Anda di halaman 1dari 59

MATERI INTI 8.

Kegawatdaruratan
Psikiatrik
Manajemen Kesehatan Jiwa Terpadu
Pengertian Kegawatdaruratan Psikiatri
Kegawatdaruratan psikiatri adalah suatu
kondisi yang ditandai oleh adanya gangguan
pada pikiran, perasaan, dan perilaku
seseorang yang memerlukan perhatian dan
intervensi terapeutik segera. Termasuk di
dalamnya kondisi yang berhubungan dengan
gaduh gelisah (agitasi, agresif, dan perilaku
kekerasan) dan percobaan bunuh diri. Kondisi
ini dapat terjadi di dalam atau di luar gedung
layanan kesehatan
Kegawatdaruratan Psikiatri, termasuk:

Agitasi Agresif
merupakan perilaku patologis dapat berbentuk agresi verbal
yang ditandai dengan adanya atau fisik terhadap benda atau
peningkatan aktivitas verbal atau seseorang
motorik yang tak bertujuan

Kekerasan (violence) Percobaan Bunuh Diri


merupakan bentuk agresi fisik segala bentuk tindakan yang
oleh seseorang yang bertujuan secara sadar dilakukan oleh
melukai orang lain pasien untuk dengan segera
mengakhiri kehidupannya.
Algoritma Diagnosis Kondisi Kegawatdaruratan Psikiatrik

Apabila menemukan kasus/pasien dengan kondisi kegawatdaruratan psikiatrik, dibuat alur pikir
untuk menentukan diagnosis secara cepat, dan memisahkan pasien yang memerlukan penanganan
segera. Diagnosis dibuat secara hierarkis, dimulai dari diagnosis gangguan jiwa akibat penyakit
organik yang mengancam nyawa hingga ditegakkan gangguan jiwa lainnya.

Alur diagnosis pasien dengan kondisi kegawatdaruratan psikiatri adalah sebagai berikut:
ALGORITMA UTAMA

Pada pasien dengan kondisi


kegawatdaruratan psikiatri, yaitu gaduh
gelisah dan percobaan bunuh diri, pertama
kita selalu pikirkan apakah kondisi tersebut
disebabkan atau berkaitan dengan:
1. Delirium
2. Demensia
3. Penyalahgunaan NAPZA
4. Gangguan psikotik
5. Efek samping obat yang berat; atau
6. Agitasi pada anxietas/depresi
Satu per satu penyebab/keterkaitan tersebut
disingkirkan hingga mendapatkan
diagnosis kerja secara cepat.
1. DELIRIUM
Definisi Frekuensi
Delirium didefinisikan sebagai gangguan Di luar Indonesia, delirium memiliki angka
kesadaran, atensi, kognitif, dan persepsi yang prevalens 10-30% dari seluruh pasien yang
merupakan sebuah sindrom psikiatri umum dirawat di rumah sakit, dimana pada populasi
yang sering menyebabkan peningkatan angka pasien lanjut usia didapati 10-15% dengan
morbiditas dan mortalitas. Delirium merupakan delirium pada saat masuk rawat dan 10-40%
sebuah sindrom neuropsikiatrik dengan onset akut, mengalami delirium saat dirawat di rumah sakit.
ditandai dengan gangguan kesadaran yang Sedangkan di Unit Gawat Darurat didapati
fluktuatif, gangguan atensi, gangguan kognitif, angka kejadian delirium 12-50% dengan
gangguan persepsi, dan bersifat reversibel. lebih dari 60% tidak dikenali oleh sistem
Delirium juga merupakan gangguan dari sistem kesehatan.
saraf pusat yang mengancam nyawa namun juga
bersifat reversibel dan ditandai oleh penurunan akut
dalam tingkat kesadaran dan kognitif, gangguan
pada atensi, gangguan persepsi, aktivitas psikomotor
abnormal, dan gangguan dalam siklus tidur. Pada
gangguan delirium juga teradapat gangguan
orientasi waktu, orang dan tempat.
1. DELIRIUM
Faktor Risiko Faktor Presipitasi
Faktor risiko untuk delirium dibedakan menjadi Faktor presipitasi atau pencetus delirium terdiri
faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor dari :
predisposisi adalah hal-hal yang mempermudah ● efek samping obat (antikolinergik)
terjadinya delirium pada seseorang, sedangkan ● intoksikasi atau gejala putus penggunaan
faktor presipitasi adalah hal-hal yang mencetuskan NAPZA
atau mempercepat timbulnya delirium pada ● infeksi
seseorang. Faktor predisposisi delirium terdiri ● trauma kepala
dari : ● gangguan metabolik; dehidrasi, gangguan
● Usia lanjut elektrolit, malnutrisi, ensefalopati
● Demensia hepatikum/uremikum
● Polifarmasi ● gangguan vaskular ; stroke, gagal
● Gangguan penglihatan/pendengaran jantung, hipovolemia, aritmia
● Dehidrasi ● gangguan endokrin
● Gangguan ginjal kronik
● Gangguan neurologis
● Gangguan fungsional/disabilitas fisik
Tanda dan Gejala Delirium
Perubahan kesadaran yang bersifat fluktuatif dalam satu hari
(biasanya memberat pada malam hari)

Gangguan pemusatan, pertahanan dan pengalihan perhatian

Gangguan orientasi waktu, ruang dan bila berat disertai gangguan


orientasi orang

Halusinasi, biasanya visual (lihat) atau olfaktorik (penciuman)

