Anda di halaman 1dari 24

Gangguan pada paru-paru

emfisema
Dosen Pengampu:
Prof. dr. Endang Laksminingsih MPH,
Dr.PH
  
Disusun Oleh:
Citra Sari Nasrianti (1906430232)
Riri Amanda
Syally O
Mata Kuliah Gizi dan Penyakit | Fakultas Kesehatan
Masyarakat
Universitas Indonesia
Latar Belakang

Menurut World Health


Organization (WHO) tahun 2002
PPOK menempati urutan kelima
sebagai penyebab kematian di
dunia dan WHO memprediksi
tahun 2030 PPOK akan menempati
urutan ketiga sebagai penyebab
kematian di dunia. Dari hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
2013 menunjukan bahwa
prevalensi PPOK di Indonesia
sebanyak 3,7%.
Latar Belakang
Survey Penderita PPOK di 17 Puskesmas
di Jawa Timur

7.7
13.5 Emfisema
merupakan
13.5 kontributor terbesar
dalam kejadian
PPOK

Emfisema Paru ronkitis Kronis


Asma
Definisi

Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang


melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru

Emfisema paru-paru adalah keadaan pembesaran paru-paru


yang disebabkan oleh menggembungnya alveoli secara
berlebihan yang disertai atau tanpa disertai robeknya dinding
alveoli tergantung dengan kerusakan alveoli
Klasifikasi Emfisema
Centriacinar Distal acinar
emfisema emfisema
Salah satu jenis emfisema paru- Salah satu jenis emfisema paru-paru
paru yang ditandai dengan yang terbatas pada ujung distal alveolus
pembesaran rongga udara di di sepanjang septum interlobularis dan di
bagian proksimal acinus, terutama bawah pleura membentuk bula
pada tingkat bronchiolus
repiratorius.
Panacinar Irregular
emfisema emfisema
Satu jenis emfisema paru-paru kerusakan pada parenkim paru
yang ditandai dengan tanpa menimbulkan kerusakan pada
pembesaran rongga udara asinus.
yang relatif seragam di
seluruh acinus
Klasifikasi Emfisema
Tanda dan Gejala

infeksi paru-paru
Secara umum, emfisema paru-paru
ditandai dengan dipsnoea
ekspiratorik, hyperpnoea dan banyak lendir
mudahnya penderita mengalami
kelelahan
Pada nafsu makan berkurang dan penurunan
tahap berat badan

Secara umum, emfisema paru-paru selanjut


kelelahan
ditandai dengan dipsnoea nya
ekspiratorik, hyperpnoea dan
mudahnya penderita mengalami kecemasan dan depresi
kelelahan

masalah tidur
Faktor Risiko

• Genetik, Hipereaktivitas jalan napas dan


Faktor pejamu Pertumbuhan paru.

Pajanan • Kebiasaan merokok, Polusi udara,


Infeksi, Debu dan Bahan kimia di tempat
lingkungan kerja.

Merokok
Genetik
Faktor Risiko

Merokok
Merokok dapat menganggu pegerakan silia,
menghambat fungsi makrofag alveolar, Paparan akut dari rokok ini sendiri dapat
menyebabkan hipertrofi dan hipersekresi menyebabkan kerusakan paru tetapi apabila
kelenjar mukus, dan pajanan yang masif bersamaan dengan faktor genetik maka akan
dapat menyebabkan perubahan menyebabkan kerusakan yang lebih parah.
emfisematus.

Paparan rokok memicu pengaktifan makrofag


Paparan akut rokok tidak langsung alveolar yang akan memproduksi sitokin pro-
menyebabkan emfisema, tetapi hal ini inflamasi yang mengaktifkan sel lain, dan
menyebabkan terjadinya proses inflamasi kemokin yang menarik neutrofil dan sel T
dan stres oksidatif. limfosit yang merupakan faktor paling
menonjol dalam inflamasi.
Faktor Risiko

Genetik
Defisiensi alfa-1 antitripsin dapat
menyebabkan emfisema. Hal tersebut Apabila terjadi penurunan kadar alfa-1
berhubungan erat dengan peran neutrofil. antitripsin hingga 35%, maka proteksi
Inhibisi elastase neutrofil dan enzim tertentu terhadap parenkim paru berkurang sehingga
merupakan mekanisme utama terjadinya terjadi pelepasan elastase neutrofil
emfisema.

Orang yang mengalami defisiensi alfa-1


antitripsin mempunyai risiko 4,37 kali lebih
besar untuk mengidap emfisema dibanding
orang normal. Apabila disertai merokok
angka tersebut meningkat menjadi 10
Patofisiologi emfisema
Tata laksana gizi
Tata laksana gizi pada emfisema bertujuan
untuk mencegah dan memperbaiki
malnutrisi, serta mempertahankan fungsi
respirasi. Hipermetabolisme yang terjadi
pada emfisema karena peningkatan REE
Kebutuhan Mikronutrien dan Zat Gizi
Kebutuhan Makronutrien (untuk aktifitas pernapasan), dan peningkatan
Spesifik
Kebutuhan Cairan
inflamasi sistemik yang diketahui dari
peningkatan TNF-α. Mempertahankan
keseimbangan energi yang optimal pada
emfisema penting dilakukan untuk menjaga
berat badan, massa bebas lemak, dan
kondisi tubuh yang baik.
Tata laksana gizi : Makronutrien
Kebutuhan energi pada PPOK sebesar ≥ 1,7 x REE
Kebutuhan energi
Kebutuhan energi dapat dihitung dengan
mengalikan BB dengan 25-30 kkal/kgBB.

Kebutuhan protein pada PPOK ≥1,5 gram/kgBB


Kebutuhan Protein
Asupan protein 1,2-1,7 gram/kgBB/hari, cukup untuk mencegah
proteolisis pada pasien PPOK yang dirawat di rumah sakit
dengan eksaserbasi akut.
Tata laksana gizi : Makronutrien
Lemak 30-45% Kebutuhan Energi Total
Kebutuhan Lemak
dan Karbohidrat
Karbohidrat 40-55% Kebutuhan Energi Total

Keburukan dari
Pemberian serat
pemberian nutrisi
Metabolisme bertujuan untuk
tinggi lemak adalah
karbohidrat mencegah konstipasi,
lambatnya
menghasilkan CO2 sehingga mengurangi
pengosongan
yang lebih banyak begah dan abdominal
lambung, sehingga
dibandingkan discomfort. Asupan
perut tidak nyaman,
makronutrien lain serat sebaiknya tidak
kembung, dan
(khususnya lemak) melebihi 14 g/1000
merasa cepat
kkal.
kenyang.
Tata laksana gizi : MIkronutrien
Seorang perokok mempunyai
Adanya Hubungan antara asupan turnover metabolisme vitamin C
antioksidan dan fungsi paru-paru sebesar 35 mg/hari, sehingga Karotenoid, lutein/zeaxanthin
selama tiga tahun pada suatu dianjurkan untuk meningkatkan ternyata memiliki hubungan yang
populasi, menunjukkan adanya asupan makanan yang banyak kuat dengan fungsi paru-paru,
korelasi positif antara fungsi paru- mengandung vitamin C, atau yang terlihat dari perbaikan FEV dan
paru dan asupan vitamin C, vitamin meningkatkan suplementasi vitamin FEV1
E, dan karotenoid C lebih dari 35 mg/hari dari dietary
reference intake (DRI).

Pada pasien PPOK, terdapat


penurunan kadar vitamin B Adanya hubungan antara kadar
kompleks, sehingga disarankan 25- hydroxyvitamin D serum Rekomendasi asupan kalsium
pemberian suplementasi vitamin B dengan FEV1, sehingga disarankan adalah : 1200-1500 mg/hari,
kompleks, agar terjadi untuk mengoptimalkan kebutuhan sedangkan vitamin D 400 IU/hari
keseimbangan oksidan vitamin D pada pasien PPOK.
antioksidan
Tata laksana gizi : MIkronutrien
No Suplementasi Jumlah Pasien Efek
1 200 IU/hari vitamin E, dan 500 mg/hari vitamin C 21 PPOK dan 10 kontrol Terdapat peningkatan
selama 1 bulan signifikan waktu latihan (10
orang pasien PPOK)
2 400 IU vitamin E (group A) dan dibandingkan 24 orang pasien PPOK Terdapat perbaikan klinis dan
dengan standard terapi (group B/plasebo), 2x/hari fungsi paru yang sama pada
selama 8 minggu kedua kelompok
3 Vit. A selama 30 hari diberikan untuk orang sehat 36 orang sehat dan 21 orang Perbaikan rerata fungsi paru
bukan perokok, perokok sehat, PPOK derajat pasien PPOK (FEV1) pada group vitamin A
ringan, PPOK sedang, PPOK berat, dan PPOK
dengan eksaserbasi

Sumber: Tsiligianni LG. A systemic review of the role of vitamin insufficiencies and supplementation in COPD. Respiratory
Research, rev. 2010. Biomed Central
Tata laksana gizi : Nutrien Spesifik
Asam Amino Rantai Cabang (AARC)
Penelitian oleh Morrisson dkk,
membuktikan bahwa pada pasien
underweight dengan kondisi
muscle wasting dan emfisema, Rekomendasi dosis asupan AARC,
terdapat penurunan kadar AARC untuk pasien PPOK, masih belum
(leusin, dan valin), glutamin, jelas.
glutamat, dan alanine serta
peningkatan kadar glutamin dan
tirosin
Tata laksana gizi : Nutrien Spesifik
Omega- 3
Omega-3 terdiri dari Peningkatan konsumsi EPA
docosahexaenoic acid dan DHA akan meningkatkan
EPA dan AA merupakan
(DHA) dan komposisi asam lemak
kunci dari mediasi dan
eicosapentaenoic acid omega-3 dalam sel-sel
regulasi proses inflamasi.
(EPA). Omega-6 terdiri dari inflamasi dengan
arachidonic acid (AA). mengorbankan AA.

Rekomendasi WHO untuk


Rekomendasi dosis optimal
Omega-3 memiliki efek omega-3 minimal 0,3-0,5
untuk kesehatan tubuh,
antiinflamasi dengan cara gram/hari untuk EPA dan
sebesar 0,5-1,8 g/hari, atau
menurunkan produksi DHA, sedangkan untuk
mengkonsumsi dua porsi
sitokin-sitokin. asam linolenat disarankan
ikan/minggu
sebanyak 0,8-1,1 gram/hari.
Tata laksana gizi : Nutrien Spesifik
Omega- 3
PUFA Sumber
Omega-3 Walnut, minyak flaxseed, minyak kanola
Α-linolenic acid (ALA) Ikan, minyak ikan
Eicosapentaenoic acid (EPA) Ikan, minyak ikan
Docosahexaenoic acid (DHA)
Omega-6 Minyak : jagung, biji bunga matahari, kacang
Linoleic acid (LA) kedelai, safflower, dan cottonseed
γ-linolenic acid Minyak : evening primrose, borage, black
Arachidonic acid (AA) current seed
Daging, ayam/unggas, susu, telur

Sumber : Fetterman JW, Zdanowicz MM. Therapeutic potential of omega-3 PUFA in disease. Am J Health-Syst harm 2009;66(1): 1169-1177
Tata laksana gizi : Nutrien Spesifik
N-acetyl-L-cysteine (NAC)
Glutation adalah antioksidan
Sistein merupakan asam
utama di dalam dan di luar
amino yang mengandung
sel, dan disintesis dari
sulfur, precursor antioksidan
sistein, glisin, dan asam
seluler GSH (glutation).
glutamat.

