Anda di halaman 1dari 366

Asas-Asas

HUKUM PIDANA
3

Tim Pengajar Hukum Pidana


Bidang Studi Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Depok, 2013
KULIAH 1

• Arti dan Ruang Lingkup Hukum Pidana


• Sumber-sumber Hukum Pidana Di
Indonesia
• Pembagian Hukum Pidana :
Pengertian Hukum Pidana
Prof. Moeljatno

• Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di


suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :
1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh
dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa
pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb; 
Criminal Act
2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg
telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi
pidana sebagaimana yg telah diancamkan ;  Criminal Liability/
Criminal Responsibility
1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil
3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu
dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
melanggar larangan tsb.  Criminal Procedure/ Hukum Acara
Pidana
Pengertian Hukum Pidana
Prof. Pompe

• Hukum Pidana adalah semua aturan-


aturan hukum yang menentukan terhadap
perbuatan-perbuatan apa yang
seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah
macamnya pidana itu
Pengertian Hukum Pidana
Prof. Simons

• Hukum Pidana adalah kesemuanya


perintah-perintah dan larangan-larangan
yang diadakan oleh negara dan yang
diancam dengan suatu nestapa (pidana)
barangsiapa yang tidak mentaatinya,
kesemuanya aturan-aturan yg
menentukan syarat-syarat bagi akibat
hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan
untuk mengadakan (menjatuhi) dan
menjalankan pidana tersebut.
Pengertian Hukum Pidana
Prof. Van Hamel

• Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar


dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu
negara dalam menyelenggarakan
ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu
dengan melarang apa yang bertentangan
dengan hukum dan mengenakan suatu
nestapa kepada yang melanggar
larangan-larangan tersebut
Pembagian Hukum Pidana

• Hukum Pidana • Hukum Pidana Formil


Materiil (Hukum (Hukum Acara
Pidana) Pidana)
Ilmu Hukum Pidana & Ilmu-ilmu
lainnya
• Kriminologi
• Kriminalistik
• Ilmu Forensik
• Psikiatri Kehakiman
• Sosiologi Hukum
KUHP dan Sejarahnya

• Andi Hamzah • Utrecht


- Jaman VOC -Jaman VOC
- Jaman Hindia -Jaman Daendels
Belanda -Jaman Raffles
- Jaman Jepang -Jaman Komisaris
- Jaman Kemerdekaan Jenderal
-Tahun 1848-1918
-KUHP tahun 1915
-sekarang
Jaman VOC
• Statuten van Batavia
• Hk. Belanda kuno
• Asas2 Hk. Romawi

• Di daerah lainnya berlaku


Hukum Adat
• mis. Pepakem Cirebon
Jaman Hindia Belanda
• Dualisme dalam H. Pidana
1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55)
--> Orang Eropa
2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --> Orang
Indonesia & Timur Asing
• Unifikasi :
Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch - Indie
- Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku 1/1/1918
disertai
- Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497) :
mengatur peralihan dari H. Pidana lama --> H.
Pidana baru.
Jaman Jepang
• WvSI masih berlaku
• Osamu Serei (UU) No. 1
Tahun 1942, berlaku
7/3/1942
• H. Pidana formil yang
mengalami banyak
perubahan
Jaman Kemerdekaan

• UUD 1945 Ps. II


Aturan Peralihan
Segala Badan
Negara dan
Peraturan yang ada
masih berlaku
selama belum
diadakan yang baru
menurut UUD ini
Jaman Kemerdekaan

• UU No. 1 Tahun 1946 : Penegasan tentang Hukum


Pidana yang berlaku di Indonesia
• Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946)
• PP No. 8 Tahun 1946 : Berlaku di Sumatera
• UU No. 73 Tahun 1958 : “ Undang-undang tentang
menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1946
tentang Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh
wilayah RI dan mengubah Kitab Undang-undang
Hukum Pidana”
SUMBER-SUMBER HUKUM
PIDANA DI INDONESIA
• KUHP (beserta UU yang
mengubah & menambahnya)
• PerUU Pidana (perUU Hk
Pidana ?) di luar KUHP
• Ketentuan Pidana dalam
Peraturan perundang-
undangan non-hukum pidana
KUHP
• Buku I : Ketentuan Umum (ps 1 – ps
103)

Pasal 103  Ketentuan-ketentuan


dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga
berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang
oleh ketentuan perundang-undangan
lainnya diancam dengan pidana, kecuali
jika oleh undang-undang ditentukan lain

• Buku II : Kejahatan (ps 104 – 488)

• Buku III : Pelanggaran (ps 489 – 569)


Beberapa UU yang mengubah KUHP (1)
 UU No.1/1946 : berlakunya KUHP, perubahan
beberapa istilah, penghapusan beberapa pasal,
penambahan pasal-pasal baru : Bab IX - XVI
 UU No. 20/1946 : tambahan jenis pidana Ps 10 a
KUHP --> pidana Tutupan
 UU drt No. 8/1955 : menghapus Ps 527
 UU No. 73/1958 : menyatakan UU No. 1/1946 berlaku
di seluruh Indonesia, tambahan Ps 52a, 142a, 154a
 UU drt No. 1/1960 : menambah ancaman pidana dari
Ps 188, 359, 360 menjadi 5 Tahun penjara atau 1 tahun
kurungan
Beberapa UU yang mengubah KUHP (2)
• Perpu No. 16/1960 : penambahan nilai terhadap
beberapa kejahatan ringan : Ps 364, 373, 379, 384, 407
(1)
• Perpu No. 18/1960 : pidana denda dilipatgandakan 15 X
(ditetapkan mjd UU melalui UU No. 1/1961-check)
 Perma No. 2/2012 : Penyesuaian batasan tindak
pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP.
• UU No. 1/PNPS/1965 : tambahan Ps 156 a
• UU No. 7/1974 : tambahan sanksi untuk judi Ps 303
menjadi 10 juta & denda 25 juta, Ps 542 (1) menjadi
Kejahatan, Ps 303 bis pidana menjadi 4 tahun, denda 10
juta.
• UU No. 4/1976 perubahan dan penambahan tentang
Kejahatan penerbangan : Ps 3, Ps 4 angka 4, Ps 95a,
95b,95c, Bab XXIX A.
• UU No. 20/2001 : menghapus pasal-pasal tentang korupsi
dari KUHP
UU Hukum Pidana di luar KUHP
• UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No.
31/1999 sebagai mana diubah oleh UU No.
20/2001
• UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No.7/drt/1955
• UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme
• UU No. 23/2004 PKDRT
• UU No. 13/2006 PSK
• UU No. 21/2007 tentang PTPPO
• UU tentang Pemberantasan TPPU No. 8/2010
sebagai perubahan thdp UU No. 25/2003 dan
No. 15/2002) tentang TP Pencucian Uang
Contoh UU non hukum pidana
yang memuat sanksi pidana

 UU Lingkungan
 UU Pers
 UU Pendidikan Nasional
 UU Perbankan
 UU Pajak
 UU Partai Politik
 UU pemilu
 UU Merek
 UU Kepabeanan
 UU Pasar Modal
 dll
Hukum Pidana Umum & Khusus

Dasar Hukum Pidana Hukum Pidana


Pembedaan
Umum Khusus

Subyek H.Pidana non militer H. Pidana militer

Substansi KUHP & UU yg mengubah TPE, TPK, TPS, H.Pid. militer,


H.Pid. Fiskal

Tempat UU Hukum Pidana yg. Berlaku UU non hukum pidana yg.


pengaturan umum (KUHP, TPE,TPK, TPS, dll) Bersanksi pidana
KULIAH 2
• Berlakunya Hukum Pidana Menurut
Waktu
• Berlakunya Hukum Pidana Menurut
Tempat
• Teori-teori tempus dan locus delicti
Pengertian Hukum Pidana
Prof. Moeljatno
• Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg
berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan
aturan untuk :
1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan,
yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu
bagi barangsiapa melanggar larangan tsb;
 Criminal Act
2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg
telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi
pidana sebagaimana yg telah diancamkan ;
 Criminal Liability/ Criminal Responsibility
1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana
Materiil
3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu
dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
melanggar larangan tsb.  Criminal Procedure/Hukum Acara
Pidana
Pengertian Hukum Pidana
Prof. Simons
• Hukum Pidana adalah kesemuanya perintah-perintah
dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara dan
yang diancam dengan suatu nestapa (pidana)
barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-
aturan yg menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum
itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan
(menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut.
• Tindak Pidana: Perbuatan manusia, yang oleh hukum
diancam dgn hukuman, bertentangan dgn hukum (ada
unsur melawan hukum), dilakukan oleh seorang yg
bersalah (ada unsur kesalahan), di mana org tersebut
dapat dimintai pertanggungjawaban pidana (dpt
dipertanggungjawabkan).
Pasal 1 KUHP

(1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana,


kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah
ada sebelumnya.
(2) Jika ada perubahan dalam perundang-
undangan sesudah perbuatan dilakukan,
maka terhadap terdakwa diterapkan
ketentuan yang paling menguntungkan .
ASAS YG TERCAKUP
DLM PASAL 1 (1) KUHP
• Nullum delictum, nulla poena sine praevia
lege poenali :
• Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu
peraturan yg terlebih dahulu menyebut
perbuatan yang bersangkutan sebagai
suatu delik dan yang memuat suatu
hukuman yg dapat dijatuhkan atas delik itu
• 3 prinsip, sbb:
Asas legalitas mengandung 3 prinsip:

1. Aturan hukum pidana harus tertulis


2. Larangan berlaku surut
3. Larangan penggunaan Analogi
1. Aturan hukum pidana harus tertulis
(lex scripta)
• Aturan hukum pidana harus mrpkn
atauran yg dibuat oleh badan legislatif
(produk legislatif)
• Produk legislatif yg dimaksud adl dlm
bentuk UU atau Perda
• Aturan tsb harus jelas rumusannya (lex
certa) dan tdk multi tafsir
• Hukum adat ? Merupakan pengecualian ?
Lihat UU Drt No.1/1951 dan R-KUHP Ps.
1 ayat (3)
2. LARANGAN BERLAKU SURUT
(non retroaktif)

• Undang-undang pidana berjalan ke depan dan


tidak ke belakang :

X mundur (ke belakang) harus ke depan (maju)

(Dilarang) ---------- UU Pidana ---------------

Perlu diketahui kapan suatu tindak pidana terjadi


(wkt terjadinya tindap pidana = tempus delicti.
Teori2 Tempus Delicti

1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de


lichamelijke daad)
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de
leer van het instrument)
3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
4. Teori waktu yg jamak (de leer van de
meervoudige tijd)
Larangan berlaku surut dalam berbagai ketentuan
selain yang diatur dalam Ps. 1 ayat (1) KUHP

Internasional:
• Ps 15 (1) ICCPR: hukum tidak berlaku surut
• Ps 15 (2) ICCPR pengecualian, untuk
kejahatan menurut hukum kebiasaan
international: boleh berlaku surut
• Ps 22, 23, dan 24 ICC (Statuta Roma)

Nasional
• Ps 28i UUD 1945
• Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun
1999
Ps 28i UUD 1945

• Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum


yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun.”
UU No. 39/ 1999 ttg HAM
• Ps 18 (2) • Ps 18 (3)
Setiap orang tidak Setiap ada
boleh dituntut untuk perubahan dalam
dihukum atau dijatuhi peraturan perundang-
pidana, kecuali undangan maka
berdasarkan suatu
peraturan perundang- berlaku ketentuan
undangan yang yang paling
sudah ada sebelum menguntungkan bagi
tindak pidana itu tersangka
dilakukan
Tempus delicti penting diketahui
dalam hal2 :

• Kaitannya dg Ps 1 KUHP
• Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa
• Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku
tindak pidana anak : UU Pengadilan Anak
Pengecualian Larangan Berlaku Surut

• Ps 1 ayat (2) KUHP  dalam hal tjd perubahan


UU yg meringankan bagi tdkw, digunakan UU
yg baru
• Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000 (UU Pengadilan
HAM)  diperlukan syarat2 ttt, al: pembentukan
pengadilan HAM ad hoc dgn persetujuan DPR
• Perpu 1/2002 & 2/2002  UU 15/2003 (UU
Pemberantasan TP Terorisme) ; UU 16/2003
yang memberlakukan UU No. 15/2003 untuk
kasus Bom Bali (UU No. 16/2003 dibatalkan oleh
MK)
UU No. 26/ 2000 ttg Pengadilan
HAM (bisa berlaku surut )
(1) Pelanggaran hak asasi  Penjelasan Ps 43 (2)
manusia yg. Berat yg. “Dalam hal DPR Indonesia
terjadi sebelum
diundangkannya UU ini, mengusulkan dibentuknya
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc,
pengadilan HAM ad hoc. DPR Indonesia
(2) Pengadilan HAM ad hoc mendasarkan pada dugaan
sebagaimana dimaksud telah terjadinya
dalam ayat (1) dibentuk
atas usul DPR Indonesia pelanggaran HAM yang
berdasarkan peristiwa berat yg dibatasi pada locus
tertentu dg. Keputusan dan tempus delicti tertentu
presiden. yg terjadi sebelum
diundangkannya undang-
undang ini.
UU Pemberantasan TP Terorisme

dan Putusan MK
• MK membatalkan ketentuan berlaku surut
dalam UU Pemberantasan TP Terorisme
(UU No.16/2003) karena bertentangan
dengan UUD 1945
3. Larangan penggunaan analogi

1. Penafsiran diperbolehkan dalam


hukum pidana karena diperlukan
utk memahami UU hukum pidana
yang tidak selalu jelas
rumusannya
2. Analogi tdk diperbolehkan krn
analogi bukan penafsiran
melainkan metode konstruksi
3. Penafsiran yg dikenal dalam huk
JENIS-JENIS PENAFSIRAN

- Otentik
- Sistematis
- Gramatikal
- Historis
- Sosiologis
- Teleologis
- Ekstensif
Penafsiran Ekstensif Vs Analogi ?

• Putusan HR 23 Mei 1921 (kasus


pencurian listrik di Gravenhage)
• Putusan Rechtbank Leeuwarden, 10 Des
1919 (pencurian sapi)
Taverne Vs para sarjana pidana lainnya
(Van Hattum, Simons, Zevenbergen, Van
Hamel)
Pendapat Scholten
(dan juga Utrecht)
• Pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara penafsiran
ekstensif dan analogi. Dalam kedua hal itu hakim
membuat konstruksi , yaitu membuat (mencari) suatu
pengertian hukum yang lebih tinggi. Hakim membuat
suatu kaidah yang lebih tinggi dan yang dapat dijadikan
dasar beberapa ketentuan yang mempunyai kesamaan.

Mis.
• Mengambil = mengadakan suatu perbuatan yang bermaksud
memindahkan sesuatu benda dari tangan yang satu ke tangan
yang lain
Pendapat Scholten
(dan Utrecht)

• PENAFSIRAN • ANALOGI
EKSTENSIF Hakim membawa
Hakim meluaskan perkara yang harus
lingkungan kaidah diselesaikan ke dalam
yang lebih tinggi lingkungan kaidah
sehingga perkara yang lebih tinggi
yang bersangkutan
termasuk juga di
dalamnya
Pasal 1 Ayat (2) KUHP

1. UU dimungkinkan utk berlaku surut


2. 3 syarat memberlakukan surut suatu UU
a. terjadi perubahan UU
b. perubahan tjd setelah tindak pidana
dilakukan
c. perubahan menguntungkan bg
TSK/TDW
3. Disebut sbg hukum transitoir
Pasal 1 ayat (2) KUHP

-+-----------+---------------+---->
UU Perbuatan Perubahan UU

• Apa yg dimaksud dgn Perubahan UU ?


Teori : (1) Teori formil (2) Teori materiil
terbatas (3) Teori materiil tidak terbatas

•Apa yg dimaksud dgn Paling


menguntungkan bg tersangka/terdakwa?
Yg menguntungkan bg TSK/TDKW

• Hal ini tidak dapat ditentukan sec. Umum


(in abstracto), dan hanya dapat ditentukan
untuk masing2 perkara sendiri (in
concreto).

Yang menguntungkan bagi TSK/TDKW:


sanksi menjadi lebih ringan, diubah menjadi
delik aduan, unsur- unsur pokok delik
menjadi lebih banyak (ditambah)
(Periksa : Utrecht h.228)
Perubahan UU yg dimaksud
Pasal 1 ayat (2) KUHP
• Teori Formil :Ada perubahan undang-undang kalau redaksi undang-
undang pidana berubah (Simons)
 ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps 295 sub 2 KUHP,
batas dewasa 23  21 tahun dlm BW

• Teori Materiil Terbatas : Tiap perubahan sesuai dg suatu perubahan


perasaan (keyakinan) hukum pada pembuat undang-undang (jadi
tidak boleh diperhatikan perubahan keadaan karena waktu)

• Teori Materiil tidak Terbatas : tiap perubahan – baik dalam perasaan


hukum dari pembuat undang-undang maupun dalam keadaan
karena waktu – boleh diterima sebagai suatu perubahan dalam
undang-undang
 Sesuai HR 5 Des 1921
Perubahan kesadaran/perasaan
hukum
• Menjadi tidak dapatnya dihukum suatu
perbuatan
• Menjadi dapat dihukumnya suatu
perbuatan
• Diperberat/diperingan pidana atas suatu
perbuatan.

• (Baca lebih lanjut dalam buku Lamintang Putusan MA,


dalam bag. Berlakunya UU Pidana Menurut Waktu)
Perubahan UU terjadi setelah tindak
pidana dilakukan

Yang harus diperhatikan:


1.Waktu terjadinya tindak pidana (tempus
delictie)
2.Teori2 tempus delicti
Berlakunya Hukum Pidana menurut
tempat
Berlakunya Hukum Pidana menurut
Tempat

Untuk mengetahui hukum pidana


negara mana yang digunakan: hukum
pidana Indonesia atau hukum pidana
negara lain.
Asas2 Berlakunya Hukum Pidana menurut
tempat(1)
Indonesia menganut asas2 di bawah dibuktikan dgn dasar
hukum yg terdapat dalam KUHP:
•Asas Teritorialitas/ wilayah :
Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976
•Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan : Ps 4 :1,2 dan 4 -->
Ps 8 KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No. 7/ drt/ 1955
Lihat Ps 16 UU 31/1999
•Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif :
Ps 5 KUHP --> Ps 7 KUHP --> Ps 92 KUHP
•Asas Universalitas :
Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
“melakukan kejahatan ttg mata uang, uang kertas
negara atau uang kertas Bank”
Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana
Menurut Tempat

1. Asas teritorial/wilayah
berlakunya hukum pidana sesuai tempat
terjadinya tindak pidana
Pasal 2 dan 3 KUHP
– KUHP Indonesia
– TP terjadi di Indonesia
– Pelaku WNA/WNI
– Berlaku teori2 locus delicti
UU No.43/2008 tentang Wilayah
Negara
 Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang selanjutnya disebut
dengan Wilayah Negara adalah salah satu
unsur negara yang merupakan satu
kesatuan wilayah daratan, perairan
pedalaman, perairan kepulauan dan laut
teritorial beserta dasar laut dan tanah di
bawahnya, serta ruang udara di atasnya,
termasuk seluruh sumber kekayaan yang
terkandung di dalamnya.
Batas Wilayah
Pasal 5
• Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya
serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral
dan/atau trilateral mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

Pasal 6
• (1) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, meliputi:
a. di darat berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini, dan
Timor Leste;
• b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua Nugini,
Singapura, dan Timor Leste; dan
• c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan
batasnya dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan
hukum internasional.
• (2) Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk
titik-titik koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau
trilateral.
• (3) Dalam hal Wilayah Negara tidak berbatasan dengan negara lain,
Indonesia menetapkan Batas Wilayah Negara secara unilateral
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana

2. Asas Nasionalitas Aktif/Personalitas


Pasal 5 – 6 (perluasan Ps. 5) & 7 KUHP
– KUHP Indonesia
– TP terjadi di luar Indonesia
– Pelaku WNI (perlindungan terhadap WNI)
– Utk jenis delik kejahatan ( ..?..)
Asas-asas Berlakunya Hukum Pidana

3. Asas Nasionalitas Pasif/Perlindungan


Pasal 4 dan 8 KUHP
– KUHP Indonesia
– TP terjadi di mana saja (di luar Ind)
– Pelaku WNA/WNI
– Melindungi kepentingan negara/nasional
4. Asas universal

• Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
“melakukan kejahatan ttg mata uang, uang
kertas negara atau uang kertas Bank”
• Untuk melindungi kepentingan negara
• kepentingan dunia (stabilitas ekonomi)
Teori2 Locus Delicti

1. Teori Perbuatan fisik (de leer van de


lichamelijke daad)
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan (de
leer van het instrument)
3. Teori Akibat (de leer van het gevolg)
4. Teori Tempat yg jamak (de leer van de
meervoudige tijd)
Locus delicti penting diketahui
dalam hal2 :

• Hukum pidana mana yang akan


diberlakukan?
- Hukum Indonesia atau Hukum negara
lain
• Kompetensi relatif suatu pengadilan
- contoh : PN Jakarta Selatan atau PN
Bogor
Teori mana yg dipilih ?
• Van Hamel, Simons :
Bergantung sifat dan corak perkara
konkret yang hendak diselesaikan

• Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen,
Noyon-Langemejer :
Mempergunakan 3 teori secara
teleologis

• Periksa buku Utrecht hal 239


Surabaya Semarang Cirebon
---- racun --> ----diminum ---> ----- mati
A --> B B B

• Meervoudige locus delicti


• Hakim diberi kemerdekaan memilih di
antara 3 locus delicti ini
Asas2 berlakunya H. Pidana : Beberapa
masalah

•Kapal :
a) kapal Indonesia
b) kapal perang
c) kapal dagang
•Prinsip ius passagii innoxii (thdp kapal,
maka berlaku hk pidana di wilayah mana
kapal melintas/lewat)
•Asas Universalitas :
- Kejahatan Terorisme ?
- Kejahatan HAM berat ?
-tindak pidana terjadi di ZEE dan landas
kontinen ?
Asas2 Berlakunya H. Pidana : Pengecualian (2)

• Ps 9 KUHP : Hukum publik internasional


membatasi berlakunya Ps 2,3,4,5, 7, dan 8
KUHP
• Termasuk yg memiliki imunitas h.pidana :
Sesuai perjanjian Wina 18/4/1961
• Yg memiliki imunitas :
1) Kepala-kepala negara & keluarganya (sec.
resmi, bukan incognito/singgah)
2) Duta negara asing & keluarganya -->
konsul : tergantung traktat antar negara.
3) Anak buah kapal perang asing : termasuk
awak kapal terbang militer
4) Pasukan negara sahabat yg berada di
wilayah negara atas persetujuan negara
• Menurut perjanjian Wina
18/4/1961, maka keluarga
termasuk memiliki imunitas (hak
eksteritorial)
• Untuk ketua organisasi
internasional biasanya dilindungi
(tergantung traktat antar negara).
• Istilah
• Definisi
• Cara Merumuskan Tindak Pidana
• Subjek Tindak Pidana
• Unsur-Unsur Tindak Pidana
Tindak Pidana
Istilah
• Tindak pidana
• Perbuatan pidana
• Peristiwa pidana
• Strafbaar feit
• Delict / Delik
• Criminal act
• Jinayah

Apa alasan dan implikasi penggunaan istilah


tindak pidana, perbuatan pidana dan
peristiwa pidana ?
Tindak Pidana
Definisi
 Simons : “kelakuan yg diancam dg pidana, yg bersifat
melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan & dilakukan
oleh orang yg mampu bertanggung jawab”

 Van Hamel : “kelakuan manusia yg dirumuskan dalam


UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg
kesalahan”

 Vos : “suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an diberi


pidana; jadi suatu kelakuan manusia yg pada umumnya
dilarang & diancam dengan pidana”

 Aliran Monistis ………...


 Aliran Dualistis …………..
Aliran Monistis

• Tidak memisahkan antara perbuatan


dan pertanggungjawaban

• Dalam rumusan tindak pidana


sekaligus tercakup unsur
perbuatan/akibat dan unsur
kesalahan/pertanggungjawaban
Aliran Dualistis

• Memisahkan secara tegas antara


perbuatan (pidana) dan
pertanggungjawaban pidana

• Dalam rumusan tindak pidana hanya


tercantum unsur perbuatan/akibat
tanpa unsur kesalahan
TINDAK PIDANA:

Pada dasarnya ada 3 cara merumuskan Tindak Pidana

• Disebutkan unsur-unsurnya &


disebut kualifikasinya
(namanya) --> mis, Ps 362
KUHP

• disebutkan kualifikasinya
tanpa disebut unsur-unsurnya
--> mis. Ps 184, Ps 297, Ps
351

• disebutkan unsur-unsurnya,
tidak disebut kualifikasinya -->
mis. Ps 167, Ps 209, Ps 322
Subjek Tindak Pidana
Manusia (natuurlijk persoon) Korporasi
adanya kebutuhan untuk
memidana korporasi:

a) Cara merumuskan
• R-KUHP, UU Hk. Pidana Khusus
“Barangsiapa ….” dan UU non H. Pidana,
b) Hukuman : mati, penjara, korporasi:
kurungan (Ps 10 KUHP), - Badan Hukum
hanya dapat dikenakan - Bukan badan hukum
pada manusia UU TPE, UU Pemberantasan
T.P. Korupsi, UU Pencucian
c) Pertanggungjawaban
Uang ,UU Pemberantasan TP
pidana disandarkan pada Terorisme
kesalahan, yang hanya • Badan Usaha (UU ITE: 11/2008)
mungkin dimiliki oleh • Badan Publik (UU KIP: No.
manusia (orang) 14/2008)
Unsur-Unsur Tindak Pidana
• Unsur2 dalam • Unsur2 di luar perumusan
perumusan
A. Unsur Obyektif
- melawan hukum (materil)
- perbuatan (aktif/pasif) atau
akibat - Kesalahan dalam arti materiil
- melawan hukum dapat dipersalahkan
(dicela)
B. Unsur Subyektif sehingga dapat
-Manusia (pelaku) dipertanggungjawabkan
- kesalahan : (verwijtbaarheid)
(a) kesengajaan; atau
(b) kealpaan
C. Keadaan
D. Syarat tambahan untuk
pemidanaan
Apa gunanya unsur (tertulis) ?

Secara umum:
•Untuk memberikan ciri/kekhasan antara
satu delik dgn delik lainnya
•Untuk pembeda suatu delik dgn delik2 yang
lain
•Untuk dibuktikan di persidangan oleh JPU
Tindak Pidana
Unsur-unsur (van Bemmelen)

• Di dalam perumusan (bagian)


• dimuat dalam surat dakwaan
• Di luar perumusan (unsur) :
• semua syarat yg dimuat dalam rumusan syarat dapat dipidana
delik merupakan bagian-bagian, sebanyak 1. Melawan hukum (materil)
itu pula, yang apabila dipenuhi membuat
tingkah laku menjadi tindakan yang melawan 2. Dapat dipersalahkan (dicela)
hukum sehingga dapat
1. Tingkah laku/akibat yang dilarang dipertanggungjawabkan
/diharuskan (Bagian Obyektif)
2. Bagian yang terkait dengan bagian obyektif:
melawan hukum Umumnya dianggap
3. Manusia/pelaku (Bagian subyektif) ada/terpenuhi sehingga tdk
4. Bagian yang terkait dengan pelaku: kesalahan perlu dibuktikan, kecuali ada
(kesengajaan atau kealpaan) alasan yang kuat bahwa
5. Keadaan (keterangan mengenai bagian unsur/syarat tsb perlu
obyektif atau bagian subyektif)
dibuktikan bhw unsur tsb tdk
6. Syarat tambahan untuk pemidanaan
ada/tdk terpenuhi  akan
4. Bagian yg dapat memperberat/memperingan
pidana dibahas lbh lanjut di materi
dasar penghapus pidana.
Contoh unsur2 dalam rumusan
tindak pidana
Pasal 362 KUHP Pasal 338 KUHP
• barangsiapa • barangsiapa
• mengambil
• dengan sengaja
• barang
- yg sebagian/ seluruhnya
• menghilangkan
kepunyaan orang lain nyawa orang lain
• dengan maksud memiliki
• secara melawan hukum
Contoh unsur dalam rumusan tindak pidana

Pasal 285 Pasal 359


• barangsiapa • barangsiapa
• dengan kekerasan • karena kealpaannya
atau • menyebabkan orang
• ancaman kekerasan lain mati
• memaksa
• seorang wanita
• bersetubuh dengan
dia
• di luar perkawinan
KULIAH 4

• Penggolongan Tindak Pidana


• Jenis Delik
Tindak Pidana
Pembagian Tindak Pidana (Jenis Delik)

• Delik Kejahatan & Delik pelanggaran


• Delik Materiil & Delik Formil
• Delik Komisi & Delik Omisi
• Delik Dolus & Delik Culpa
• Delik Biasa & Delik Aduan
• Delik yg Berdiri sendiri & Delik Berlanjut
• Delik Selesai & Delik yg diteruskan
• Delik Tunggal & Delik Berangkai
• Delik Sederhana & Delik Berkualifikasi; Delik Berprivilege
• Delik Politik & Delik Komun (umum)
• Delik Propia & Delik Komun (umum)

• Pembagian delik menurut kepentingan yg dilindungi :


Lihat judul-judul bab pada Buku II dan Buku III KUHP
Jenis Delik
Kejahatan Pelanggaran
(misdrijf) (overtreding)
 dlm. MvT : sebelum ada
 dlm MvT : baru
UU sudah dianggap tidak
dianggap tidak baik
baik (recht-delicten)
setelah ada UU (wet
 Hazewinkel-Suringa : tidak delicten)
ada perbedaan kualitatif,
hanya perbedaan
kuantitatif  Perbedaan dg
kejahatan:
a) Percobaan : dipidana
a) Percobaan : tidak dipidana
b) Membantu : dipidana
b) Membantu : tidak dipidana
c) Daluwarsa : lebih panjang
c) Daluwarsa : lebih pendek
d) Delik aduan : ada
d) Delik aduan : tidak ada
e) Aturan ttg Gabungan berbeda
e) Aturan ttg Gabungan berbeda

 KUHP : Buku II  KUHP : Buku III


Jenis Delik
 D. Materiil : Yang  D. Formil : yang dirumuskan
dirumuskan akibatnya bentuk perbuatannya --> Ps
 Ps 338, 368, Ps 187, 362, Ps 263, dll
dll
Perhatikan dgn seksama
unsur2 dalam pasal dlm
menentukan delik materiil
dan delik formil, krn sering
terjadi kerancuan. Secara
sekilas spt delik formil tp  D. Omisi : melakukan delik dg
ternyata delik materiil atau perbuatan pasif
sebaliknya  a) D. Omisi murni : melanggar
perintah dg tidak berbuat, mis. Ps
164, Ps 224 KUHP
b) D. Omisi tak murni : melanggar
 D. Komisi : melanggar larangan dg tidak berbuat, mis Ps
larangan dg perbuatan 194 KUHP
aktif
 D. Culpa : Delik dilakukan dg
kealpaan, mis. Ps205, Ps 359
 D. Dolus : delik dilakukan
dg sengaja, mis. Ps 338,
Delik Pro Parte Dolus Pro Parte
Culpa
• Delik yang dalam perumusannya sekaligus
mencantumkan unsur kesengajaan dan
unsur kealpaan
Contoh: Ps 287, Ps480
Jenis Delik
Delik Biasa (bukan
aduan) Delik Aduan
• penuntutannya tidak • penuntutannya
memerlukan pengaduan, memerlukan
mis. Ps 340, Ps 285 pengaduan, mis. Ps
310, Ps 284, Ps 367 (2)

• Cukup dengan laporan • Harus ada pengaduan


dari setiap orang yang dari korban atau orang
melihat/ mengetahui tertentu yang ditetapkan
tindak pidana tsb., tidak UU
harus dengan pengaduan
dari korban atau orang2
tertentu
Delik Aduan
• Ada 2 jenis:
1. Delik Aduan Absolut
2. Delik Aduan Relatif

Ad.1. Delik Aduan Absolut:


Delik yang pada hakekatnya/mutlak memerlukan
pengaduan untuk penuntutannya
Mis. Ps. 284, Ps.351
2. Delik Aduan Relatif:
Delik yang pada dasarnya merupakan delik biasa (bukan
delik
aduan), tetapi karena ada hubungan tertentu antara pelaku
dan korban, maka berubah jenisnya menjadi delik aduan
Mis. Ps.367 ayat (2)
Delik Berdiri Sendiri Delik Berlanjut

• Terdiri atas satu delik • Terdiri atas dua atau lebih


yang berdiri sendiri delik, yang karena
kaitannya yang erat
mengakibatkan
dikenakan satu sanksi
kepada terdakwa
• Untuk pemidanaannya
tidak perlu menggunakan • Untuk pemidanaannya
ketentuan tentang
menggunakan ketentuan
gabungan TP; tinggal
tentang gabungan TP,
melihat berapa ancaman
yaitu Pasal 64 KUHP
pidana dari Pasal yang
dilanggar
Delik Berlanjut
• Masih menjadi perdebatan apakah delik berlanjut
(voortgezette delict) sama dengan perbuatan
berlanjut (voortgezette handeling)
• Sebagian sarjana (termasuk Utrecht)
menyamakan voortgezette delict dengan
voortgezette handeling) dan untuk pemidanaannya
memakai ketentuan Pasal 64 KUHP, dengan
syarat:
• Perbuatan –perbuatan timbul dari 1 kehendak
• Perbuatannya harus sejenis
• Tenggang waktu antara 1 perbuatan dengan
perbuatan yang lain, tidak terlalu lama
Delik Selesai Delik Berlangsung terus
• Satu atau beberapa • satu atau beberapa
perbuatan tertentu perbuatan yang
yang selesai dalam melangsungkan suatu
suatu waktu tertentu keadaan yang dilarang
yang singkat
• Mis: Pasal 221, Pasal
• Mis: Pasal 362, Pasal 261, Pasal 333
338
Delik Tunggal Delik Berangkai
• Delik di mana untuk dapat
• Delik di mana untuk dipidananya si pelaku
dapat dipidananya si maka ybs. harus
pelaku maka ybs. melakukan perbuatan
cukup melakukan tersebut beberapa kali
perbuatan tersebut (berulang-ulang, berturut-
sebanyak satu kali turut)
• Karena harus dilakukan
• Mis: Pasal 362, Pasal berulang-ulang: bisa
338 berupa pencaharian atau
kebiasaan (sebagai unsur
yang menentukan untuk
dipidananya pelaku)
• Mis: Pasal 296, Pasal 481
Delik Pokok/sederhana • Delik Berkualifikasi
• Delik yang dalam Delik pokok yang ditambah
perumusannya dengan unsur yang
mencantumkan unsur2 memperberat pemidanaan
pokok yang menentukan mis: Pasal 351 ayat (2),
pemidanaannya Pasal 363, Pasal 365 ayat
Pasal 362, Pasal 351 (4)
ayat (1)
• Delik Berprevilege
Delik pokok yang ditambah
dengan unsur yang
meringan pemidanaan
Mis: Pasal 308. Pasal 364
Delik Komuna (bukan delik
Delik Politik politik)
• Delik yang • Delik yang tidak
mengandung unsur mengandung unsur
politik politik
Mis: Makar untuk Mis: pembunuhan
menggulingkan orang biasa (Pasal
pemerintah (Pasal 338), Pencurian mobil
107), makar untuk (Pasal 362)
membunuh kepala
negara (Pasal 104)
Delik Propria Delik Komuna

• Delik yang hanya • Delik yang dapat


dapat dilakukan oleh dilakukan oleh
orang2 tertentu setiap orang
(subjeknya adalah • Cirinya: Subjeknya
orang-orang tertentu) adalah “barang
• Mis: Pasal 308, Pasal siapa“
346, Pasal 449 • Mis: Delik
Pencurian (Pasal
362), Delik
Pembunuhan (Pasal
338)
KULIAH 5

• Tentang Ajaran Kausalitas


• Sifat Melawan Hukum
KAUSALITAS
• 1. Pengertian ?
• 2. Kapankah diperlukan ajaran kausalitas ?
• 3. Ajaran Kausalitas ?
Ilustrasi kasus:
B pinjam uang ke rumah A, karena kedatangan B,
maka A terlambat ; karena terlambat A
mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi; A
menubruk C sehingga luka-luka; C dibawa ke RS
dan dioperasi oleh dokter D; D meminta E merawat
dengan suntikan tertentu; E salah memberikan
obat pada C; C mati.
Pengertian Kausalitas
• Hal sebab-akibat
• Hubungan logis antara sebab dan akibat
• Persoalan filsafat yang penting
• Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab
sekaligus menjadi sebab peristiwa lain
• Sebab dan akibat membentuk rantai yang
bermula di suatu masa lalu
• Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana
bukan makna di atas, tetapi makna yang dapat
dilekatkan pada pengertian kausalitas agar
mereka dapat menjawab persoalan siapa yang
dapat dimintai pertanggungjawaban atas suatu
akibat tertentu
Pengertian Ajaran Kausalitas

• Ajaran yang berupaya untuk mencari


sebab dari timbulnya akibat
• Dalam hukum pidana, sebab yang dicari
adalah suatu perbuatan
• Dengan ditemukannya sebab, maka dapat
ditemukan siapa yang dapat
dipersalahkan dan diminta
pertanggungjawabannya
Kapankah diperlukan ajaran Kausalitas ?

• Delik Materiil :Delik yang dalam perumusannya


mementingkan unsur akibat , mis. Ps. 338, Ps 359, Ps
360
• Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva per
omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten): Pelaku
melanggar larangan (timbulnya akibat) dengan pasif
(tidak berbuat), Pasal. 194
• Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir : tindak pidana yang
karena situasi dan kondisi khusus yang berkaitan
dengan pelaksanaan tindakan yang bersangkutan atau
karena akibat-akibat khusus yang dimunculkannya,
diancam dengan sanksi pidana yang lebih berat
ketimbang sanksi yang diancamkan pada delik pokok
tersebut. mis. Ps 351 (1)  Ps 351 (2)/  Ps 351 (3)
Ajaran Kausalitas
• Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von
Buri)
• Teori Relevansi: van Hamel, Langemeijer
• Teori-teori Individualisasi/Causa Proxima:
Birkmeyer , Mulder
• Teori-teori menggeneralisasi : teori Adekuat
(Von Kries, Simons, Pompe, Rumelin)
Ajaran KAUSALITAS
Utrecht hal. 381

Von Buri - Jerman


(Teori Equivalensi – Teori Conditio Sine Quanon)
Semua syarat yang turut serta menyebabkan
suatu akibat dan yang tidak dapat
dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor ybs,
harus dianggap causa dari akibat, dan
diberi nilai sama (Equivalen)
Van Hamel juga menganut teori yg mirip.
Ajaran Conditio Sine Qua Non

• Semua faktor yaitu semua syarat, yang


turut serta menyebabkan suatu akibat dan
yang tidak dapat dihilangkan dari
rangkaian faktor-faktor ybs. Harus
dianggap causa (sebab) akibat itu.
• Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)
• Ada beberapa sebab
• Syarat = sebab
Pembatasan Ajaran Von Buri

• Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van


Hamel [dibatasi dg ajaran kesalahan
(dolus/culpa)] - hal 384 Utrecht I.
• Pengkesampingan semua sebab yang
terletak di luar dolus atau culpa; dalam
banyak kejahatan dolus atau culpa
merupakan unsur-unsur perumusan delik.
Pembatasan Teori Von Buri
Teori Restriksi
(Pembatasan)

1. Teori-teori yang mengindividualisasi:


Dari rangkaian faktor-faktor yang oleh Von Buri
diterima sebagai suatu causa, diambil satu, dan
faktor yang diambil itu dianggap menjadi kausa
(sebab) yang paling berpengaruh atas terjadinya
akibat ybs (sebab terjadinya delik)
2. Teori-teori yang menyamaratakan:
Dari rangkaian faktor-faktor yang ada oleh Von Buri
diterima sebagai kausa, diambil satu, dan faktor yang
diambil itu menurut pengalaman boleh dianggap
umumnya menjadi kausa (pengalaman orang pada
umumnya)
Teori-teori Individualisasi/
Causa Proxima
• Birkmeyer :
Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine Qua
Non . Di dalam rangkaian syarat-syarat yang
tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat,
lalu dicari syarat manakah yang dalam keadaan
tertentu itu, yang paling banyak membantu
untuk terjadinya akibat.
• G.E Mulder :
Sebab adalah syarat yang paling dekat dan
tidak dapat dilepaskan dari akibat.
Teori-teori yang mengindividualisasi