Hiperaktivitas atau hipoaktivitas motorik

Gangguan siklus tidur

Inkoherensi

Onset akut

Adanya penyakit fisik


2. KEGAWATDARURATAN NAPZA
NAPZA adalah setiap bahan kimia/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi
tubuh secara fisik dan psikologis. NAPZA berdasarkan efek yang ditimbulkannya dapat dibagi menjadi:

Depresan Stimulan Halusinogen


Alkohol Amfetamin LSD
Benzodiazepin Metamfetamin PCP
Opioid Kokain Kanabis (dosis tinggi)
Solven Magic mushrooms

Kanabis (dosis rendah)


NAPZA dengan Cara Kerja Sebagai Depresan
Memperlambat atau menekan sistem saraf pusat dan pesan yang dikirim ke otak. Juga
memperlambat detak jantung dan pernafasan. Efek depresan dapat memberikan gejala sebagai
berikut:
Efek yang ringan Efek yang lebih serius
antara lain: antara lain:
● Perasaan tenang dan ● Bicara cadel
sejahtera ● Jalan sempoyongan
● Perasaan gembira yang ● Mual
berlebihan (euforia) ● Muntah
● Perasaan rileks
NAPZA dengan Cara Kerja Sebagai Stimulan
Mempercepat atau merangsang kerja sistem susunan syaraf pusat dan pesan ke dan dari otak.
Stimulan juga meningkatkan detak jantung, tekanan darah dan suhu tubuh dan sering membuat orang
lebih sadar dan waspada. Efek yang dapat ditimbulkan dapat bermanifestasi sebagai:

Efek yang ringan Efek yang lebih serius


antara lain: antara lain:
● Hilang nafsu makan ● Agresi
● Tidak bisa tidur ● Panik
● Banyak bicara ● Cemas
● Gelisah ● Sakit kepala
● Paranoia
NAPZA yang Memiliki Efek Halusinogen
Mempengaruhi persepsi orang yang menyebabkannya melihat atau mendengar sesuatu secara
terdistorsi.
Halusinogen akan memiliki efek sebagai berikut:

● Tekanan darah meningkat


● Detak jantung meningkat
● Hilang nafsu makan
● Kram perut
● Banyak bicara dan tertawa
● Aktivitas meningkat
● Panik
● Dilatasi pupil
● Distorsi waktu dan ruang
3. Gangguan Psikotik
Pasien dengan kegawatdaruratan psikotik datang dengan:
Agitasi psikomotor yang progresif – meningkatnya aktivitas motorik yang tidak
bertujuan secara progresif, mondar mandir, disertai dengan rasa kecemasan.
Agresivitas verbal – marah-marah tanpa sebab yang jelas, mengancam.

Agresivitas fisik, perilaku kekerasan (violence) – memukul/menyerang orang


lain, merusak/melempar barang.
Halusinasi, terutama halusinasi dengar. Pasien dapat tampak berbicara kepada
seseorang yang tidak dilihat keberadaannya oleh orang lain. Risiko perilaku
kekerasan semakin mengancam jika halusinasi dengar berupa command
hallucination atau halusinasi perintah, yang mengendalikan/memerintahkan
pasien untuk melakukan perilaku kekerasan tersebut.

Waham, terutama waham kejar yang kuat, disertai sikap bermusuhan (paranoid),
waham kendali, waham pengaruh, dan waham kebesaran.
4. Bunuh Diri
Jenis perilaku bunuh diri antara lain:

Ancaman bunuh Isyarat atau Percobaan


diri gelagat bunuh diri
perilaku seseorang diwujudkan dalam mencederai diri sendiri
untuk melakukan bentuk perubahan dengan berbagai cara
bunuh diri apabila tingkah laku atau (misal: meminum racun
kebiasaan yang tidak serangga, menembak
keinginan atau biasa kemudian diri, gantung diri, terjun
harapannya tidak dilanjutkan dengan dari ketinggian, dsb)
terpenuhi percobaan bunuh diri
4. Bunuh Diri
Tanda dan Gejala
Pasien dengan risiko dan tindakan bunuh diri mungkin datang dengan:

Mencari jalan untuk


Bicara atau menulis
Ancaman untuk bunuh diri misalnya
sesuatu tentang
melukai atau bunuh mencari akses ke
kematian, sekarat,
diri obat-obatan, senjata,
atau bunuh diri
atau cara lainnya
Pasien mungkin datang dengan tanda-tanda fisik, pikiran, perasaan,
dan perilaku

Tanda Fisik Tanda Perasaan


- Tidak memedulikan penampilan diri - Putus asa - Sedih
- Kehilangan hasrat seksual - Marah - Tidak ada harapan
- Gangguan tidur - Rasa bersalah - Tidak tertolong
- Kehilangan nafsu makan, berat badan - Tidak berarti
- Keluhan kesehatan fisik - Kesepian

