1 Asas-Asas Hukum Pidana (Complete)
1 Asas-Asas Hukum Pidana (Complete)
HUKUM PIDANA
3
UU Lingkungan
UU Pers
UU Pendidikan Nasional
UU Perbankan
UU Pajak
UU Partai Politik
UU pemilu
UU Merek
UU Kepabeanan
UU Pasar Modal
dll
Hukum Pidana Umum & Khusus
Internasional:
• Ps 15 (1) ICCPR: hukum tidak berlaku surut
• Ps 15 (2) ICCPR pengecualian, untuk
kejahatan menurut hukum kebiasaan
international: boleh berlaku surut
• Ps 22, 23, dan 24 ICC (Statuta Roma)
Nasional
• Ps 28i UUD 1945
• Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun
1999
Ps 28i UUD 1945
• Kaitannya dg Ps 1 KUHP
• Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa
• Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku
tindak pidana anak : UU Pengadilan Anak
Pengecualian Larangan Berlaku Surut
dan Putusan MK
• MK membatalkan ketentuan berlaku surut
dalam UU Pemberantasan TP Terorisme
(UU No.16/2003) karena bertentangan
dengan UUD 1945
3. Larangan penggunaan analogi
- Otentik
- Sistematis
- Gramatikal
- Historis
- Sosiologis
- Teleologis
- Ekstensif
Penafsiran Ekstensif Vs Analogi ?
Mis.
• Mengambil = mengadakan suatu perbuatan yang bermaksud
memindahkan sesuatu benda dari tangan yang satu ke tangan
yang lain
Pendapat Scholten
(dan Utrecht)
• PENAFSIRAN • ANALOGI
EKSTENSIF Hakim membawa
Hakim meluaskan perkara yang harus
lingkungan kaidah diselesaikan ke dalam
yang lebih tinggi lingkungan kaidah
sehingga perkara yang lebih tinggi
yang bersangkutan
termasuk juga di
dalamnya
Pasal 1 Ayat (2) KUHP
-+-----------+---------------+---->
UU Perbuatan Perubahan UU
1. Asas teritorial/wilayah
berlakunya hukum pidana sesuai tempat
terjadinya tindak pidana
Pasal 2 dan 3 KUHP
– KUHP Indonesia
– TP terjadi di Indonesia
– Pelaku WNA/WNI
– Berlaku teori2 locus delicti
UU No.43/2008 tentang Wilayah
Negara
Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang selanjutnya disebut
dengan Wilayah Negara adalah salah satu
unsur negara yang merupakan satu
kesatuan wilayah daratan, perairan
pedalaman, perairan kepulauan dan laut
teritorial beserta dasar laut dan tanah di
bawahnya, serta ruang udara di atasnya,
termasuk seluruh sumber kekayaan yang
terkandung di dalamnya.
Batas Wilayah
Pasal 5
• Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya
serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral
dan/atau trilateral mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
Pasal 6
• (1) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, meliputi:
a. di darat berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, dan
Timor Leste;
• b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini,
Singapura, dan Timor Leste; dan
• c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan
batasnya dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan
hukum internasional.
• (2) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk
titik-titik koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau
trilateral.
• (3) Dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan dengan negara lain,
Indonesia menetapkan Batas Wilayah Negara secara unilateral
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana
• Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
“melakukan kejahatan ttg mata uang, uang
kertas negara atau uang kertas Bank”
• Untuk melindungi kepentingan negara
• kepentingan dunia (stabilitas ekonomi)
Teori2 Locus Delicti
• Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen,
Noyon-Langemejer :
Mempergunakan 3 teori secara
teleologis
•Kapal :
a) kapal Indonesia
b) kapal perang
c) kapal dagang
•Prinsip ius passagii innoxii (thdp kapal,
maka berlaku hk pidana di wilayah mana
kapal melintas/lewat)
•Asas Universalitas :
- Kejahatan Terorisme ?
- Kejahatan HAM berat ?
-tindak pidana terjadi di ZEE dan landas
kontinen ?
Asas2 Berlakunya H. Pidana : Pengecualian (2)
• disebutkan kualifikasinya
tanpa disebut unsur-unsurnya
--> mis. Ps 184, Ps 297, Ps
351
• disebutkan unsur-unsurnya,
tidak disebut kualifikasinya -->
mis. Ps 167, Ps 209, Ps 322
Subjek Tindak Pidana
Manusia (natuurlijk persoon) Korporasi
adanya kebutuhan untuk
memidana korporasi:
a) Cara merumuskan
• R-KUHP, UU Hk. Pidana Khusus
“Barangsiapa ….” dan UU non H. Pidana,
b) Hukuman : mati, penjara, korporasi:
kurungan (Ps 10 KUHP), - Badan Hukum
hanya dapat dikenakan - Bukan badan hukum
pada manusia UU TPE, UU Pemberantasan
T.P. Korupsi, UU Pencucian
c) Pertanggungjawaban
Uang ,UU Pemberantasan TP
pidana disandarkan pada Terorisme
kesalahan, yang hanya • Badan Usaha (UU ITE: 11/2008)
mungkin dimiliki oleh • Badan Publik (UU KIP: No.
manusia (orang) 14/2008)
Unsur-Unsur Tindak Pidana
• Unsur2 dalam • Unsur2 di luar perumusan
perumusan
A. Unsur Obyektif
- melawan hukum (materil)
- perbuatan (aktif/pasif) atau
akibat - Kesalahan dalam arti materiil
- melawan hukum dapat dipersalahkan
(dicela)
B. Unsur Subyektif sehingga dapat
-Manusia (pelaku) dipertanggungjawabkan
- kesalahan : (verwijtbaarheid)
(a) kesengajaan; atau
(b) kealpaan
C. Keadaan
D. Syarat tambahan untuk
pemidanaan
Apa gunanya unsur (tertulis) ?