Pemberian NAC bertujuan


Glutation merupakan
sebagai antioksidan
antioksidan yang kuat,
(meningkatkan produksi
berfungsi memproteksi asam
GSH), dan mukolitik,
lemak dari kerusakan akibat
sehingga dapat menurunkan
radikal bebas.
eksaserbasi akut
Tata laksana gizi : Nutrien Spesifik
N-acetyl-L-cysteine (NAC)

Perubahan tersebut melibatkan


peran asam folat, vitamin B12,
Sistein dapat diproduksi tubuh
dan vitamin B6. Bahan makanan
Bahan makanan sumber metionin dari asam amino metionin. Dalam
sumber sistein antara lain semua
adalah daging, ayam, ikan, telur, metabolismenya, metionin akan
sumber protein (telur, ikan,
susu, dan kacang-kacangan. berubah menjadi homosistein, dan
daging, dan susu), dan dalam
kemudian menjadi sistein
jumlah kecil terdapat dalam
brokoli, cabai, dan bawang.
Pencegahan emfisema

Saran paling umum untuk


mencegah emfisema, adalah
berhenti merokok, dan untuk
menghindari menghirup polutan
berbahaya
Daftar Pustaka
Antariksa B, Djajalaksana S, Pradjanaparamita, Riyadi J, Yunus F, Suradi dkk. Penyakit Paru Obstruktif
Kronis. Diagnosis dan penatalaksanan. Edisi Juli, 2011. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
Erni Ade, (2013). TATA LAKSANA NUTRISI PADA KASUS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS.
Universitas Indonesia
Fetterman JW, Zdanowicz MM. Therapeutic potential of omega-3 PUFA in disease. Am J Health-Syst harm
2009;66(1): 1169-1177
Global initiative for chronic obstructive lung disease. Gobal strategy for the diagnosis, management, and
preventive of chronic obstruktive pulmonary disease. Medical Communication Resources Inc. 2011
Jonathan, S., Damayanti, T., & Antariksa, B. (2019). Pathophysiology of Emphysema. Jurnal Respirologi
Indonesia, 39(1).
Mahan LK, Stump SE. Pulmonary diseases. Krause’s. Food, Nutrition, & Diet Therapy. 11th edition
Morrison WL, Gibson JNA, Scrimgeour C, Rennie MJ. Muscle wasting in emphysema. Clin Sci 1988;75:415-
420.
Nelms M, Sucher K, Lacey K, Roth SL. Nutrition Therapy for Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. In : Nutrition Therapy and Pathophysiology. 2nd edition. Hal.652-663, 2011.
Wadsworth Cengage Learning.
Daftar Pustaka
Oktaria, D., & Ningrum, M. S. (2017). Pengaruh Merokok dan Defisiensi Alfa-1 Antitripsin terhadap
Progresivitas Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan Emfisema. Majority.
Petty, T. L. (1989). Prevention of emphysema. Postgraduate Medicine, 86(6), 115–123.
doi:10.1080/00325481.1989.11704477
Pia S, Gronberg AM, Hulthe´n L, et al. Energy and nutrient intake in patients with COPD hospitalized owing
to an acute exacerbation. Scandinavian Journal of Nutrition 2005;49(3): 116-121
Rennard SI. Chronic obstruktive pulmonary disease, linking outcomes and pathobiology of disease
modification. Proc Am Thorac Soc 2006; 3: 276- 80
Schunemann HJ, Bryden JB, Grant B, Freudenheim, Muti P, Brown R, et al. The relation of serum levels of
antioxidants viamin C and E, retinol and carotenoids with pulmonary function in the general population. An J
Respir Crit Care Med 2001;163:1246-55
Schunemann HJ, McCann S, Grant B, Trevisan M, Muti P, Freudenheim J. Lung function in relation to intake
of carotenoid and other antioxidant vitamins in a population-based study. Am J Epidemiol 2002; 155: 463-71
Stump SE. Nutrition and Diagnosis-Related Care. 6th edition, 2008. h. 278-281. Lippincot Williams & Wilkins.
Tsiligianni LG. A systemic review of the role of vitamin insufficiencies and supplementation in COPD.
Respiratory Research, rev. 2010. Biomed Central.

Anda mungkin juga menyukai