Tanda Pikiran Tanda Perilaku


Bila pasien mengatakan hal-hal: - Menarik diri
- Saya tidak membutuhkan apa-apa lagi - Tidak tertarik dengan hal-hal yang dulu disukai
- Saya tidak bisa berbuat apapun yang baik - Penyalahgunaan alkohol atau zat
- Saya tidak bisa berpikir benar - Perilaku yang tidak menentu
- Saya berharap saya mati - Perubahan perilaku drastis
- Segalanya akan lebih baik tanpa saya - Impulsif
- Semua masalah akan berakhir secepatnya - Mutilasi diri
- Tidak ada yang dapat menolong saya - Mengembalikan semua barang-barang, mengubah
surat wasiat, menitipkan hal-hal yang dicintai
02
Strategi Umum
Penanganan Pasien
Kegawatdaruratan
Psikiatrik
Strategi Umum
• Lakukan penilaian adanya bahaya melukai/menyakiti diri sendiri
maupun orang lain.
• Dapat dilakukan di dalam maupun di luar gedung layanan
kesehatan.
• Penting untuk memperhatikan keselamatan staf, anggota tim dan
keselamatan pasien
• Jangan menolong sendiri, minimal 4 orang dalam 1 tim
• Cegah perlukaan
• Cek benda-benda berbahaya yang mungkin disembunyikan seperti
senjata, gunting, pisau atau benda berbahaya lainnya.
• Menyadari bahwa semua pasien memiliki potensi untuk melakukan
kekerasan.
Modifikasi Lingkungan
• Ciptakan lingkungan dengan kebisingan minimal atau rangsangan
minimal untuk mengurangi kecemasan pasien.
• Pencahayaan ruangan cukup untuk mengurangi ilusi dan
mispersepsi lingkungan yang dapat meningkatkan risiko perilaku
kekerasan atau agresif.
• Ciptakan lingkungan yang aman dan tidak mengancam
Evaluasi dan Diagnosis Kegawatdaruratan Delirium
Penilaian Pemeriksaan Fisik
1. Pada pasien yang mengalami perubahan mendadak a. Riwayat penyakit medik: pemeriksaan fisik terutama
dalam fungsi fisik (penurunan mobilitas, perubahan nafsu kesadaran dan tanda vital serta pemeriksaan neurologis
makan, sulit tidur, gelisah), kognitif (bingung, sulit b. Riwayat penggunaan obat, zat psikoaktif, dan alkohol
konsentrasi, respons lambat), persepsi (halusinasi visual c. Riwayat penyakit psikiatrik: pemeriksaan status mental
atau auditorik), dan perilaku sosial (tidak kooperatif), cek dan riwayat psikososial
apakah ada faktor risiko predisposisi delirium.
2. Lakukan pemeriksaan fisik (status generalis, status Pemeriksaan Penunjang
neurologis) yang cermat serta lakukan pemeriksaan darah
lengkap, analisis gas darah dan elektrolit, kimia darah • Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan
(glukosa sewaktu, tes fungsi hati, fungsi ginjal), seperti:
urinalisis, EKG, dan foto toraks untuk menyingkirkan • Darah perifer lengkap,
faktor presipitasi delirium. • Urinalisa lengkap,
3. Untuk membantu menegakkan diagnosis delirium • Elektrolit,
dapat digunakan instrumen CAM (Confusion Assessment • Gula darah,
Method). • Fungsi hati,
4. Mengingat sifat delirium yang fluktuatif, sebaiknya • Fungsi ginjal,
pemeriksaan dilakukan serial/beberapa kali dengan
• Radiologi, dan
memperhitungkan variasi diurnal dan info dari berbagai
sumber (keluarga, perawat, dll).
• EKG (jika tersedia, terutama pada pasien
berusia di atas 40 tahun).
Penilaian Kegawatdaruratan NAPZA
Anamnesis Pemeriksaan Status Mental
Anamnesis dilakukan pada pasien dan orang yang
mengantarnya. Anamnesis meliputi tanda dan ⮚ Perasaan,
gejala yang ada, waktu timbul gejala, perilaku
yang menyertai, intensitas dan frekuensi gejala, ⮚ Pikiran dan
gejala yang mengarah pada gangguan organik,
misalnya demam, kejang dan trauma. Pada anamnesis
⮚ Perilaku
juga ditanyakan penggunaan NAPZA: jenis, lama
penggunaan, toleransi dosis, gejala putus zat,
pengobatan untuk penggunaan NAPZA
sebelumnya. Pemeriksaan Penunjang
⮚ Darah lengkap
Pemeriksaan Fisik ⮚ Tes urin untuk NAPZA
⮚ SGOT/SGPT
a. Pemeriksaan tanda vital, ⮚ Ureum/Creatinin
b. pemeriksaan fisik secara menyeluruh
Penilaian Kegawatdaruratan Psikotik
Wawancara Pemeriksaan Fisik dan
• Lakukan prinsip wawancara seperti pada Penunjang
prinsip wawancara psikiatrik
a. Lakukan pemeriksaan fisik dan penunjang
• Wawancara pada pasien dengan waham sesuai pemeriksaan kegawatdaruratan
kejar dan paranoid yang kuat: tetap hargai psikiatrik pada pasien gaduh gelisah.
dan sopan dalam wawancara, tetap jaga b. Singkirkan kemungkinan penyebab
dalam suasana yang formal. Kalimat organik dan penyalahgunaan NAPZA.
singkat dan mudah dipahami, kendalikan
situasi, bersikap tenang namun tegas.
Yakinkan bahwa ia berada di tempat yang
aman, tenaga kesehatan akan melindungi
pasien dari kemungkinan melukai diri
sendiri maupun dari orang lain.
• Jaga keamanan diri pewawancara
• Singkirkan kemungkinan penyebab
organik dan penyalahgunaan NAPZA.
Penilaian Kegawatdaruratan Psikiatri: Bunuh Diri
Penilaian II. Lakukan wawancara untuk mengkaji
Pada saat awal menghadapi gawat darurat bunuh
diri maka lakukan penilaian kondisi pasien dengan:
Faktor Risiko
1. Lakukan wawancara untuk mengkaji
kemungkinan penyebab
a. Penyakit fisik seperti epilepsi, tumor, penyakit
Alzheimer, multiple sklerosis, trauma, keganasan Faktor Protektif
terutama di kepala dan leher, penyakit autoimun,
penyakit ginjal, sindroma nyeri kronik dan
HIV/AIDS
b. Riwayat Gangguan Jiwa dan Komorbiditas
Gangguan Jiwa
Pikiran dan perilaku bunuh diri seringkali
ditemukan pada seseorang dengan gangguan jiwa,
terutama Gangguan Depresi, Gangguan Bipolar,
Skizofrenia, Gangguan Stres Pasca Trauma, Anxietas,
Gangguan Penyalahgunaan Zat, dan Gangguan
Kepribadian seperti Gangguan Kepribadian Antisosial
dan Gangguan Kepribadian Ambang
Faktor Risiko Bunuh Diri
− Adanya ide, rencana, dan akses ke alat- − Kehilangan – fisik, keuangan, personal
alat saat ini − Masalah yang berkepanjangan
− Riwayat percobaan bunuh diri atau − Riwayat perlakukan salah dan kekerasan
melukai diri sendiri (fisik, seksual, emosional)
− Riwayat keluarga dengan bunuh diri − Kondisi akut seperti dipermalukan, rasa
− Penyalahgunaan alkohol/ zat psikoaktif putus asa, rasa bersalah dan malu
− Riwayat gangguan jiwa saat ini atau − Masalah komorbiditas kesehatan, terutama
sebelumnya yang saling memperberat atau diagnosis
− Baru pulang dari perawatan di rawatan baru
psikiatri − Umur (usia lanjut dan dewasa muda), jenis
− Impulsivitas dan kontrol diri yang kelamin (laki-laki), tidak menikah, hidup
rendah sendiri

− Keputusasaan − Homo seksual


Faktor Protektif
− Dukungan sosial yang positif
− Spiritualitas
− Tanggungjawab pada keluarga, aset ekonomi
− Memiliki anak atau hamil
− Kepuasan hidup
− Memiliki kemampuan membedakan mana yang nyata dan mana yang
tidak
− Memiliki ketrampilan menyelesaikan masalah
− Hubungan terapeutik yang positif
Cara Menanyakan Kepada Pasien, diantaranya:
− “Saya menghargai betapa tidak mudahnya problem itu bagi anda saat ini.
Beberapa pasien saya dengan problem serupa mengatakan kepada saya bahwa
mereka berpikir untuk mengakhiri hidup. Apakah anda juga pernah memikirkan
hal serupa?”
− Atau :
⮚ “Apakah anda merasa putus asa dengan kondisi saat ini atau masa depan?”
⮚ “Jika ya, Pernahkah anda berpikir untuk mengakhiri hidup?”
⮚ “Jika ya, Kapan anda memiliki pikiran tersebut? Dan apakah anda memiliki
rencana untuk melakukannya?”
⮚ “Apakah anda pernah mencoba melakukannya?”
Lakukan Pemeriksaan Fisik untuk Mencari Kemungkinan
Tanda-tanda:
a) Sayatan pada pergelangan tangan.
b) Luka tusuk di dada atau abdomen
c) Luka tembak
d) Jejas bekas gantung diri
e) Luka memar akibat jatuh atau membentur benda keras
f) Bau muntah racun serangga
g) Tanda-tanda Intoksikasi obat-obatan tertentu
Instrumen Penilaian Risiko Bunuh
Diri/Perilaku Melukai Diri
03
TATALAKSANA
UMUM
KEDARURATAN
PSIKIATRI
Hal-hal yang Perlu Dilakukan dalam Menghadapi Pasien
dengan Kegawatdaruratan Psikiatri
• Berpikir dan bersikap kritis, selalu sadar bahwa kedaruratan bisa muncul di mana dan
kapan saja.
• Tetap tenang
• Perlu kontrol terhadap perasaan bingung, aneh, atau depresi
• Bersikap suportif
• Jaga jarak aman, termasuk bila diperlukan lakukan fiksasi
• Tawarkan pilihan, contoh apakah pasien mau mengontrol dirinya, minum obat, atau dibantu
dengan menggunakan fiksasi
• Tegaskan bahwa perilaku kekerasan tidak dapat ditolerir dan yakinkan bahwa pasien akan aman
• Lakukan dokumentasi terhadap hal-hal yang dilakukan terhadap pasien maupun keluarga
Hal-hal yang Harus Dihindari dalam Menghadapi Pasien
dengan Kegawatdaruratan Psikiatri

• Mengancam
• Menertawakan pasien saat melakukan wawancara
• Merasa tidak adekuat ataupun sangat tidak pasti
• Merasa terancam
• Sering menghakimi
• Marah terhadap keluarga yang membawa
Pemeriksaan yang Dilakukan pada Pasien dengan
Kegawatdaruratan Psikiatri

• Pemeriksaan fisik dan neurologik – Tanda Vital utama


• Pemeriksaan status mental
• Pemeriksaan penunjang bila diperlukan dan tersedia, terutama pada pasien yang
berusia di atas 40 tahun (skrining toksikologi, EKG, rontgen, laboratorium)
Penanganan pasien dengan kegawatdaruratan psikiatri
dilakukan oleh tim kegawatdaruratan
a) Tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, dll)
b) Tenaga keamanan (satpam, hansip, pamong praja, keamanan desa, dll)
yang telah dilatih untuk melakukan manajemen gaduh gelisah
c) Tokoh masyarakat (Lurah/Kepala Desa, RT, RW, tokoh agama, tokoh
wanita) yang telah dilatih untuk melakukan manajemen gaduh gelisah
Alat dan Obat Kegawatdaruratan
• Alat dan obat kegawatdaruratan dapat disiapkan dalam kotak untuk kegawatdaruratan psikiatri.
• Setiap jenis obat, hendaknya memiliki tempat terpisah dengan keterangan nama obat dan tanggal
kadaluarsa obat tersebut.
• Kotak akan berisi alat-alat dan obat-obat sebagai berikut:
Sediaan obat-obatan:
Alat-alat:
1. Obat oral
a) Alat fiksasi fisik untuk tangan dan kaki yang
a. Haloperidol tablet 0,5 mg, 1,5 mg, dan 5 mg
aman
b. Clorpromazine tablet 25 mg, 100 mg
Alat fiksasi fisik dapat dibuat dari bahan atau
c. Risperidone tablet 2 mg
kain yang kuat tetapi halus seperti kain blacu
d. Diazepam tablet 2 mg, 5 mg
dengan ukuran manset panjang 40 cm x lebar 20
e. Lorazepam 2 mg
cm x tinggi 0.5 cm. Memiliki 2 tali pengikat, 1 tali
f. Propanolol 10 mg, 40 mg
pengikat digunakan untuk mengikat manset, tali
2. Obat injeksi
lainnya yang lebih kokoh digunakan untuk mengikat
a. Haloperidol injeksi 5 mg (kerja singkat).
ke tempat tidur. Alat fiksasi disiapkan empat
Catatan: Haloperidol decanoas (depo, kerja
buah, masing-masing untuk dua untuk lengan dan
panjang) bukan untuk kegawatdaruratan.
dua untuk tungkai.
b. Diazepam injeksi 10 mg
b) Jaket fiksasi yang dipergunakan untuk pasien
c. Chlorpromazine injeksi 25 mg
dengan hiperaktivitas motorik
d. Sulfas Atropin injeksi
c) Alat injeksi – spuit 3 cc
e. Diphenhidramin injeksi
A. Alat fiksasi kaki dan tangan B. Jaket fiksasi
TATALAKSANA GADUH GELISAH SECARA UMUM
Algoritma penatalaksanaan gaduh gelisah
Manajemen Penatalaksanaan Gaduh Gelisah
A. Lakukan prinsip penatalaksanaan Kegawatdaruratan Psikiatri (strategi umum, modifikasi lingkungan)
B. Tawarkan untuk mengontrol kondisi gaduh gelisah dengan pemberian medikasi oral seperti Haloperidol
tunggal atau menggunakan kombinasi diazepam atau lorazepam untuk membantu pasien merasa tenang (dan bukan
untuk tidur) agar evaluasi dapat dilakukan.Klorpromazin juga dapat diberikan sebagai pilihan jika tidak terdapat
kontraindikasi.
C. Bila terapi oral ditolak atau gagal, dapat diberikan injeksi tunggal Haloperidol jangka pendek untuk
emergensi (I.M.) yang dapat diulang setiap 30 menit hingga mencapai dosis maksimal ATAU Diazepam
injeksi (I.V. lebih baik, dapat diberikan I.M. bila I.V sulit dilakukan, kontraindikasi pada penurunan kesadaran)
yang dapat diulang setiap 30 menit hingga mencapai dosis maksimal. Kombinasi keduanya dapat diberikan bila
kondisi gaduh gelisah pasien sangat berat. Perhatikan tanda-tanda efek samping pemberian haloperidol.
D. Bila pasien sulit untuk ditenangkan untuk pemberian injeksi, dapat dilakukan tindakan pengikatan fisik
(restraint) dengan tujuan untuk membantu pasien mengendalikan diri, menjaga keselamatan pasien, dan
memudahkan pemberian obat.
E. Setelah kondisi pasien tenang, lakukan pemeriksaan yang diperlukan. Observasi pasien setiap 15 menit
sekali, catat adanya peningkatan atau penurunan perilaku (terkait dengan perilaku, verbal, emosi, dan fisik)
Pelaksanaan pembatasan gerak/pengekangan fisik (restraint)

❖ Lakukan informed consent secara lisan dan tuliskan di dalam status pasien. Jelaskan tindakan yang
akan dilakukan, bukan sebagai hukuman tapi untuk mengamankan pasien, orang lain dan lingkungan
dari perilaku pasien yang tidak terkontrol.
❖ Siapkan ruang isolasi/alat pengikat (restraint) yang aman – Lihat gambar di Bab I.
❖ Lakukan kontrak/kesepakatan untuk mengontrol perilakunya.
❖ Pilih alat pengikat yang aman dan nyaman, terbuat dari bahan katun.
❖ Pengikatan dilakukan oleh min. 4 orang; satu orang memegang kepala pasien, 2 orang memegang
ekstremitas atas dan 1 orang memegang ekstremitas bawah.
❖ Pengikatan dilakukan di tempat tidur bukan di sisi tempat tidur dengan posisi terlentang, kedua kaki
lurus, satu lengan di samping badan, satu lengan ke arah kepala.
Pelaksanaan pembatasan gerak/pengekangan fisik (restraint)
(lanjutan)