Secara umum:
•Untuk memberikan ciri/kekhasan antara
satu delik dgn delik lainnya
•Untuk pembeda suatu delik dgn delik2 yang
lain
•Untuk dibuktikan di persidangan oleh JPU
Tindak Pidana
Unsur-unsur (van Bemmelen)
• Birkmeyer,
Dari rangkaian faktor-faktor yang oleh Von Buri
diterima sebagai suatu kausa, diambil satu, dan
faktor yang diambil itu dianggap menjadi kausa
yaitu faktor yang paling berpengaruh atas
terjadinya akibat ys (terjadinya delik)
Teori-teori menggeneralisasi
• Von Bar : teori ini tidak menyoal tindakan
mana atau kejadian mana yang in concreto
(pada kenyataannya) memberikan
pengaruh (fisik/psikis) paling menentukan.
Yang dipersoalkan adalah apakah satu
syarat yang secara umum dapat
dipandang mengakibatkan terjadinya
peristiwa seperti yang bersangkutan
mungkin ditemukan dalam rangkaian
kausalitas yang ada
Teori-teori menggeneralisasi
• Von Kries (Teori Adequat Subjectif) : Sebab adalah keseluruhan
faktor positif & negatif yang tidak dapat dikesampingkan tanpa
sekaligus meniadakan akibat. Namun pembatasan demi kepentingan
penetapan pertanggungjawaban pidana tidak dicari dalam nilai
kualitatif/kuantitatif atau berat/ringannya faktor dalam situasi konkret,
tetapi dinilai dari makna semua itu secara umum, kemungkinan dari
faktor-faktor tersebut untuk memunculkan akibat tertentu. Sebab =
syarat-syarat yang dalam situasi dan kondisi tertentu memiliki
kecenderungan untuk memunculkan akibat tertentu, biasanya
memunculkan akibat itu, atau secara objectif memperbesar
kemungkinan munculnya akibat tersebut.
• Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan memunculkan akibat
tertentu hanya dapat diselesaikan apabila kita memiliki 2 bentuk
pengetahuan :
(a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yg terjadi / pengetahuan
Nomologis yg memadai
(b) situasi faktual yg melingkupi peristiwa yg terjadi/ pengetahuan
Ontologis/ pemahaman fakta (empirik)
Teori-teori menggeneralisasi
• Rumelin (Teori Adequat Objectif) :
Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus (perlu) ada
untuk terjadinya akibat. Ihwal probabilitas tidak
berdasarkan pada apa yang diketahui atau mungkin
diketahui pada waktu melakukan tindakannya, melainkan
pada fakta yang objektif pada waktu itu ada, entah
diketahuinya atau tidak – jadi pada apa yang kemudian
terbukti merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi
peristiwa tersebut.
• Simons :
Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis
umum pengalaman manusia dapat menimbulkan akibat
• Pompe :
Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk
dapat menimbulkan akibat
Teori-teori yang menyamaratakan
(Generalisasi)
Faktor yang menurut pengalaman manusia dapat menimbulkan
akibat.
•Von Kries - Adequate Theory –
Subjective Pragnose(sesuai, seimbang):
Hanya ada satu perbuatan yang dapat menimbulkan akibat
perbuatan itu, sebelumnya telah dapat diketahui oleh yang
melakukan perbuatan tsb, dapat diterima sebagai suatu kausa;
•Rumelin – Objective Pragnose:
Dalam rangkaian faktor-faktor yang dapat dihubungkan dengan
terjadinya delik, hanya 1 yg menjadi kausa, yaitu faktor yang
berdasarkan sudut obyektif harus (perlu) ada utk terjadinya delik tsb.
Apakah pembuat harus tahu/tidak akan hal tsb ? Bukan syarat yg
harus dipenuhi.
Teori Relevansi
• Van Hamel:
teori von Buri dibatasi dg ajaran kesalahan (dolus/culpa)
Pengkesampingan semua sebab yang terletak di luar
dolus atau culpa; dalam banyak kejahatan dolus atau
culpa merupakan unsur-unsur perumusan delik.
Jika hal itu bukan merupakan unsur delik, maka solusinya
harus dicari dengan bantuan alasan atau dasar-dasar
yang meniadakan pidana.
• Langemeijer
Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri dengan memilih
satu atau lebih sebab dari sekian yang mungkin ada, yang
dipilih sebab-sebab yang relevan saja , yakni yang kiranya
dimaksudkan sebagai sebab oleh pembuat undang-
undang.
Sifat MELAWAN
HUKUM
Nathalina
Bidang Studi Hukum Pidana
FHUI - 2013
Sifat Melawan Hukum
• Arti :
- tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
- bertentangan dg hak orang lain (tegen eens anders
recht)
- tanpa alasan yg wajar
- bertentangan dengan hukum positif
• Melawan hukum : formil & materiil
- aliran formil : melawan hukum = melawan UU, sebab
hukum adalah UU.
-aliran materiil : melawan hukum adalah perbuatan yg
oleh masyarakat tidak dibolehkan.
• 1365 KUHPerdata
Pembuktian Melawan Hukum
Aliran Materil
jaksa harus membuktikan apakah
perbuatan tersebut melawan hukum atau
tidak
Perbedaan Ajaran
Materiil dan Formil
• Materiil :
• materiil :
mengakui adanya sifat melawan hukum adalah
pengecualian / unsur mutlak dari tiap-tiap
penghapusan dari sifat tindak pidana, juga bagi yang
melawan hukumnya dalam rumusannya tidak
perbuatan menurut hukum menyebut unsur-unsur tersebut
yang tertulis dan yang tidak
tertulis
• formil: • formil :
hanya mengakui sifat tersebut tidak selalu
pengecualian yang tersebut menjadi unsur delik, hanya jika
dalam undang-undang saja/ dalam rumusan delik
mis, Ps. 49. disebutkan dengan nyata-nyata
barulah menjadi unsur delik
Sifat Melawan Hukum
dalam Arti Materiil
• Berfungsi Negatif
Perbuatan yg menurut UU dilarang, tapi masyarakat
menganggapnya tindak melanggar hukum pidana (bukan tindak
pidana)
Dalam hal ini perbuatan tsb tdk dapat dipidana
Co. kasus Ir. Otjo, korupsi dana reboisasi
• Berfungsi Positif
Perbuatan yg menurut UU tidak dilarang tapi masyarakat
menganggapnya sebagai suatu tindak pidana, bertentangan dgn
asas legalitas.
Dalam hal ini perbuatan tsb dapat dipidana, Co. kumpul kebo,
waria, PSK.
Melawan Hukum
c. Kerugian.
• Yang dimaksud dengan ‘kerugian’ dalam pasal 1365 KUHPerdata
adalah kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum.
Tiap perbuatan melawan hukum tidak hanya dapat mengakibatkan
kerugian uang saja, tapi juga dapat menyebabkan kerugian moril
atau idiil, yakni ketakutan, terkejut, sakit dan kehilangan
kesenangan hidup
d. Hubungan sebab-akibat (kausalitas) antara kesalahan dengan
kerugian yang ditimbulkan.
• Adanya unsur sebab-akibat untuk memenuhi pasal 1365
KUHPerdata dimaksudkan untuk meneliti apakah terdapat
hubungan kausal antara kesalahan yang dilakukan dengan kerugian
yang ditimbulkan. Sehingga dengan demikian si pelaku dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bila seseorang
melakukan perbuatan melawan hukum, maka sanksi dalam pasal
1365 KUHPerdata hanya dapat diterapkan apabila tersebut
ditimbulkan kerugian..
KAUSALITAS
1. Pengertian ?
2. Kapankah diperlukan ajaran kausalitas ?
3. Ajaran Kausalitas ?
Ilustrasi :
B pinjam uang ke rumah A, karena kedatangan B, maka A
terlambat ; karena terlambat A mengendarai mobil dengan
kecepatan tinggi; A menubruk C sehingga luka-luka; C
dibawa ke RS dan dioperasi oleh dokter D; D meminta E
merawat dengan suntikan tertentu; E salah memberikan
obat pada C; C mati.
Pengertian Kausalitas
• Hal sebab-akibat
• Hubungan logis antara sebab dan akibat
• Persoalan filsafat yang penting
• Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus
menjadi sebab peristiwa lain
• Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di
suatu masa lalu
• Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana (bukan
makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan
pada pengertian kausalitas agar mereka dapat
menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai
pertanggungjawaban atas suatu akibat tertentu
Pengertian Ajaran Kausalitas
• Langemeijer
Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri
dengan memilih satu atau lebih sebab dari
sekian yang mungkin ada, yang dipilih
sebab-sebab yang relevan saja , yakni
yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab
oleh pembuat undang-undang.
Sifat Melawan Hukum
(Wederrechtelijkheid)
•Arti :
- tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
- bertentangan dg hak orang lain (tegen eens anders
recht)
-tanpa alasan yg wajar
-Bertentangan dengan hukum positif
Alasan Pencantuman unsur Melawan
Hukum
Kesalahan dan
Pertanggungjawaban Pidana
Pengantar
• Dolus
• Culpa
Dolus/ opzet/ sengaja
• Apakah sengaja itu ?
Sengaja = willen (menghendaki) en
weten (mengetahui) (MvT- 1886)
• Teori2 “sengaja” :
(a) teori kehendak (wils theorie)
“ opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik
dikehendaki si pelaku”
(b) teori bayangan (voorstellings-theorie)
“opzet ada apabila si pelaku pada waktu mulai
melakukan perbuatan, ada bayangan yg terang bahwa
akibat yg bersangkutan akan tercapai, maka dari itu ia
menyesuaikan perbuatannya dengan akibat itu”
Dolus/ opzet/ sengaja
istilah2 dalam rumusan tindak pidana
• Dengan sengaja : Ps 338 KUHP
• Mengetahui bahwa : Ps 220 KUHP
• tahu tentang : Ps 164 KUHP
• dengan maksud : Ps 362, 378, 263 KUHP
• niat : Ps 53 KUHP
• dengan rencana lebih dahulu : Ps 340, 355 KUHP
- dengan rencana : (a) saat pemikiran dg tenang ; (b)
berpikir dg tenang; ( c ) direnungkan lebih dahulu.
- ada tenggang waktu antara timbulnya niat dengan
pelaksanaan delik
Bentuk-Bentuk Dolus
1. Dolus sebagai maksud /tujuan (als oogmerk)
2. Dolus dengan kesadaran/keinsyafan kepastian
(noodzakelijkheidsbewustzijn)
3. Dolus dengan kesadaran/keinsyafan
kemungkinan (opzet met waarschijnlijkheids
bewustzijn/ awareness of probability)
4. Dolus eventualis (kesengajaan bersyarat; opzet
met mogelijkheidsbewustzijn/voorwaardelijk
opzet/awareness of possibility)
Kesengajaan bersyarat: dengan mengetahui dan
menghendaki menerima risiko yang besar
lanjutan …..
• Ada sarjana yang membedakan bentuk-bentuk
dolus menjadi 3 macam,yaitu: sebagai
maksud, berkeinsyafan kepastian dan
berkeinsyafan kemungkinan (misalnya PAF
Lamintang, Tresna, Moeljatno)
• Mereka menyamakan dolus eventualis dengan
kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan
• Dolus eventualis merupakan perkembangan
dalam hukum pidana, khususnya dalam hal
bentuk-bentuk kesengajaan dan HR Belanda
baru menerima kesengajaan bentuk ini setelah
PD II
Bentuk-bentuk kesengajaan
• Sengaja sebagai maksud/ tujuan :
- apabila pembuat menghendaki perbuatan dan/akibat perbuatannya;
- tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya
tidak terjadi
• Sengaja sebagai keinsyafan kepastian :
- pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya tidak akan
tercapai tanpa terjadinya akibat yg tidak dimaksud
• Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan:
- pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak dikehendaki akan
terjadi untuk mencapai akibat yg dimaksudnya
- Kesengajaan berkeinsyafan kepastian dan kemungkinan tidak dapat
berdiri sendiri. Selalu bersifat accesoir terhadap kesengajaan
sebagai maksud
Dolus eventualis
Percobaan Tindak
Pidana
PERCOBAAN (POGING)
• PASAL 53
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat
untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan
pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu,
bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya
sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam
hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana
penjara paling lama 15 tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan
kejahatan selesai.
• Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana
Kasus 1
• Teori Subyektif
- subjectieve pogingsleer –
dan
• Teori Obyektif
- objectieve pogingsleer –
Syarat Percobaan yg dapat
dipidana
• Niat
• Permulaan Pelaksanaan
• Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
semata-mata disebabkan karena
kehendaknya sendiri
Syarat Pertama
NIAT atau “Voornemen”
• Menurut doktrin dan
yurisprudensi :”voornemen” harus
ditafsirkan sebagai kehendak, “willen” atau
“opzet”
• Seseorang harus mempunyai kehendak,
yaitu kehendak melakukan kejahatan
• Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet
di sini harus dtafsirkan dalam arti luas atau
hanya opzet dalam arti pertama (sebagai
“ogmerk” atau tujuan) ?
Syarat Kedua
Permulaan Pelaksanaan
• “Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan
pelaksanaan” een begin van uitvoering
• Harus ada suatu perbuatan(handeling)
• apa yang dimaksud “perbuatan sebagai
permulaan pelaksanaan” ?
• Undang-undang tidak merumuskan pelaksanaan
atau”uitvoering” dan bagaimana bentuknya
• Perlu digunakan penafsiran
Pelaksanaan Kehendak atau
Pelaksanaan Kejahatan ?
• Secara gramatika, harus dihubungkan dengan kata yang
mendahuluinya yaitu “voornemen”/ niat/kehendak
Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan
pelaksanaan. Jadi : pelaksanaan itu ditafsirkan
sebagai “pelaksanaan kehendak” TEORI POGING
SUBYEKTIF
• Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat berikutnya
“… tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-
mata disebabkan karena kehendaknya sendiri” maka
secara sistematis maka ditafsirkan sebagai
“pelaksanaan kejahatan” TEORI POGING OBYEKTIF
CONTOH KASUS
• A menghendaki untuk membunuh B , untuk melaksanakan
maksudnya, A harus melakukan beberapa perbuatan, yaitu :
• a. A pergi ke tempat penjualan senjata api
• b. A membeli senjata api
• c. A membawa senjata api ke rumahnya
• d. A berlatih menembak
• e. A menyiapkan sebjata apinya dengan membungkusnya rapat-
rapat
• f. A menuju rumah B
• g. Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu dengan peluru
• h. A mengarahkan senjata kepada B
• i. A melepaskan tembakan ke arah B
MANA YANG MERUPAKAN PELAKSANAAN ?
APAKAH TIAP2 PERBUATAN DALAM KASUS TSB
DAPAT DIHUKUM ?
• Hukum Penitensier
• Hukum Sanksi
• Straf
• Hukuman
• Punishment
PIDANA
• Nestapa/derita
• Yang dijatuhkan dengan sengaja oleh
negara (melalui pengadilan)
• Dikenakan pada seseorang
• Yang secara sah telah melanggar hukum
pidana
• Melalui proses peradilan pidana
Proses Peradilan Pidana
(the criminal justice process)
• Struktur, fungsi, dan proses pengambilan
keputusan
• Oleh sejumlah lembaga (kepolisian,
kejaksaan, pengadilan & lembaga
pemasyarakatan)
• Yang berkenaan dengan penanganan &
pengendalian
• Kejahatan dan pelaku kejahatan.
Pidana sebagai pranata sosial
• Sebagai bagian dari reaksi sosial manakala terjadi
pelanggaran terhadap norma2 yang berlaku
• Mencerminkan nilai & struktur masyarakat
• Merupakan reafirmasi simbolis atas pelanggaran terhadap
‘hati nurani bersama’
• Sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap perilaku tertentu
• Selalu berupa konsekwensi yang menderitakan, atau
setidaknya tidak menyenangkan.
Pengertian
Hukum Penitentier (Utrecht II hal. 268) :
Penjatuhan Pidana/sentencing :
• Upaya yang sah
• Yang dilandasi oleh hukum
• Untuk mengenakan nestapa penderitaan
• Pada seseorang yang melalui proses peradilan
pidana
• Terbukti secara sah dan meyakinkan
• Bersalah melakukan suatu tindak pidana.
Sejarah
a. Utrecht I Bab 1
b. Utrecht II Bab 5
• Mulai WvS diundangkan yaitu tahun 1915
• UU No. 1/1946 tentang KUHP (berlaku
berdasarkan asas konkordansi).
Jenis-jenis hukuman yg dpt dijatuhkan oleh Pengadilan
berdasarkan plakat tgl. 22 April 1808
TeoriAbsolut/Retributif/Pembalasan
(lex talionis):
• Hukuman adalah sesuatu yang harus ada
sebagai konsekwensi dilakukannya
kejahatan;
• Orang yang salah harus dihukum
(E. Kant, Hegel, Leo Polak).
Menurut Leo Polak (aliran retributif),
hukuman harus memenuhi 3 syarat :
• Perbuatan tersebut dapat dicela (melanggar etika)
• Tidak boleh dengan maksud prevensi tp utk
represif.
• Beratnya hukuman seimbang dengan beratnya
delik.
• Contoh di Indonesia: Qisas dalam Hukum Islam,
Carok dalam masyarakat Madura, Siri dalam masy
Ujung Pandang
Teori Relatif/Tujuan (utilitarian)
Prevensi Umum :
• sebagai contoh pada masyarakat secara luas agar tidak
meniru perbuatan/kejahatan yang telah dilakukan.
