Kegawatdaruratan
Psikiatrik
Manajemen Kesehatan Jiwa Terpadu
Pengertian Kegawatdaruratan Psikiatri
Kegawatdaruratan psikiatri adalah suatu
kondisi yang ditandai oleh adanya gangguan
pada pikiran, perasaan, dan perilaku
seseorang yang memerlukan perhatian dan
intervensi terapeutik segera. Termasuk di
dalamnya kondisi yang berhubungan dengan
gaduh gelisah (agitasi, agresif, dan perilaku
kekerasan) dan percobaan bunuh diri. Kondisi
ini dapat terjadi di dalam atau di luar gedung
layanan kesehatan
Kegawatdaruratan Psikiatri, termasuk:
Agitasi Agresif
merupakan perilaku patologis dapat berbentuk agresi verbal
yang ditandai dengan adanya atau fisik terhadap benda atau
peningkatan aktivitas verbal atau seseorang
motorik yang tak bertujuan
Apabila menemukan kasus/pasien dengan kondisi kegawatdaruratan psikiatrik, dibuat alur pikir
untuk menentukan diagnosis secara cepat, dan memisahkan pasien yang memerlukan penanganan
segera. Diagnosis dibuat secara hierarkis, dimulai dari diagnosis gangguan jiwa akibat penyakit
organik yang mengancam nyawa hingga ditegakkan gangguan jiwa lainnya.
Alur diagnosis pasien dengan kondisi kegawatdaruratan psikiatri adalah sebagai berikut:
ALGORITMA UTAMA
Inkoherensi
Onset akut
Waham, terutama waham kejar yang kuat, disertai sikap bermusuhan (paranoid),
waham kendali, waham pengaruh, dan waham kebesaran.
4. Bunuh Diri
Jenis perilaku bunuh diri antara lain:
• Mengancam
• Menertawakan pasien saat melakukan wawancara
• Merasa tidak adekuat ataupun sangat tidak pasti
• Merasa terancam
• Sering menghakimi
• Marah terhadap keluarga yang membawa
Pemeriksaan yang Dilakukan pada Pasien dengan
Kegawatdaruratan Psikiatri
❖ Lakukan informed consent secara lisan dan tuliskan di dalam status pasien. Jelaskan tindakan yang
akan dilakukan, bukan sebagai hukuman tapi untuk mengamankan pasien, orang lain dan lingkungan
dari perilaku pasien yang tidak terkontrol.
❖ Siapkan ruang isolasi/alat pengikat (restraint) yang aman – Lihat gambar di Bab I.
❖ Lakukan kontrak/kesepakatan untuk mengontrol perilakunya.
❖ Pilih alat pengikat yang aman dan nyaman, terbuat dari bahan katun.
❖ Pengikatan dilakukan oleh min. 4 orang; satu orang memegang kepala pasien, 2 orang memegang
ekstremitas atas dan 1 orang memegang ekstremitas bawah.
❖ Pengikatan dilakukan di tempat tidur bukan di sisi tempat tidur dengan posisi terlentang, kedua kaki
lurus, satu lengan di samping badan, satu lengan ke arah kepala.
Pelaksanaan pembatasan gerak/pengekangan fisik (restraint)
(lanjutan)
❖ Ikatan sebaiknya tidak terlalu kencang, juga tidak longgar untuk mencegah cedera.
❖ Beri bantal di daerah kepala.
❖ Lakukan observasi pengekangan setiap 30 menit. Hal-hal yang perlu diobservasi:
o tanda-tanda vital
o tanda-tanda cedera yang berhubungan dengan proses pengikatan
o nutrisi dan hidrasi
o sirkulasi dan rentang gerak ekstremitas (kuat lemahnya ikatan)
o higiene dan eliminasi
o status fisik dan psikologis
o kesiapan klien untuk dilepaskan dari pengikatan, termasuk tanda vital
Pelaksanaan pembatasan gerak/pengekangan fisik (restraint)
(lanjutan)
❖ Lakukan perawatan pada daerah pengikatan, pantau kondisi kulit yang diikat (warna,
temperatur, sensasi), lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian setiap 2
jam, lakukan perubahan posisi pengikatan.
❖ Libatkan dan latih pasien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka secara bertahap.
❖ Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya: ikatan dibuka satu persatu secara bertahap dimulai
dari pergelangan tangan yang tidak dominan, dilanjutkan pergelangan tangan lainnya, selanjutnya jika
pasien tidak menunjukkan perilaku agresif lepaskan pengekangan pada pergelangan tangan kanan dan
terakhir tangan kiri.