❖ Ikatan sebaiknya tidak terlalu kencang, juga tidak longgar untuk mencegah cedera.
❖ Beri bantal di daerah kepala.
❖ Lakukan observasi pengekangan setiap 30 menit. Hal-hal yang perlu diobservasi:
o tanda-tanda vital
o tanda-tanda cedera yang berhubungan dengan proses pengikatan
o nutrisi dan hidrasi
o sirkulasi dan rentang gerak ekstremitas (kuat lemahnya ikatan)
o higiene dan eliminasi
o status fisik dan psikologis
o kesiapan klien untuk dilepaskan dari pengikatan, termasuk tanda vital
Pelaksanaan pembatasan gerak/pengekangan fisik (restraint)
(lanjutan)

❖ Lakukan perawatan pada daerah pengikatan, pantau kondisi kulit yang diikat (warna,
temperatur, sensasi), lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian setiap 2
jam, lakukan perubahan posisi pengikatan.
❖ Libatkan dan latih pasien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka secara bertahap.
❖ Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya: ikatan dibuka satu persatu secara bertahap dimulai
dari pergelangan tangan yang tidak dominan, dilanjutkan pergelangan tangan lainnya, selanjutnya jika
pasien tidak menunjukkan perilaku agresif lepaskan pengekangan pada pergelangan tangan kanan dan
terakhir tangan kiri.
Jika klien sudah mulai dapat mengontrol perilakunya, maka pasien sudah dapat dicoba untuk berinteraksi
tanpa pengikatan dengan terlebih dahulu membuat kesepakatan yaitu jika kembali perilakunya tidak
terkontrol maka pasien akan diisolasi/dilakukan pengikatan kembali.
Tindak Lanjut dan Rujukan
Lakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki layanan psikiatri atau RS
Jiwa, bagi pasien dengan perilaku kekerasan yang tidak teratasi di puskesmas.
TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN DELIRIUM

1. Atasi kondisi medis yang diduga mencetuskan delirium.


2. Bila pasien gelisah hingga membahayakan diri/orang lain atau mengganggu jalannya
pengobatan, berikan obat antipsikotik dosis rendah per oral, yaitu Haloperidol tiap 4 – 6 jam,
dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal per hari.
*) Untuk lansia dosis maksimal lebih kecil daripada dosis dewasa.
3. Pada agitasi berat atau kondisi yang tidak memungkinkan pemberian per oral dapat diberikan
injeksi Haloperidol jangka pendek (short acting) IM, dapat diulang setelah 30 menit hingga
dosis maksimal yang telah ditentukan. Hindari pemberian benzodiazepin (kecuali pada
delirium yang disebabkan oleh penggunaan alkohol).
4. Setelah gaduh gelisah teratasi dan pasien stabil, segera rujuk ke RS untuk penanganan lanjut.
TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN NAPZA

PSIKOFARMAKA Tatalaksana Khusus

I. Tatalaksana Intoksikasi Terapi Intoksikasi Opioid:

Tatalaksana Umum • Nalokson IV, IM, atau subkutan, bila belum

a) Penanganan kondisi medik umum berhasil dapat diulang sesudah 3-10 menit sampai

b) Monitoring vital sign 2-3 kali dan pasien dipantau selama 24 jam

c) Evaluasi tingkat kesadaran, serta jalan nafas • Apabila tidak ada nalokson maka diberikan

pasien terapi simptomatik, apabila pasien gelisah maka

• Observasi tanda vital setiap 15 menit selama 4 jam dapat diberikan antipsikotik secara oral atau

• Evaluasi perlunya pemberian oksigen suntikan (lihat bab gaduh gelisah)

• Pasien dipuasakan untuk menghindari aspirasi • Mengatasi penyulit sesuai dengan kondisi klinis
• Bila kondisi fisik membutuhkan perawatan
intensif maka dirujuk ke rumah sakit
TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN NAPZA

Terapi Intoksikasi Kokain dan Amfetamin: Terapi Intoksikasi Kanabis:


• Bila suhu naik → kompres dengan air hangat • Ciptakan suasana yang tenang
• Untuk mencegah kejang berikan diazepam • Ajak bicara tentang apa yang dialami
diulang 15-20 menit • Jelaskan kondisi ini bersifat sementara dan
• Bila ada gejala psikotik berikan haloperidol dalam waktu 4-8 jam akan menghilang
• Bila terjadi takikardi berikan propanolol • Diazepam per oral atau parenteral, diulang
setiap jam bila diperlukan (hati-hati
depresi pernafasan)
• Apabila gejala psikotik menonjol maka
dapat diberikan haloperidol peroral
TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN NAPZA

Terapi Intoksikasi Alkohol: Terapi Intoksikasi Sedatif-Hipnotik:


• Kondisi Hipoglikemi maka berikan 50 ml
Diperlukan terapi kombinasi yang bertujuan :
Dextrose 40%.
• Injeksi Thiamine 100 mg IV untuk • Mengurangi efek obat dalam tubuh
profilaksis terjadinya Wernicke • Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut
Encephalopathy.
• Mencegah komplikasi jangka panjang
• Apabila pasien gelisah maka dapat
diberikan antipsikotik, haloperidol IM,
yang dapat diulang per 30 menit, sampai
dosis maksimal yang telah ditentukan.
• Apabila kesadaran menurun maka rujuk
pasien ke rumah sakit.
Terapi Intoksikasi Sedatif-Hipnotik

Langkah I : Mengurangi efek Sedatif-Hipnotik:


• Pemberian Flumazenil (Antagonis Benzodiazepine, apabila ada)
Tindakan suportif termasuk :
- Pertahankan jalan nafas, berikan pernafasan buatan bila diperlukan
- Perbaiki gangguan elektrolit bila ada
•Diuresis dapat berikan Furosemide atau Manitol untuk mengeluarkan obat

Langkah II : Mengurangi absorbsi lebih lanjut:


• Rangsang muntah, bila baru terjadi pemakaian.

