Anda di halaman 1dari 11

Hukum Perikatan

Hukum Perikatan
• Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi karena peristiwa
hukum, yang berupa perbuatan (jual beli, utang piutang, hibah),
kejadian (kelahiran, kematian, mobil tabrakan), dan keadaan (rumah
susun, perkarangan berdampingan)
• Objek perikatan berupa prestasi dapat dinilai dgn sejumlah uang.
Prestasi adalah objek perikatan... Sesuatu yang perlu dipenuhi pihak
yang dituntut (debitor) terhadap pihak penuntut (kreditor).. cth : PT
Bogo (kreditor) & PT Paris (Debitor)
• Tujuan perikatan adalah terpenuhinya prestasi bagi kedua belah
pihak.
Pengaturan Mengenai Perikatan
• Aturan mengenai perikatan meliputi bagian umum dan bagian
khusus. Bagian umum meliputi semua aturan yang berlaku bagi
perikatan umum. Sedangkan khusus meliputi semua aturan yang
berlaku bagi perjanjian bernama.
• Bagian umum = bab 1, 2, 3 (pasal 1352 dan 1353), dan bab IV
KUHPer. Bagian khusus meliputi bab 3 (kecuali pasal 1352 dan 1353
KUHPer) dan bab V sampai bab XVIII yang sudah ditentukan namanya
dalam bab2 bersangkutan. (buku III KUHPer)
Pengaturan Mengenai Perikatan
• Pengaturan perikatan didasarkan pada "sistem terbuka". Setiap org
boleh mengadakan perikatan apa saja, baik yang sudah ditentukan
namanya maupun yang belum ditentukan namanya selama tidak
dibatasi oleh 3 hal :
1) Tdk dilarang UU
2) Tdk bertentangan dgn ketertiban umum
3) Tidak bertentangan dgn kesusilaan.
• pasal 1233 kuhper = perikatan dapat terjadi karena perjanjian dan UU
dgn kata lain adalah sumber perikatan itu sendiri.
Pengaturan Mengenai Perikatan
• Pasal 1352 Kuhper, perikatan terjadi karena UU dirinci menjadi 2 :
1) karena ditentukan oleh UU
2) perbuatan orang
• Dan perikatan yang terjadi karena perbuatan orang dibagi kembali
menjadi 2 oleh pasal 1353 kuhper yaitu:
1) perbuatan menurut hukum
2) perbuatan melawan hukum
Subjek Perikatan
• manusia pribadi dan badan hukum/persekutuan
• Setiap pelaku perikatan yang mengadakan perikatan harus :
• adanya kebebasan kehendaknya sendiri.
• tidak ada paksaan dari pihak manapun.
• tidak ada penipuan dari salah satu pihak.
• tidak ada kekhilafan pihak2 bersangkutan.
Syarat dalam Perikatan
• sudah dewasa artinya sudah berumur 21 tahun penuh.
• sudah pernah menikah walaupun blm 21 tahun
• dalam keadaan sehat akal
• tidak berada dibawah pengampuan
• memiliki surat kuasa apabila diwakili pihak lain
Dasar-dasar Hukum Perikatan berdasarkan
KUHPer
• Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
• Perikatan yang timbul dari undang-undang.
• Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan
melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela
(zaakwaarneming).
Sumber Perikatan
• Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu
persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak
berbuat sesuatu.
• Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah
suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih.
• Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir
karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-
undang sebagai akibat perbuatan orang.
Macam Perikatan
• Perikatan bersyarat: perikatan yang lahir atau hapusnya tergantung
pada suatu peristiwa yang belum tentu terjadi. Dengan demikian,
perikatan ini ada dan tidaknya digantungkan pada syaratnya.
• Perikatan dengan Ketetapan Waktu: perikatan yang sudah ada, tetapi
pelaksananya ditangguhkan sampai waktu tertentu, misalnya Andi
memesan mobil yang baru akan datang dan diserahkan padanya 90
hari sejak ditandatangani perjanjian jual-beli
• Perikatan yang memperbolehkan memilih: apabila orang yang
berhutang dapat memilih apa yang ingin dia serahkan.
• Perikatan tanggung menagnggung:
Asas Perikatan
• Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.”
• Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal tersebut
ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua
belah pihak.
• Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh
melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.Asas pacta sunt servanda
dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt
• Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan
debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh
maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik
nisbi (relative) dan itikad baik mutlak.
• Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau
perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu
perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai