurat dan pasien tidak
sadar tidak diperlukan persetujuan, persetujuan
diminta setelah sadar
• Dalam keadaan gawat darurat, pasien anak dan
tidak ada keluarga maka diminta setelah
keluarga datang
• Persetujuan diminta dari yang mengantar bila
pasien tidak sadar dan tidak ada keluarganya.
Bila pasien atau keluarga menolak tindakan medik,
menandatangani informed refusal
Contoh kasus gawat darurat
yang berkaitan dengan etik dan pidana
• Pasien Gawat darurat yang dalam keadaan tidak sadar dan tidak
didampingi oleh keluarga sementara pasien tersebut memerlukan
tindakan pembedahan segera untuk menyelamatkan jiwanya, tidak
diperlukan PTM.
• Ini sesuai dengan KODEKI = mengutamakan kesehatan pasien dan
melindungi hidup insani serta Permenkes No. 585 tahun 1989 pasal
11 “ dalam hal pasien tidak sadar/pingsan serta tidak didampingi
oleh keluarga terdekat dan secara medik berada dalam keadaan
gawat dan atau darurat yang memerlukan tindakan medik segera
untuk kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari siapa pun”
Contoh kasus gawat darurat
yang berkaitan dengan etik dan pidana
• Seorang anak atau seorang pasien penyakit jiwa yang mendapat
kecelakaan lalu lintas dan tiba di rumah sakit tanpa didampingi
orang tua atau walinya untuk menandatangani PTM, sedangkan
pembedahan tidak dapat ditunda tunda lagi demi menyelamatkan
jiwanya atau mencegah bertambah parah penyakitnya, tindakan
dokter melakukan pembedahan ini dapat dibenarkan dan sesuai
dengan KODEKI
• Pada prosedur diagnostk atau terapi yang harus segera dilakukan
pada pasien gawat darurat, baik yang memerlukan atau tidak
memerlukan PTM, tidak diharuskan kepada dokter untuk
menjelaskan segala aspek dari tindakan medik itu secara rinci
karena waktu yang sangat terbatas, tetapi penjelasan perlu
diberikan setelah tindakan.
Contoh kasus gawat darurat
yang berkaitan dengan etik dan pidana
• Dokter yang langsung mentranfer seorang pasien gawat darurat ke
rumah sakit rujukan tanpa membrikan pertolongan pertama untuk
memperbaiki keadaan umum pasien sehingga pasien meninggal
dunia di perjalanan, dianggap suatu kelalaian dan dapat dituntut
pasal KUHP
• Rumah sakit dan/ atau seorang dokter yang menunda nunda rawat
inap pasien gawat darurat atau menunda-nunda tindakan medik
terhadap pasiennya atas alasan belum membayar uang muka,
berarti telah melanggar etik dan hukum sehingga dapat digugat di
pengadilan
• dll
Bagaimana pada korban massal???
Jika tenaga kesehatan terbatas, maka dilakukan TRIASE

Prioritas I = Pasien dalam kondisi kritis, tetapi dapat diselamatkan jika dilakukan
pertolongan tanpa melibatkan banyak tenaga kesehatan dan peralatan
Prioritas II = Kemungkinan besar bisa bertahan hidup beberapa jam (dapat
menunggu), setelah dilakukan stabilisasi

Prioritas III = cedera ringan yang dapat ditangani sementara oleh perawat

Prioritas II dan III = Pasien dengan cedera berat yang tidak akan bertahan hidup
jika tidak dilakukan tindakan spesialistik yang memakan waktu lama

Tidak diprioritaskan karean cedera begitu parah sehingga jiwa korban kiranya
tidak mungkin diselamatkan
Kapan mengakhiri resusitasi jangka panjang?

• Mati batang otak


• Stadium terminal penyakit yang sudah tidak
dapat disembuhkan lagi misalnya mati sosial
Pedoman etik Sp Anestesiologi &
Reanimasi Indonesia

• Pasal 3
setiap SpAn tidak akan mengupayakan pengakhiran
kehidupan manusia ataupun memperpanjang proses
kematian pada pasien-pasien yang akan meninggal alamiah
Kondisi ps telah menjadi tidak ada
harapan lagi…

• With-drawing : seringkali tepat utk menghentikan


sebagian/seluruh th/ yg sudah terlanjur diberikan
• With-holding : tanpa menghentikan th/ yg sedang
diberikan, tdk lagi memberi th/ baru yg
dipertanyakan manfaatnya