• Birkmeyer,
Dari rangkaian faktor-faktor yang oleh Von Buri
diterima sebagai suatu kausa, diambil satu, dan
faktor yang diambil itu dianggap menjadi kausa
yaitu faktor yang paling berpengaruh atas
terjadinya akibat ys (terjadinya delik)
Teori-teori menggeneralisasi
• Von Bar : teori ini tidak menyoal tindakan
mana atau kejadian mana yang in concreto
(pada kenyataannya) memberikan
pengaruh (fisik/psikis) paling menentukan.
Yang dipersoalkan adalah apakah satu
syarat yang secara umum dapat
dipandang mengakibatkan terjadinya
peristiwa seperti yang bersangkutan
mungkin ditemukan dalam rangkaian
kausalitas yang ada
Teori-teori menggeneralisasi
• Von Kries (Teori Adequat Subjectif) : Sebab adalah keseluruhan
faktor positif & negatif yang tidak dapat dikesampingkan tanpa
sekaligus meniadakan akibat. Namun pembatasan demi kepentingan
penetapan pertanggungjawaban pidana tidak dicari dalam nilai
kualitatif/kuantitatif atau berat/ringannya faktor dalam situasi konkret,
tetapi dinilai dari makna semua itu secara umum, kemungkinan dari
faktor-faktor tersebut untuk memunculkan akibat tertentu. Sebab =
syarat-syarat yang dalam situasi dan kondisi tertentu memiliki
kecenderungan untuk memunculkan akibat tertentu, biasanya
memunculkan akibat itu, atau secara objectif memperbesar
kemungkinan munculnya akibat tersebut.
• Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan memunculkan akibat
tertentu hanya dapat diselesaikan apabila kita memiliki 2 bentuk
pengetahuan :
(a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yg terjadi / pengetahuan
Nomologis yg memadai
(b) situasi faktual yg melingkupi peristiwa yg terjadi/ pengetahuan
Ontologis/ pemahaman fakta (empirik)
Teori-teori menggeneralisasi
• Rumelin (Teori Adequat Objectif) :
Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus (perlu) ada
untuk terjadinya akibat. Ihwal probabilitas tidak
berdasarkan pada apa yang diketahui atau mungkin
diketahui pada waktu melakukan tindakannya, melainkan
pada fakta yang objektif pada waktu itu ada, entah
diketahuinya atau tidak – jadi pada apa yang kemudian
terbukti merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi
peristiwa tersebut.
• Simons :
Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis
umum pengalaman manusia dapat menimbulkan akibat
• Pompe :
Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk
dapat menimbulkan akibat
Teori-teori yang menyamaratakan
(Generalisasi)
Faktor yang menurut pengalaman manusia dapat menimbulkan
akibat.
•Von Kries - Adequate Theory –
Subjective Pragnose(sesuai, seimbang):
Hanya ada satu perbuatan yang dapat menimbulkan akibat
perbuatan itu, sebelumnya telah dapat diketahui oleh yang
melakukan perbuatan tsb, dapat diterima sebagai suatu kausa;
•Rumelin – Objective Pragnose:
Dalam rangkaian faktor-faktor yang dapat dihubungkan dengan
terjadinya delik, hanya 1 yg menjadi kausa, yaitu faktor yang
berdasarkan sudut obyektif harus (perlu) ada utk terjadinya delik tsb.
Apakah pembuat harus tahu/tidak akan hal tsb ? Bukan syarat yg
harus dipenuhi.
Teori Relevansi
• Van Hamel:
teori von Buri dibatasi dg ajaran kesalahan (dolus/culpa)
Pengkesampingan semua sebab yang terletak di luar
dolus atau culpa; dalam banyak kejahatan dolus atau
culpa merupakan unsur-unsur perumusan delik.
Jika hal itu bukan merupakan unsur delik, maka solusinya
harus dicari dengan bantuan alasan atau dasar-dasar
yang meniadakan pidana.
• Langemeijer
Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri dengan memilih
satu atau lebih sebab dari sekian yang mungkin ada, yang
dipilih sebab-sebab yang relevan saja , yakni yang kiranya
dimaksudkan sebagai sebab oleh pembuat undang-
undang.
Sifat MELAWAN
HUKUM

Nathalina
Bidang Studi Hukum Pidana
FHUI - 2013
Sifat Melawan Hukum
• Arti :
- tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
- bertentangan dg hak orang lain (tegen eens anders
recht)
- tanpa alasan yg wajar
- bertentangan dengan hukum positif
• Melawan hukum : formil & materiil
- aliran formil : melawan hukum = melawan UU, sebab
hukum adalah UU.
-aliran materiil : melawan hukum adalah perbuatan yg
oleh masyarakat tidak dibolehkan.
• 1365 KUHPerdata
Pembuktian Melawan Hukum

• Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum


selalu menjadi unsur delik, ini tidak berarti
bahwa karena itu harus selalu dibuktikan
adanya unsur tersebut oleh penuntut umum
• Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah
tergantung dari rumusan delik yaitu apakah
dalam rumusan unsur tersebut disebutkan
nyata-nyata, jika tidak dinyatakan maka tidak
perlu dibuktikan.
Alasan Pencantuman
Unsur Melawan Hukum

• Pada umumnya dalam perundang-


undangan , lebih banyak delik yang tidak
memuat unsur melawan hukum dalam
rumusannya
• Alasan pencantuman sifat melawan
hukum dalam perumusan tindak pidana :
- untuk melindungi orang2 yg memiliki hak
untuk melakukan perbuatan yang masuk
dalam kategori TP dari tuntutan pidana.
Apabila dalam rumusan mencantumkan
unsur melawan hukum

• Tugas jaksa untuk membuktikan


unsur melawan hukum tersebut
Apabila rumusan delik tidak
mencantumkan unsur melawan hukum
• Aliran Formil
maka unsur itu dianggap diam-diam telah
ada, kecuali jika dibuktikan sebaliknya oleh
pihak terdakwa. Jadi dengan telah
terbuktinya semua unsur (lain) dalam
rumusan delik, maka perbuatan tsb.
dianggap terbukti melawan hukum

 Aliran Materil
jaksa harus membuktikan apakah
perbuatan tersebut melawan hukum atau
tidak
Perbedaan Ajaran
Materiil dan Formil
• Materiil :
• materiil :
mengakui adanya sifat melawan hukum adalah
pengecualian / unsur mutlak dari tiap-tiap
penghapusan dari sifat tindak pidana, juga bagi yang
melawan hukumnya dalam rumusannya tidak
perbuatan menurut hukum menyebut unsur-unsur tersebut
yang tertulis dan yang tidak
tertulis
• formil: • formil :
hanya mengakui sifat tersebut tidak selalu
pengecualian yang tersebut menjadi unsur delik, hanya jika
dalam undang-undang saja/ dalam rumusan delik
mis, Ps. 49. disebutkan dengan nyata-nyata
barulah menjadi unsur delik
Sifat Melawan Hukum
dalam Arti Materiil

• Berfungsi Negatif
Perbuatan yg menurut UU dilarang, tapi masyarakat
menganggapnya tindak melanggar hukum pidana (bukan tindak
pidana)
Dalam hal ini perbuatan tsb tdk dapat dipidana
Co. kasus Ir. Otjo, korupsi dana reboisasi
• Berfungsi Positif
Perbuatan yg menurut UU tidak dilarang tapi masyarakat
menganggapnya sebagai suatu tindak pidana, bertentangan dgn
asas legalitas.
Dalam hal ini perbuatan tsb dapat dipidana, Co. kumpul kebo,
waria, PSK.
Melawan Hukum

• Alasan pencantuman sifat melawan hukum dalam


perumusan tindak pidana :
- untuk melindungi orang2 yg memiliki hak dari tuntutan pidana.

• Akibat hukum tidak dicantumkannya sifat melawan


hukum dalam perumusan tindak pidana :
- berarti sifat melawan hukum itu dianggap ada, tetapi tidak
perlu dibuktikan, kecuali dibuktikan sebaliknya oleh pihak
terdakwa.
Arti “dan” diantara unsur dengan sengaja &
unsur melawan hukum

• Dengan sengaja dan MH (Ps. 180, 198, 406):


unsur MH tdk diliputi oleh unsur sengaja. Pelaku
memang sengaja, tp dia tdk hrs tahu bhw
perbuatannya MH, walaupun memang MH.
Jaksa tdk hrs membuktikan bahwa pelaku tahu
bhw perbuatan tsb MH
• Dengan sengaja MH (257, - dengan:333, 372)
kata MH diliputi oleh unsur dengan sengaja jd
hrs dibuktikan bhw pelaku sengaja MH dan ia
tahu bahwa perbuatannya MH
Arti “dan” diantara unsur dengan sengaja &
unsur melawan hukum

• Van Hamel, simons, pompe : perbedaan itu


mempunyai arti. Mis. Ps 406 KUHP :
dengan sengaja dan melawan hukum ; Ps
333 KUHP : dengan sengaja melawan
hukum

• Vos, zevenbergen, langemeijer :


tiadanya kata “dan” tidak berarti apa2,
semuanya mesti dibaca “dengan sengaja
dan melawan hukum”

• Remelink, van Bemmelen :


kata penghubung “dan” tidak mempunyai
arti, jadi istilah “dengan sengaja” meliputi
pula “melawan hukum.”
PMH : 1365 KUHPerdata

dalam Pasal 1365 KUHPerdata, dirumuskan bahwa :


“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian, mengganti kerugian tersebut.”
Suatu perbuatan merupakan suatu perbuatan yang melanggar
hukum yang memenuhi pasal 1365 KUHPerdata adalah jika di dalam
perbuatan tersebut memenuhi unsur:
a.  Perbuatan melawan hukum;
b.  Kesalahan;
c.  Kerugian;
d. Hubungan sebab akibat antara kesalahan dgn kerugian yang
ditimbulkan.
 
PMH : 1365 KUHPerdata

a. Perbuatan melawan hukum.


Di dalam doktrin, suatu perbuatan adalah merupakan perbuatan
melawan hukum, kalau memenuhi salah satu unsur berikut:
a.       bertentangan dengan hak orang lain,
b.       bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri,
c.       bertentangan dengan kesusilaan,
d.       bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan
dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda.
b.Kesalahan.
• Dalam pasal 1365 KUHPerdata, apabila unsur kesalahan itu
dilakukan baik dengan sengaja atau dilakukan karena kealpaan,
akibat hukumnya adalah sama, yaitu bahwa si pelaku tetap
bertanggung jawab untuk membayar kerugian atas kerugian
yang diderita oleh orang lain, yang disebabkan oleh perbuatan
melawan hukum yang dilakukan karena kesalahan si pelaku.
PMH : 1365 KUHPerdata

c. Kerugian.
• Yang dimaksud dengan ‘kerugian’ dalam pasal 1365 KUHPerdata
adalah kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum.
Tiap perbuatan melawan hukum tidak hanya dapat mengakibatkan
kerugian uang saja, tapi juga dapat menyebabkan kerugian moril
atau idiil, yakni ketakutan, terkejut, sakit dan kehilangan
kesenangan hidup
d. Hubungan sebab-akibat (kausalitas) antara kesalahan dengan
kerugian yang ditimbulkan.
• Adanya unsur sebab-akibat untuk memenuhi pasal 1365
KUHPerdata dimaksudkan untuk meneliti apakah terdapat
hubungan kausal antara kesalahan yang dilakukan dengan kerugian
yang ditimbulkan. Sehingga dengan demikian si pelaku dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bila seseorang
melakukan perbuatan melawan hukum, maka sanksi dalam pasal
1365 KUHPerdata hanya dapat diterapkan apabila tersebut
ditimbulkan kerugian..
KAUSALITAS

1. Pengertian ?
2. Kapankah diperlukan ajaran kausalitas ?
3. Ajaran Kausalitas ?

Ilustrasi :
B pinjam uang ke rumah A, karena kedatangan B, maka A
terlambat ; karena terlambat A mengendarai mobil dengan
kecepatan tinggi; A menubruk C sehingga luka-luka; C
dibawa ke RS dan dioperasi oleh dokter D; D meminta E
merawat dengan suntikan tertentu; E salah memberikan
obat pada C; C mati.
Pengertian Kausalitas
• Hal sebab-akibat
• Hubungan logis antara sebab dan akibat
• Persoalan filsafat yang penting
• Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus
menjadi sebab peristiwa lain
• Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di
suatu masa lalu
• Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana (bukan
makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan
pada pengertian kausalitas agar mereka dapat
menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai
pertanggungjawaban atas suatu akibat tertentu
Pengertian Ajaran Kausalitas

• Ajaran yang berupaya untuk mencari


sebab dari timbulnya akibat
• Dalam hukum pidana, sebab yang dicari
adalah suatu perbuatan
• Dengan ditemukannya sebab, maka dapat
ditemukan siapa yang dapat
dipersalahkan dan diminta
pertanggungjawabannya
Kapankah diperlukan ajaran Kausalitas/ Jenis delik
apa yang memerlukan ajaran kausalitas?
• Delik Materiil : Delik yang perumusannya
melarang timbulnya akibat. Delik ini selesai ketika
akibat timbul. mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360, Ps.
368
• Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva
per omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten) :
Delik yang terjadi dengan dilanggarnya suatu
larangan yang menimbulkan akibat yang dilakukan
dengan perbuatan pasif. Ps. 194 KUHP
• Delik yang dikwalifisir : Delik yang sanksinya mjd
lebih berat krn ada penambahan unsur berupa
timbulnya akibat. Misal: Ps 351 (1)  Ps 351 (2)/
 Ps 351 (3)
Ajaran Kausalitas

• Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von


Buri)
• Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima
: Birkmeyer , Mulder
• Teori-teori menggeneralisasi : teori
Adekuat (Von Kries, Simons, Pompe,
Rumelin)
• Teori Relevansi : Langemeijer
Ajaran Conditio Sine Qua Non

• Semua faktor yaitu semua syarat, yang


turut serta menyebabkan suatu akibat dan
yang tidak dapat dihilangkan dari
rangkaian faktor-faktor ybs. Harus
dianggap causa (sebab) akibat itu.
• Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)
• Ada beberapa sebab
• Syarat = sebab
Pembatasan Ajaran Von Buri

• Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van


Hamel [dibatasi dg ajaran kesalahan
(dolus/culpa)]
• Pengkesampingan semua sebab yang
terletak di luar dolus atau culpa; dalam
banyak kejahatan dolus atau culpa
merupakan unsur-unsur perumusan delik.
Teori-teori Individualisasi /
Causa Proxima
• Birkmeyer :
 Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine Qua
Non .
 Di dalam rangkaian syarat-syarat yang tidak
dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat, lalu
dicari syarat manakah yang dalam keadaan
tertentu itu, yang paling banyak membantu
untuk terjadinya akibat.

• G.E Mulder : Sebab adalah syarat yang paling


dekat dan tidak dapat dilepaskan dari akibat.
Teori-teori menggeneralisasi
Von Bar
Teori Von Bar ini tidak menyoal tindakan
mana atau kejadian mana yang in concreto
memberikan pengaruh (fisik/psikis) paling
menentukan. Yang dipersoalkan adalah
apakah satu syarat yang secara umum
dapat dipandang mengakibatkan terjadinya
peristiwa seperti yang bersangkutan
mungkin ditemukan dalam rangkaian
kausalitas yang ada
Teori-teori menggeneralisasi
Von Kries (Teori Adequat Subjectif)
 Sebab adalah keseluruhan faktor positif & negatif yang tidak dapat
dikesampingkan tanpa sekaligus meniadakan akibat. Namun
pembatasan demi kepentingan penetapan pertanggungjawaban
pidana tidak dicari dalam nilai kualitatif/kuantitatif atau
berat/ringannya faktor dalam situasi konkret, tetapi dinilai dari
makna semua itu secara umum, kemungkinan dari faktor-faktor
tersebut untuk memunculkan akibat tertentu.
 Sebab = syarat-syarat yang dalam situasi dan kondisi tertentu
memiliki kecenderungan untuk memunculkan akibat tertentu,
biasanya memunculkan akibat itu, atau secara objectif
memperbesar kemungkinan munculnya akibat tersebut.
 Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan memunculkan
akibat tertentu hanya dapat diselesaikan apabila kita memiliki 2
bentuk pengetahuan :
(a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yg terjadi / pengetahuan
Nomologis yg memadai
(b) situasi faktual yg melingkupi peristiwa yg terjadi/ pengetahuan
Ontologis/ pemahaman fakta (empirik)
Teori-teori menggeneralisasi
• Rumelin (Teori Adequat Objectif) :
Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus (perlu) ada untuk
terjadinya akibat. Ihwal probabilitas tidak berdasarkan pada apa
yang diketahui atau mungkin diketahui pada waktu melakukan
tindakannya, melainkan pada fakta yang objektif pada waktu itu
ada, entah diketahuinya atau tidak – jadi pada apa yang kemudian
terbukti merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi peristiwa
tersebut.
• Simons :
Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis umum
pengalaman manusia dapat menimbulkan akibat
• Pompe :
Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk dapat
menimbulkan akibat
Teori Relevansi

• Langemeijer
Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri
dengan memilih satu atau lebih sebab dari
sekian yang mungkin ada, yang dipilih
sebab-sebab yang relevan saja , yakni
yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab
oleh pembuat undang-undang.
Sifat Melawan Hukum
(Wederrechtelijkheid)
•Arti :
- tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
- bertentangan dg hak orang lain (tegen eens anders
recht)
-tanpa alasan yg wajar
-Bertentangan dengan hukum positif
Alasan Pencantuman unsur Melawan
Hukum

• Pada umumnya dalam perundang-


undangan , lebih banyak delik yang tidak
memuat unsur melawan hukum dalam
rumusannya
• Alasan pencantuman sifat melawan hukum
dalam perumusan tindak pidana :
- untuk melindungi orang2 yg memiliki hak dari
tuntutan pidana.
AJARAN SIFAT MELAWAN HUKUM
• Melawan hukum :
- aliran formil : melawan hukum =
melawan UU, sebab hukum adalah UU.
- aliran materiil : melawan hukum adalah
perbuatan yg oleh masyarakat tidak
dibolehkan.
Perbedaan Ajaran Materiil dan Formil

AJARAN FORMIL AJARAN MATERIIL


 melawan hukum tidak selalu  melawan hukum adalah unsur
menjadi unsur delik, hanya jika mutlak dari tiap-tiap tindak
dalam rumusan delik pidana, juga bagi yang dalam
disebutkan dengan nyata- rumusannya tidak menyebut
nyata barulah menjadi unsur unsur tersebut
delik
 mengakui adanya
 hanya mengakui pengecualian pengecualian / penghapusan
yang tersebut dalam undang- dari sifat melawan hukumnya
undang saja/ mis, Ps. 49. perbuatan menurut hukum
yang tertulis dan yang tidak
tertulis
Pembuktian Unsur Melawan
Hukum
• Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu
menjadi unsur delik, ini tidak berarti bahwa karena itu
harus selalu dibuktikan adanya unsur tersebut oleh
penuntut umum
• Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah
tergantung dari rumusan delik. Bila unsur tersebut
tercantum dlm rumusan pasal, maka hrs dibuktikan,
sedangkan jika tidak tercantum maka tidak perlu
dibuktikan.
• Akan tetapi bila seorang hakim berpendapat bahwa
tidak ada unsur melawan hukum dalam arti materiil,
maka unsur tersebut harus dibuktikan (dasar
penghapus pidana di luar KUHP)
KULIAH 6

Kesalahan dan
Pertanggungjawaban Pidana
Pengantar

• Kesalahan merupakan unsur yg melekat


pada pelaku tindak pidana
• 4 pengertian kesalahan
• Bentuk-bentuk kesalahan
• Asas penting dalam pertanggung jawaban
pidana
Pengertian Kesalahan

• Ada 4 pengertian kesalahan (Utrecht):


1.Kesalahan sebagai unsur delik; dalam
arti kumpulan (nama generik) yang
mencakup dolus dan culpa
2.Kesalahan dalam arti
pertanggungjawaban pidana: ketercelaan
(verwijtbaarheid) seseorang atas
perbuatan melawan hukum yang telah
dilakukannya
• 3. Kesalahan dalam arti bentuk
khusus, yang hanya berupa culpa
• 4. Kesalahan yang digunakan dalam
rumusan delik untuk menetapkan
bahwa pidana dapat diancamkan pada
pelaku yang bersalah karena telah
melakukan tindakan tertentu; mis.
Barang siapa dengan sengaja
menghilangkan nyawa orang lain
dipidana karena bersalah melakukan
pembunuhan
Kesalahan sebagai Unsur Delik

• Dolus
• Culpa
Dolus/ opzet/ sengaja
• Apakah sengaja itu ?
Sengaja = willen (menghendaki) en
weten (mengetahui) (MvT- 1886)

