Anda di halaman 1dari 22

Kelompok II

kelas A

1. Christian Lucas Binoto Parulia Saragih (030.15.048)


2. Dini Anggraini (030.16.037)
3. Dini Afrizon (030.16.038)
4. Dione Chattra (030.16.039)
5. Elang Rizky Ridhoka (030.16.041)
6. Elfira Sutanto (030.16.042)
7. Farisa Aulia (030.16.051)
8. Farra Assyifa Rizqy (030.16.054)
9. Fiska Fianita (030.16.059)
10. Fitri Ayu Lestari (030.16.060)
Keluarga Berencana
Pak Saleh, 42 tahun dan lbu Ani, 37 tahun, sudah menikah
selama 15 tahun. Selama perkawinannya ini ia telah
memiliki lima orang anak dan keguguran sekali. la tidak
mau hamil lagi. Ia telah menjalani program keluarga
berencana dengan menggunakan cara pantang berkala, pil
atau suntikan KB, tetap selalu gagal. la dianjurkan untuk
menjalani sterilisasi. Ia takut untuk melakukan sterilisasi
Kata kunci: keluarga berencana, sterilisasi.
Klarifikasi istilah

Keluarga Berencana Sterilisasi


Menurut UU RI no 10 tahun 1992:
Upaya peningkatan kepedulian dan peran serta Suatu prosedur yang dilakukan agar
masyarakat melalui pendewasaan usia sistem reproduksi tidak berfungsi lagi,
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan Wanita: tubektomi
ketahanan keluarga, peningkatan, Pria: Vasektomi
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan
keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Identifikasi
Pak Saleh, 42 tahun dan lbu Ani, 37 tahun, menikah 15
tahun memiliki 5 anak, dan riwayat ibu ani 1 kali
keguguran
Tidak ingin memiliki anak lagi
Melakukan metode KB alamiah: pantang berkala, pil,
dan suntikan KB Gagal
Dianjurkan untuk melakukan sterilisasi,tetapi takut
Brainstroming 5 anak dan 1 kali keguguran

Pak Saleh:42 tahun


lbu Ani:37 tahun, menikah 15
tahun
Tidak ingin mempunyai anak
lagi
KB

Melakukan KB alamiah
gagal

Aspek Sterilisasi? Informed Consent


Hukum
Aspek sosial budaya
Aspek Agama: Aspek Medis
Pernikahan dan KB
LO
Aspek Agama (Islam, Katolik, Protestan, Buddha,Hindu)
mengenai pernikahan dan KB
Aspek hukum mengenai KB
Aspek Sosial budaya mengenai KB
Informed consent untuk pemilihan program KB
Pandangan KB menurut agama Islam
Menurut kitab Hasyiyah al-Bajuri alaFath al-Qarib:
◦ “Begitupula menggunakan obat yang menunda atau memutus
kehamilan sama sekali, maka dimakruhkan dalam kasus
pertama dan diharamkan dalam kasus kedua” (Ibrahim al-
Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib, Bairuf, tt, Juz 2,
h. 59)
◦ “Jika ada dua bahaya saling mengancam maka diwaspadai yang
lebih besar bahayanya dengan melaksanakan yang paling ringan
bahayanya” (Jalaludin as-Fuyuthi, al-Asyabah wa an-Nazha’ir,
BairutDar al-kutub al-’Ilmiyyah, 1430 H, h.87)
Pandangan Pernikahan menurut agama Islam
Pernikahan dalam Islam adalah akad sangat kuat
untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah.
Kristen Protestan
Pernikahan
 Tujuan pernikahan Kristen:
1) Propagasi/reproduksi atau prokreasi : menciptakan
generasi penerus
2) Unifikasi atau kesatuan : kesatuan jiwa raga dan
fisik/daging
3) Rekreasi atau kesenangan : wujud kesaruan dan tugas
prokreasi serta dalam hub. batin/rohani, terjalin saling
percaya, bergantung dan menolong = sukacita
KB menurut Kristen Protestan
Kontrasepsi dan program KB diperbolehkan apabila:
 Bukan untuk kompromi dosa (berzinah)
 Solusi kesehatan : menghindarkan manusia dari sakit
 Ketaatan : program KB adalah program pemerintah dan
pada Kristen menaati pemerintah merupakan hal yang
baik.
KB Menurut Agama Kristen Katholik
• Vasektomi dan tubektomi tidak diperbolehkan karena tidak
alamiah
• IUD: tidak diperbolehkan karena sudah terjadi pembuahan
• Pil dan suntikan KB tidak dianjurkan karena tidak alamiah
• Koitus interruptus tidak nyaman dan tidak alamiah
• Yang dianjurkan: menggunakan metode alamiah
Contoh: Pantang berkala
KB alamiah
Tujuan Menikah Menurut Agama Kristen Katholik

Kesejahteraan suami
istri
Kelahiran anak
Pendidikan anak
Buddha

Pernikahan menurut agama Buddha


Perkawinan  ikatan lahir dan batin seorang pria dan seorang wanita
sebagai pasutri, bertujuan membentuk keluarga bahagia sesuai Dhamma.

Seseorang beragama Buddha di dalam hidupnya dapat memilih antara:


 Hidup berkeluarga dan memiliki keturunan
 Hidup berkeluarga dan tidak memiliki keturunan
 Tidak hidup berkeluarga
Dalam Samajivi Sutta, Sang Buddha telah menunjukkan dasar-
dasar perkawinan yang harmonis, serasi, selaras, dan seimbang,
yaitu bila suami – istri itu terdapat persamaan atau persesuaian
dalam Saddha (keyakinan), Sila (kesusilaan), Caga (kemurahan
hati), dan Panna (kebijaksanaan).
(Anguttara N. II,62)
Abortus tidak dibolehkan karena Patisandhi Vinnana telah masuk dalam
rahim sehingga hal ini termasuk pembunuhan penuh dan melanggar
sila.

IUD/AKDR mencegah tumbuhnya janin di dalam kandungan setelah


terjadi pembuahan, hal ini tidak dibolehkan karena Patisandhi Vinnana
telah masuk dalam rahim sehingga termasuk pembunuhan dan
melanggar sila.

Selaninkedua metode tersebut, KB diperbolehkan karena tidak


melanggar sila membunuh.
Aspek Hukum
UU No.25 tahun 2009 Pasal 24
(1) :Tindakan KB atas tanggung jawab pasangan suami
isteri dengan pertimbangkan kondisi suami/isteri.
(2) : Apabila ada pemaksaan pemasangan kontrasepsi
akan ada sanksi perundang-undangan
(3) : Pemasangan kontrasepsi harus dipertanggung
jawabkan sesuai moral budaya, etika, norma, dan agama.
PerMenKes Bab 3 Pasal 22 ayat 2
Pada pasangan suami isteri yang diatas 35 tahun
dianjurkan untuk melakukan sterilisasi
Aspek sosial budaya yang mempengaruhi program KB
1. Adat Istiadat atau Kepercayaan
Beberapa daerah tertentu, masyarakat masih memegang
teguhkepercayaan dan menjalankan adat istiadat mereka. Kepercayaanmasyarakat
mengawinkan anaknya diusia muda agar cepat memperolahketurunan yang banyak
merupakan salah satu keadaan yang menghambat pelaksanaan program KB. Mereka
berpikir anak adalah aset, maka mereka percaya banyak anak banyak rezeki.
Selain kepercayaan, adat istiadat yang masih kentara hingga saat iniyang
menghambat program KB adalah pilihan jenis kelamin (laki/perempuan). Contoh,
pada masyarakat Bugis, harus ada
anak perempuan, sehingga jika belum memiliki anak perempuan, mereka mencoba
terus memiliki anak sampai mendapatkan anak perempuan.
Keadaan demikian menjadikan masyarakat menunda penggunaan
alatkontrasepsi dan memungkinkan masyarakat atau suatu keluarga tersebutakan
menghasilkan keturunan sampai melahirkan anak dengan jeniskelamin yang
diharapkan.
2. Faktor Agama atau Religi
Berkaitan dengan penggunaanalat kontrasepsi, terdapat kelompok
masyarakat agama yang menerima dan menolak program
tersebut. Dalam konteks ini tentunya sebagai tenaga kesehatan, kita
perlu memahami pandangan kepercayaan atau agama padamasyarakat
yang menjadi sasaran program KB. Tentunya kepercayaanagama
bukanlah suatu yang dapat kita paksakan, tetapi yang terpentingadalah
kita memahaminya.
Misalnya, dalam suatu agama tertentu melarang penggunaan
alatkontrasepsi karena dianggap menghalangi terjadinya
pembuahan. Dalamajaran agama tersebut anak adalah karunia dari
Sang Pencipta yang harusdisyukuri dan dijaga.
3. Faktor Pendidikan
Masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi akan
lebih mudahmemahami manfaat dari program KB
tersebut dan secara terbuka akanmenerima perubahan.
Berbeda dengan masyarakat dengan
status pendidikan yang
rendah, mereka cenderung memiliki tingkat pemahaman
yang buruk terhadap program KB dan cenderung lebih
percaya padakepercayaan yang mereka anut.
4. Faktor Ekonomi
Tingkat ekonomi masyarakat yang berada
dalam
lingkaran kemiskinan. Masyarakat akan berpikir 
ulang ketika mengeluarkan alat kontrasepsi dalam
bentuk mekanik maupun kimiawi. Bagi mereka
yang hidup dengan pendapatan yang minim akan
lebihmengutamakan kepentingan pangannya.
Referensi
K. Bertens. Etika biomedis. Yogtakarta: Penerbit
kanisius. 2011.
Samil RS. Etika kedokteran indonesia edisi kedua.
Jakarta: Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo.
2001.
Darmini N, Widyaningtyas RS. Informed consent atas
tindakan kedokteran di rumah sakit grhasia pakum
yogyakarta. Yogyakarta: FH UGM. 2012.

Anda mungkin juga menyukai