Prevensi Khusus:
• Ditujukan bagi pelaku sendiri, supaya jera/kapok, tidak
mengulangi perbuatan/kejahatan serupa; atau kejahatan
lain.
• Deterrence : menakut/nakuti – serupa dengan prevensi
• Perlindungan: agar orang lain/masyarakat pada umumnya
terlindungi, tidak disakiti, tidak merasa takut dan tidak
mengalami kejahatan
Teori Gabungan :
• Berdasarkan hukuman pada tujuan (multifungsi)
retributive/pembalasan dan relative/tujuan.
• Berdasarkan teori gabungan maka pidana ditujukan
untuk:
– Pembalasan, membuat pelaku menderita
– Upaya Prevensi, mencegah terjadinya tindak pidana
– Merehabilitasi Pelaku
– Melindungi Masyarakat.
• Retributive Justice :
Pemidanaan untuk tujuan pembalasan
• Restorative Justice :
Keadilan yang merestorasi pelaku harus
mengembalikan kepada kondisi semula; Keadilan
yang bukan saja menjatuhkan sanksi yang seimbang
bagi pelaku namun juga memperhatikan keadilan bagi
korban.
Tujuan Pemidanaan :
Psl. 12 KUHP :
• Hukuman penjara lamanya seumur hidup atau sementara/
pidana penjara dilakukan dalam jangka waktu tertentu
• ( min 1 hari – selama2nya 15 thn atau dpt dijatuhkan
selama 20 thn, tp tdk boleh lebih dr 20 thn).
• Pidana penjara dilakukan di penjara (prison/jail), di
Indonesia disbt sebagai Lembaga Pemasyarakatan
(LP/Lapas). Untuk pemulihan kembali hubungan antara
narapidana dan masyarakat.
• Penghuninya disebut narapidana/napi (inmates): Warga
Binaan Pemasyarakatan (UU NO. 12/1995).
PIDANA PENJARA
– Sistem Pennsylvania, AS :
• Para hukuman terus menerus ditutup sendiri-sendiri dalam satu
kamar sel
• Terhukum hanya melakukan kontak dgn penjaga sel/sipir
penjara
• Dilakukan peringanan: terhukum diperkenankan melakukan
pekerjaan tangan dan secara terbatas dpt menerima tamu, tp ia
tetap dilarang bergaul dgn terhukum lain.
– Sistem Auburn, New York, AS :
• Disebut juga sebagai silent system
• Para hukuman pada siang hari disuruh bekerja bersama2 tapi tidak
boleh saling bicara, malam hari kembali ke sel.
PIDANA PENJARA
PIDANA TUTUPAN
• UU No. 20/1946
• Pidana yg dijatuhkan oleh Hakim dgn mempertimbangkan
bhw perbuatan yg dilakukan didasari oleh suatu motivasi yg
patut dihormati/dihargai.
• Tempatnya dipenjara, fasilitas lbh baik, boleh membawa dan
menikmati: buku bacaan, radio/tape.
• 1 yurisprudensi di Jogja
PIDANA DENDA
1. Dasar Pembenar:
Melawan hukum dihapuskan
2. Dasar Pemaaf:
Melawan hukum tetap ada
Kesalahan dihapuskan
Pembagian Dasar Penghapus Pidana
Menurut Doktrin
1. Dasar Pembenar:
Melawan hukum dihapuskan
Dalam hal ini perbuatannya tidak dianggap melawan hukum,
walaupun perbuatannya itu dilarang dan diancam hukuman
oleh UU/KUHP. Jadi dlm hal ini perbuatan pelaku
dibenarkan/dibolehkan:
a. Pasal 48 KUHP: Noodtoestand/Keadaan Darurat
b. Pasal 49 ayat (1): Noodweer/Bela Paksa
c. Pasal 50: Melaksanakan perintah UU
d. Pasal 51 ayat (1): Perintah jabatan yang sah, dikeluarkan
oleh pejabat yg berwenang.
Pembagian Dasar Penghapus Pidana
Menurut Doktrin
2. Dasar Pemaaf:
Melawan hukum tetap ada
Kesalahan dihapuskan
Dalam hal ini perbuatan pelaku tetap dianggap melawan
hukum, namun unsur kesalahannya dimaafkan:
a) Pasal 44 KUHP: ketidakmampuan utk
bertanggung jawab krn sakit jiwa/idiot/imbisil.
b) Pasal 48 KUHP: Overmacht/Daya Paksa dalam arti
sempit-relatif
c) Pasal 49 ayat (2): Bela paksa lampau batas
d) Pasal 51 ayat (2): Melakukan perintah jabatan yg tidak
sah, namun yg disuruh dgn itikad baik menganggap
bahwa perintah tersebut sah.
Dasar Penghapus Pidana
a. Pasal 44 KUHP
a. Pasal 48 KUHP
b. Pasal 48 KUHP
b. Pasal 49 ayat (1)
c. Pasal 49 ayat (2)
c. Pasal 50
d. Pasal 51 ayat (2)
d. Pasal 51 ayat (1)
Pasal 48 KUHP
• Overmacht
(daya paksa dalam arti relatif/sempit)
• Noodtoestand
(perluasan keadaan darurat)
Paksaan (dwang)
• Subsidiaritas
Tiada jalan lain, tindakan tsb adalah
satu-satunya jalan
• Proporsionalitas
Keseimbangan antara ancaman
serangan/serangan dengan pembelaan
yang dilakukan.
Noodtoestand (Keadaan Darurat)
Perluasan Pasal 48 KUHP
Pembuat melakukan suatu delik, terdorong
oleh suatu paksaan dari luar, pembuat
dipaksa untuk memilih, tapi pilihannya
seringkali ditentukan oleh situasi/keadaan
dan terkadang alam. Terjadi :
1. Pertentangan antara kepentingan hukum
2. Pertentangan antara kewajiban hukum
3. Pertentangan antara kepentingan hukum
dengan kewajiban hukum
Pasal 49 KUHP
1. Yang melakukan
2. Yang menyuruh melakukan
3. Yang turut melakukan
4. Yang menggerakkan/menganjurkan untuk
melakukan
5. Yang membantu melakukan
Lanjutan ….