MENJADI PERTIMBANGAN :
~ BIAYA PERAWATAN ICU YG MAHAL
With-drawing vs with-holding

• Etis
• With-draw: aktif, with-hold: pasif
• With-draw: kematian hampir pasti dan
segera
Fatwa IDI no 231/PB/.4/07/90
• Pd ps belum mati, namun tindakan terapeutik /paliatif
tdk ada gunanya lagi, shg bertentangan dng tujuan ilmu
kedokteran, maka tindakan2 tsb dpt dihentikan

• Penghentian tsb sebaiknya dikonsultasikan dng minimal


1 dokter lain (Lokakarya DepKes RI 2005/SK Dir RSCM
2006: 2 dokter lain)
Fatwa IDI no 231/PB/.4/07/90
• Keputusan utk menghentikan life supports merupakan
keputusan medis
• Dibuat oleh dokter yg berpengalaman yg memahami
kasus secara keseluruhan
• Sebaiknya sesudah konsultasi dng DSp yg
berpengalaman (Sp An, intensivis & SpS)
• Dipertimbangkan keinginan ps & sikap keluarga &
kualitas hidup terbaik yg diharapkan, tetapi keluarga
tdk diminta membuat keputusan membiarkan mati
Fatwa IDI no 231/PB/.4/07/90
Bila diputuskan ps diberi kesempatan utk mati secara wajar dgn
mematikan ventilator :
• Sesudah mesin dimatikan, dicoba utk mengembalikan nafas
spontan.
• Bl gagal  th/ ventilator tdk lagi diberikan & ps dibiarkan
mati
• Bl secara tdk terduga ps dpt bernafas lagi  upaya
menyelamatkan ps dilanjutkan kembali
Penghentian
bantuan hidup...

• Tdk berarti meninggalkan ps


• Menghentikan th/ yg tdk efektif
• Dapat disertai dng th/ yg lebih tepat :
membuat nyaman, meredakan nyeri, sedasi
dsb
With-drawing/with-holding
adalah keputusan medis & etis
(lokakarya DEPKES RI 2005, SK Dir RSCM 2006):
• Oleh sebuah tim yg terdiri dari 3 (tiga) orang dokter
yg kompeten
• Sebelum keputusan penghentian / penundaan
bantuan hidup dilaksanakan , tim dokter wajib
menjelaskan kepada keluarga ps tentang keadaan ps
& keputusan tim dokter
• Dalam hal tidak dijumpai adanya kel ps, maka harus
diperoleh persetujuan dari pimpinan Rumah Sakit
atau Komite Medis Rumah Sakit
Ps & kel dapat minta dokter utk
with-drawing life supports
• Ps masih mampu membuat keputusan
(kompeten) & menyatakan keinginannya itu
sendiri
• Ps tidak kompeten tetapi telah mewasiatkan
pesannya tentang hal ini (advanced
directive) yg dapat berupa:
• Pesan spesifik yg menyatakan agar dilakukan
with-drawing/with-holding apabila mencapai
keadaan futility (kesia-siaan)
• Pesan yg menyatakan agar keputusan
didelegasikan kepada seseorang tertentu
(surrogate decision maker)
Ps & kel dapat minta dokter utk
with-drawing life supports

• Ps yg tidak kompeten & belum berwasiat,


namun kel yakin bahwa seandainya ps
kompeten akan memutuskan seperti itu,
berdasarkan kepercayaannya & nilai-nilai yg
selama ini dianutnya
• Permintaan tersebut harus dipenuhi
Kel ps dapat meminta dokter utk melakukan
penghentian penggunaan peralatan life supports
karena sebab apapun (khusus untuk ps yg belum
memenuhi syarat utk penghentian bantuan
hidup). Permintaan harus di atas formulir
bermaterai, & dicantumkan dalam catatan medis
& dijelaskan risiko akibat penghentian life-
supports. Setelah kel mengerti sepenuhnya maka
baru permintaan dapat dipenuhi.
Metode Jonsen AR,Siegler M,:

A Practical Approach to
Ethical Decisions in Clinical
Medicine
Ethical Decisions in Clinical Medicine

