Pendahuluan Keluarga berencana (KB) merupakan suatu pilihan untuk mencegah terjadinya kehamilan dan untuk mengontrol waktu dan jumlah kehamilan (McCan, 2004). Kontrasepsi adalah pencegahan terjadinya konsepsi, menggunakan metode atau menghalangi terjadinya fertilisasi ovum. KB dapat menggunakan berbagai metode seperti tidak melakukan hubungan seksual, metode alami, penghalang mekanik, agen farmakologi, penghalang kimiawi, dan pembedahan. Dengan angka kegagalan 0 %, abstinence (tidak melakukan hubungan seksual) adalah cara paling efektif untuk mencegah konsepsi. Selain itu, cara efektif untuk mencegah penularan penyakit menular seksual (PMS). Namun cara ini bukan merupakan pilihan yang umum terutama pada orang dewasa. IMPLIKASI KEPERAWATAN kaji secara hati–hati: kepercayaan masing–masing dan sikap tentang keluarga berencana (KB). Bersikap terbuka, berikanlah konseling tanpa menghakimi dengan BHSP, Jika memungkinkan, ketika memberikan pendidikan kesehatan tentang KB, usahakan kehadiran pasangan atau orang yang memegang keputusan, kaji riwayat kesehatan reproduksi, kaji tentang interval diantara menstruasi, durasi menstruasi, jumlah darah yang keluar, masalah yang terjadi selama menstruasi, jumlah kehamilan yang lalu, jumlah persalinan/kelahiran bayi, lamanya setiap kehamilan, metode persalinan, jenis kelamin dan berat bayi lahir, masalah selama kehamilan yang lalu, masalah setelah bersalin, risiko potensial komplikasi. JENIS KB Metode Alami Metode Farmakologi Metode Penghalang/Barrier METODE ALAMI Metode yang tidak menggunakan bahan kimia atau benda asing atau penghalang untuk mencegah kehamilan. Ada beberapa kepercayaan bahwa penggunaan bahan kimia atau benda asing pada kontrasepsi tidak boleh digunakan. Masa subur ibu harus dihitung sehingga ibu dapat menghindari melakukan hubungan seksual. Angka kegagalan penggunaan kontrasepsi alami berkisar 10–20 %. Jenis metode alami: Kalender, suhu basal tubuh (basal body temperature, senggama terputus (coitus interuptus). 1. Metode Kalender Disebut juga dengan metode ritmik. Pasangan harus menghindari senggama/hubungan seksual ketika ibu berada dalam keadaan subur, yaitu 3 hari sebelum dan sesudah ovulasi. Siklus menstruasi normal (setelah dikaji selama 6 bulan) antara 21 hari sampai dengan 35 hari, rata–rata 28 hari. Contoh kasus: Jika seorang ibu memiliki siklus menstruasi yang normal. Kemudian ibu tersebut mengalami menstruasi pada tanggal 1 Oktober 2020, maka ovulasinya adalah 14 hari setelah hari pertama haid terakhir (HPHT). Jadi perkiraan ovulasinya adalah tanggal 15 Oktober 2020. Ibu tidak boleh melakukan senggama selama 7 hari sebelum ovulasi dan 4 hari setelah ovulasi. Maka ibu tidak boleh melakukan senggama sejak tanggal 8 Oktober sampai dengan 19 Oktober 2020. Jika ibu dan pasangan tetap ingin melakukan senggama, maka harus dibarengi dengan penggunaan kontrasepsi lainnya seperti kondom atau yang lainnya. 2. Suhu basal tubuh Basal body temperature (BBT) atau suhu basal tubuh biasanya lebih rendah selama 2 minggu pertama dari siklus menstruasi sebelum ovulasi. Segera setelah ovulasi, suhu mulai meningkat, berlanjut hingga menstruasi berikutnya. Artinya bahwa peningkatan suhu merupakan indikasi bahwa progesteron dikeluarkan ke dalam sistem. Atau dapat juga dikatakan bahwa ibu mengalami ovulasi. Sehari sebelum ovulasi, suhu basal tubuh ibu biasanya mengalami penurunan hingga satu setengah derajat. Ketika ovulasi, suhu basal tubuh ibu akan meningkat satu derajat karena pengaruh progesteron. Jika ibu akan menggunakan metode kontrasepsi suhu basal tubuh, maka ibu harus mengukur suhunya setiap hari setelah bangun namun sebelum beranjak dari tempat tidur dan melakukan aktivitasnya sehari–hari. Setelah mencatat suhu tubuhnya setiap hari, ibu harus melihat peningkatan suhu tubuh pada tanggal berapa. Peningkatan suhu tubuh mengindikasikan terjadinya ovulasi. 3. Metode lendir serviks
Metode ovulasi merupakan metode keluarga berencana
alamiah (KBA) dengan cara mengenali masa subur dari siklus menstruasi dengan mengamati lendir serviks dan perubahan rasa pada vulva menjelang hari–hari ovulasi. Berdasarkan planned parent hood, lendir/mukosa seviks adalah lendir yang dihasilkan oleh aktivitas biosintesis sel sekretori serviks dan mengandung tiga komponen penting yaitu: 1. Molekul lendir. 2. Air. 3. Senyawa kimia dan biokimia (natrium klorida, rantai protein, enzim, dll). Pengamatan lendir serviks dapat dilakukan dengan: 1. Merasakan perubahan rasa pada vulva sepanjang hari. 2. Melihat langsung lendir pada waktu tertentu. Angka kegagalan dari metode mukosa serviks sekitar 3–4 perempuan per 100 perempuan per tahun. Teori lain juga mengatakan, apabila petunjuk metode mukosa serviks atau ovulasi billings ini digunakan dengan benar maka keberhasilan dalam mencegah kehamilan 99 persen. Pola lendir serviks pada wanita dapat dipengaruhi oleh: 1. Menyusui. 2. Operasi serviks dengan cryotherapy atau electrocautery. 3. Penggunaan produk kesehatan wanita yang dimasukkan dalam alat reproduksi. 4. Perimenopause. 5. Penggunaan kontrasepsi hormonal termasuk kontrasepsi darurat. 6. Spermisida. 7. Infeksi penyakit menular seksual. 8. Terkena vaginitis. 4. Senggama terputus Senggama terputus merupakan kontrasepsi paling tua yang telah diketahui sejak dulu. Senggama terputus adalah mengeluarkan penis dari vagina selama senggama sebelum ejakulasi (McCan, 2004). Senggama terputus mencegah terjadinya kehamilan karena sperma diejakulasikan di luar vagina. METODE FARMAKOLOGI Kontrasepsi Oral (Pil kombinasi, mini pil) Kontrasepsi suntik/injeksi Susuk METODE PENGHALANG/BARRIER Kondom pria Diafragma Spermisida METODE LAINNYA Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR/IUD) Metode operasi wanita (MOW) Metode operasi pria (MOP)