• Delik selesai
• Pelaku memenuhi semua unsur tindak
pidana
• Pelaku diancam dengan pidana < (lbh
ringan) dr yg shrsnya/ < dr pelaku yang
lain
• Alasan hkm menjatuhkan pidana <
(kurang dari) ancaman pid. Utk anak,
pengurangan sudah dimulai sejak
ancaman pidana.
Dasar Peringan Pidana
1. UMUM:
– Tindak pidana yang dilakukan oleh anak/ orang yg
blm dewasa
– Diatur dalam UU No. 3/1997 tentang Pengadilan
Anak mengganti ps. 45-47 KUHP (lihat ps. 103
KUHP).
– Ps. 45-47 KUHP tdk berlaku lagi,
– tp asas2 umum dan aturan2 lain dalam KUHP
serta KUHAP ttp dipergunakan jk tdk diatur scr
menyimpang oleh UU NO. 3/1997.
2. KHUSUS :
– Delik yang diperingan (diprevilisir). Co: ps. 308.
Masalah ……
I. BATAS USIA
– Anak : sso blm cukup umur- msh di bwh umur
– Terdapat berbagai batasan usia anak :
• UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak: < 18
thn tmsk anak dlm kandungan
– Khusus untuk anak yg melak TP berlaku UU
No. 3/1997 tentang Pengadilan Anak :
• Mereka yg berusia 8 - < 18 thn dan blm pernah
kawin dpt diajukan ke SA.
• Jika melak T.P. < 18 th tp sdh kawin : Tunduk pd
KUHP.
Child Delinquency – Juvenile Delinquency
PRINSIP :
• Pemberian hukuman bg anak itu
tujuannya bkn semata2 utk menghukum
(not to punish the child) ttp lbh utk
mendidik kembali (re-educate) dan
memperbaiki (rehabilitate)
• Memperhatikan kepentingan anak
Child Delinquency – Juvenile Delinquency
Kategori Usia :
1. 0 – 8 thn :
– pasal 5
– tdk dpt dipertggjwbkan
– tdk dpt diajukan ke SA
– hanya dpt dilak pemeriksaan
Ancaman Pidana - Kategori Usia
Kategori Usia
2. 8 - < 12 thn :
• pasal 24
• dpt dilak pemeriksaan oleh penyidik terkait dgn
penyertaan dan dapat diajukan ke SA (sbg saksi
yg tdk dpt disumpah – ps. 171 KUHAP)
• hanya dpt dikenai tindakan
Kategori Usia
3.12 - < 18 thn :
• pasal 26 ayat (3) dan (4)
• dapat diajukan ke sidang anak
• dapat dikenai pidana atau tindakan
• melakukan TP yang diancam dgn pid
mati atau penjara seumur hdp =
penjara max 10 th
IV. JENIS-JENIS PIDANA
15 – 30 hari
30 – 90 hari
Adanya hak2 khusus
Ps. 45 ayat4
-
Ps. 51 ayat 1 dan 3
Adanya laporan hsl penelitian kemasy
Pasal 56 dan 59
-
R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak
Pasal 113
(1) Anak yang belum mencapai umur 12
(dua belas) tahun melakukan tindak
pidana tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
(2) Pidana dan tindakan bagi anak hanya
berlaku bagi orang yang berumur antara
12 (dua belas) tahun dan 18 (delapan
belas) tahun yang melakukan tindak
pidana.
R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak
Pasal 114
(1) Dengan memperhatikan ketentuan mengenai tujuan dan
pedoman pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54
dan Pasal 55, demi kepentingan masa depan anak, pemeriksaan
di depan pengadilan dapat ditunda atau dihentikan setelah
mendengar pertimbangan penyidik, penuntut umum, dan Petugas
Kemasyarakatan.
(2) Penundaan atau penghentian pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan syarat :
a. anak tidak akan melakukan tindak pidana; dan/atau
b. anak dalam waktu tertentu harus mengganti semua atau sebagian
kerugian
yang ditimbulkan akibat perbuatannya.
R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak
Pasal 116
(1) Pidana pokok bagi anak terdiri atas:
a. Pidana verbal :
1. pidana peringatan; atau
2. pidana teguran keras;
b. Pidana dengan syarat:
1. pidana pembinaan di luar lembaga;
2. pidana kerja sosial; atau
3. pidana pengawasan;
c. Pidana denda; atau
d. Pidana pembatasan kebebasan:
1. pidana pembinaan di dalam lembaga;
2. pidana penjara; atau
3. pidana tutupan.
(2) Pidana tambahan terdiri atas:
a. perampasan barang-barang tertentu dan/atau tagihan;
b. pembayaran ganti kerugian; atau
c. pemenuhan kewajiban adat.
CATATAN
Dari pengakuan AD, dirinya bersama teman-temannya juga mengalami kekerasan dan penganiayaan
oleh aparat bandara dan petugas LP. Baru setelah sebulan ditahan mereka mendapat penangguhan
penahanan atas bantuan dari LBH Masyarakat. Kini nasib mereka akan dipersidangkan di PN
Tangerang dengan tuduhan tindak pidana pasal 303 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara. Sekjen
Komnas PA Arist Merdeka Sirait menyatakan ada banyak kesalahan prosedur dalam penahanan
mereka. "Banyak pihak yang melanggar prosedur hingga anak-anak ini terjerumus masuk penjara,"
ungkapnya di Kantor Komnas PA di Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, pukul 09.00
WIB.
Pihaknya pun melihat anak-anak ini awalnya ditangkap karena tuduhan mencuri, namun karena tidak
terbukti mereka mengalihkan tuduhannya. (Isfari Hikmat/Koran SI/ful)
Kasus Perjudian di Bandara Soekarno Hatta
• Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menyatakan 10 anak yang ditangkap di Bandara
Soekarno-Hatta terbukti melakukan perjudian. Hukumannya adalah mengembalikan mereka ke orang tuanya
masing-masing di bawah pengawasan Departemen Sosial.
Demikian vonis hukuman yang dibacakan ketua majelis hakim Retno Pudyaningtyas, dalam sidang kasus
judi anak-anak. Sidang berlangsung di PN Tangerang, Jl TMP Taruna, Tangerang, Senin (27/7/2009).
"Membebaskan terdakwa dari tuntutan dan mengembalikan terdakwa ke orang tua di bawah Departemen
Sosial," tegas Retno lalu mengetukkan palu sidang. Di dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan
10 anak-anak itu bersalah. Barang bukti dan kesaksian yang dipaparkan dalam persidangan membuktikan
mereka secara sah turut serta melakukan perjudian sebagaimana didakwakan pasal 303 KUHP. Di satu sisi
terbukti pula bahwa perjudian tersebut dilakukan bukan untuk mata pencaharian, melainkan hanya sebagai
permainan. Merujuk pada pasal 24 UUNo 3/1997 tentang Perlindungan Anak dan janji orang tua untuk
mendidik kembali anak-anak mereka serta janji terdakwa tidak mengulangi lagi perbuatan itu, maka majelis
hakim membebaskannya dari segala tuntutan."Selain itu para terdakwa juga masih bersekolah dan bila
dikenai sanksi pidana akan menghambat proses pendidikan bagi mereka," ujar hakim. Sidang berlangsung
tertutup di ruang sidang khusus anak Poerwoto Gandasubrata. Kesepuluh anak tersebut selain didampingi
oleh tim advokasi LBH Jakarta juga didampingi oleh Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak (PA),
Aris Merdeka Sirait.
Kesepuluh anak tersebut yakni Rs(11), Sr (12), Tk(12), Ag (12), Dl (12), Brd (13), Ar (14), Abr (14), If (14),
dan Ms (14). Mereka dibekuk Polres Bandara saat bermain macan buram di kawasan Bandara Soekarno-
Hatta, Tangerang, pada Juni 2009.
Dasar Pemberat Pidana
Di Dalam KUHP
• UMUM :
Recidive :
– Pengulangan tindak pidana
Ancaman pidananya + (1/3-nya) (ditambah 1/3), diatur dlm psl.
486,487 dan 488.
– Pada wkt melakukan tindak pidana melanggar perintah jabatan
(abuse of power), psl. 52.
• KHUSUS :
Delik-delik yg dikualifisir/diperberat.
Co. psl. 52a: kejahatan menggunakan bendera RI, 356, 349, 351
ayat (2), 365 (4) dll.
Delik-delik tertentu yg dilakukan oleh org ttt dlm keadaan ttt.
Di luar KUHP
1. Pelanggaran (buku 3) :
Ada 14 jenis pelanggaran yg memiliki ketentuan recidive
(khusus)
– Recidive khusus psl. 489, 492, 495, 501, 512
– Pelanggaran yg diulangi (yg ke 2) hrs sama dgn yg ke 1
– Antara pelanggaran ke 1 dan 2 hrs ada putusan pemidanaan yg
tetap
Tenggang waktu :
– Belum lewat 1 atau 2 thn (lihat msg2 pasal)
– Sejak : adanya putusan pemidanaan yg berkekuatan hukum
tetap.
Pemberatan :
– Disebutkan secara khusus dlm tiap2 pasal, jd pengaturannya
berbeda2.
– Co. denda -> kurungan (psl. 489), pidana dilipatgandakan jd 2x
(492).
b. Recidive menurut KUHP
2. Kejahatan (buku 2) :
a. Recidive khusus :
• Ada 11 jenis kejahatan, co: psl. 137 (2), 144 (2), 155
(2), 161 (2), dan 216 (3).
• Kejahatan yg ke-2 hrs sama dgn yg ke-1.
• Antara kejahatan ke-1 dan yg ke-2,hrs sdh ada
putusan hakim berupa pemidanaan yg tlh
berkekuatan hkm tetap.
• Tenggang waktu :
– Belum lewat 2 th atau 5 thn (lihat masing2 pasal), sejak :
adanya putusan hakim yg b’kekuatan hkm tetap.
• Pemberatan : disebut secara khusus dlm pasal2nya.
b. Recidive menurut KUHP
Pengertian :
Terlibatnya lebih dari 1 orang dalam 1 tindak
pidana (sebelum dan atau pada saat tindak
pidana terjadi)
Permasalahan :
Bagaimana pertanggungjawaban pidana
dari orang-orang yang terlibat itu?
Contoh Kasus
Sakit hati karena diusir dari rumah pamannya yang kaya raya,
Datuk Rajokayo (60thn), menyebabkan Rado (27thn) berpikir keras
bagaimana cara membalaskan sakit hatinya. Ide busuk pun muncul
di kepala Rado. Ia merencanakan untuk menculik putri kesayangan
sang paman, Intan (18thn), dari kampusnya. Untuk mewujudkan
ide itu Rado mengajak sobatnya Romi (25thn). Sepakat dengan ide
itu, keduanya segera mewujudkannya. Sore hari, tanggal 14
Pebruari 2007, Intan yang memang suka menonton film dan tidak
mengetahui konflik yang terjadi antara Rado dan Ayahnya, tak
menolak ajakan Rado dan Romi (yang sudah lama dikenalnya)
ketika dijemput di kampus untuk nonton bareng. Bukannya bioskop
yang dituju melainkan sebuah rumah kosong di pemukiman sepi.
Intan disekap di sana dengan tangan kaki yang terikat. Tanggal 16
Februari 2007, Rado pergi keluar untuk membeli makanan. Intan
yang terus menerus menangis sambil berteriak-teriak minta
dilepaskan membuat Romi jengkel. Romi lalu memukul Intan
hingga jatuh dan membentur tembok. Rupanya benturan tersebut
menyebabkan luka dalam di kepala Intan, hingga akhirnya ia
meninggal dunia. Rado yang pulang membawa makanan,
menemukan sepupunya telah tewas, sedangkan Romi raib entah
ke mana. (SF-EA-NN).
Pertanyaan:
1. Yang melakukan
2. Yang menyuruh melakukan
3. Yang turut melakukan
4. Yang
menggerakkan/menganjurkan
untuk melakukan
5. Yang membantu melakukan
NN/08/Penyertaan
Lanjutan ….
NN/08/Penyertaan
Golongan Peserta dalam Tindak Pidana
menurut KHUP Indonesia
Syarat :
1. Kerjasama secara sadar, tdk perlu ada kesepakatan tp hrs ada
kesengajaan utk: bekerja sama dan mencapai tujuan yg sama
berupa terjadinya suatu tindak pidana; permufakatan jahat …
2. Kerjasama secara fisik, ada pelaksanaan bersama, perbuatan
pelaksanaan perbuatan yg langsung menyebabkan selesainya
suatu delik.
3. Yang menggerakkan, membujuk, memancing,
menganjurkan :
Syarat :
• Ada kesengajaan utk menggerakkan org lain melakukan tindak
pidana;
• Dgn upaya2 yang diatur secara limitatif dalam ps. 55 ayat (1)
butir 2 KUHP : pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan,
pengaruh, kekerasan,
ancaman kekerasan atau tipu daya atau dgn memberi kesempatan,
daya upaya atau keterangan.
• Ada yg tergerak utk melakukan tindak pidana dgn upaya2 di atas;
• Yg digerakkan dpt dipertanggungjawabkan mnrt Hukum Pidana;
• Yg menggerakkan bertanggung jawab terhadap akibat yg timbul.
Jenis Penggerakan
1. Penggerakan yg berhasil
2. Penggerakan yg berhasil sampai dlm taraf percobaan yg
dpt dipidana – psl 53
• Concursus realis
• Kejahatan-kejahatan ringan: psl 302 (1),
psl 352, psl 364, psl 373, psl 379, psl 482
• Dianggap sebagai pelanggaran
• Tetapi: jika dijatuhkan pidana penjara
maksimal 8 bulan
Pasal 71 KUHP
(Delik yang tertinggal)
• Contoh:
A melakukan TP :
- Pencurian (Psl. 362) pada tgl. 1 Mei ’98
- Penganiayaan (Psl. 351 (2)) pd tgl. 6 Juni ’98
- Penipuan (psl. 378) pd tgl. 4 Juli ‘98
Tertangkap pada bln Agustus ’98, diadili pd bln
Desember ’98 dan dijatuhi pidana penjara 6
tahun
Lanjutan …
• Diganggunya satu
kepentingan hukum yang
sama dengan cara yang
sama
Ne bis in idem dalam penyertaan
Dalam hal penyertaan apabila salah
seorang peserta sdh dijatuhi pidana, maka
peserta lain yg belum dipidana masih
dapat dituntut dan tdk melanggar asas ne
bis in idem. Jadi asas ini hanya berlaku
untuk peserta yang telah dituntut.
Psl. 79 KUHP:
1. Tenggang daluarsa dihitung sejak sehari sesudah
perbuatan dilakukan (delik formil dan materiil sama);
Tenggang jangka waktu di mana pelaku masih
bisa dituntut/dimintai pertanggung jawaban pidana.
Jika tenggang waktu itu telah lewat maka ia tdk
dapat dituntut.
2. Kecuali:
Pemalsuan dan
perusakan uang sehari setelah penggunaannya;
Psl. 328, 329, 330 dan 333 sehari setelah dibebaskan atau meninggal;
Psl. 556 – 558a hari sesudah daftar-daftar dipindah ke kantor tsb.
Mulai penghitungan DP
Pasal 79
Tenggang Daluwarsa (TD) mulai berlaku pada
hari sesudah perbuatan dilakukan.
TD + 1 hari
Pasal 78
1. Kewenangan menuntut pidana hapus
karena daluwarsa:
”sesudah 1/6/12/18 (- 2/3 u <18 tahun)...”; M D
+ 1 hari
Makna “sesudah perbuatan
dilakukan”.
Ada 2 pendapat:
1. Sesudah perbuatan dilakukan
2. Sesuai dgn deliknya.
Contoh :
A mengedarkan uang palsu (Psl 245 KUHP) 1 – 1 –
1961
TD 1 – 1 – 1961
awal menghitung :
Pasal 79 KUHP : 1 – 1 – 1961 + 1 hari = 2 – 1 – 1961
Pasal 78 : ancaman > 3 tahun sesudah 12 tahun
2 – 1 – 1961 + 12 tahun = 2 – 1 – 1961
DP = 2 – 1 – 1961 + 1 hari = 3 – 1 - 1961
PENGHENTIAN DALUWARSA
– STUITING –
Pasal 80
1. Tiap-tiap tindakan penuntutan
menghentikan – stuiten – daluwarsa, asal
tindakan itu diketahui oleh orang yang
dituntut, atau telah diberitahukan
kepadanya menurut cara yang ditentukan
dalam aturan-aturan umum.
2. Sesudah dihentikan, dimulai tanggang
daluwarsa baru.
Apa saja tindakan penuntutan yang diketahui
tsk/plk?
Pasal 81
Penundaan penuntutan pidana
berhubung dengan adanya perselisihan
prayudisial, menunda daluwarsa.
Perselisihan prayudisial
praejudicial geschil:
Caranya:
- Bayar denda maksimal (+ ongkos perkara
bila tuntutan telah dilakukan)
- Kepada Pejabat berwenang (JPU)
….lanjutan penyelesaian di luar
sidang
• Dasar Residive
• Pasal 82 ayat (1) TIDAK BERLAKU bagi
Pelaku yang belum dewasa (< 16 tahun)
ABOLISI
• 1. Amnesti
• 2. Grasi
Dasar hukum: Pasal 14 UUD’45
DALUWARSA