• Teori2 “sengaja” :
(a) teori kehendak (wils theorie)
“ opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik
dikehendaki si pelaku”
(b) teori bayangan (voorstellings-theorie)
“opzet ada apabila si pelaku pada waktu mulai
melakukan perbuatan, ada bayangan yg terang bahwa
akibat yg bersangkutan akan tercapai, maka dari itu ia
menyesuaikan perbuatannya dengan akibat itu”
Dolus/ opzet/ sengaja
istilah2 dalam rumusan tindak pidana
• Dengan sengaja : Ps 338 KUHP
• Mengetahui bahwa : Ps 220 KUHP
• tahu tentang : Ps 164 KUHP
• dengan maksud : Ps 362, 378, 263 KUHP
• niat : Ps 53 KUHP
• dengan rencana lebih dahulu : Ps 340, 355 KUHP
- dengan rencana : (a) saat pemikiran dg tenang ; (b)
berpikir dg tenang; ( c ) direnungkan lebih dahulu.
- ada tenggang waktu antara timbulnya niat dengan
pelaksanaan delik
Bentuk-Bentuk Dolus
1. Dolus sebagai maksud /tujuan (als oogmerk)
2. Dolus dengan kesadaran/keinsyafan kepastian
(noodzakelijkheidsbewustzijn)
3. Dolus dengan kesadaran/keinsyafan
kemungkinan (opzet met waarschijnlijkheids
bewustzijn/ awareness of probability)
4. Dolus eventualis (kesengajaan bersyarat; opzet
met mogelijkheidsbewustzijn/voorwaardelijk
opzet/awareness of possibility)
Kesengajaan bersyarat: dengan mengetahui dan
menghendaki menerima risiko yang besar
lanjutan …..
• Ada sarjana yang membedakan bentuk-bentuk
dolus menjadi 3 macam,yaitu: sebagai
maksud, berkeinsyafan kepastian dan
berkeinsyafan kemungkinan (misalnya PAF
Lamintang, Tresna, Moeljatno)
• Mereka menyamakan dolus eventualis dengan
kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan
• Dolus eventualis merupakan perkembangan
dalam hukum pidana, khususnya dalam hal
bentuk-bentuk kesengajaan dan HR Belanda
baru menerima kesengajaan bentuk ini setelah
PD II
Bentuk-bentuk kesengajaan
• Sengaja sebagai maksud/ tujuan :
- apabila pembuat menghendaki perbuatan dan/akibat perbuatannya;
- tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya
tidak terjadi
• Sengaja sebagai keinsyafan kepastian :
- pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya tidak akan
tercapai tanpa terjadinya akibat yg tidak dimaksud
• Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan:
- pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak dikehendaki akan
terjadi untuk mencapai akibat yg dimaksudnya
- Kesengajaan berkeinsyafan kepastian dan kemungkinan tidak dapat
berdiri sendiri. Selalu bersifat accesoir terhadap kesengajaan
sebagai maksud
Dolus eventualis

• Pelaku dengan kehendak dan kesadaran


menerima kemungkinan munculnya
akibat yang buruk.
• Di Jerman disebut billigend in Kauf
nehmen: menerima penuh risiko
terwujudnya sesuatu kemungkinan
• Contoh: metro mini maut di Jakarta Utara,
naik kuda di jalan ramai di kota London,
memainkan pistol  meletus DOOR! dan
mengenai org
Arti “dan” diantara unsur dengan sengaja & unsur
melawan hukum

• Van Hamel, simons, pompe : perbedaan


itu mempunyai arti. Mis. Ps 406 KUHP :
dengan sengaja dan melawan hukum ; Ps
333 KUHP : dengan sengaja melawan
hukum

• Vos, zevenbergen, langemeijer :


tiadanya kata “dan” tidak berarti apa2,
semuanya mesti dibaca “dengan sengaja
dan melawan hukum”

• Remelink, van Bemmelen :


kata penghubung “dan” tidak mempunyai
arti, jadi istilah “dengan sengaja” meliputi
pula “melawan hukum.”
Culpa
Istilah2
- culpa - schuld - nalatigheid - sembrono
- teledor
• istilah 2 yg digunakan dalam rumusan :
- kelalaian
- kealpaan
- kesalahan
- seharusnya diketahuinya
- sepatutnya diketahuinya
Pengertian, Jenis, Syarat
• KUHP : tidak ada definisi ttg culpa
• MvT : kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg kesengajaan
dan di pihak lain dengan hal yg kebetulan
• Pada culpa, unsur menghendaki selalu tidak ada; sedangkan unsur
mengetahui sering tidak ada
• Macam2 Culpa :
(a) culpa levis ; culpa lata
(b) culpa yg disadari (bewuste) : culpa yg tidak disadari (on bewuste)
• Syarat adanya kealpaan :
(a) Hazewinkel-Suringa : 1) kekurangan menduga-duga; 2)
kekurangan berhati-hati
(b) van Hamel : 1) tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan
hukum; 2) tidak berhati-hati sebagaimana diharuskan hukum
( c) Simons : pada umumnya kealpaan mempunyai 2 unsur : 1) tidak
berhati-hati; 2) dapat diduganya akibat.
Culpa

• Untuk menentukan ada atau tidaknya culpa pada


seseorang, maka harus digunakan tolok ukur yang
normal (upaya dan kehati-hatian dari orang yang
sama kemampuan dan kecerdasannya dengan
pelaku).
• Apabila pada situasi dan kondisi yang sama
dengan pelaku, orang yang sama kemampuan dan
kecerdasannya dengan pelaku pada umumnya
tidak melakukan perbuatan seperti yang dilakukan
oleh pelaku; berarti pelaku culpa telah melakukan
culpa lata (Kelalaian yang besar/berat)
Culpa

• Culpa Levis (Kelalaian yang kecil/ringan)--- apabila


tolok ukurnya adalah upaya dan kehati-hatian yang luar
biasa
• Culpa yang disadari (bewuste culpa) : Apabila pelaku
sudah membayangkan kemungkinan timbulnya suatu
akibat yang dilarang, dan karena itu ia juga sudah
berupaya agar tidak timbul akibat tsb. (dia tidak
menghendaki akibat), namun akibat tetap terjadi
• Culpa yang tidak disadari (onbewuste culpa): Pelaku
sama sekali tidak pernah membayangkan kemungkinan
timbulnya akibat yang dilarang; tetapi ternyata terjadi
akibat
• Yang dapat dipidana adalah Culpa Lata, baik yang
disadari maupun tidak disadari
Asas penting dalam masalah
pertanggungjawaban
• Geen straf zonder schuld
• Tiada Pidana tanpa kesalahan :
meskipun seseorang telah melakukan
perbuatan yang melawan hukum;
namun tanpa adanya kesalahan
maka dia tidak dapat dipidana
Dapat dipersalahkan sehingga dapat
dipertanggungjawabkan
• 3 syarat yang harus dipenuhi:
• Kemampuan bertanggungjawab
• Ada hubungan psikis antara pelaku dan
perbuatannya , dalam bentuk dolus
atau culpa
• Tidak ada dasar penghapus kesalahan
Kemampuan Bertanggungjawab
(toerekeningsvatbaarheid)
• Dengan menggunakan penafsiran a-contrario dari MVT
tentang tidak mampu bertanggungjawab; maka mampu
bertanggungjawab artinya:
- pelaku melakukan perbuatannya dengan bebas; tanpa
paksaan
- pelaku menginsyafi bahwa perbuatannya melawan
hukum dan ia mengerti akibat perbuatannya
• Dalam praktik, setiap pelaku dianggap mampu
bertanggungjawab ; kecuali dapat dibuktikan bahwa
pelaku sakit jiwa atau tidak sempurna pertumbuhan
akalnya atau cacat dlm pertumbuhan jiwanya.
KULIAH 7

Percobaan Tindak
Pidana
PERCOBAAN (POGING)

• PASAL 53
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat
untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan
pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu,
bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya
sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam
hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana
penjara paling lama 15 tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan
kejahatan selesai.
• Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana
Kasus 1

• Seorang yang sedang berdiri di bordes


KA, ketika akan diperiksa karcisnya oleh
kondektur, ia telah menendang kaki
petugas tersebut. Sehingga apabila
kondektur tidak dengan cepat
berpegang pada tiang besi KA, pasti ia
jatuh keluar dan terlindas KA (Arrest HR
Tgl 12 Maret 1942)
Kasus 2

• Seorang POLANTAS memberi tanda agar


sebuah kendaraan bermotor berhenti,
karena tidak menyalakan lampu.
Pengemudi tetap tancap gas, sehingga
kalau petugas tidak menghindar
dengan cara melompat ia akan
tertabrak (Arrest HR 6 Pebruari 1951)
Kasus 3
Percobaan Pembunuhan Berencana
KASUS
• A bermaksud menghabisi nyawa B
dengan meletakkan bom di mobil B. Bom
meledak sebelum B masuk mobil dan
mengakibatkan B luka-luka parah.
PASAL YG DIDAKWAKAN
• Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP ( Percobaan
pembunuhan berencana)
ANCAMAN PIDANA
• 15 tahun penjara (lihat Ps. 53 ayat 3)
• Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yg
merupakan percobaan tindak pidana yg
dipidana sbg delik selesai. Hal ini terdapat
juga dalam UU Pidana di luar KUHP.
• Ada juga delik-delik khusus dlm KUHP yg
mirip dgn percobaan yaitu makar (ps. 87)
dan permufakatan jahat (ps. 88), namun
ada syarat dr Ps. 53 yg belum dipenuhi
tapi sudah dapat dihukum
POGING (PERCOBAAN)
• “Permulaan kejahatan yang belum selesai”
• Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang dan diancam
hukuman oleh undang-undang
• Poging adalah perluasan pengertian delik
• Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
undang-undang sebab perbuatan itu melanggar kepentingan hukum
atau membahayakan kepentingan hukum
• KUHP tidak memberi perumusan/ definisi
• Harus diketahui kapan suatu delik dianggap selesai
• Delik selesai berbeda antara delik formil dan delik materiil
• Pada delik formil : delik selesai apabila perbuatan yang dilarang
telah dilakukan
• Pada delik materiil : delik selesai apabila akibat yang dilarang dan
diancam dengan hukuman oleh undang-undang telah timbul atau
terjadi
Teori Subyektif
- subjectieve pogingsleer –
• seseorang yang melakukan percobaan
untuk melakukan kejahatan itu pantas
dihukum, oleh karena orang tersebut
telah menunjukkan perilaku yang tidak
bermoral yang bersifat jahat ataupun
yang bersifat berbahaya”
• Terdapat sikap batin atau watak yang
berbahaya dari si pelaku
Teori Obyektif
- objectieve pogingsleer –
• Seseorang yang melakukan percobaan
untuk melakukan suatu kejahatan itu
dapat dihukum oleh karena “tindakan-
tindakannya telah bernilai
membahayakan bagi kepentingan-
kepentingan hukum”
Pengklasifikasian Teori Objektif
• Teori Obyektif Formil
• Seseorang yang melakukan percobaan untuk
melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum
oleh karena “tindakan-tindakannya telah
bernilai membahayakan bagi kepentingan-
kepentingan hukum”. Teori ini tidak
membedakan antara percobaan pada delik
formil dan delik materiil
• Teori Obyektif Materiil membedakan
percobaan pada jenis deliknya (delik formil
atau delik materiil)
• Teori Obyektif Materiil pada Delik Formil
“apabila telah dimulai perbuatan/tindakan yang
disebut dalam rumusan delik”

• Teori Obyektif Materiil pada Delik Materiil


• “segera setelah tindakan yang dilakukan oleh
pelakunya itu, menurut sifatnya secara langsung
dapat menimbulkan akibat yang terlarang oleh
UU tanpa pelakunya tersebut harus
melakukan suatu tindakan yang lain”
Teori Campuran

• Teori Subyektif
- subjectieve pogingsleer –
dan
• Teori Obyektif
- objectieve pogingsleer –
Syarat Percobaan yg dapat
dipidana
• Niat
• Permulaan Pelaksanaan
• Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
semata-mata disebabkan karena
kehendaknya sendiri
Syarat Pertama
NIAT atau “Voornemen”
• Menurut doktrin dan
yurisprudensi :”voornemen” harus
ditafsirkan sebagai kehendak, “willen” atau
“opzet”
• Seseorang harus mempunyai kehendak,
yaitu kehendak melakukan kejahatan
• Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet
di sini harus dtafsirkan dalam arti luas atau
hanya opzet dalam arti pertama (sebagai
“ogmerk” atau tujuan) ?
Syarat Kedua
Permulaan Pelaksanaan
• “Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan
pelaksanaan”  een begin van uitvoering
• Harus ada suatu perbuatan(handeling)
• apa yang dimaksud “perbuatan sebagai
permulaan pelaksanaan” ?
• Undang-undang tidak merumuskan pelaksanaan
atau”uitvoering” dan bagaimana bentuknya
• Perlu digunakan penafsiran
Pelaksanaan Kehendak atau
Pelaksanaan Kejahatan ?
• Secara gramatika, harus dihubungkan dengan kata yang
mendahuluinya yaitu “voornemen”/ niat/kehendak 
Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan
pelaksanaan. Jadi : pelaksanaan itu ditafsirkan
sebagai “pelaksanaan kehendak”  TEORI POGING
SUBYEKTIF
• Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat berikutnya
“… tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-
mata disebabkan karena kehendaknya sendiri” maka
secara sistematis maka ditafsirkan sebagai
“pelaksanaan kejahatan”  TEORI POGING OBYEKTIF
CONTOH KASUS
• A menghendaki untuk membunuh B , untuk melaksanakan
maksudnya, A harus melakukan beberapa perbuatan, yaitu :
• a. A pergi ke tempat penjualan senjata api
• b. A membeli senjata api
• c. A membawa senjata api ke rumahnya
• d. A berlatih menembak
• e. A menyiapkan sebjata apinya dengan membungkusnya rapat-
rapat
• f. A menuju rumah B
• g. Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu dengan peluru
• h. A mengarahkan senjata kepada B
• i. A melepaskan tembakan ke arah B
MANA YANG MERUPAKAN PELAKSANAAN ?
APAKAH TIAP2 PERBUATAN DALAM KASUS TSB
DAPAT DIHUKUM ?

• 1. Menurut Teori Poging Subyektif :


perbuatan a sudah merupakan
“permulaan pelaksanaan” karena telah
menunjukkan “kehendak yang jahat”
• 2. Menurut Teori Poging Obyektif :
perbuatan a  f belum merupakan
“permulaan pelaksanaan” karena semua
perbuatan itu “belum membahayakan
kepentingan hukum si B
PEMBATASAN TERHADAP TEORI
SUBYEKTIF
• Perbuatan dibedakan :
• 1. tindakan atau perbuatan persiapan
(belum dapat dihukum)
• 2. tindakan atau perbuatan pelaksanaan
(sudah dapat dihukum)
• Tetapi, pertanyaannya : mana yang
merupakan “perbuatan persiapan” dan
mana yang merupakan “perbuatan
pelaksanaan” ?
PENDAPAT PARA AHLI DALAM
MASALAH TERSEBUT
1.Van Hamel : “apabila dari perbuatan itu telah terbukti kehendak yang
kuat dari si pelaku untuk melaksanakan perbuatannya”
2.Simons melihat dari jenis deliknya : delik materiil atau delik formil.
• Pada delik formil apabila perbuatan itu merupakan perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU, apabila perbuatan
itu merupakan sebagian dari perbuatan yang dilarang; jika ada
beberapa unsur maka jika sudah melakukan salah satu unsur
• Pada delik materril apabila perbuatan itu dianggap sebagai
perbuatan yang menurut sifatnya adalah sedemikian rupa ,
sehingga secara langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang
dan diancam dengan hukuman oleh UU
3.Vos : ada “permulaan pelaksanaan” apabila perbuatan itu
mempunyai sifat terlarang terjadap suatu kepentingan hukum.
4.Pompe : ada “permulaan pelaksanaan” apabila suatu perbuatan yang
bagi orang normal memungkinkan terjadinya suatu delik.
Pendapat Hoge Raad
Ada “permulaan pelaksanaan” apabila antara perbuatan
yang dilakukan dan kejahatan yang dkehendaki oleh
seseorang itu terdapat hubungan erat langsung; yaitu
apabila seorang melakukan sesuatu perbuatan untuk
melaksanakan kejahatan , perbuatan itu baru dianggap
sebagai permulaan pelaksanaan apabila disamping
perbuatan itu tidak dibutuhkan lagi perbuatan-perbuatan
yang lain untuk menyelesaikan kejahatan.
Percobaan delik formil

“apabila telah dimulai perbuatan/tindakan


yang disebut dalam rumusan delik”
Hoge Raad arrest tanggal 8 Maret 1920
N.J.1920
• “perbuatan menawarkan untuk dibeli dan
perbuatan menghitung uang kertas yang
telah dipalsukan di depan orang lain”
adalah tindakan permulaan dari tindakan
pelaksanaan
Percobaan delik materiil

• “segera setelah tindakan yang dilakukan


oleh pelakunya itu, menurut sifatnya
secara langsung dapat menimbulkan
akibat yang terlarang oleh undang-
undang, tanpa pelakunya tersebut harus
mel;akukan suatu tindakan yang lain”
• Hoge Raad Arrest 19 Maret 1934, N.J
1934 Eindhovense Brandstichting - arrest
Syarat Ketiga
Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya sendiri

• Contoh: Tertangkap tangan, korban


memberikan perlawanan, korban tidak
meninggal karena bantuan medis
• Membatalkan niatnya secara sukarela/kehendak
sendiri – vrijwillige terugterd – (TIDAK ADA
Percobaan yang dihukum)
Dalam Pasal 18 RUU KUHP

(1) Dalam hal setelah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat


tidak menyelesaikan perbuatannya karena kehendaknya sendiri
secara sukarela, maka pembuat tidak dipidana.
(2) Dalam hal setelah permulaan pelaksanaan dilakukan, pembuat
dengan kehendaknya sendiri mencegah tercapainya tujuan
atau akibat perbuatannya, maka pembuat tidak dipidana.
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) telah menimbulkan kerugian atau menurut peraturan
perundang-undangan telah merupakan tindak pidana
tersendiri, maka pembuat dapat dipertanggungjawabkan
untuk tindak pidana tersebut.(percobaan yang
dikwalifisir)
Macam2 Percobaan (Doktrin)
• Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging
--> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia
telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya
kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal

• Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging


--> apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia
telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi
tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia terhalang
oleh suatu hal

• Percobaan yg Tidak Sempurna (tidak wajar) :


Ondeugdelijke Poging --> apabila seseorang
berkehendak melakukan suatu kejahatan, dimana ia telah
melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya
kejahatan, namun tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak
sempurna atau obyek (sasaran) tidak sempurna.
Tidak sempurna : mutlak atau relatif
Pasal 20 RUU KUHP

Dalam hal tidak selesai atau tidak mungkin


terjadinya tindak pidana disebabkan
ketidakmampuan alat yang digunakan
atau ketidakmampuan objek yang
dituju, maka pembuat tetap dianggap
telah melakukan percobaan tindak pidana
dengan ancaman pidana tidak lebih dari
1/2 (satu per dua) maksimum pidana yang
diancamkan untuk tindak pidana yang
dituju.
Melakukan percobaan kejahatan
akan tetapi tidak dihukum

• Pasal 184 ayat 5 KUHP –perkelahian


tanding
• Pasal 302 ayat 4 KUHP – penganiayaan
ringan terhadap binatang
• Pasal 351 ayat 5 dan Pasal 352 ayat 2
KUHP – penganiayaan biasa dan ringan
Mangel am tatbestand (gebrek aan
feitelijk tosdracht v/e zaak)
• Kejadian-kejadian yang mirip dengan
percobaan yang tidak sempurna/ tidak wajar
di mana salah satu unsur dari kejahatan
tertentu itu sebenarnya tidak mungkin ada
atau tidak mungkin terjadi
• Misal:
• menggugurkan kandungan seorang
perempuan yang tidak pernah hamil;
• mencuri barang yang pencurinya tidak tahu
bahwa barang tersebut sebelum dicuri telah
diwariskan/diberikan padanya.
Putatif Delict
• Seseorang mengira bahwa apa yang
dilakukan merupakan suatu tindak
pidana, padahal tindakan tersebut tidak
dilarang
• Contoh:
• Seseorang masuk ke Indonesia dan membawa
sejumlah uang kertas asing. Semula ia
beranggapan telah mencoba atau melakukan
suatu kejahatan. Namun ternyata uang yang ia
bawa masih dalam batas ketentuan yang tidak
dilarang
Percobaan dalam kealpaan

• Pasal 287 KUHP


• “…yang sepatutnya ia harus dapat
menduga bahwa wanita itu belum cukup
umurnya…”
• Pasal 480 KUHP
• “…yang sepatutnya ia harus dapat
menduga bahwa barang itu diperoleh si
penjual dari kejahatan…”
Nathalina
Bidang Studi Hukum Pidana
FHUI 2012
Istilah PIDANA

• Hukum Penitensier
• Hukum Sanksi
• Straf
• Hukuman
• Punishment
PIDANA

• Nestapa/derita
• Yang dijatuhkan dengan sengaja oleh
negara (melalui pengadilan)
• Dikenakan pada seseorang
• Yang secara sah telah melanggar hukum
pidana
• Melalui proses peradilan pidana
Proses Peradilan Pidana
(the criminal justice process)
• Struktur, fungsi, dan proses pengambilan
keputusan
• Oleh sejumlah lembaga (kepolisian,
kejaksaan, pengadilan & lembaga
pemasyarakatan)
• Yang berkenaan dengan penanganan &
pengendalian
• Kejahatan dan pelaku kejahatan.
Pidana sebagai pranata sosial
• Sebagai bagian dari reaksi sosial manakala terjadi
pelanggaran terhadap norma2 yang berlaku
• Mencerminkan nilai & struktur masyarakat
• Merupakan reafirmasi simbolis atas pelanggaran terhadap
‘hati nurani bersama’
• Sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap perilaku tertentu
• Selalu berupa konsekwensi yang menderitakan, atau
setidaknya tidak menyenangkan.
Pengertian
Hukum Penitentier (Utrecht II hal. 268) :