Jika klien sudah mulai dapat mengontrol perilakunya, maka pasien sudah dapat dicoba untuk berinteraksi
tanpa pengikatan dengan terlebih dahulu membuat kesepakatan yaitu jika kembali perilakunya tidak
terkontrol maka pasien akan diisolasi/dilakukan pengikatan kembali.
Tindak Lanjut dan Rujukan
Lakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki layanan psikiatri atau RS
Jiwa, bagi pasien dengan perilaku kekerasan yang tidak teratasi di puskesmas.
TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN DELIRIUM
a) Penanganan kondisi medik umum berhasil dapat diulang sesudah 3-10 menit sampai
b) Monitoring vital sign 2-3 kali dan pasien dipantau selama 24 jam
c) Evaluasi tingkat kesadaran, serta jalan nafas • Apabila tidak ada nalokson maka diberikan
• Observasi tanda vital setiap 15 menit selama 4 jam dapat diberikan antipsikotik secara oral atau
• Pasien dipuasakan untuk menghindari aspirasi • Mengatasi penyulit sesuai dengan kondisi klinis
• Bila kondisi fisik membutuhkan perawatan
intensif maka dirujuk ke rumah sakit
TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN NAPZA
Tanda-tanda
Tanda-tanda Intoksikasi
Pencederaan Fisik
• Prioritas pertama dalam penanganan kasus kedaruratan akibat bunuh diri adalah menyelamatkan nyawa
pasien.
• Manajemen kondisi bunuh diri bisa terjadi di puskesmas atau saat keluarga/pasien menghubungi petugas
puskesmas di tempat kejadian.
• Dalam keadaan seperti itu maka satu petugas Puskesmas tetap berkomunikasi dengan pasien/keluarga,
sementara ada tim darurat yang datang ke tempat kejadian.
III. Tindakan-tindakan Khusus
Mereka yang dengan perilaku bunuh diri sebelumnya Lindungi dari bahaya seperti yang dulu pernah
dilakukan
Mereka yang memiliki gangguan jiwa Hubungkan ke layanan kesehatan jiwa
IV. Manajemen untuk Mencegah Percobaan Bunuh Diri Berikutnya
Apabila pasien dengan percobaan bunuh diri sudah stabil kondisi baik fisik maupun mentalnya, maka tindakan
berikutnya adalah untuk memastikan keadaan pasien aman. Langkah-langkah yang dapat dilakukan:
1) Awasi, jangan biarkan pasien sendirian. Selama 24 jam sebaiknya pasien termonitor oleh keluarga/tenaga
kesehatan
2) Simpan benda-benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri seperti benda tajam, tali, ikat pinggang, racun
serangga.
3) Apabila pasien minum obat-obatan psikiatri, pastikan obat benar-benar diminum dan dalam jumlah yang
sesuai.
4) Buat kontrak dengan pasien bahwa ia tidak akan melakukan tindakan bunuh diri dalam jangka waktu tertentu,
misalnya sampai dengan pertemuan berikutnya, atau akan menghubungi tenaga kesehatan apabila muncul
keinginan untuk bunuh diri. Pada saat pasien berobat lagi, buat kontrak lagi, demikian seterusnya.
5) Tegakkan hubungan saling percaya dengan pasien
6) Jangan menghakimi perilaku pasien.
7) Tingkatkan harga diri pasien dengan memberikan kesempatan pasien menceritakan aspek positif dirinya,
menyusun rencana jangka pendek dan memberikan kesempatan pasien untuk melaksanakan rencananya
dengan sukses.
8) Kerahkan dukungan keluarga/orang terdekat. Edukasi keluarga atau orang terdekat agar memberikan
dukungan kepada pasien.
9) Ajak pasien untuk mengenali potensi penyelesaian masalah yang selama ini efektif dan memperkenalkan
Tindak Lanjut/Rujukan
• Apabila pasien tidak memiliki keluarga
atau keluarga tidak mampu merawat
pasien di rumah maka pasien perlu
dilakukan hospitalisasi.
• Perlu diinformasikan apa yang akan
dilakukan di tempat rujukan, misalnya
kemungkinan pemberian obat,
psikoterapi, termasuk perawatan lanjutan
dari risiko akibat tindakan percobaan
bunuh diri.
Terima kasih