Anda di halaman 1dari 31

KEGAWATDARURATAN

PSIKIATRI

Pembimbing: dr. Taufik Hidayanto Sp.KJ, M.Kes


Disusun oleh:
Fania Salsabilla MP G4A020023
Tri Ramdani G4A020026
Adi Putra Wijaya G4A020048
Riza Dwi Utami G4A020050

SMF ILMU PENYAKIT KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
PENDAHULUAN
 Kedaruratan psikiatri  keadaan tak terduga 
potensi katastropik
 Data 2001, didapatkan 30% pasien dengan depresi
unipolar, 26% psikosis, 20% dengan
penyalahgunaan zat, 14% bipolar, 4% gangguan
penyesuaian, 3% gangguan cemas, dan 2%
dengan demensia (Allen, 2002; Sadock & Sadock,
2010).
 40% pasien psikiatri di IGD = Memerlukan rawat
inap

(Allen et al., 2002; Sadock and Sadock, 2010)


Kegawatdaruratan Psikiatri

Di Amerika tiap tahun kasus bunuh diri yang berhasil


mencapai 30.000 orang per tahun. Angka ini
menunujukkan jumlah orang yang mencoba bunuh diri
jauh lebih besar lagi, diperkirakan 8 sampai 10 kali lebih
besar dan jumlah tersebut.

Data yang ada, 95% kasus bunuh diri berkaitan dengan


masalah kesehatan jiwa diantaranya 80% mengalami
Depresi, 10% Skizofrenia dan 5% Dementia/Delirium.
Sedangkan sekitar 25% lainnya diagnosis ganda berkaitan
dengan alkohol

(Allen et al., 2002); (Trent, 2013)


KEGAWATDARURATAN PSIKIATRI
Delirium

SNM Bunuh Diri

Tingkah
Gaduh
Laku
gelisah
Kekerasan
Delirium adalah diagnosis klinis untuk gangguan otak difus
yang dikarasteristikkan dengan variasi kognitif dan gangguan
tingkah laku yang ditandai dengan adanya gangguan
kesadaran dan biasanya terlihat bersamaan dengan fungsi
gangguan kognitif secara global (Widyastuti dan Mahesa,
2017).

DELIRIUM
Epidemiologi Faktor Predisposisi
 Prevalensi delirium pada awal rawatan  Usia
rumah sakit berkisar 14-24% dan yang
timbul selama masa rawat di rumah sakit
 Kerusakan otak
berkisar 6-56% di antara populasi umum  Riwayat delirium
rumah sakit.
 Ketergantungan alcohol
 Pada 15-53% pasien geriatri paska
operasi dan 70-87% pada pasien yang  Diabetes
dirawat di ruang rawat intensif.  Kanker
 Pada 60% pasien dengan kondisi
perawatan pasakut dan 83% pasien pada
 Gangguan panca indera
akhir hidupnya.  Malnutrisi
 Prevalensi delirium secara keseluruhan  Alkohol, obat-obatan dan bahan
berkisar 1-2%, namun prevalensi delirium
beracun
meningkat seiring bertambahnya usia
hingga 14% pada pasien berusia 85  Efek toksik dari pengobatan
tahun atau lebih (Luman, 2015).
PEDOMAN DIAGNOSIS
 Gangguan kesadaran dan perhatian :  Gangguan kognitif secara umum :
 dari taraf kesadaran berkabut sampai  Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi-
dengan koma; seringkali visual;
 menurunnya kemampuan untuk  Hendaya daya pikir dan pengertian
mengarahkan, memusatkan, abstrak, dengan atau tanpa waham
mempertahankan, dan mengalihkan yang bersifat sementara, tetapi sangat
perhatian; khas terdapat inkoherensi yang ringan;
 Hendaya daya ingat segera danjangka
pendek, namun daya ingat jangka
panjang relatif masih utuh;
 Disorientasi waktu, pada kasus yang
berat, terdapat juga disorientasi tempat
dan orang;
PEDOMAN DIAGNOSIS
 Gangguan psikomotor :  Gangguan siklus tidur-  Gangguan emosional
bangun :
 Hipo- atau hiper-aktivitas  Misalnya depresi, anxietas
dan pengalihan aktivitas  Insomnia atau, pada kasus atau takut, lekas marah,
yang tidak terduga dari yang berat, tidak dapat tidur euforia, apatis, atau rasa
satu ke yang lain; sama sekali atau terbaliknya kehilangan akal.
siklus tidur-
 Waktu bereaksi yang lebih bangun;mengantuk pada  Onset biasanya cepat,
panjang; siang hari; hilang timbul sepanjang
 Arus pembicaraan yang  Gejala yang memburuk pada hari, dan keadaan itu
bertambah atau malam hari; berlangsung kurang dari 6
berkurang; bulan.
 Mimpi yang menganggu atau
 Reaksi terperanjat mimpi buruk, yang dapat
berlanjut menjadi halusinasi
meningkat;
setelah bangun tidur;
Diagnosis Banding

• Sindrom organik lainnya, Demensia (F00-F03)


• Gangguan psikotik akut dan sementara (F23.)
• Skizofrenia dalam keadaan akut (F20.-)
• Gangguan Afektif + "confusional features" (F30-F39)
• Delirium akibat Alkohol Zat Psikoaktif Lain (F1x.4)
(F1x.03)
TATALAKSANA
Farmakologis Non Farmakologis
 Antipsikotik  Olanzapin 2,5-5 mg/hari  Reorientasi dan intervensi tingkah laku
(untuk mengatasi agitasi)  Beri instruksi secara jelas dan sering
membuat kontak mata dengan pasien
 Mencegah imobilisasi
 membatasi perubahan ruangan dan staf
 menyediakan kondisi perawatan pasien
yang tenang, dengan pencahayaan
rendah pada malam hari
 Meminimalisir penggunaan obat-obat
psikoaktif dengan protokol tidur
nonfarmakologis
Kata bunuh diri berasal dari bahasa Latin “suicidium” yang
berarti “membunuh diri sendiri”. Bunuh diri didefinisikan
sebagai sebuah perilaku oleh seorang individu yang
memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik untuk
penyelesaian pada masalah yang dihadapi (Maramis, 2010).

PERCOBAAN BUNUH DIRI


Epidemiologi Etiologi Faktor Risiko
 Jumlah kematian akibat  Faktor Sosiologis  Usia
bunuh diri mencapai  Faktor Psikologis  Jenis Kelamin
800.000 kematian/tahun.
 Faktor Biologis  Agama
 Setiap 1 kematian juga
disertai dengan 20 kasus  Status Perkawinan
percobaan bunuh diri.  Pekerjaan dan Status Sosial
 Penyebab kematian kedua  Riwayat Penyakit
pada kelompok usia 15-29
tahun dan 79% terjadi di
 Diagnosis Psikiatri
negara dengan pendapatan  Riwayat Sebelumnya
rendah dan menengah.  Ketergantungan Zat Lain
(Infodatin, 2019)
Tanda-Tanda Individu yang Rentan Untuk Melakukan
Bunuh Diri (Infodatin, 2019)

• Membicarakan tentang bunuh diri, menyakiti diri sendiri, dan kematian


• Mulai mencari akses memiliki senjata api
• Menarik diri dari teman, keluarga, dan sahabat
• Perubahan suasana hati yang parah
• Merasa putus asa atau terjebak disuatu masalah
• Konsumsi minuman keras meningkat
• Tidur jauh lebih lama dari biasanya atau malah memiliki masalah tidur
• Mudah marah yang tak terkendali
• Mulai memberikan barang-barang pribadi untuk orang lain
• Perilaku merusak atau menyakiti diri sendiri
• Mengatakan selamat tinggal pada orang-orang seolah mereka tak akan
bersama lagi
• Berkembangnya perilaku cemas atau gelisa ketika mengalami beberapa
tanda sebelumnya
TATALAKSANA
PERILAKU KEKERASAN DAN
MENYERANG (VIOLENCE)
Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2010).

Klasifikasi Perilaku Kekerasan


• Irritable aggression, yaitu tindak kekerasan akibat ekspresi
perasaan marah.
• Instrumental aggression, yaitu suatu tindak kekerasan yang dipakai
sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu
• Mass aggression, yaitu suatu tindak agresi yang dilakukan oleh
massa sebagai akibat kehilangan individualitas dari masing-masing
individu
Disebabkan karena gangguan psikotik atau non psikotik

Gangguan Psikotik : Gejala


• Gangguan psikotik akut • Marah-marah
• Gangguan mental organic • Mengancam
• Skizofrenia • Menyerang
• Gangguan bipolar dengan • Merusak/membanting barang
gejala psikotik • Berpikir irasional
• Gangguan waham • Tidak kooperatif
• Gangguan mental dan perilaku • Waham
akibat penggunaan zat • Halusinasi
• Paranoid
Non Psikotik
• Kecemasan
• Depresi
• Gangguan stress pasca trauma
• Gangguan kepribadian anti sosial
Battaglia, J., 2004. Is this patient
dangerous? 5 steps to assess
risk for violence. Current
Psychiatry, 3(2), pp.14-21.
PENATALAKSANAAN
• Jauhkan dari sumber yang dapat memicu kekerasan
• Psikotik
 Injeksi haloperidol 5-10 mg IM ( dapat dikombinasi
dengan diazepam 10 mg IM, diberikan pada lokasi
yang berbeda)
 Injeksi olanzapine 10 mg
 Injeksi klorpromazin 100 mg IM atau lebih

• Non Psikotik
Injeksi diazepam dapat diberikan dengan dosis yang
tidak terlalu tinggi
Gaduh Gelisah
Definisi
Keadaan gaduh gelisah atau agitasi adalah peningkatan aktivitas mental
dan motorik seseorang sedemikian rupa sehingga sukar dikendalikan.

Keadaan gaduh gelisah dapat dimasukkan kedalam golongan kedaruratan


psikiatri, bukan karena frekuensinya yang cukup tinggi, akan tetapi karena
keadaan ini berbahaya bagi pasien sendiri maupun bagi lingkungannya,
termasuk orang lain dan barang-barangnya
Gangguan mental organik

Gangguan penyalahgunaan napza


PERILAKU AGITASI
DAPAT DISEBABKAN Gangguan psikotik
OLEH :

Gangguan mood

Gangguan kepribadian
Gejala utama ialah psikomotorik yang sangat meningkat
(banyak berbicara, berjalan mondar mandir, berlari-lari dan
meloncat-loncat). Mukanya kelihatan bingung, marah-marah
atau takut. Tidak jarang juga timbul halusinasi penglihatan
(terutama pada sindroma otak organic yang akut) dan
halusinasi pendengaran (terutama pada skizofrenia).

MANIFESTASI KLINIK
TATALAK
SANA
GADUH
GELISAH
Sindrom Neuroleptik Maligna
Definisi
Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu
sindrom kegawatan neurologis yang terjadi akibat
komplikasi serius dari penggunaan obat neuroleptik,
antagonis dopamin atau penghentian mendadak agonis
dopamine (Benzer, 2005).
ETIOLOGI

1. Faktor lingkungan dan psikologi yang menjadi


predisposisi terhadap SNM adalah kondisi panas dan
lembab, agitasi, dehidrasi, kelelahan dan malnutrisi
(Sholevar, 2002).
2. Faktor genetik
3. Pasien dengan riwayat episode SNM sebelumnya
beresiko untuk rekuren.
4. Sindrom otak organik, gangguan mental non skizofrenia,
penggunaan lithium, riwayat ECT (Electro Convulsive
Therapy), penggunaan neuroleptik tidak teratur.
5. Penggunaan neuroleptik potensi tinggi, neuroleptik dosis
tinggi, dosis neuroleptik di naikan dengan cepat,
penggunaan neuroleptik injeksi.
PATOFISIOLOGI
GAMBARAN KLINIS
Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) merupakan reaksi idiosinkrotik
yang tidak tergantung pada kadar awal obat dalam darah. Sindrom
tersebut dapat terjadi pada dosis tunggal neuroleptik (phenotiazine,
thioxanthene, atau neuroleptikal atipikal), biasanya berkembang
dalam 4 minggu pertama setelah dimulainya pengobatan dengan
neuroleptik.
Gejalanya yaitu :
1. Gejala disregulasi otonom mencakup demam,
diaphoresis, tachipnea, takikardi dan tekanan darah
meningkat.
2. Gejala ekstrapiramidal meliputi rigiditas, disfagia, tremor
pada waktu tidur, distonia dan diskinesia.

(Bottoni, 2002).
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Peningkatan kadar Creatin Kinase (CK) darah


mencapai 2000-15.000 U/L.
2. Peningkatan Aminotransferase (Aspartate
aminotransferase [AST], dan alanine
aminotransferase [ALT], dan lactate
dehydrogenase [LDH]).
3. Leukositosis (15.000-30.000 x 103/mm3).
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis menurut DSM-IV, memnuhi kriteria A dua-
duanya dan kriteria B minimal 2 (Benzer, 2005).
1. Kriteria A
• Rigiditas otot
• Demam
2. Kriteria B
• Diaphoresis
• Disfagia
• Tremor
• Inkontinesia
• Perubahan kesadaran
• Mutisme takikardi
• Tekanan darah meningkat
• Leukositosis
• Hasil laboratorium menunjukan cedera otot
3. Kriteria C
• tidak ada penyebab lain ( misal: enchepalitis virus)
4. Kriteria D
• Tidak ada gangguan mental
DIAGNOSIS BANDING
1. Heart Stroke
Pada heart stroke kulit lembek dan kering akibat dari hipertermi
dan hipotensi (Sholevar, 2002).
2. Letal kataton
Letal kataton terjadi pada orang skizofrenia atau episode
manik. Neuroleptik dapat memperbaiki atau memperburuk
gejalanya (Sholevar, 2002).
3. Sindrom serotonin
Sindrom serotonin sangat meirip gejalanya dengan SNM. Untuk
mebedakannya dengan menggali riwayat pengobatan
(Sholevar, 2002).
TATALAKSANA
1. Terapi suportif
Penatalaksanaan yang paling penting adalah dengan
menghentikan semua anti psikotik dan terapi suportif. Pada
sebagian kasus gejala akan mereda dalam 1-2 minggu
(Sholevar, 2002).
2. Terapi farmakologi
• Agonis dopamin (bromokriptin dan amantadin diperkirakan
berguna untuk mengobati SNM berdasarkan hipotesis defisiensi
dopamin. Dantrolene dipakai untuk mengurangi rigiditas otot,
metabolisme dan peningkatan panas.
• Terapi tunggal dengan benzodeazepin dialporkan berhasil
dalam beberapa kasus. Benzodiazepin efektif dalam
penanganan SNM dengan mengurangi durasi menjadi 2-3 hari
(Benzer, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Allen H, et al., 2002, Emergency Psychiatry (Review of Psychiatry Series, Vol 21, Number 3, American
Psychiatric Publishing, Inc., Washington DC.
Battaglia, J., 2004. Is this patient dangerous? 5 steps to assess risk for violence. Current
Psychiatry, 3(2), pp.14-21.
Benzer., Theodore. 2005. Neuroleptik Malignant Syndrome.
Bottoni, T. 2002. Neuroleptik Malignant Syndrome : A Brief Review
Infodatin. 2019. Situasi dan Pencegahan Bunuh Diri. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Jatengprov. 2019. Modul Kegawatdaruratan Psikiatri. Cited on 14th December 2020 20.12. https://rs-
amino.jatengprov.go.id/wp-content/uploads/2019/12/8.-Kegawatdaruratan-Psikiatrik.ppt
Kaplan & Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Jilid 10. Jakarta: Bina
Rupa Aksara.
Keputusan Menteri Kesehatan (Kemenkes). 2010. Pedoman Pelayanan Kegawatdaruratan Psikiatri.
Maslim, R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Nuh Jaya.
Sholevar, DP. 2002. Neuroleptic Malignant Syndrome.
Trent James, 2013, „A Review of Psychiatric Emergencies‟, CME Resource, Sacramento, California.

Anda mungkin juga menyukai