PATIENT’S
MEDICAL INDICATION
PREFERENCE

CONTEXTUAL
QUALITY OF LIFE
FEATURES
Medical Indications :
The Principles of Beneficence and NonMalificence:
1. What is the patients medical problem?
History? Diagnosis? Prognosis?
2. Is the problem acute? Chronic? Critical?
Emergent? Reversible?
3. What are the goals of treatment?
4. What are the probabilities of success?
5. What are the plans in case of therapeutic
failure?
6. In sum, how can this patient be benefited by
medical and nursing care, and how can harm
be avoided!
Patient Preferences
The Principles of Respect for Autonomy
1. Is the patient mentally capable and legally
competent? Is there evidence of incapacity?
2. If competent, what is the patient stating about
preferences for treatment?
3. Has the patient been informed of benefits and
risk, understood this information, and given
consent?
4. If incapacitated,who is the appropriate
surrogate? Is the surrogate using appropriate
standards for decision making?
5. Has the patient expressed prior
preferences,e.g., advance directives?
6. Is the patient unwilling or unable to cooperate,
with medical treatment? If so, why?
7. In sum, is the patients right to choose being
respected to the extent possible in ethics and
law ?
Quality of Life
The principles of beneficence and Nonmalificence
and respect for autonomy
1. What are the prospects, with or without
treatment, for a return to normal life?
2. What physical, mental, and social deficits is
the patient likely to experience if treatment
succeeds?
3. Are there biases that might prejudice the
providers evaluation of the patients quality of
life
4. Is the patients present or future condition such
that his or her continued life might be judged
underirable?
5. Is there any plan and rationale to get
treatment?
6. Are there plans for comfort and palliative care
Contextual Features
The principles of loyalty and fairness
1. Are there family issues that might influence
treatment decisions?
2. Are there provider ( physicians and nurses )
issues that might infuence treatment
decisions?
3. Are there financial and economic factors?
4. Are there religious or cultural factors?
5. Are there limits on confidentiality?
6. Are there problems of alloacation of
resources?
7. How does the law affect treatment decisions?
8. Is clinical reseach or teaching involved?
9. Is there any conflict of interest on the part of
the providers or the institution?
ETIKA PROFESI SUPIR
AMBULANS
VIDEO KEJADIAN SUPIR AMBULANS
DAN POLISI
ETIKA PROFESI SUPIR AMBULANS

• Supir ambulans harus memahami aspek etik dalam kegawat daruratan


• Dalam menjalankan profesinya, seorang supir ambulans harus
profesional dan menjunjung tinggi profesionalisme
• Rasa empati perlu ditanamkan agar setiap orang bisa merasakan apa
yang dialami oleh orang lain
• Setiap tindakan yang hendak dilakukan harus meminta persetujuan
• Menunjukkan rasa empati kepada pasien dan keluarga akan
memberikan dukungan yang luar biasa bagi pasien dan keluarganya
• Berkomunikasilah dengan empati dengan bahasa yang tidak
menyinggung perasaan
KOMUNIKASI EFEKTIF
Komunikasi baru bisa berlangsung dengen efektif bila :
1. Tidak ada hambatan antara penyampai pesan dengan
penerima pesan (bahasa, sudut pandang, dll)
2. Disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti
3. Disampaikan dengan empati

Bila si penerima pesan mengerti dan mau mengikuti apa yang


disampaikan oleh si pemberi pesan, maka komunikasi dikatakan
EFEKTIF
A diagram of the interplay of system in the biopsychosocial model
 bio-psycho-socio-cultural-spiritual

The World The Person


Psychological
Systems Biological Systems
genetics and physiology

(experience and
Social System behavior) Examples of systems included
Examples of Examples of
systems included : systems included : * Organs
* Cognition * Tissues
* Society * Emotion * Cells
*Community * Motivation
* Family
Interpersonal Skills/
Facilitation Skills
language &
communication
listening
using
feedback

questioning

conflict handling

47
“Be profesional then Patient will be
satisfied”

SEKIAN DAN TERIMA KASIH


Kasus
• Seorang anak berumur 6 tahun dibawa orangtuanya ke IGD dengan
tergopoh-gopoh dalam keadaan sesak napas. Riwayat penyakti sebelumnya
adalah GBS. 2 jam di IGD, pasien mengalami cardiacrespiratoy arrest .
Pertolongan dilakukan akan tetapi pasien tidak tertolong. Pasien dinyatakan
meninggal. Ibu pasien menangis meraung-raung karena tidak bisa menerima
anaknya meninggal. Ayah pasien tidak bisa menerima keadaan ini dan
menyalahkan dokter, perawat dan rumah sakit karena dianggap lambat
dalam memberikan pelayanan sehingga anaknya meninggal.

TUGAS!!!
• PERANKAN KASUS DIATAS

Anda mungkin juga menyukai