• Segala peraturan positif mengenai sistem hukuman dan sistem


tindakan yang memuat:
– Jenis sanksi atas tindak pidana yang dilakukan
– Beratnya sanksi itu
– Lamanya sanksi itu dijalankan oleh pelaku
– Cara sanksi itu dilakukan
– Tempat sanksi itu dijalankan
• Hukuman, menurut pendapat :
Moeljatno : Lebih tepat “pidana” untuk menerjemahkan straf.
Sudarto : Idem.
R. Soesilo : Suatu perasaan tidak enak/sengsara yang dijatuhkan oleh
Hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar UU Hukum
Pidana.
Unsur-unsur atau ciri-ciri pidana

• Merupakan suatu pengenaan penderitaan/nestapa atau


akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;
• Diberikan dengan sengaja oleh badan yang memiliki
kekuasaan (berwenang);
• Dikenakan pada seseorang penanggung jawab
peristiwa pidana menurut UU (orang memenuhi
rumusan delik/pasal).
(Muladi & Barda Nawawi Arief, 1982)
PEMIDANAAN

Penjatuhan Pidana/sentencing :
• Upaya yang sah
• Yang dilandasi oleh hukum
• Untuk mengenakan nestapa penderitaan
• Pada seseorang yang melalui proses peradilan
pidana
• Terbukti secara sah dan meyakinkan
• Bersalah melakukan suatu tindak pidana.
Sejarah

a. Utrecht I Bab 1
b. Utrecht II Bab 5
• Mulai WvS diundangkan yaitu tahun 1915
• UU No. 1/1946 tentang KUHP (berlaku
berdasarkan asas konkordansi).
Jenis-jenis hukuman yg dpt dijatuhkan oleh Pengadilan
berdasarkan plakat tgl. 22 April 1808

• Dibakar hidup, terikat pada suatu tiang (hanya utk


pelaku pembakar/pembunuh)
• Dimatikan dgn suatu keris
• Dicap bakar
• Dipukul, dipukul dgn rantai (pidana badan/corporal
punishment)
• Ditahan/dimasukkan dlm penjara
• Kerja paksa pada pekerjaan2 umum.
Utrecht I Bab 1 hal. 19 – R. Soesilo hal. 36
Dasar-Dasar Hukuman :

• Hukum pidana sebagai suatu sanksi yang


bersifat istimewa: terkadang dikatakan
melanggar HAM  melakukan perampasan
terhadap harta kekayaan (pidana denda),
pembatasan kebebasan bergerak/ kemerdekaan
orang (pidana kurungan/penjara) dan
perampasan terhadap nyawa (hukuman mati).
• Merupakan Ultimum Remedium (senjata
pamungkas, jalan terakhir, jalan satu-
satunya/tiada jalan lain).
Siapakah yang berhak menuntut, menjatuhkan, dan
menjalankan pidana itu ?

Utrecht I Bab V, hal. 149 – dst :


• Beysens, pada dasarnya negaralah yang berhak,
krn perbuatan tsb bertentangan dgn tata tertib negara
(sudut obyektif) & perbuatan yg dpt dipertanggung-
jawabkan oleh pelaku (sudut subyektif);
• Utrecht :
– Negara sebagai organisasi sosial tertinggi o.k.i. sangat logis jika
negara diberi tugas mempertahankan tata tertib masyarakat;
– Negara sebagai satu-satunya alat yang dapat menjamin kepastian
hukum.
Teori-Teori Pemidanaan/
Tujuan Pemidanaan menurut doktrin

TeoriAbsolut/Retributif/Pembalasan
(lex talionis):
• Hukuman adalah sesuatu yang harus ada
sebagai konsekwensi dilakukannya
kejahatan;
• Orang yang salah harus dihukum
(E. Kant, Hegel, Leo Polak).
Menurut Leo Polak (aliran retributif),
hukuman harus memenuhi 3 syarat :
• Perbuatan tersebut dapat dicela (melanggar etika)
• Tidak boleh dengan maksud prevensi tp utk
represif.
• Beratnya hukuman seimbang dengan beratnya
delik.
• Contoh di Indonesia: Qisas dalam Hukum Islam,
Carok dalam masyarakat Madura, Siri dalam masy
Ujung Pandang
Teori Relatif/Tujuan (utilitarian)

• Menjatuhkan hukuman untuk tujuan tertentu, bukan


hanya sekedar sebagai pembalasan:
• Hukuman pd umumnya bersifat menakutkan, o.k.i,
seyogyanya : Hukuman bersifat
memperbaiki/merehabilitasi  orang yang “sakit
moral” harus diobati.
• Tekanan pada treatment/pembinaan.
• Rehabilitasi, individualisasi pemidanaan.
• Anti punishment, model medis.
Prevensi:
hukuman dijatuhkan utk pencegahan

Prevensi Umum :
• sebagai contoh pada masyarakat secara luas agar tidak
meniru perbuatan/kejahatan yang telah dilakukan.
Prevensi Khusus:
• Ditujukan bagi pelaku sendiri, supaya jera/kapok, tidak
mengulangi perbuatan/kejahatan serupa; atau kejahatan
lain.
• Deterrence : menakut/nakuti – serupa dengan prevensi
• Perlindungan: agar orang lain/masyarakat pada umumnya
terlindungi, tidak disakiti, tidak merasa takut dan tidak
mengalami kejahatan
Teori Gabungan :
• Berdasarkan hukuman pada tujuan (multifungsi)
retributive/pembalasan dan relative/tujuan.
• Berdasarkan teori gabungan maka pidana ditujukan
untuk:
– Pembalasan, membuat pelaku menderita
– Upaya Prevensi, mencegah terjadinya tindak pidana
– Merehabilitasi Pelaku
– Melindungi Masyarakat.
• Retributive Justice :
Pemidanaan untuk tujuan pembalasan

• Restorative Justice :
Keadilan yang merestorasi  pelaku harus
mengembalikan kepada kondisi semula; Keadilan
yang bukan saja menjatuhkan sanksi yang seimbang
bagi pelaku namun juga memperhatikan keadilan bagi
korban.
Tujuan Pemidanaan :

Berdasarkan Pasal 54 R-KUHP tahun 2008:


• Prevensi umum, mencegah dilakukannya tindak pidana
dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman
kepada masyarakat
• Rehabilitasi & Resosialisasi, memasyarakatkan
terpidana, dengan melakukan pembinaan sehingga
menjadi orang yang baik dan berguna.
• Supaya mereka bisa kembali ke masyarakat (
• LP = Lembaga Pemasyarakatan):
• ” Mereka bukan penjahat, hanya tersesat, masih ada
waktu untuk bertobat .. ”
Tujuan Pemidanaan

• Restorasi, menyelesaikan konflik, memulihkan


keseimbangan dan mendatangkan rasa damai
• Membebaskan rasa bersalah pada terpidana
• Pemidanaan tidak dimaksudkan utk menderitakan dan
merendahkanmartabat manusia (CAT ... )
• Sampai saat ini Hukum Pidana Indonesia belum memiliki
Sentencing Guidelines (pedoman yang memuat tentang
pemidanaan), tp sudah dirumuskan dalam Pasal 55 R-
KUHP 2008.
Jenis - Jenis Pidana

KUHP (UU No. 1/1946) R-KUHP (2008)

Bab II Buku I Pasal 10 Bab III Buku I Pasal 65

A. Hukuman/Pidana Pokok : A. Pidana Pokok :


• Hukuman mati (death penalty/capital •Pidana penjara
punisment) •Pidana tutupan
• Hukuman penjara •Pidana pengawasan
• Hukuman kurungan •Pidana denda
• Hukuman denda •Pidana kerja sosial
• Hukuman tutupan
(khusus utk perbuatan yang B. Pidana Tambahan :
patut dihormati)  UU No. 20/1946 •Pencabutan hak-hak tertentu
•Perampasan barang-barang
B.Hukuman/Pidana Tambahan: tertentu dan/atau tagihan
• Pencabutan hak-hak tertentu 3.Pengumuman putusan hakim
• Perampasan barang-barang tertentu 4. Pembayaran ganti kerugian
• Pengumuman putusan hakim 5. Pemenuhan kewajiban adat setempat
dan/atau kewajiban menurut hukum yang
hidup dalam masyarakat
Catatan
• Lihat juga Pasal 14a KUHP : (reclassering/lembaga
yg mengawasi  BAPAS, Balai Pemasyarakatan)
penghukuman/pidana bersyarat/pidana percobaan,
dan pelepasan bersyarat.
• Larangan Kumulasi hukuman, mis. melakukan
pencurian, pemerkosaan dan pembunuhan lalu
mayat korban dibuang. Ancaman pidananya
mengikuti prinsip gabungan tindak pidana
• Sistem penjatuhan pidana: stelsel kumulasi murni,
stelsel kumulasi terbatas, absorsi murni, absorsi
yang dipertajam.
R-KUHP
• Pasal 66 dan 87 : pidana mati bersifat khusus, diancamkan secara
alternatif. ............ diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup. Dan dijatuhkan sbg upaya terakhir utk mengayomi
masyarakat
• Pasal 101dan psl. 129/ps.132 : Double track system : individualisasi
hukuman, orang yang dalam situasi/kondisi tertentu dapat dijatuhi
tindakan : Penempatan di RSJ, bagi orang yang tidak mampu
bertanggung jawab karena jiwanya cacat pertumbuhannya atau
terganggu karena penyakit (psl. 44 ayat 2 KUHPTindak pidana yang
dilakukan oleh anak yg masih di bawah umur.Berdasarkan UU 3/1997
dan RKUHP, anak yg dpt dipidana adlh yg berusia 12-18 thn. Psl. 45-
46 KUHP diganti dengan pasal2 dalam UU No.3/1997 : dikembalikan
pada orang tuanya, diserahkan pada negara utk dididik, atau
diserahkan pada Dep.Sos, organisasi sosial
HUKUMAN/PIDANA MATI
Pasal 11 jo Pasal 10 KUHP
Tindak Pidana yang diancam dengan hukuman mati:
A. Dalam KUHP :
– Pembunuhan berencana
– Kejahatan terhadap keamanan negara
– Pencurian dengan pemberatan
– Pemerasan dengan pemberatan
– Pembajakan di laut dengan pemberatan.
B. Di luar KUHP :
– Terorisme
– Narkoba
– Korupsi
– Pelanggaran HAM Berat : kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida
yang dilakukan secara meluas dan sistematis.
HUKUMAN/PIDANA MATI :

• Hukuman mati dijalankan oleh algojo di tiang gantungan


(ps. 11 KUHP), tp bdsrkn Penpres No. 2/1964  ditembak di
bagian jantung dan/atau kepala dan tdk dilakukan di muka
umum (rahasia, baik waktu dan tempat eksekusinya).
• Astini (Maret 2005) : ditembak 3 peluru di dada.
Tibo cs. Diluar negeri: kamar gas, penggal, kursi listrik,
suntik mati, dsb.
• Hukuman mati tdk dapat dijatuhjkan pada anak; Pidana
mati tidak dapat dilakukan pada org yg setelah dihukum
menjadi gila dan wanita hamil. Eksekusi dpt dilakukan jika
org gila itu sembuh dan wanita tsb melahirkan.
PIDANA PENJARA

Psl. 12 KUHP :
• Hukuman penjara lamanya seumur hidup atau sementara/
pidana penjara dilakukan dalam jangka waktu tertentu
• ( min 1 hari – selama2nya 15 thn atau dpt dijatuhkan
selama 20 thn, tp tdk boleh lebih dr 20 thn).
• Pidana penjara dilakukan di penjara (prison/jail), di
Indonesia disbt sebagai Lembaga Pemasyarakatan
(LP/Lapas). Untuk pemulihan kembali hubungan antara
narapidana dan masyarakat.
• Penghuninya disebut narapidana/napi (inmates): Warga
Binaan Pemasyarakatan (UU NO. 12/1995).
PIDANA PENJARA

Pidana bersyarat (ps. 14 a-14 f KUHP):


Bila hakim menjatuhkan pidana penjara
paling lama 1 tahun atau kurungan, tidak
termasuk kurungan pengganti, maka dalam
putusan dapat memerintahkan untuk tidak
menjalani pidana tersebut; kecuali jika di
kemudian hari ada putusan hakim yg
menentukan lain, karena terpidana
melakukan tindak pidana sebelum masa
percobaannya selesai atau tidak memenuhi
syarat-syarat khusus yg ditentukan.
PIDANA PENJARA

Sistem Penjara – gevangenisstelsel


(Utrecht II hal. 291 - dst):

– Sistem Pennsylvania, AS :
• Para hukuman terus menerus ditutup sendiri-sendiri dalam satu
kamar sel
• Terhukum hanya melakukan kontak dgn penjaga sel/sipir
penjara
• Dilakukan peringanan: terhukum diperkenankan melakukan
pekerjaan tangan dan secara terbatas dpt menerima tamu, tp ia
tetap dilarang bergaul dgn terhukum lain.
– Sistem Auburn, New York, AS :
• Disebut juga sebagai silent system
• Para hukuman pada siang hari disuruh bekerja bersama2 tapi tidak
boleh saling bicara, malam hari kembali ke sel.
PIDANA PENJARA

Sistem Irlandia (Irish System)

• Berasal dr mark system - penilaian


• Para hukuman mula2 ditutup terus-menerus, diterapkan hukum yg keras
• Jika berkelakuan baik, maka hukumannya diperingan: mulai
dimasyarakatkan  the rise of Reformatory (Utrecht I, hal. 294-dst):
Probation, public work prison, dan ticket to leave.
• Kemudian diperkenankan kerja sama2
• Secara bertahap diberi kelonggaran utk bergaul satu sama lain
• Pelepasan bersyarat dapat dilakukan jika telah menjalani dari ¾
hukumannya
• Penutupan terus-menerus bertujuan:
• Terhukum diberikan waktu utk merenung, menyelesali perbuatannya 
perbaiki diri
• Kalau dibiarkan bergaul dgn napi lain  bisa saja menjadi bertambah
jahat.
PIDANA PENJARA

Sistem Elmira (NY, AS):


– Utk org terhukum yg berusia tdk lbh dr 30 thn.
– Disbt sbg penjara Reformatory : tempat utk memperbaiki org, mjd
warga masyarakat yg berguna.
– Mirip dgn sistem Irlandia tp titik berat pd usaha2 utk memperbaiki
si pelaku: diberikan pengajaran, pendidikan dan pekerjaan yg
bermanfaat bg masyarakat.
Sistem Borstal (LONDON, UK):
– Ada ketentuan khusus dr Menkeh, ada perjanjian
– Khusus utk pelaku yg masih muda yt < dr 19 thn
– Spt LP Pemuda dan LP Anak laki2 di Tangerang, Banten
Sistem Osborne (NY, US)
– Memilih ’BOS’ – mandor dr kalangan napi sendiri utk mengatur
napi : Tamping / building tender.
PIDANA PENJARA

Di Indonesia dilakukan ke 5 nya:


– Beberapa hukuman dimasukkan dalam satu sel atau 1 org/1 sel.
Minimum security/ Maximum security/Super Maximum Security
(SMS).
– Napi pd umumnya boleh keluar dr sel pd pagi dan/atau siang hari,
sore masuk sel sampai besok pagi. Ada jadwalnya.
– Pidana berat  berkelakukan tdk baik, melanggar aturan :
dimasukkan dlm sel sendiri = Tutupan sunyi.
– Boleh bekerja di luar sel secara bersama2 = kerja di kebun/taman,
masak di dapur, bersihkan kolam, kerja di bengkel LP utk buat
kerajinan/furniture, menjahit, menyulam, merangkai bunga dsb.
Boleh belajar/sekolah dlm LP, boleh membaca, dengar radio/nonton
TV, olah raga dsb.
PIDANA PENJARA

Boleh saling berinteraksi.


– Pelepasan bersyarat (PB – reclassering), jika telah
menempuh 2/3 dr hukumannya.
– Meskipun hukuman penjara dilakukan bersama2 tp
tetap ada pemisahan mutlak :
• Laki-laki dan perempuan
• Orang dewasa dan anak di bawah umur
• Org yg dihukum/ tahanan - org yg dihukum krn upaya preventif
• Orang militer dan org sipil.
PIDANA KURUNGAN
• Dilaksanakan di penjara, tp lebih bebas, ada hak pistole 
fasilitas lebih.
• Pidana bersyarat/hukuman percobaan (ps. 14a KUHP)
• Pelepasan bersyarat (ps. 15 KUHP).

PIDANA TUTUPAN
• UU No. 20/1946
• Pidana yg dijatuhkan oleh Hakim dgn mempertimbangkan
bhw perbuatan yg dilakukan didasari oleh suatu motivasi yg
patut dihormati/dihargai.
• Tempatnya dipenjara, fasilitas lbh baik, boleh membawa dan
menikmati: buku bacaan, radio/tape.
• 1 yurisprudensi di Jogja
PIDANA DENDA

Pasal 30 ayat (1) KUHP


• Dgn adanya pidana denda seringkali
penerapan Hukum Pidana menjadi kabur
krn pidana denda dianggap bukan pidana
karena pelaku td ada di LP
• Kontroversi nilai mata uang
Pidana Denda

• Jika denda tdk dibayar, maka diganti dgn


pidana kurungan
• Kurungan penganti denda:
– Minimal 1 hari dan maksimal 6 bulan
– Bila ada pemberatan denda, maka kurungan
pengganti denda dapat menjadi 8 bulan
Pidana Tambahan

• Pencabutan Hak: psl. 35-38 KUHP


• Perampasan barang: berupa barang yg
diperoleh dr kejahatan atau yg sengaja
digunakan utk melakukan kejahatan  Ps.
39 KUHP
• Pengumuman Putusan Hakim: Ps. 43
KUHP
Tindakan

• Juga merupakan sanksi pidana


• Tujuannya lebih bersifat menolong
terpidana
• Menurut KUHP: penempatan org di
RSJ
• Untuk anak2: (menurut UU No.
3/1997 tentang Pengadilan Anak)
SISTEM PERADILAN PIDANA

Criminal Justice System (SPP)


Prof. Mardjono Reksodiputro :
• SISTEM DLM SUATU MASY UTK
MENANGGULANGI KEJAHATAN YG TERDIRI
DR LEMBAGA2
(Kepolisian,Kejaksaan,Pengadilan,
Pemasyaralatan)
• SERTA SISTEM PENGENDALIAN KEJAHATAN
AGAR BERADA DLM BATAS2 TOLERANSI
MASY.
SISTEM PERADILAN PIDANA
TUJUAN :
• MENCEGAH MASY MJD KORBAN
KEJAHATAN (preventif);
• MENYELESAIKAN KASUS2 KEJAHATAN YG
TJD, SHG MASY PUAS BHW KEADILAN TLH
DITEGAKKAN & YG BERSALAH DIPIDANA
(represif);
• MENGUSAHAKAN AGAR PELAKU TDK
MENGULANGI LAGI KEJAHATANNYA (TDK
RECIDIVE).
TUJUAN SPP
TUJUAN2 SPP YG HARUS DICAPAI :
• MENEGAKKAN KEADILAN
• MELINDUNGI MASY
• MENYELESAIKAN KASUS2 KEJAHATAN
• RESOSIALISASI PELAKU KEJAHATAN.

Integrated Criminal Justice System (ICJS) Terpadu –


Online – Access to justice
ASAS-ASAS DLM SPP :

• EQUALITY BEFORE THE LAW


• DUE PROCESS OF LAW
• PROSES YG SEDERHANA & CEPAT
• EFEKTIF & EFISIEN
• AKUNTABILITAS :
CONTROL MECHANISM & TRANSPARANCY

• PENGHORMATAN THDP HAM


ASAS-ASAS DLM SPP :
MEKANISME PENGAWASAN :
– INTERNAL
– EKSTERNAL
– HORIZONTAL (sesama aparat)
– VERTIKAL (atasan)

PENYELENGGARAAN PIDANA BLM


MAKS
• HKM BERPIHAK PD KEKUASAAN
• HKM BERPIHAK PD ORG2 YG BERDUIT
Dasar/Alasan
Penghapus Pidana
Kuis

Berikan satu buah contoh


kasus yang berkaitan dengan
satu materi dasar penghapus
pidana, dilengkapi dasar
hukum dan penguraian
unsurnya.
Pengertian

Hal-hal atau keadaan yg dpt mengakibatkan


sso yang telah melakukan perbuatan yg dgn
tegas dilarang & diancam dengan hukuman
oleh UU (KUHP), namun tidak dihukum,
karena:
1. Orangnya tidak dapat dipersalahkan
2. Perbuatannya tdk lagi melawan hukum
Pembagian Dasar Penghapus Pidana
Menurut KUHP

A. Dasar Penghapus Umum


Dasar2 penghapus pidana yang berlaku
terhadap tiap-tiap delik

B. Dasar Penghapus Khusus


Dasar2 penghapus pidana yang hanya
berlaku pada delik2 tertentu.
Pembagian Dasar Penghapus Pidana
Menurut KUHP

Dasar Penghapus Dasar Penghapus


Umum Khusus

 Pasal 44 KUHP 1. Pasal 166 KUHP


 Pasal 48 KUHP 2. Pasal 221 KUHP
 Pasal 49 KUHP
 Pasal 50 KUHP
 Pasal 51 KUHP
Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut
Doktrin yang Diatur Di Luar KUHP

1. Hak mengawas dan mendidik


2. Hak jabatan: dokter
3. Ijin korban: olah raga bela diri 
tinju, karate, smack down, stuntman-film.
Berlaku Umum:
• Tiada sifat melawan hukum dalam arti materiil
• Tiada kesalahan dalam arti materiil (AVAS)
Pembagian Dasar Penghapus Pidana
Menurut Doktrin

1. Dasar Pembenar:
Melawan hukum  dihapuskan

2. Dasar Pemaaf:
Melawan hukum  tetap ada
Kesalahan  dihapuskan
Pembagian Dasar Penghapus Pidana
Menurut Doktrin
1. Dasar Pembenar:
Melawan hukum  dihapuskan
Dalam hal ini perbuatannya tidak dianggap melawan hukum,
walaupun perbuatannya itu dilarang dan diancam hukuman
oleh UU/KUHP. Jadi dlm hal ini perbuatan pelaku
dibenarkan/dibolehkan:
a. Pasal 48 KUHP: Noodtoestand/Keadaan Darurat
b. Pasal 49 ayat (1): Noodweer/Bela Paksa
c. Pasal 50: Melaksanakan perintah UU
d. Pasal 51 ayat (1): Perintah jabatan yang sah, dikeluarkan
oleh pejabat yg berwenang.
Pembagian Dasar Penghapus Pidana
Menurut Doktrin
2. Dasar Pemaaf:
Melawan hukum  tetap ada
Kesalahan  dihapuskan
Dalam hal ini perbuatan pelaku tetap dianggap melawan
hukum, namun unsur kesalahannya dimaafkan:
a) Pasal 44 KUHP: ketidakmampuan utk
bertanggung jawab krn sakit jiwa/idiot/imbisil.
b) Pasal 48 KUHP: Overmacht/Daya Paksa dalam arti
sempit-relatif
c) Pasal 49 ayat (2): Bela paksa lampau batas
d) Pasal 51 ayat (2): Melakukan perintah jabatan yg tidak
sah, namun yg disuruh dgn itikad baik menganggap
bahwa perintah tersebut sah.
Dasar Penghapus Pidana

Dasar Pembenar Dasar Pemaaf

Melawan hukum  dihapuskan Melawan hukum  tetap ada


Dalam hal ini perbuatannya Kesalahan  dihapuskan
tidak dianggap melawan Dalam hal ini perbuatan pelaku
hukum, walaupun tetap dianggap melawan
perbuatannya itu dilarang dan hukum, namun unsur
diancam hukuman oleh kesalahannya dimaafkan:
UU/KUHP.
Jadi dlm hal ini perbuatan
pelaku dibenarkan/dibolehkan:

a. Pasal 44 KUHP
a. Pasal 48 KUHP
b. Pasal 48 KUHP
b. Pasal 49 ayat (1)
c. Pasal 49 ayat (2)
c. Pasal 50
d. Pasal 51 ayat (2)
d. Pasal 51 ayat (1)
Pasal 48 KUHP
• Overmacht
(daya paksa dalam arti relatif/sempit)

• Noodtoestand
(perluasan keadaan darurat)
Paksaan (dwang)

• Dorongan/kekuatan/paksaan yg tidak bisa


dilawan baik psikis maupun fisik dr manusia
• Paksaan:
a. Vis Absoluta (paksaan absolut- manus ministra,
pelaku hanya sebagai alat belaka), paksaan yg tdk
mungkin dilawan
b. Vis Compulsiva (paksaan relatif berupa psikis)
diatur dalam Psl. 48 KUHP. Paksaan yg masih
mungkin utk dilawan namun org pd umumnya tdk
dpt menghindari paksanaan yg bs membahayakan
dirinya.
Overmacht
• Dorongan/kekuatan/paksaan yg tidak bisa
dilawan baik psikis maupun fisik dr manusia
• Secara relatif paksaan tsb masih mungkin utk
dilawan namun org pd umumnya tdk dpt
menghindari paksanaan yg bs membahayakan
dirinya.
• Memenuhi asas subsidaritas dan
proporsionalitas
• Psl. 48 KUHP  daya paksa dlm arti relatif.
Dua Asas Penting

• Subsidiaritas
Tiada jalan lain, tindakan tsb adalah
satu-satunya jalan

• Proporsionalitas
Keseimbangan antara ancaman
serangan/serangan dengan pembelaan
yang dilakukan.
Noodtoestand (Keadaan Darurat)
Perluasan Pasal 48 KUHP
Pembuat melakukan suatu delik, terdorong
oleh suatu paksaan dari luar, pembuat
dipaksa untuk memilih, tapi pilihannya
seringkali ditentukan oleh situasi/keadaan
dan terkadang alam. Terjadi :
1. Pertentangan antara kepentingan hukum
2. Pertentangan antara kewajiban hukum
3. Pertentangan antara kepentingan hukum
dengan kewajiban hukum
Pasal 49 KUHP

• Pasal 49 ayat (1)


Noodweer – Bela Paksa

• Pasal 49 ayat (2)


Noodweer Excess –
Bela Paksa Lampau Batas
Pasal 49 ayat (1) KUHP
Noodweer - Bela Paksa

• Syarat ancaman serangan/serangan:


1. Melawan hukum
2. Seketika/langsung
3. Ditujukan pada diri sendiri/orang lain
4. Terhadap: badan/tubuh, nyawa, kehormatan seksual,
dan harta benda
• Syarat pembelaan:
1. Seketika/langsung
2. Memenuhi asas subsidiaritas & proporsionalitas
Pasal 49 ayat (2) KUHP
Noodweer Excess - Bela Paksa Lampau Batas
• Pembelaan tidak memenuhi asas subsidaritas dan
proporsionalitas:
asas subsidaritas & proporsionalitas dilampaui
• Yang harus dibuktikan:
1. Pelampuan batas pembelaan terjadi karena
goncangan jiwa
2. Goncangan itu terjadi krn adanya serangan yg
melawan hukum (adanya hubunga kausal
antara goncangan jiwa dan pembelaan yg
dilakukan)
Unsur: Melampaui batas yg perlu, terbawa oleh
suasana panas hati, adanya hubungan kausal
antara perasaan tsb dgn serangan yg dilakukan.
Pasal 50 KUHP
• Barangsiapa melakukan perbuatan
utk melaksanakan ketentuan UU tdk
dipidana
• Melaksanakan perintah UU, co:
- polisi yg sdg patroli menangkap sso
yg tertangkap tangan sdg mencuri
- Polisi yg menembak perampok yg
bersenjata ketika beraksi di sebuah
bank
Pasal 51 KUHP
Pasal 51 ayat (1) KUHP :
•Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat yg sah
dan berwenang.
•Perintahnya adalah perintah yg sah.
•Perintahnya dalam lingkup publik.
contoh: juru sita pengadilan,
penangkapan/penyitaan/penahanan yg sah
yg dilakukan oleh polisi
Pasal 51 KUHP

• Pasal 51 ayat (2) KUHP:


Perintah yg dikeluarkan oleh
pejabat/atasan yg tidak berwenang, jadi
perintahnya tidak sah:
1. Yang diperintah sama sekali tidak tahu bahwa
perintah yang dikeluarkan adalah perintah yang
tidak sah
2. Dalam batas-batas lingkungan yg diperintah
3. Ada hubungan antara atasan dan bawahan
Pembedaan Dasar Pembenar &
Dasar Pemaaf terkait dgn masalah :

• Penyertaan: salah satu peserta memiliki dasar


pembenar maka peserta lain jg dibenarkan
(kolektif), namun dasar pemaaf hanya dimiliki
peserta yg punya dasar pemaaf (individual)
• Bunyi putusan hakim: lihat catatan
PENYERTAAN
(Turut campur, turut serta, deelneming,
complicity, participation in crime)
Penyertaan
Terlibatnya > 1 orang dalam 1/> tindak pidana (sebelum atau
saat suatu tindak pidana terjadi)

• Dasar memperluas dapat dipidananya sso; penyertaan dipandang


sbg persoalan pertanggungjawaban pidana, penyertaan bukan
merupakan suatu delik krn bentuknya tdk sempurna. (Simons, van
Hattum, Hazewinkel-Suringa)
• Dasar memperluas dapat dipidananya suatu perbuatan; penyertaan
dianggap suatu bentuk khusus dari tindak pidana, penyertaan
merupakan suatu bentuk delik yg istimewa.
(Pompe, Mulyatno, Roeslan Saleh)
Keterlibatan SSO dalam suatu tindak pidana
dapat dikatagorikan sebagai

1. Yang melakukan
2. Yang menyuruh melakukan
3. Yang turut melakukan
4. Yang menggerakkan/menganjurkan untuk
melakukan
5. Yang membantu melakukan
Lanjutan ….

No. 1 s.d. 4 dikatagorikan sebagai “pelaku”


(pembuat) (Pasal 55 KUHP):
- Pelaku: memenuhi semua unsur delik
- dianggap sebagai sebagai pelaku:
 memenuhi sebagian unsur delik
 sama sekali tidak memenuhi unsur delik
 Pidananya sama dengan pelaku
No. 5 : pembantu (Pasal 56, 57 KUHP)
Dasar Peringan Pidana
Dasar Peringan Pidana

• Delik selesai
• Pelaku memenuhi semua unsur tindak
pidana
• Pelaku diancam dengan pidana < (lbh
ringan) dr yg shrsnya/ < dr pelaku yang
lain
• Alasan hkm menjatuhkan pidana <
(kurang dari) ancaman pid. Utk anak,
pengurangan sudah dimulai sejak
ancaman pidana.
Dasar Peringan Pidana

1. UMUM:
– Tindak pidana yang dilakukan oleh anak/ orang yg
blm dewasa
– Diatur dalam UU No. 3/1997 tentang Pengadilan
Anak mengganti ps. 45-47 KUHP (lihat ps. 103
KUHP).
– Ps. 45-47 KUHP tdk berlaku lagi,
– tp asas2 umum dan aturan2 lain dalam KUHP
serta KUHAP ttp dipergunakan jk tdk diatur scr
menyimpang oleh UU NO. 3/1997.
2. KHUSUS :
– Delik yang diperingan (diprevilisir). Co: ps. 308.
Masalah ……

• Percobaan melakukan t.p. (ps. 53 KUHP) ?


• Membantu melakukan t.p. (ps. 57 KUHP) ?
– Mnrt Utrecht dan RKUHP mrpk dsr peringan.
– Namun msh diperdebatkan oleh para ahli
huk.pid
• Bkn mrpk dsr peringan karena deliknya belum selesai
atau pelaku tdk memenuhi unsur
– Membantu melakukan t.p. dlm praktek bs dipid
lbh berat, krn pelaku b’peran penting (R.Soesilo
hlm. 77): Hanya mrpk perluasan dr dpt
dipidananya sso
Child Delinquency – Juvenile Delinquency

Tindak Pidana yang dilakukan oleh org yang


masih di bawah umur:
– Anak tsb mampu b’tanggung jawab tp
tdk secara penuh “ mampu, tapi tdk
secara penuh”.
– Orang dewasa kecil : ada perlakuan
khusus
• Tidak mampu: ps. 44 KUHP (org gila,
imbisil/ idiot)
Child Delinquency – Juvenile Delinquency

Alasan anak diancam pidana < ancaman thd


dewasa :
• Ada pengaruh lingkungan
• (meniru tingkah laku ortu, teman, saudara – mudah dibujuk,
kurang kasih sayang dan didikan ortu)
• Masa remaja :
• suka main, nongkrong/kumpul2 tanpa aturan, suka
melak perbuatan yg mnrt org dws sbg
kenakalan/krg ajar, ingin lepas dr aturan,
• ingin eksistensinya diakui, ingin hidup dgn gayanya
sendiri
• Pengaruh globalisasi dan modernisasi
(perilaku konsumtif-media)
Child Delinquency – Juvenile Delinquency

• Aspek psikologis : Kurang peduli thdp


akibat dr perbuatannya (tdk pikir2 dulu) =
ketidakstabilan emosi dan kurang
matang cara berpikirnya.
Suka coba-coba & ikut2an teman.
• Contoh : minum2an keras, mabuk, corat-coret
tembok, kebut2an di jalan, mencuri, memeras,
dsb.
• Istilah :
• anak nakal – anak delinkuen (anak yang
mengalami penyimpangan perilaku).
Child Delinquency – Juvenile Delinquency

I. BATAS USIA
– Anak : sso blm cukup umur- msh di bwh umur
– Terdapat berbagai batasan usia anak :
• UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak: < 18
thn tmsk anak dlm kandungan
– Khusus untuk anak yg melak TP berlaku UU
No. 3/1997 tentang Pengadilan Anak :
• Mereka yg berusia 8 - < 18 thn dan blm pernah
kawin dpt diajukan ke SA.
• Jika melak T.P. < 18 th tp sdh kawin : Tunduk pd
KUHP.
Child Delinquency – Juvenile Delinquency

Pasal 4 UU No. 3/1997 :


• Anak dpt diajukan ke Sidang Anak jk tlh berusia 8
th.
• Anak yang melak TP < 8 th tdk dapat diajukan ke
SA dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
• Thdpnya hanya dilak pemeriksaan oleh penyidik.
Untuk memeriksa apakah ia melakukan TP tsb
sendiri atau bersama orang dewasa atau
• Jika TP yg dilakukan terkait dgn penyertaan
(deelneming) dgn org dewasa (ps. 5 UU 3/1997).
Child Delinquency – Juvenile Delinquency

PRINSIP :
• Pemberian hukuman bg anak itu
tujuannya bkn semata2 utk menghukum
(not to punish the child) ttp lbh utk
mendidik kembali (re-educate) dan
memperbaiki (rehabilitate)
• Memperhatikan kepentingan anak
Child Delinquency – Juvenile Delinquency

II. PERBUATAN YG DPT DIPIDANA :


Pasal 1 butir 2 UU NO. 3/1997 – Anak Nakal :
• Anak yang melakukan tindak pidana
– Sumber2 Hk. Pidana :
• KUHP : kejahatan + pelanggaran, co : 362, 285, 351, 359
• UU Pidana di luar KUHP : UU 22/97 Narkotika, UU 5/1997
Psikotropika
• UU Non Pidana tp memuat sanksi pidana : UU 14/1992 Lalu
lintas, UU No. 23/2002 ttg Perlind Anak, UU No. 13/2003, dsb.
• UU Drt. No. 12/1951 -> pemilikan senjata tjm
• Anak yg melak perbuatan yg dinyatakan
terlarang bg anak, baik mnrt p’at p’UUan maupun
p’at hkm lain yg hidup dan berlaku dlm masy ybs
• masalah : perbuatan yg bgmn ? Seharusnya disebut dengan
jelas.
Child Delinquency – Juvenile Delinquency
Ancaman Pidana – Kategori Usia

III. ANCAMAN PIDANA :


Paling lama ½ (setengah) dr max anc pid bg
org dewasa. Max ancaman pid bg org dws – ½.
(ps. 26, 27, 28 UU 3/1997)

Kategori Usia :
1. 0 – 8 thn :
– pasal 5
– tdk dpt dipertggjwbkan
– tdk dpt diajukan ke SA
– hanya dpt dilak pemeriksaan
Ancaman Pidana - Kategori Usia
Kategori Usia
2. 8 - < 12 thn :
• pasal 24
• dpt dilak pemeriksaan oleh penyidik terkait dgn
penyertaan dan dapat diajukan ke SA (sbg saksi
yg tdk dpt disumpah – ps. 171 KUHAP)
• hanya dpt dikenai tindakan

Pasal 26 UU No. 3/1997 :


• melakukan TP yang diancam dgn pid mati atau
penjara seumur hdp = dikenai tindakan -> anak
negara
• melakukan TP yang tidak diancam dgn pid mati
atau penjara seumur hdp = salah satu tindakan
dalam pasal 24.
Ancaman Pidana - Kategori Usia

Kategori Usia
3.12 - < 18 thn :
• pasal 26 ayat (3) dan (4)
• dapat diajukan ke sidang anak
• dapat dikenai pidana atau tindakan
• melakukan TP yang diancam dgn pid
mati atau penjara seumur hdp =
penjara max 10 th
IV. JENIS-JENIS PIDANA

• Pasal 22 UU 3/1997 : terhadap anak nakal


hanya dpt dijatuhkan pidana atau tindakan
yg ditentukan oleh UU ini.
• Pidana : Pasal 23 UU NO. 3/1997
• Pidana Pokok :
– pidana penjara
– pidana kurungan
– pidana denda
– pidana pengawasan
• Pidana tambahan :
– perampasan brg2 ttt
– ganti kerugian
Tindakan

Tindakan : Pasal 24 UU No. 3/ 1997


• mengembalikan pd ortu
• diserahkan pd negara
• diserahkan pd dep.sos/org. sosial kemasy
– Tindakan dpt disertai teguran
– Pada anak dpt dikenai pula pidana bersyarat
(ps. 29) atau wajib latihan kerja (ps. 28 ayat 3)
Pidana atau Tindakan pada anak
sesuai UU No. 3/1997
Tidak ada :
– Pidana mati
– Pidana penjara seumur hidup
– Pencabutan hak2 ttt
– Pengumuman put pengadilan

• Jk melakukan spt yg diatur dlm ps. 1 angka 2 hrf


a (melakukan tindak pidana), maka : dapat
dikenai pidana atau tindakan (Ps. 25 ayat 1)
• Jika melakukan spt yg diatur dlm ps. 1 angka 2 hrf
b (melakukan perbuatan yg dilarang…….), hanya
dpt dikenai tindakan saja(Ps. 25 ayat 2).
KUHP UU No. 3/1997
Pasal 45 – 47 Tentang Pengadilan Anak
(sdh tdk berlaku lagi)
1. Tindak pidana saja 1. Tindak pidana atau perbuatan lain
……
2. Batas usia : 2. 8 – < 18 dan blm menikah
< 16 th (ps. 45 )
- Wkt dituntut < 21 thn. Tdk ada

aturan sdh menikah/blm

3. Pidana yg diancamkan thdp 3. Pidana yg diancamkan


org dewasa –1/3 thdp org dewasa –1/2
4. Jenis pidana : 4. pidana atau tindakan ps. 23
a. dikembalikan pd ortu
b. diserahkan pd neg
c. dipid biasa (- 1/3) sesuai ps. 10

5. Hanya mengatur hk. materiil 5. Mengatur hk. Materiil dan formil


UU No. 3/1997 KUHAP
Petugas hukum khusus: penyidik anak, Tdk ada petugas khusus yang
hakim anak, jaksa anak, menangani perkara anak
Penangkapan = KUHAP
-
Penahanan lebih pendek Pasal 20 dst
Ps. 44 jo ps. 50 - Penahanan utk penyidikan:
-Penahanan utk penyidikan: 20 – 40 hr
20 –30 hr -Penahanan utk kept
-Penahanan utk kept penuntutan: penuntutan:
10 – 25 hr 20 – 50 hr
-Penahanan utk kept pemeriksaan : -Penahanan utk kept pemeriksaan

15 – 30 hari
30 – 90 hari
Adanya hak2 khusus
Ps. 45 ayat4
-
Ps. 51 ayat 1 dan 3
Adanya laporan hsl penelitian kemasy
Pasal 56 dan 59
-
R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak
Pasal 113
(1) Anak yang belum mencapai umur 12
(dua belas) tahun melakukan tindak
pidana tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
(2) Pidana dan tindakan bagi anak hanya
berlaku bagi orang yang berumur antara
12 (dua belas) tahun dan 18 (delapan
belas) tahun yang melakukan tindak
pidana.
R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak
Pasal 114
(1) Dengan memperhatikan ketentuan mengenai tujuan dan
pedoman pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54
dan Pasal 55, demi kepentingan masa depan anak, pemeriksaan
di depan pengadilan dapat ditunda atau dihentikan setelah
mendengar pertimbangan penyidik, penuntut umum, dan Petugas
Kemasyarakatan.
(2) Penundaan atau penghentian pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan syarat :
a. anak tidak akan melakukan tindak pidana; dan/atau
b. anak dalam waktu tertentu harus mengganti semua atau sebagian
kerugian
yang ditimbulkan akibat perbuatannya.
R-KUHP 2008
Pidana dan Tindakan bagi Anak
Pasal 116
(1) Pidana pokok bagi anak terdiri atas:
a. Pidana verbal :
1. pidana peringatan; atau
2. pidana teguran keras;
b. Pidana dengan syarat:
1. pidana pembinaan di luar lembaga;
2. pidana kerja sosial; atau
3. pidana pengawasan;
c. Pidana denda; atau
d. Pidana pembatasan kebebasan:
1. pidana pembinaan di dalam lembaga;
2. pidana penjara; atau
3. pidana tutupan.
(2) Pidana tambahan terdiri atas:
a. perampasan barang-barang tertentu dan/atau tagihan;
b. pembayaran ganti kerugian; atau
c. pemenuhan kewajiban adat.
CATATAN

1. Pengadilan anak berada dlm lingkup peradilan


umum (ps. 2 UU 3/1997)
2. PA khusus menangani perkara yg dilakukan
oleh anak (ps. 3), tdk scr tegas dinyatakan
hanya menangani perkara pidana tp dr isisnya
dpt disimpulkan demikian
3. Hrs diteliti : akte kelahiran, ijazah, dsb
4. Petugas hkm khusus, ps. 10, 41 dan 53
5. berhak didampingi penasehat huk dan
mendapat bantuan huk (ps. 51. 52), sesuai ps.
21 ayat 1 KUHAP
CATATAN
6. Tsk/tdkw anak dapat ditahan (ps. 45) - tp
dipisahkan dr org dewasa. Sesuai ps 36, 37 UU
14/1970.
7. diperiksa dalam suasana kekeluargaan (ps. 42
ayat 1) , hakim, jaksa dll tdk pakai seragam/toga
ps. 6
8. Pemeriksaan dirahasiakan ps. 42 ayat 3
9. dilakukan dlm sidang yang tertutup utk umum
ps. 8, ps. 153 ayat 3 KUHAP, SEMA RI No.
2/1959
10. Laporan hasil penelitian kemasyarakatan ps. 56
11. LP anak terpisah dr LP dewasa ps. 60
Kasus RAJU
Takut Disidang, Raju Menangis
Kontribusi dari Indo Pos    Kamis, 02 Maret 2006 STABAT –
Kegaduhan kemarin terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Langkat.
Peristiwa itu bermula ketika terdakwa Muhammad Azwar alias Raju
dipanggil jaksa agar masuk ke ruangan sidang. Tapi, bocah 8 tahun itu
tidak mau. Dia malah menangis sambil menjerit. Rupanya, dia masih
trauma karena peristiwa sebelumnya, ketika dijebloskan ke tahanan
oleh hakim di pengadilan tersebut. Itu memang masih lanjutan kasus
Raju yang jadi berita ramai. Bocah kelas 3 SD tersebut dibawa ke
pengadilan karena kasus perkelahian. Sidang kasus itu sempat tertunda,
setelah penahanan Raju oleh hakim Tiurmaida H. Pardede direaksi keras
banyak kalangan. Sebab, Raju kala itu dijebloskan ke tahanan bersama
tahanan dewasa lain. Hal tersebut membuat Raju trauma. Kasus itu
sempat menarik perhatian Zannuba Arifah Chofsoh (Yenny Wahid), staf
khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Putri Gus Dur itu pun
mendatangi rumah Raju dan memberikan dukungan untuk bocah 8
tahun itu. Hal yang sama dilakukan Komisi Yudisial. Kemarin,
Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Langkat, melanjutkan sidang kasus
Raju.
Dituduh Main Judi di Bandara,
9 Siswa SD Ditahan (Juli 2009)
• JAKARTA - Sepuluh anak berusia 11-14 tahun ditangkap di Bandara Soekarno Hatta pada 29 Mei lalu
atas tuduhan melakukan perjudian. Akibatnya mereka terpaksa harus putus sekolah karena langsung
menjadi tahanan titipan Polres Bandara. Mereka adalah MS (14) pelajar kelas VI SD, MT (12) pelajar
kelas II SD, SY (11) pelajar kelas IV SD, BR (14) pelajar kelas VI SD, AR (14) pelajar kelas I SMP, ARH
(15) pelajar kelas I SMP, AD (13) pelajar kelas VI SD, RS (11) pelajar kelas II SD, RJ (11) pelajar kelas
IV SD, dan IA (14) pelajar kelas SMP paket C. Kesepuluh anak-anak warga Desa Rawa Rengas,
Tangerang, itu sering menyemir di Terminal B1 Bandara Soeta. Menurut pengakuan orangtua, mereka
tidak diberitahukan soal adanya penangkapan tersebut. Bahkan setelah mengetahuinya dari tetangga
mereka, polisi tidak mengizinkan untuk menemui anaknya ditahanan. "Saya malah disuruh bawa KTP,
akte, dan KK," ungkap Hindun (35), orangtua AD.

Dari pengakuan AD, dirinya bersama teman-temannya juga mengalami kekerasan dan penganiayaan
oleh aparat bandara dan petugas LP. Baru setelah sebulan ditahan mereka mendapat penangguhan
penahanan atas bantuan dari LBH Masyarakat.  Kini nasib mereka akan dipersidangkan di PN
Tangerang dengan tuduhan tindak pidana pasal 303 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara. Sekjen
Komnas PA Arist Merdeka Sirait menyatakan ada banyak kesalahan prosedur dalam penahanan
mereka. "Banyak pihak yang melanggar prosedur hingga anak-anak ini terjerumus masuk penjara,"
ungkapnya di Kantor Komnas PA di Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, pukul 09.00
WIB.
Pihaknya pun melihat anak-anak ini awalnya ditangkap karena tuduhan mencuri, namun karena tidak
terbukti mereka mengalihkan tuduhannya. (Isfari Hikmat/Koran SI/ful)
Kasus Perjudian di Bandara Soekarno Hatta
• Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menyatakan 10 anak yang ditangkap di Bandara
Soekarno-Hatta terbukti melakukan perjudian. Hukumannya adalah mengembalikan mereka ke orang tuanya
masing-masing di bawah pengawasan Departemen Sosial.
Demikian vonis hukuman yang dibacakan ketua majelis hakim Retno Pudyaningtyas, dalam sidang kasus
judi anak-anak. Sidang berlangsung di PN Tangerang, Jl TMP Taruna, Tangerang, Senin (27/7/2009).
"Membebaskan terdakwa dari tuntutan dan mengembalikan terdakwa ke orang tua di bawah Departemen
Sosial," tegas Retno lalu mengetukkan palu sidang. Di dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan
10 anak-anak itu bersalah. Barang bukti dan kesaksian yang dipaparkan dalam persidangan membuktikan
mereka secara sah turut serta melakukan perjudian sebagaimana didakwakan pasal 303 KUHP. Di satu sisi
terbukti pula bahwa perjudian tersebut dilakukan bukan untuk mata pencaharian, melainkan hanya sebagai
permainan. Merujuk pada pasal 24 UUNo 3/1997 tentang Perlindungan Anak dan janji orang tua untuk
mendidik kembali anak-anak mereka serta janji terdakwa tidak mengulangi lagi perbuatan itu, maka majelis
hakim membebaskannya dari segala tuntutan."Selain itu para terdakwa juga masih bersekolah dan bila
dikenai sanksi pidana akan menghambat proses pendidikan bagi mereka," ujar hakim. Sidang berlangsung
tertutup di ruang sidang khusus anak Poerwoto Gandasubrata. Kesepuluh anak tersebut selain didampingi
oleh tim advokasi LBH Jakarta juga didampingi oleh Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak (PA),
Aris Merdeka Sirait.
Kesepuluh anak tersebut yakni Rs(11), Sr (12), Tk(12), Ag (12), Dl (12), Brd (13), Ar (14), Abr (14), If (14),
dan Ms (14). Mereka dibekuk Polres Bandara saat bermain macan buram di kawasan Bandara Soekarno-
Hatta, Tangerang, pada Juni 2009.
Dasar Pemberat Pidana
Di Dalam KUHP
• UMUM :
Recidive :
– Pengulangan tindak pidana
Ancaman pidananya + (1/3-nya) (ditambah 1/3), diatur dlm psl.
486,487 dan 488.
– Pada wkt melakukan tindak pidana melanggar perintah jabatan
(abuse of power), psl. 52.

• KHUSUS :
Delik-delik yg dikualifisir/diperberat.
Co. psl. 52a: kejahatan menggunakan bendera RI, 356, 349, 351
ayat (2), 365 (4) dll.
Delik-delik tertentu yg dilakukan oleh org ttt dlm keadaan ttt.
Di luar KUHP

• Pemaksimalan pidana karena dianggap


meresahkan masyarakat

• Penjatuhan pidana yg cukup berat.


PENGULANGAN T I N D A K P I D A N A
(R E C I D I V E)

• Recidive terjadi dlm hal seseorang yg


telah melakukan suatu tindak pidana dan
yg telah dijatuhi pidana dgn suatu
putusan hakim yg berkekuatan hkm tetap,
kemudian melakukan suatu tindak pidana
lagi.
• Recidive merupakan suatu alasan/dasar
untuk memperberat pidana.
a. Recidive menurut Doktrin

Ada 2 sistem pemberatan pidana


berdasarkan recidive :
• Recidive Umum,
Setiap pengulangan tindak pidana apapun
dan dilakukan kapanpun.
• Recidive Khusus,
Pengulangan tindak pidana tertentu dan
dalam tenggang waktu tertentu pula.
b. Recidive menurut KUHP :

1. Pelanggaran (buku 3) :
Ada 14 jenis pelanggaran yg memiliki ketentuan recidive
(khusus)
– Recidive khusus psl. 489, 492, 495, 501, 512
– Pelanggaran yg diulangi (yg ke 2) hrs sama dgn yg ke 1
– Antara pelanggaran ke 1 dan 2 hrs ada putusan pemidanaan yg
tetap
Tenggang waktu :
– Belum lewat 1 atau 2 thn (lihat msg2 pasal)
– Sejak : adanya putusan pemidanaan yg berkekuatan hukum
tetap.
Pemberatan :
– Disebutkan secara khusus dlm tiap2 pasal, jd pengaturannya
berbeda2.
– Co. denda -> kurungan (psl. 489), pidana dilipatgandakan jd 2x
(492).
b. Recidive menurut KUHP

2. Kejahatan (buku 2) :
a. Recidive khusus :
• Ada 11 jenis kejahatan, co: psl. 137 (2), 144 (2), 155
(2), 161 (2), dan 216 (3).
• Kejahatan yg ke-2 hrs sama dgn yg ke-1.
• Antara kejahatan ke-1 dan yg ke-2,hrs sdh ada
putusan hakim berupa pemidanaan yg tlh
berkekuatan hkm tetap.
• Tenggang waktu :
– Belum lewat 2 th atau 5 thn (lihat masing2 pasal), sejak :
adanya putusan hakim yg b’kekuatan hkm tetap.
• Pemberatan : disebut secara khusus dlm pasal2nya.
b. Recidive menurut KUHP

b. Recidive sistem antara :


– (Tussen stelsel – psl. 486, 487 dan 488)
– Syarat recidive menurut pasal 486, 487 dan
488 :
1. Kejahatan yg ke-2 (yg diiulangi)
hrs termasuk dalam suatu kelompok jenis
dgn kejahatan yg ke-1 (yg terdahulu).
Recidive sistem antara/tussen stelsel

Kelompok jenis itu adalah :


1. Kelompok jenis kejahatan dlm psl. 486 adl kejahatan
thdp harta benda & pemalsuan;
2. Kelompok jenis kejahatan dlm psl. 487 merupakan
kejahatan thdp nyawa dan tubuh;
3. Kelompok jenis kejahatan dlm psl. 488 merupakan
kejahatan mengenai penghinaan & yg berkaitan dgn
penerbitan/percetakan.

Tetapi tetap harus diperiksa dgn seksama apakah


pasal yg dilanggar masuk dlm rumusan Pasal 486,
487 atau 488.
Recidive sistem antara/tussen stelsel

2. Antara kejahatan yg ke-1 dan ke-2 hrs


sdh ada putusan hakim berupa
pemidanaan yg berkekuatan hkm tetap.

3. Pidana yg pernah dijatuhkan hakim


terdahulu hrs berupa pidana penjara.
Recidive sistem antara/tussen stelsel

4. Ketika mengulangi, tenggang waktunya:


a) Belum lewat 5 thn :
– Sejak menjalani seluruh atau sebagian pidana
penjara untuk kejahatan yg ke-1;
– Sejak pidana penjara sama sekali dihapus
(mis: krn grasi).
b) Belum lewat tenggang waktu daluwarsa
kewenangan menjalankan pidana (penjara)
atas kejahatan yg ke-1. Lihat psl 84 jo 78.
5. Pemberatannya : Ancaman pidana +(1/3-
nya).
PENYERTAAN
(TURUT CAMPUR, TURUT SERTA,
DEELNEMING, COMPLICITY, PARTICIPATION
IN CRIME)
Penyertaan

Pengertian :
Terlibatnya lebih dari 1 orang dalam 1 tindak
pidana (sebelum dan atau pada saat tindak
pidana terjadi)

Permasalahan :
Bagaimana pertanggungjawaban pidana
dari orang-orang yang terlibat itu?
Contoh Kasus
Sakit hati karena diusir dari rumah pamannya yang kaya raya,
Datuk Rajokayo (60thn), menyebabkan Rado (27thn) berpikir keras
bagaimana cara membalaskan sakit hatinya. Ide busuk pun muncul
di kepala Rado. Ia merencanakan untuk menculik putri kesayangan
sang paman, Intan (18thn), dari kampusnya. Untuk mewujudkan
ide itu Rado mengajak sobatnya Romi (25thn). Sepakat dengan ide
itu, keduanya segera mewujudkannya. Sore hari, tanggal 14
Pebruari 2007, Intan yang memang suka menonton film dan tidak
mengetahui konflik yang terjadi antara Rado dan Ayahnya, tak
menolak ajakan Rado dan Romi (yang sudah lama dikenalnya)
ketika dijemput di kampus untuk nonton bareng. Bukannya bioskop
yang dituju melainkan sebuah rumah kosong di pemukiman sepi.
Intan disekap di sana dengan tangan kaki yang terikat. Tanggal 16
Februari 2007, Rado pergi keluar untuk membeli makanan. Intan
yang terus menerus menangis sambil berteriak-teriak minta
dilepaskan membuat Romi jengkel. Romi lalu memukul Intan
hingga jatuh dan membentur tembok. Rupanya benturan tersebut
menyebabkan luka dalam di kepala Intan, hingga akhirnya ia
meninggal dunia. Rado yang pulang membawa makanan,
menemukan sepupunya telah tewas, sedangkan Romi raib entah
ke mana. (SF-EA-NN).
Pertanyaan:

1. Adakah penyertaan dalam kasus tersebut


?
Jika ada jelaskan apa bentuk penyertaannya
dan untuk tindak pidana yang mana.
Jawaban harus disertai dasar hukum.
2. Jika setelah melakukan tindak pidan tsb
Rado dan Romi melarikan diri, sampai
kapan JPU masih berwenang melakukan
penuntutan ? Uraikan jawaban Sdr
disertai dasar hukum yang memadai.
Keterlibatan SSO dalam suatu tindak pidana
dapat dikatagorikan sebagai

1. Yang melakukan
2. Yang menyuruh melakukan
3. Yang turut melakukan
4. Yang
menggerakkan/menganjurkan
untuk melakukan
5. Yang membantu melakukan

NN/08/Penyertaan
Lanjutan ….

No. 1 s.d. 4 dikatagorikan sebagai “pelaku”


(pembuat) (Pasal 55 KUHP):
- Pelaku: memenuhi semua unsur delik
- dianggap sebagai sebagai pelaku:
 memenuhi sebagian unsur delik
 sama sekali tidak memenuhi unsur delik
 Pidananya sama dengan pelaku
No. 5 : pembantu (Pasal 56, 57 KUHP)

NN/08/Penyertaan
Golongan Peserta dalam Tindak Pidana
menurut KHUP Indonesia

a. Pembuat/dader (ps. 55), dipidana sbg pelaku :


1. Yang melakukan/pelaku (pleger)
2. Yang menyuruh lakukan (doen pleger)
3. Yang turut serta (medepleger)
4. Yang mengganjurkan/ penggerak/
pembujuk/pemancing (uitlokker)

b. Pembantu/medeplichtige (ps. 56 dan 57) :


1. Pembantu pada saat kejahatan dilakukan
2. Pembantu sebelum kejahatan dilakukan.
Bentuk-bentuk Penyertaan

1. Menyuruh melakukan (doen


plegen)
2. Turut melakukan (medeplegen)
3. Menggerakkan (uitlokken,
uitlokking)
4. Membantu melakukan
(medeplichtigheid)
Golongan Peserta dalam Tindak Pidana
menurut KHUP Indonesia

1. Yang menyuruh melakukan:


• Sso hendak melakukan tindak pidana, tp
tdk mau melakukannya sendiri, melainkan menyuruh org lain
utk melakukannya
• Yang menyuruh diancam pidana sbg pelaku
• Yang disuruh/pelaku langsung (pelaku materil),
tdk diancam pidana krn hilangnya unsur kesalahan
(adanya dasar penghapus pidana berupa dsr pemaaf)
• Yang disuruh hanya menjadi alat belaka,
& melakukan tindakan itu krn ketidaktahuan/kekeliruan/adanya
paksaan.
1. Yang menyuruh melakukan:
Yang disuruh tidak dapat dipertanggungjawabkan :
1. Ps. 44, orang yang disuruh sakit akal, tdk sempurna
pertumbuhan akal/jiwanya;
2. Ps. 48, orang berada dalam keadaan overmacht/daya paksa
relatif;
3. Ps. 51 (2), dalam hal menjalankan perintah jabatan yang tdk
sah, tp org tsb dengan itikad baik menyangka bahwa perintah
itu sah (ada hubungan atasan dan bawahan)
4. AVAS – tiada kesalahan sama sekali
5. Putative/salah kira-salah duga, dwaling
6. Anak yg msh sgt kecil ? Mungkin sj …
2. Turut melakukan
Kemungkinan :
• Beberapa org bersama2 melakukan tindak pidana
• Semua dr mereka yang terlibat memenuhi semua unsur;
• Ada yg memenuhi semua unsur, ada yg sebagian unsur, bahkan ada yg tdk
memenuhi unsur sama sekali;
• Semua hanya memenuhi sebagian unsur saja;

Syarat :
1. Kerjasama secara sadar, tdk perlu ada kesepakatan tp hrs ada
kesengajaan utk: bekerja sama dan mencapai tujuan yg sama
berupa terjadinya suatu tindak pidana; permufakatan jahat …
2. Kerjasama secara fisik, ada pelaksanaan bersama, perbuatan
pelaksanaan  perbuatan yg langsung menyebabkan selesainya
suatu delik.
3. Yang menggerakkan, membujuk, memancing,
menganjurkan :
Syarat :
• Ada kesengajaan utk menggerakkan org lain melakukan tindak
pidana;
• Dgn upaya2 yang diatur secara limitatif dalam ps. 55 ayat (1)
butir 2 KUHP : pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan,
pengaruh, kekerasan,
ancaman kekerasan atau tipu daya atau dgn memberi kesempatan,
daya upaya atau keterangan.
• Ada yg tergerak utk melakukan tindak pidana dgn upaya2 di atas;
• Yg digerakkan dpt dipertanggungjawabkan mnrt Hukum Pidana;
• Yg menggerakkan bertanggung jawab terhadap akibat yg timbul.
Jenis Penggerakan

1. Penggerakan yg berhasil
2. Penggerakan yg berhasil sampai dlm taraf percobaan yg
dpt dipidana – psl 53

Pasal 163 bis


3. Penggerakan yg gagal, psl. 163 bis
4. Penggerakan tanpa akibat : mengundurkan diri – yg
digerakkan melakukan tindak pidana lain.

Tanggung jawab penggerak :


sebatas perbuatan yg digerakkan beserta akibat2nya
(ps. 55 ayat 2)
Pasal 163 bis
• Penggerakan yang gagal (mislukte uitlokking/
poging tot uitlokking = mencoba menggerakkan)
• Penggerakan tanpa akibat (zonder gevolg gebleven
uitlokking)
- Pemidanaan terhadap penggerak:
maksimal 6 tahun penjara atau denda Rp. 4500,-
tetapi tidak boleh lebih berat daripada:
 pidana untuk percobaan TP  kalau percobaannya dapat
dipidana
 pidana karena melakukan TP  dalam hal percobaan
melakukan TP (yaitu kejahatan) tidak dapat dipidana
5. Membantu melakukan
psl. 56 – 57 KUHP

• Dilakukan dgn sengaja: tdk ada niat utk melakukan tindak


pidana, tdk ada kepentingan lbh lanjut, hanya sekedar
membantu saja.
• Dibagi atas :
Membantu sebelum tindak pidana dilakukan dan pada saat
tindak pidana dilakukan
• Sarana: kesempatan, daya upaya, keterangan
• Yang dipidana hanya jika membantu melakukan kejahatan (ps.
56 dan 60)
• Ancaman pidana: -1/3
Membantu Melakukan
(Pasal 56, 57 KUHP)

• Harus dilakukan dengan sengaja


• Menurut Pasal 56, ada 2 jenis:
1. Membantu sebelum TP dilakukan
sarananya: kesempatan, daya upaya (alat),
keterangan
2. Membantu pada saat TP dilakukan
sarananya: boleh apa saja
• Yang dipidana hanya membantu melakukan kejahatan
(lihat Pasal 56 dan Pasal 60 KUHP)
• Ancaman pidana maksimal bagi seorang pembantu:
pidana bagi pelaku kejahatan dikurangi 1/3-nya
Tambahan

Tindakan2 sesudah tindak pidana terjadi:


Psl. 221, 223, 480, 481, 482, 483

Penyertaan mutlak perlu :


Ps. 149, 238, 279, 284, 345.

Penyertaan dalam penyertaan


GABUNGAN TINDAK PIDANA
(SAMENLOOP-CONCURSUS)
Tujuan adanya ketentuan
Gabungan Tindak Pidana

Untuk memberikan pedoman bagi Hakim dalam


menjatuhkan hukuman, jika terjadi perkara yang terdiri
dari beberapa tindak pidana;
Jangan sampai terjadi kesewenang-wenangan hakim
dalam menjatuhkan putusan dengan kumulasi yang
tidak terbatas
Bukan gabungan tindak pidana bila beberapa tindak
pidana terjadi namun tindak pidana2 tersebut telah
diatur dalam satu pasal. Mis Ps. 339; 363; 365 KUHP.
Pengertian

• Beberapa tindak pidana, yang dilakukan


baik dengan 1 atau lebih dari 1 perbuatan
 Gabungan tindak pidana dapat
dilakukan lebih dari 1 orang
• Di antara beberapa tindak pidana itu
belum ada putusan Hakim
• Beberapa tindak pidana tsb akan diadili
sekaligus
• Delik tertinggal sebagai pengecualian
Pengaturan dalam KUHP

1. Concursus Idealis (eendaadsche samenloop), Psl 63:


• Perbarengan tindakan tunggal
• gabungan tindak pidana dengan 1 perbuatan
2. Voortgezette Handeling, Psl. 64:
• Perbarengan tindakan berlanjut
• Gabungan tindak pidana sebagai perbuatan berlanjut
• Perbuatan berlanjut
3. Concursus Realis (meerdaadsche samenloop), Psl. 65-71:
• Perbarengan tindakan jamak
• Gabungan tindak pidana dengan beberapa perbuatan
Ruang Lingkup
1. Concursus Idealis/
Eendaadsche Samenloop.
Menurut R. Sianturi terdapat pembagian atas CI, sbb:
a. Concursus Idealis Homogenius, dengan 1
perbuatan melanggar satu peraturan pidana yang
sama beberapa kali, co: satu tembakan mengenai
2 orang sekaligus, 2x melanggar Ps. 338 KUHP
b. Concursus Idealis Heterogenius, dengan 1
perbuatan melanggar beberapa peraturan pidana
yang berbeda, co: memperkosa wanita di taman;
melanggar Ps. 285 dan Ps. 281 sekaligus dengan 1
perbuatan.
Stelsel Pemidanaan

1. Untuk Concursus Idealis :


Absorpsi Murni, dijatuhkan 1 jenis pidana
saja yakni yang terberat
(Ps. 63 ayat 1);
2. Ps. 63 ayat (2) : lex specialis derogat legi
generali, co: seorang Ibu yang membunuh
anak krn takut ketahuan telah melahirkan,
tidak dikenai Ps. 338 tapi Ps. 341 KUHP.
Ruang Lingkup

2. Concursus Realis/Meerdaadsche Samenloop


a. Concursus Realis Homogenus, melakukan
beberapa perbuatan dan dengan perbuatan2 tsb
melanggar suatu ketentuan pidana beberapa kali,
co: dalam 1 bulan membunuh 3x, jd 3x
melanggar Ps. 338.
b. Concursus Realis Heterogenus, beberapa
perbuatan melanggar beberapa peraturan pidana
yang berbeda, co: hari ini mencuri, besok
menganiaya, minggu depan memperkosa, dst,
melanggar Ps. 362, 351, dan 285.
Stelsel Pemidanaan

1. Ps. 65 ayat (1): kejahatan dgn ancaman pidana


pokok sejenis: kumulasi terbatas, seluruh pidana yg
diancamkan secara kumulasi tp tidak boleh
melebihi pidana terberat + 1/3.
2. Ps. 66 ayat (1) : concursus realis berupa kejahatan
dgn ancaman pidana pokok yg tdk sejenis :
kumulasi terbatas;
3. Ps. 66 ayat (2); jo ps. 30 KUHP
Stelsel Pemidanaan

4. Ps. 67 : jika salah satu tindak pidana dijatuhkan


hukuman mati atau penjara seumur hidup, maka tidak
boleh dijatuhkan pidana lainnya kecuali pencabutan
hak-hak tertentu
5. Ps. 69: pidana mati, penjara SU, penjara sementara
waktu (ps. 340)  pidana mati
6. Ps. 70 : kejahatan dgn pelanggaran atau pelanggaran
dgn pelanggaran : kumulasi murni.
Pasal 70 bis KUHP

• Concursus realis
• Kejahatan-kejahatan ringan: psl 302 (1),
psl 352, psl 364, psl 373, psl 379, psl 482
• Dianggap sebagai pelanggaran
• Tetapi: jika dijatuhkan pidana penjara
maksimal 8 bulan
Pasal 71 KUHP
(Delik yang tertinggal)

• Contoh:
A melakukan TP :
- Pencurian (Psl. 362) pada tgl. 1 Mei ’98
- Penganiayaan (Psl. 351 (2)) pd tgl. 6 Juni ’98
- Penipuan (psl. 378) pd tgl. 4 Juli ‘98
Tertangkap pada bln Agustus ’98, diadili pd bln
Desember ’98 dan dijatuhi pidana penjara 6
tahun
Lanjutan …

• Kemudian diketahui bahwa pada tgl. 15 Juni


1998, A bersama B melakukan pembunuhan
(psl. 338) thd. X
• Berapa pidana maksimal untuk A atas
pembunuhan thd. X
• Rumus:
Pidana maks utk TP yang diketahui belakangan
(P2) = Pidana maks jika diadili sekaligus (Ps) –
Pidana yang telah dijatuhkan (P1)
Perbuatan Berlanjut
(Pasal 64 KUHP)

• SSO melakukan beberapa perbuatan


• Perbuatan tsb. masing-masing
merupakan kejahatan atau pelanggaran
• Antara perbuatan2 itu ada hubungan
sedemikian rupa shg harus dipandang
sbg satu perbuatan berlanjut.
Ruang Lingkup
3. Perbarengan Tindakan Berlanjut (Voortgezette
Handeling), Ps. 64 KUHP :
Suatu tindak pidana yang terdiri dari beberapa perbuatan,
di mana perbuatan tsb terdapat hubungan sedemikian rupa
sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut.
(Absorbsi murni)
Menurut MvT ada 3 syarat :
– Tindakan2 tsb harus timbul dari suatu kehendak jahat
– Masing2 tindakan itu haruslah sejenis
– Tenggang waktu antara masing2 tindak pidana tidak
terlalu lama.
Makna:
“ ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus
dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut”
Menurut MvT harus dipenuhi 3 syarat:

1. Harus ada 1 keputusan kehendak


2. Masing-masing perbuatan harus sejenis
3. Tenggang waktu antara perbuatan-
perbuatan itu tidak terlalu lama
Pemidanaan Perbuatan Berlanjut

• Pasal 64 (1): prinsipnya sistem absorpsi


• Pasal 64 (2): ketentuan khusus untuk pemalsuan
dan perusakan mata uang
• Pasal 64 (3): ketentuan khusus untuk kejahatan
ringan
co. 3X penipuan ringan sbg perbuatan berlanjut;
tidak diancam pidana 3 bln penjara (psl. 379), ttp.
4 th penjara (psl 378)
Gugurnya Hak Menuntut
(dasar2 utk menghapus penuntutan)
Vervolgingsuitsluitingsgronden
Pengantar

Apabila tjd TP maka negara mpy hak utk menuntut sso ke


Pengadilan. Hak utk menuntut itu dpt gugur/hapus krn bbrp
hal:
A.Hal yg diatur di dalam KUHP
Umum
1.Ne bis in idem Psl. 76
2.Meninggalnya tsk/tdkw Psl 77
3.Daluwarsa penuntutan psl. 78-81
4.Penyelesaian di luar sidang ps. 82
Khusus
Tdk adanya aduan dlm delik aduan (delik aduan ada
jangka waktunya) psl. 72-75
B. Di luar KUHP:
1.Abolisi
2.Amnesti
• Kedua, umum.
Bab VIII Buku I KUHP

gugurnya hak menuntut pidana


1. Telah ada putusan hakim yang berkekuatan
hukum tetap-BKHT (de kracht van een rechterlijk
gewijsde) mengenai tindakan (feit) yang sama –
ne bis in idem – (Pasal 76 KUHP);
2. Tersangka/terdakwa meninggal dunia (Pasal
77 KUHP);
3. Perkara telah daluwarsa (Pasal 78 KUHP);
4.Terjadi penyelesaian perkara di luar
persidangan “afdoening buiten proces” (Pasal
82 KUHP).
Pasal 76 KUHP nebis in idem

• Kracht van gewijsde zaak (KGZ)


• “Nemo debet bis vexari “orang tidak dapat
dituntut untuk kali keduanya karena satu
perbuatan (feit) yang telah dilakukannya dan
terhadap perbuatan itu telah dijatuhkan
keputusan hakim* yang tidak lagi dapat diubah
atau ditiadakan (ooherroepelijk)

*keputusan hakim di sini mrpk keputusan hakim yg


menyangkut pokok perkara, bukan kept pendahuluan
Ne Bis In Idem

• SSO tidak dapat dituntut untuk


kedua kalinya berdasarkan suatu
perbuatan; apabila terhadap
perbuatan tsb telah ada putusan
hakim yang berkekuatan hukum
tetap.
3 syarat Ne Bis in Idem

1. Perbuatannya adalah satu perbuatan


2. Orangnya adalah satu orang tertentu
3. Sudah ada putusan hakim yang sudah
berkekuatan hukum tetap
keputusan hakim

1. Penghukuman (veroordeling) jika


semua unsur tindak pidana terpenuhi.
2. Lepas dari segala tuntutan (ontslag van
alle rechtsvervolging):
- terbukti tapi bukan merupakan suatu
tindak pidana (menurut KUHAP)
3. Pembebasan (keputusan bebas,
“vrijspraak”) – tidak terbukti/tidak
terpenuhi semua unsur.
Apakah “perbuatan” atau feit itu?
1. “Perbuatan” dalam arti peristiwa jahat
yang telah terjadi (misdadig voorval);
2. “Perbuatan” dalam arti perbuatan yang
menjadi pokok pendakwaan (de
handeling zoals die is te laste gelegd);
3. “Perbuatan” dalam arti perbuatan materiil
(Materiele handeling).
Van Bemmelen

• Diganggunya satu
kepentingan hukum yang
sama dengan cara yang
sama
Ne bis in idem dalam penyertaan
Dalam hal penyertaan apabila salah
seorang peserta sdh dijatuhi pidana, maka
peserta lain yg belum dipidana masih
dapat dituntut dan tdk melanggar asas ne
bis in idem. Jadi asas ini hanya berlaku
untuk peserta yang telah dituntut.

Lihat kasus hal. 218 (buku II Utrecht)


HR 23 Juli 1935, NJ 1936, hal. 173, W Nr. 12987
dan tertanggal 3 Juni 1935, Nj 1936, Nr. 57.
DALUWARSA PENUNTUTAN
D.P
Daluwarsa penuntutan
Dasar hukum: Psl. 78 dan 79 KUHP
Psl. 78 KUHP
Tenggang daluwarsa:
1. Pelanggaran dan Kjht dgn cetak: sesudah 1 tahun;
2. Kjht dgn S denda, kurungan atau pidana pjr =/<3 tahun:
sesudah 6 tahun
3. Kjht dgn S pjr > 3 tahun: sesudah 12 tahun
4. Kjht dgn S mati atau SH: sesudah 18 tahun;
5. Anak < 18 tahun saat mlkk Tp – 2/3
Mulai menghitung daluwarsa

Psl. 79 KUHP:
1. Tenggang daluarsa dihitung sejak sehari sesudah
perbuatan dilakukan (delik formil dan materiil sama);
Tenggang  jangka waktu di mana pelaku masih
bisa dituntut/dimintai pertanggung jawaban pidana.
Jika tenggang waktu itu telah lewat maka ia tdk
dapat dituntut.
2. Kecuali:
Pemalsuan dan
perusakan uang sehari setelah penggunaannya;

Psl. 328, 329, 330 dan 333 sehari setelah dibebaskan atau meninggal;
Psl. 556 – 558a hari sesudah daftar-daftar dipindah ke kantor tsb.
Mulai penghitungan DP

Pasal 79
Tenggang Daluwarsa (TD) mulai berlaku pada
hari sesudah perbuatan dilakukan.
TD + 1 hari
Pasal 78
1. Kewenangan menuntut pidana hapus
karena daluwarsa:
”sesudah 1/6/12/18 (- 2/3 u <18 tahun)...”; M D
+ 1 hari
Makna “sesudah perbuatan
dilakukan”.
Ada 2 pendapat:
1. Sesudah perbuatan dilakukan
2. Sesuai dgn deliknya.

Mempersoalkan “waktu terjadinya tindak pidana” –


tempus delichtie –
• Antara Delik Formil dengan Delik Materiil adalah
berbeda;
• Harus diartikan sesudah tindak pidana selesai
atau sempurna sehingga berbeda antara DF
dengan DM
Catatan:
tambahkan catatan dr Remmelink hal. 437 dan
Utrecht hal. 240-dst
Daluwarsa percobaan

• Penghitungan daluwarsa dimulai


sehari setelah dilakukannya
perbuatan fisik.
Daluarsa utk pelaku anak

• Penghitungan daluarsa utk tindak pidana


yg dilakukan oleh anak
• Dasar hukum yg digunakan
Sehingga…
Tempus Delicti (TD) + 1 hari + Masa Daluwarsa
(MD) + 1 hari = Daluwarsa Penuntutan (DP)

Contoh :
A mengedarkan uang palsu (Psl 245 KUHP) 1 – 1 –
1961
TD  1 – 1 – 1961
awal menghitung :
Pasal 79 KUHP : 1 – 1 – 1961 + 1 hari = 2 – 1 – 1961
Pasal 78 : ancaman > 3 tahun sesudah 12 tahun
2 – 1 – 1961 + 12 tahun = 2 – 1 – 1961
DP = 2 – 1 – 1961 + 1 hari = 3 – 1 - 1961
PENGHENTIAN DALUWARSA
– STUITING –
Pasal 80
1. Tiap-tiap tindakan penuntutan
menghentikan – stuiten – daluwarsa, asal
tindakan itu diketahui oleh orang yang
dituntut, atau telah diberitahukan
kepadanya menurut cara yang ditentukan
dalam aturan-aturan umum.
2. Sesudah dihentikan, dimulai tanggang
daluwarsa baru.
Apa saja tindakan penuntutan yang diketahui
tsk/plk?

Perhatikan Pasal 14 UU Nomor 8 Tahun 1981

Penuntut umum mempunyai wewenang :


a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan
dari penyidik atau penyidik pembantu;
b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan
pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan
Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi
petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari
penyidik;
c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan dan atau
mengubah status tahanan setelah perkaranya
dilimpahkan oleh penyidik;
d. membuat surat dakwaan;
e. melimpahkan perkara ke pengadilan;
f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa
tentang ketentuan hari dan waktu perkara
disidangkan yang disertai surat panggilan, baik
kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk
datang pada sidang yang telah ditentukan;
g. melakukan penuntutan;
h. menutup perkara demi kepentingan hukum;
i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas
dan tanggung jawab sebagai penuntut umum
menurut ketentuan undang-undang ini;
j. melaksanakan penetapan hakim.
PENANGGUHAN DALUWARSA
- SCHORSING -

Pasal 81
Penundaan penuntutan pidana
berhubung dengan adanya perselisihan
prayudisial, menunda daluwarsa.
Perselisihan prayudisial
praejudicial geschil:

1. PERTIKAIAN YANG HARUS


DITENTUKAN TERLEBIH DAHULU
YANG BERUPA TINDAKAN; cari
doktrin di berbagai literatur
(questionable… )
2. PERTIKAIAN YANG HARUS
DITENTUKAN TERLEBIH DAHULU
YANG BERUPA PUTUSAN
• Waktu yang digunakan selama proses
hukum (1 atau 2) tidak turut dihitung
Penyelesaian di Luar Sidang
• Hanya dapat dilakukan apabila:
Tindak Pidananya adalah pelanggaran
Hanya diancam pidana denda

Caranya:
- Bayar denda maksimal (+ ongkos perkara
bila tuntutan telah dilakukan)
- Kepada Pejabat berwenang (JPU)
….lanjutan penyelesaian di luar
sidang
• Dasar Residive
• Pasal 82 ayat (1) TIDAK BERLAKU bagi
Pelaku yang belum dewasa (< 16 tahun)
ABOLISI

• Hak untuk menyatakan bahwa tuntutan


pidana terhadap SSO harus digugurkan
atau suatu tuntutan pidana yang telah
dimulai harus dihentikan
AMNESTI

• Hak untuk mengeluarkan pernyataan


umum bahwa UU Pidana tidak akan
menerbitkan akibat-akibat hukum apapun
juga bagi orang-orang tertentu yang
bersalah melakukan suatu atau beberapa
tindak pidana tertentu
Hal-hal Yang Menyebabkan Hapusnya
Kewenangan Menjalankan Pidana
Dalam KUHP

• 1. Matinya Terdakwa/Terpidana (Psl. 83)


• 2. Daluwarsa (Psl. 84, Psl. 85)
Di luar KUHP

• 1. Amnesti
• 2. Grasi
Dasar hukum: Pasal 14 UUD’45
DALUWARSA

• Lewatnya tenggang waktu tertentu untuk


menjalankan pidana; sehingga
kewenangan jaksa untuk menjalankannya
menjadi hapus.
Tenggang waktu (Psl. 84(2) KUHP)
• Untuk semua pelanggaran: 2 tahun
• Untuk Kejahatan percetakan: 5 tahun
• Untuk kejahatan lainnya: daluwarsa
penuntutan + 1/3-nya

Tidak ada daluwarsa untuk menjalankan


pidana mati (Pasal 84 ayat (3))
Saat penghitungan tenggang
daluwarsa
• Mulai pada keesokan hari sesudah
putusan hakim dapat dijalankan (Psl. 85
ayat (1))
• Putusan hakim dapat dijalankan:
Saat putusan hakim BHT; tetapi
mungkin ada putusan hakim yang
perintahkan terdakwa untuk segera jalani
pidananya, walaupun terdakwa ajukan
upaya hukum biasa (banding, kasasi)
Pencegahan (stuiting)

1. Terpidana melarikan diri ketika jalani pidana:


- tenggang waktu daluwarsa baru dihitung pada
keesokan hari setelah melarikan diri
2. Pelepasan bersyarat dicabut:
- keesokan hari setelah dicabut, mulai tenggang
waktu daluwarsa baru

TENGGANG WAKTU YANG TELAH DILALUI,


HILANG SAMA SEKALI (TIDAK DIHITUNG)
Penundaan (schorsing)

• Penjalanan pidana ditunda menurut UU


• Selama terpidana dirampas
kemerdekaannya (ada dalam tahanan)

TENGGANG WAKTU SELAMA DITUNDA


TIDAK DIHITUNG
GRASI
• Pengampunan berupa perubahan, peringanan,
pengurangan atau penghapusan pelaksanaan
pidana kepada terpidana yang diberikan oleh
Presiden

• Diatur UU No. 22 tahun 2002


• Putusan Pemidanaan yang dapat dimohonkan
grasi:
• 1. Pidana mati
• 2. Penjara seumur hidup
• 3. Penjara paling rendah 2 tahun

Anda mungkin juga menyukai