Langkah III : Mencegah komplikasi:


• Perhatikan tanda-tanda vital, periksa kemungkinan adanya depresi pernafasan, aspirasi dan
edema paru
• Bila pasien ada usaha bunuh diri, maka harus ditempatkan di tempat khusus dengan
pengawasan yang ketat
• Rujuk pasien ke Rumah Sakit apabila dibutuhkan perawatan intensif
TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN NAPZA

Terapi Intoksikasi Halusinogen: Terapi Intoksikasi Inhalansia:


• Lingkungan yang nyaman • Pertahankan Oksigenasi
• Jelaskan efek yang ditimbulkan obat-obat • Simptomatik
tersebut dan efek tersebut akan menghilang • Pasien dengan gangguan neurologik
seiring dengan bertambahnya waktu bermakna, misalnya neuropati atau
• Pemberian antianxietas yaitu Diazepam persistent ataxia, harus mendapatkan
oral atau Lorazepam oral evaluasi formal dan observasi ketat,
sehingga pasien harus dirujuk
TATALAKSANA PUTUS ZAT
Tatalaksana Umum
- Penanganan kondisi medik umum
- Monitoring vital sign
Terapi Putus Zat Opioid: Terapi Putus Kokain, Terapi Putus Alkohol:
▪ Terapi simptomatik dengan Amfetamin Atau Zat Yang ▪Atasi kondisi gelisah dengan golongan
menggunakan analgetik bila ada rasa Menyerupai: Benzodiazepin (diazepam IM atau IV yang dapat
nyeri, atau bila pasien gelisah maka • Tempatkan pada suasana diulang tiap 30 menit sampai dosis maksimal
dapat diberikan golongan tenang yang telah ditentukan)
• Diberikan benzodiazepin
▪ Bila ada kejang akibat putus zat maka atasi
benzodiazepin, diazepam (per oral)
atau antipsikotik dosis rendah seperti diazepam untuk
haloperidol (per oral) tidur
dengan Benzodiazepin (Diazepam yang
▪ Apabila pasien sangat gelisah maka disuntikan IV secara perlahan)
dapat diberikan suntikan (sesuai ▪ Dapat juga diberikan Thiamine 100 mg ditambah
dengan bab gaduh gelisah) 4 mg Magnesium Sulfat dalam 1 liter 5%
Dextrose/normal saline selama 1-2 jam
▪ Bila terjadi Delirium Tremens harus dirujuk
TATALAKSANA PUTUS ZAT
NON PSIKOFARMAKA
Tips perawatan pasien dengan penyalahgunaan NAPZA
1. Komunikasi terapeutik
● Bicara dengan tenang
● Gunakan kalimat singkat dan jelas
2. Jika ditemukan gejala putus zat maka hindarkan pasien dari stimulus lingkungan yang berlebihan
seperti pencahayaan yang terlalu terang atau lingkungan yang berisik
3. Berikan edukasi mengenai kondisi pasien secara jelas dan singkat
4. Persuasi pasien untuk tidak gelisah
5. Edukasi pasien dan keluarga untuk melanjutkan pengobatan untuk masalah penyalahgunaan
NAPZA di institusi yang terkait
6. Psikoterapi suportif dengan memberikan pujian bagi pasien apabila ia bersikap tenang
7. Observasi adanya tanda-tanda risiko bunuh diri pada pasien
PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN PSIKOTIK
Lakukan manajemen penatalaksanaan pasien gaduh gelisah secara umum. Berikut ini
algoritma penatalaksanaan gaduh gelisah pada pasien psikotik:
PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN BUNUH DIRI
• Penatalaksanaan gawat darurat bunuh diri dimulai dari penilaian bentuk perilaku bunuh
diri, apakah berupa ancaman/isyarat saja atau ancaman/isyarat disertai dengan percobaan
bunuh diri.
• Bila yang ditemukan dalam bentuk ancaman/isyarat saja maka penatalaksanaannya adalah
Manajemen Risiko Bunuh Diri.
• Apabila yang ditemukan adalah percobaan bunuh diri maka penatalaksanaannya adalah
penatalaksanaan manajemen kondisi fisik (penanganan cedera atau keracunannya), baru setelah
kondisinya fisiknya aman dilanjutkan dengan manajemen risiko bunuh diri ( Lihat algoritma berikut):
Pasien Ancaman/Isyarat Pasien Percobaan
Bunuh Diri Bunuh Diri

