Berbagai mekanisme dapat mendasari toksisitas obat. Biasanya reaksi toksik
merupakan kelanjutan dari efek farmakodinamik. Karena itu, gejala toksik merupakan efek farmakodinamik yang berlebihan. Suatu hipnotik akan menimbulkan koma. Ketidakmurnian dalam sediaan hormon, seperti insulin dapat menyebabkan reaksi toksik. Kelainan yang disebabkan oleh reaksi antigen-antibodi bermanifestasi sebagai reaksi alergi. Gugus kimia tertentu dapat menimbulkan reaksi toksik yang sama.
Zat pengisi laktosa dalam produk fenitoin dapat memperbesar
bioaviabilitas sehingga meninggikan kadar fenitoin dalam darah. Hal ini dapat menimbulkan keracunan karena batas keamanan fenitoin sempit. Di bawah kadar 10 mikrogram/mL fenitoin tidak efektif, sedangkan di atas 20 mikrogram/mL timbul reaksi toksik, sedangkan penggunaan fenitoin dalam dosis 0,3 gram sehari dapat memberikan kadar darah yang bervariasi yaitu 4-60 mikrogram/mL. Lanjutan
Produk dekomposisi dari tetrasiklin yang berwarna coklat mengandung epi-
anhidrotetrasiklin yang dapat merusak ginjal, dan karena itu tetrasiklin yang telah menjadi coklat tidak boleh digunakan lagi. Kerusakan jaringan tubuh, misalnya hati dan ginjal dapat mengganggu secara tidak langsung dan memudahkan terjadinya toksisitas.