Tanda-tanda
Tanda-tanda Intoksikasi
Pencederaan Fisik

Manajemen Risiko Manajemen Kondisi


Bunuh Diri Fisik
1. Tindakan yang Harus Dilakukan dan yang Harus DIhindari
Tindakan yang Harus Dilakukan Tindakan yang Harus Dihindari
a. Waspada – kenali faktor risiko dan tanda penting a. Menantang untuk melakukan tindakan bunuh diri
b. Bertindak – singkirkan alat-alat yang dapat dipergunakan b. Terlihat terpukul atau terkejut
untuk melukai diri seperti obat-obatan, pembasmi c. Bertanya “Kenapa” → karena hal ini akan
serangga, tali, senjata api, alkohol, dan zat psikoaktif lain memicu terpikirnya alasan untuk mati dan seakan
membenarkan pilihan tersebut Menghakimi –
c. Terbuka – bicarakan secara terbuka tentang hal-hal yang mendebat tentang bunuh diri itu salah atau benar,
dikuatirkan dan pikiran bunuh diri perasaan itu baik atau buruk, memberi kuliah
d. Menyediakan diri – tunjukan minat, pengertian, dan tentang nilainilai kehidupan
dukungan d. Menjanjikan untuk menjadikan hal ini rahasia,
e. Mau mendengarkan – ijinkan untuk mengekpresikan karena bila situasi darurat terjadi, kita wajib
perasaannya, terima, dan sabar mengontak keluarga atau orang terdekat pasien
untuk melakukan upaya pengamanan pertama
f. Harapan – tawarkan harapan yang merupakan alternatif
yang tersedia namun jangan pastikan bahwa alternatif itu e. Pemberian antidepresan terutama golongan
akan mengubah segalanya. tipikal seperti amitriptilin sebaiknya dihindari
pada fase-fase awal risiko bunuh diri karena
Jejaring bantuan – dapatkan kerjasama dan bantuan dapat memperbesar risiko percobaan bunuh diri
profesional kesehatan jiwa secepat mungkin
II. Meningkatkan Durasi Kontak untuk Mencegah Aksi Percobaan Bunuh
Diri (Manajemen Risiko Bunuh Diri)

• Prioritas pertama dalam penanganan kasus kedaruratan akibat bunuh diri adalah menyelamatkan nyawa
pasien.
• Manajemen kondisi bunuh diri bisa terjadi di puskesmas atau saat keluarga/pasien menghubungi petugas
puskesmas di tempat kejadian.
• Dalam keadaan seperti itu maka satu petugas Puskesmas tetap berkomunikasi dengan pasien/keluarga,
sementara ada tim darurat yang datang ke tempat kejadian.
III. Tindakan-tindakan Khusus

Kondisi Khusus Tindakan


Mereka yang telah merencanakan bunuh diri saat ini • Perlu untuk dirawat
• Menyingkirkan alat-alat
• Membina hubungan terus dengan pasien dan
kontak sumber dukungan terdekat
Mereka yang tampak gelisah dan sulit mengendalikan Lakukan manajemen gaduh gelisah
diri
Mereka yang memiliki rasa nyeri dan sesak Bantu untuk mengurangi rasa nyeri dan sesak

Mereka yang dengan perilaku bunuh diri sebelumnya Lindungi dari bahaya seperti yang dulu pernah
dilakukan
Mereka yang memiliki gangguan jiwa Hubungkan ke layanan kesehatan jiwa
IV. Manajemen untuk Mencegah Percobaan Bunuh Diri Berikutnya
Apabila pasien dengan percobaan bunuh diri sudah stabil kondisi baik fisik maupun mentalnya, maka tindakan
berikutnya adalah untuk memastikan keadaan pasien aman. Langkah-langkah yang dapat dilakukan:
1) Awasi, jangan biarkan pasien sendirian. Selama 24 jam sebaiknya pasien termonitor oleh keluarga/tenaga
kesehatan
2) Simpan benda-benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri seperti benda tajam, tali, ikat pinggang, racun
serangga.
3) Apabila pasien minum obat-obatan psikiatri, pastikan obat benar-benar diminum dan dalam jumlah yang
sesuai.
4) Buat kontrak dengan pasien bahwa ia tidak akan melakukan tindakan bunuh diri dalam jangka waktu tertentu,
misalnya sampai dengan pertemuan berikutnya, atau akan menghubungi tenaga kesehatan apabila muncul
keinginan untuk bunuh diri. Pada saat pasien berobat lagi, buat kontrak lagi, demikian seterusnya.
5) Tegakkan hubungan saling percaya dengan pasien
6) Jangan menghakimi perilaku pasien.
7) Tingkatkan harga diri pasien dengan memberikan kesempatan pasien menceritakan aspek positif dirinya,
menyusun rencana jangka pendek dan memberikan kesempatan pasien untuk melaksanakan rencananya
dengan sukses.
8) Kerahkan dukungan keluarga/orang terdekat. Edukasi keluarga atau orang terdekat agar memberikan
dukungan kepada pasien.
9) Ajak pasien untuk mengenali potensi penyelesaian masalah yang selama ini efektif dan memperkenalkan
Tindak Lanjut/Rujukan
• Apabila pasien tidak memiliki keluarga
atau keluarga tidak mampu merawat
pasien di rumah maka pasien perlu
dilakukan hospitalisasi.
• Perlu diinformasikan apa yang akan
dilakukan di tempat rujukan, misalnya
kemungkinan pemberian obat,
psikoterapi, termasuk perawatan lanjutan
dari risiko akibat tindakan percobaan
bunuh diri.
Terima kasih

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,


including icons by Flaticon, infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai