Anda di halaman 1dari 83

Bedside Teaching

Diaper Candidiasis
Preseptor
dr. Yulisna, Sp.KK

Oleh
Ahmad Syahputra
Citara Tri Utami
Christi Natalia Sirait
Dita Ayu Permata Dewi
Fikta Zakia Nurfaizah

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
TINJAUAN PUSTAKA
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
• Nama : By. Ny. X
• Umur : 26 hari
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Agama : Islam
• Status : Belum menikah
• Tanggal Pemeriksaan : 23 Februari 2021
Bintil-bintil kemerahan pada bokong dan
Keluhan utamaalat kelamin sejak 12 hari lalu

• Terlihat perih dan gatal Keluhan tambahan


Riwayat Penyakit Sekarang
• 12 hari lalu ibu pasien mengatakan muncul bercak kemerahan disertai bintil-bintil kecil berukuran kepala jarum
pentul pada area bokong. Keluhan tampak perih dan gatal serta anak rewel. Lalu pasien dibawa berobat ke bidan dan
diberi salep seperti odol kecil dengan isi berwarna putih dan berbau harum. Ibu pasien mengatakan jika
kemerahan berkurang, namun ukuran bercak semakin meluas. Keluhan ini baru pertama kali dialami pasien.
Keluhan diare disangkal, bercak kemerahan di bagian tubuh lain disangkal, keluhan rambut rontok disangkal. Dalam
keseharinnya pasien menggunakan popok kain pada siang hari dan pampers pada malem hari. Ibu pasien tidak
langsung mengganti popok jika pasien BAB atau BAK, dan mengatakan mengganti popok saat sempat setelah
mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sedangkan pempers diganti hanya setiap kali penuh dan biasanya hanya 1x
pada pagi hari. Saat mengganti pempers pasien, ibu pasien tidak mencuci tangan. Ibu pasien membersihkan area
bokong dan kelamin menggunakan air biasa dan terkadang tisu basah, lalu langsung memakaikan popok dalam
keadaan bokong pasien masih basah.
• 7 hari lalu, setelah pengobatan dari bidan keluhan makin memberat dan bercak serta bintil-bintil semakin
meluas sampai mencapai daerah kelamin dan anus sehingga ibu pasien membawa ke dokter umum.
• Saat ini(23/2/2021) keluhan bercak merah dan bintil-bintil tampak perih dan gatal.
• Pasien merupakan anak pertama, lahir cukup bulan. Pasien minum asi dan susu formula. Riwayat hygne pasien
cukup. Tidak ada perlakuan khusus pada pakaian pasien, penggunaan pewangi dan pelembut disangkal dan sejak lahir
tidak pernah mengganti produk sabun mandi dan sabun cuci dengan merk berbeda.
• Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
• Riwayat alergi pada keluarga disangkal.
Time Table

12 hari lalu HMRS


12 hari lalu ibu pasien mengatakan Saat ini(23/2/2021) keluhan
muncul bintil-bintil kecil bercak merah dan bintil-bintil
7 hari lalu, setelah pengobatan dari tampak perih dan gatal.
berukuran kepala jarum pentul bidan keluhan makin memberat dan
pada area bokong. Keluhan tampak bercak serta bintil-bintil makin meluas
perih dan gatal serta anak rewel. sampai mencapai daerah kelamin dan
anus sehingga ibu pasien membawa ke
dokter umum.

Diberi salep seperti odol kecil dengan isi berwarna putih


dan berbau harum. Ibu pasien mengatakan jika kemerahan
berkurang, namun ukuran bercak semakin meluas.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal, riwayat penyakit kulit disangkal, riwayat alergi
disangkal, riwayat melakukan kemoterapi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluhan serupa di keluarga, tidak ada riwayat alergi di keluarga.
Ibu pasien menderita diabetes miletus
Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
• Ku : Tampak sakit sedang
• Kes : Compos Mentis
• Berat badan : 4,5 kg
• Panjang badan : 54 cm

Status gizi anak sesuai KMS


Status Dermatologis
Pada regio genito anal tampak plak eritema soliter
ukuran geographic, dan pinggirnya di kelilingi papul
miliar multiple, dengan dasar eritema, berbatas tegas
konfluen sebagian diskret membentuk gambaran
krimbiformis, tersebar regional

9/3/20XX Presentation Title 9


Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
• Dengan pencahayaan yang lesi kulit (lokasi dan morfologi) harus diperhatikan.
• Perhatikan semua regio tubuh apakah tampak lesi selain yang dikeluhkan

Palpasi
• Kelainan kulit: apakah ada pembesaran KGB, tanda inflamasi
Pemeriksaan penunjang (Anjuran) Bahan larut air di larutkan
dengan air, bahan tak larut
air di larutkan dengan
vaselin atau minyak mineral
Dermatitis harus
sudah tenang

Mendukung Candidiasis Dilakukan 1 minggu


setelah penggunaan
Dilarang melakukan
aktifitas yang dapat
melonggarkan uji tempel
• Kerok Kulit atau usap mukosa dengan KOH 10% kortikosteroid dan mandi selama 48 jam

• Pewarnaan gram sel ragi blastopore, atau hifa semu


• Biakan : ditanam dalam dekstrosa glukosa Sabouraud dengan
Catat hasil dengan nilai
1= reaksi lemah eritema, infiltrate, papul (+)
Uji tempel di buka 2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = sangat kuat : bula atau ulkus (+++)
setelah 48 jam dalam 4 = meragukan : hanya makula eritem (?)

penambahan kloramfenikol dalam suhu 37oC koloni di lihat


5 = iritasi : seperti terbakar (IR)

15-30 menit pertama 6 = Reaksi negative (-)


7= excited skin
8 = tidak di test (NT)

dalam 24-48 jam berupa Yeast Like Colony


• Swab Rectal -> ditemukan koloni Candida albican

Mendukung DKA
• Uji tempel

• Mendukung Acrodermatitis Enteropathica


• Pemeriksaan Zinc plasma sugestif jika <50 mcg/dL
Diagnosis
Diagnosis Banding
Diagnosis Kerja
• Diaper Candidiasis
Diaper Candidiasis
• Dermatitis Kontak Alergi
• Dermatitis kontak Iritan
• Acrodermatitis Enteropathica
Tatalaksana
Umum
• Memberi informasi mengenai penyakit kulit “kandidiasis” pada ibu pasien, penyebab, pencegahan, dan pengobatan yang akan
diberikan
• Memberikan informasi pada ibu pasien ,untuk ;
 Kenali, Atasi dan lakukan upaya pencegahan terhadap faktor-faktor predisposisi yang dapat menyebabkan munculnya kandidiasis
 Menjaga hygiene terutama area kelamin agar tidak lembab dan membersihkan area tersebut secara benar
 Ketika anak buang urin dan feses , ibu harus langsung mengganti pampers yang sudah penuh
 Gunakan obat antimikotik yang diberikan dokter sesuai jangka waktu pemakaian yang dianjurkan

Khusus
Antimikotik Topikal
 Miconazole Nitrate 2%, 10 g, cream (gunakan 2x
sehari 14-28 hari)
Contoh Penulisan Resep
dr. Pita
08989192633
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Bandar Lampung, 24 Februari 2021


R/ Miconazole Nitrate 2% cr 10 g tube No. II
ʃ 2 dd u.e m.et.v

Pro : An. X
Usia : 26 hari
Quo Prognosis Quo ad
sanation
ad Quo ad functionam
Bonam am
vitam Dubia ad
Bonam Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Candida Diaper Dermatitis
Dermatitis popok (semua penyebab) adalah kondisi dermatologis tersering
pada masa bayi.

Mempengaruhi area yang tertutup popok (perineum, bokong, paha bagian


dalam & perut). Spesies Candida adalah organisme paling umum yang
terkait dengan dermatitis popok. Candida albicans paling umum

Penyebab yang lebih jarang: C. tropicalis, C. glabrata, C. parapsilosis.


Superinfeksi dermatitis iritan dengan Candida Spesies kandida ditemukan di
<4% area popok tanpa dermatitis

Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Faktor Resiko

• Penggunaan antibiotik berulang


• Sering buang air besar (faktor usia atau diare)
• Imunodefisiensi
• Fisiologi kulit bayi yang berbeda-beda tiap anak
• Kontak yang terlalu lama dengan tinja, urin, atau komponen popok
dapat memperburuk iritasi.

Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Patogenesis Gesekan Kelembaban yang Berlebihan

Ulrike Blume-Peytavi, Pediatric Dermatology Vol. 31 No –429, 2014


Manifestasi Klinis

• Sensasi terbakar dan gatal


• Dermatitis popok yang menetap (lebih dari 3 hari) meskipun dengan
pengobatan konservatif
• Ruam khas biasa pada daerah pangkal paha dan lipatan gluteal
• Kasus yang parah, dapat terjadi erosi dan ulserasi.
• Plak merah, eritematosa & bersisik dengan maserasi dan edema pada
area perianal, bokong, dan paha bagian dalam
• Plak merah, eritematosa & bersisik
dengan maserasi dan edema pada area
perianal, bokong, dan paha bagian
dalam
Diagnosis

• Gejala klinis
• Pemeriksaan fisik (status dermatologis)
• Pemeriksaan KOH 10% : ditemukan pseudohypha (terutama dari lesi
satelit)
Tatalaksana
IMIDAZOL
-Klotrimazol, mikonazol, ketokonazol dan bifonazol
- Diterapkan dua kali sehari selama 7-10 hari dengan angka kesembuhan tinggi (50
sampai 68%)
NYSTATIN
- Umum digunakan.
- Kurang efektif dibandingkan imidazol. Ganti jika tidak ada respon dalam 2-3 hari

CICLOPIROX
- diterapkan dua kali sehari selama 7 hari

SERTACONAZOLE
- fungisida dengan daya tahan kulit yang lama (sampai 72 jam).
- spektrum luas generasi ketiga diterapkan dua kali sehari selama 14 hari.
Non-Farmakologi

• Lepaskan popok, rajin mengganti popok


• Menghilangkan lingkungan basah atau daerah yang lembab disekitar
luka
• Mengurangi kontak antara kulit dengan feses & urin
DERMATITIS KONTAK ALERGI
Dermatitis Kontak Alergi

Adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak


dengan alergen melalui proses sensitisasi.

Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah pasien DKA lebih sedikit, karena hanya
mengenai orang dengan keadaan kulit sangat peka (hipersensitif). Diperkirakan
jumlah DKA maupun DKI semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah
produk yang mengandung bahan kimia yang di- pakai oleh masyarakat.

Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Patogenesis
Fase sensitisasi
Terjadi saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit mengenal dan
memberi respons, yang memerlukan 2-3 minggu.

Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Patogenesis
Fase Elisitasi
Terjadi saat pajanan ulang dengan alergen yang sama sampai timbul gejala klinis.
Terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama Sel efektor yang telah tersensitisasi
mengeluarkan limfokin yang mampu menarik berbagai sel radang sehingga terjadi
gejala klinis

Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Dermatitis Kontak Alergi

• Penyebab : Alergen = kontaktan = sensitizer. Biasanya berupa bahan


logam berat, kosmetik (lipstik, deodoran, cat rambut), bahan perhiasan
(kacamata, jam tangan, anting-anting), obat-obatan (obat kumur,sulfa,
penisilin), karet (sepatu), dan lain-lain.
• Umur : Dapat pada semua umur.
• Jenis kelamin: Frekuensi yang sama pada pria dan wanita.

Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Pemeriksaan Kulit

• Lokasi : Semua bagian tubuh dapat terkena.


• Efloresensi :
Eritema numular sampai dengan plakat, papula dan vesikel berkelompok
disertai erosi numular hingga plakat. Terkadang hanya berupa makula
hiperpigmentasi dengan skuama halus.

Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Pemeriksaan Penunjang

• Gambaran Histopatologi : Tidak Khas


• Pemeriksaan eosinofil darah tepi.
• Pemeriksaan imunoglobulin E:
• uji tempel (patch test)
• uji gores (scratch test)
• uji tusuk (prick test)

Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Penatalaksanaan
• Umum : Hindari faktor penyebab.
• Khusus
Sistemik:
• Antihistamin
• Kortikosteroid: metilprednison, metilprednisolon atau triamsinolon.
Topikal:
• Jika lesi basah diberi kompres KMnO4 1/5000.
• Jika sudah mengering diberi kortikosteroid topikal seperti hidrokortison 1-
2%, triamsinolon 0,7%, fluosinolon 0,025%, desoksimetason 2-2,5% dan
betametason-dipropionat 0,05%.

Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Prognosis

• Umumnya baik, sejauh dapat menghindari bahan penyebabnya.


• Prognosis yang kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi ber- samaan
dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis
numularis, atau psoriasis), atau sulit menghindari alergen penyebab.

Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi


peradangan nonimunologik pada kulit yang
disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen
maupun endogen. Faktor eksogen berupa bahan-
bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan
faktor endogen memegang peranan penting pada
penyakit ini.

Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7 th ed. New York: McGraw – Hill;
2008.p.396-401.
Etiologi
1. Faktor Eksogen
 Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik
konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi,
ionisasi, bahan dasar, kelarutan 
 sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya
pajanan dan jenis kontak, pajanan serentak
dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah
pajanansebelumnya
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7 th ed. New York: McGraw – Hill;
2008.p.396-401.
Etiologi
  Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang
terpajan dan suhu, danfaktor mekanik seperti
tekanan, gesekan atau goresan. Kelembapan
lingkunanyang rendah dan suhu dingin
menurunkan kadar air pada stratum korneum
yangmenyebabkan kulit lebih rentan pada bahn
iritan.

Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7 th ed. New York: McGraw – Hill;
2008.p.396-401.
Etiologi
2. Faktor Endogen
 Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan radikal
bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan,dan kemampuan untuk membentuk
perlindungan heat shock Protein semuanya dibawah kontrol genetik
 Jenis kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, danwanita dilaporkan paling
banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara jenis kelamin dengan dengan kerentanan kulit,
wanita lebih banyak terpajan oleh bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan
daripadalaki-laki
 Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan- bahan kimia dan bahan
iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada kecurigaan pada peningkatan
pertahanan kulit denganmeningkatnya umur

Grand SS. Allergic Contact Dermatitis Versus Irritant Contact Dermatitis.[Online].2008. [cited 2011 January 9]:[30 screens]. Available from:
URL:http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm
Wilkinson SM, and Beck MH. Rook’s Textbook Of Dermatology 7th ed. Australia: Blackwell Publishing. 2004.chapter 19.
Etiologi
 SUKU/RAS
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi berkembangnya dermatitis kontak
iritan secara signifikan. Karena eritemasulit diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan
eritemasebagai satu-satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkinsudah sampai pada kesalahan
interpretasi bahwa kulit hitam lebih resistenterhadap bahan iritan dari pada kulit putih
 Lokasi Kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan,sehingga kulit wajah, leher, skrotum, dan
bagian dorsal tangan lebih rentanterhadap dermatitis kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jikadibandingkan
lebih resisten,
 Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitisiritan pada tangan. Riwayat
dermatitis atopi kelihatannya berhubungandengan peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan
karenarendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, danlambatnya proses
penyembuhan.Pada pasien dengan dermatitis atopimisalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika
terpajan oleh bahaniritan

Grand SS. Allergic Contact Dermatitis Versus Irritant Contact Dermatitis.[Online].2008. [cited 2011 January 9]:[30 screens]. Available from:
URL:http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm
Wilkinson SM, and Beck MH. Rook’s Textbook Of Dermatology 7th ed. Australia: Blackwell Publishing. 2004.chapter 19.
Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahaniritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkandengan
dermatitis kontak iritan, yaitu
• Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
• Jejas pada mebran sel
• Denaturasi keratin epidermis
• Efek sitotoksik langsung

Rustenmeyer T, Ingrid MW, B.Mary E, Sue G, Rik JS, editors. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5th ed. New York:
Springer.2011.p.43-8
Patogenesis
A. Bahan iritan fisik dan kimia memicu pelepasan
sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut
sinyal bahaya
B. Sel epidermis dan dermis merespon sinyal bahaya
tersebut
C. Setelah itu sel sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel
residen dan sel inflamasi yang sudah
terinfiltrasi,sitokin utama pada proses ini adalah
CXCL 8
D. Sebagai akibatnya dari produksi sitokin
inflamasi,banyak sel inflamasi termasuk neutrofil
diserang dan dibawa pengaruh picuan inflamasi
mengeluarkan mediator inflamasi

Rustenmeyer T, Ingrid MW, B.Mary E, Sue G, Rik JS, editors. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5th ed. New York:
Springer.2011.p.43-8
Epidemiologi

GLOBAL

dalam beberapa studi Eropa di antara karyawan dalam pekerjaan berisiko tinggi, seperti tata
rambut, perawatan kesehatan, dan pengerjaan logam, prevalensi 1 tahun adalah antara 20% dan
30%.

https://emedicine.medscape.com/article/1049353-overview#a5
GAMBARAN KLINIS

Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuatmemberikan gejala akut,
sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal yang mempengaruhi
sebagaimana yang disebutkan sebelumnya.Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh
faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu
•Dermatitis Kontak Iritan Akut
Pada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla. Luas kelainanya
sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas. Pada beberapa individu, gejala subyektif
(rasa terbakar, rasa tersengat mungkin hanya satu-satunya manifestasi. Rasa sakit dapat
terjadi dalam beberapa detik dari pajanan. Spektrum perubahan kulit berupa eritma
hingga vesikel dan bahan pajanan bahan yang dapat membakar kulit dapat menyebabkan
nekrosis. Secara klasik, pembentukan dermatitis akut biasanya sembuh segera setelah
pajanan, dengan asumsi tidak ada pajanan ulang– hal ini dikenal sebagai “decrescendo
phenomenon”
Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.p.130-33
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw – Hill; 2008.p.396-401.
Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.5-8
GAMBARAN KLINIS

•Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)


Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul hingga 8-24 jam
atau lebih setelah pajanan.1,6,7 Sebaliknya, gambaran kliniknya mirip dengan dermatitis
kontak iritan akut
•Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)
Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh iritan lemah (seperti air,
sabun, detergen, dll dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena
pada tangan1.,6,7 Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan
tahun. Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor yang paling penting.
Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering
ditemukan. Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi
hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung
Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.p.130-33
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw – Hill; 2008.p.396-401.
Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.5-8
GAMBARAN KLINIS

• Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa
skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di
dorsum dari tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang
terpajan dengan pekerjaan basah. Reaksi iritasi dapat sembuh,
menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.
• Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)
Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah tauma akut pada kulit seperti
panas atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar
6 minggu atau lebih lama.1,6 Pada proses penyembuhan, akan terjadi
eritema, skuama, papul dan vesikel. Secara klinik gejala mirip dengan
dermatitis numular.
Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.p.130-33
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw – Hill; 2008.p.396-401.
Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.5-8
GAMBARAN KLINIS

• Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous


Juga disebut reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi kulit,
kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit
terlihat secara histologi. Gejala umum yang dirasakan penderita adalah rasa
terbakar, gatal, atau rasa tersengat
• Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa
tersengat, rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan.
Biasanya terjadi di daerah wajah, kepala dan leher. Asam laktat biasanya
menjadi iritan yang paling sering menyebabkan penyakit ini

Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.p.130-33
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw – Hill; 2008.p.396-401.
Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.5-8
GAMBARAN KLINIS

• Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)


Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau
gesekan yang berulang. DKI Gesekan berkembang dari respon pada
gesekan yang lemah, dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama,
fisura, dan gatal pada daerah yang terkena gesekan.
• Dermatitis Kontak Iritan Akneiform
Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform. Biasanya dilihat setelah
pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah penggunaan
beberapa kosmetik. Reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan transien, dan
dapat berkembang beberapa hari setelah pajanan. Tipe ini dapat dilihat pada
pasien dermatitis atopy maupun pasien dermatitis seboroik
GAMBARAN KLINIS

• Dermatitis Asteatotik
Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa
menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan
skuama ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini

Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.p.130-33
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw – Hill; 2008.p.396-401.
Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.5-8
Pemeriksaan Fisik

Rietschel dan Fowler mengusulkan hal-hal berikut sebagai kriteria diagnostik utama untuk dermatitis
kontak iritan :
a) Makula eritema, hyperkeratosis atau fisura predominan setelah terbentuk vesikel
b) Tampak kulit berlapis, kering atau melepuh
c) Bentuk sirkumskripta tajam pada kulit
d) Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan

Hogan D J. Contact Dermatitis, Irritant. [Online] 2009 [cited 2011 January 8]:[4 screens]. Available from: URL: http://emedicine.medscape/ article/1049352-overview.htm
Anonim. Contact Dermatitis. [Online] 2009 [cited 2011 January 9]:[1 screen]. Available from: URL: http://nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article
/000869..htm
Pemeriksaan Fisik

Hogan D J. Contact Dermatitis, Irritant. [Online] 2009 [cited 2011 January 8]:[4 screens]. Available from: URL: http://emedicine.medscape/ article/1049352-overview.htm
Anonim. Contact Dermatitis. [Online] 2009 [cited 2011 January 9]:[1 screen]. Available from: URL: http://nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article
/000869..htm
Tatalaksana

•Kompres dingin dengan Burrow’s solution


Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel dan membantu mengurangi pertumbuhan
bakteri. Kompres ini diganti setiap 2- 3 jam.
•Glukokortikoid topikal
Efek topical dari glukokortikoid pada penderita DKI akut masih kontrofersional karena efek yang ditimbulkan,
namun pada penggunaan yang lama dari corticosteroid dapat menimbulkan kerusakan kulit pada stratum
korneum.Pada pengobatan untuk DKI akut yang berat, mungkin dianjurkan pemberian prednison pada 2 minggu
pertama, 60 mg dosis inisial, dan di tappering 10mg
•Antibiotik dan antihistamin
Secara klinis, infeksi diobati dengan menggunakan antibiotik oral untuk mencegah perkembangan selulit dan
untuk mempercepat penyembuhan. Secara bersamaan, glukokortikoid topikal, emolien, dan antiseptik juga
digunakan. Sedangkan antihistamin mungkin dapat mengurangi pruritus yang disebabkan oleh dermatitis akibat
iritan

Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.461-5
Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw – Hill; 2005.
Loffer H and Isaak E, editors. Primary Prevention Of Irritant Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.401-6
Tatalaksana

•Anastesi
Lidokain, prokain, dan beberapa anastesi lokal yang lain berguna untuk menurunkan sensasi terbakar dan rasa gatal
pada kulit yang dihubungkan dengan dermatitis iritan oleh karena penekanan nosiseptor, dan mungkin dapat
menjadi pengobatan yang potensial untuk dermatitis kontak iritan
•Kationik Surfaktan
Surfaktan kationik benzalklonium klorida yang iritatif dapat meringankan gejala dalam penatalaksanaan iritasi
akibat anion kimia
•Emolien
Pelembab yang digunakan 3-4 kali sehari adalah tatalaksana yang sangat berguna. Menggunakan emolien ketika
kulit masih lembab dapat meningkatkan efek emolien. Emolien dengan perbandingan lipofilik : hidrofilik yang tinggi
diduga paling efektif karena dapat menghidrasi kulit lebih baik
•Imunosupresi Oral
Pada penatalaksanaan iritasi akut yang berat, glukokortikoid kerja singkat seperti prednisolon, dapat membantu
mengurangi respon inflamasi jika dikombinasikan dengan kortikosteroid topikal dan emolien
•Fototerapi dan Radioterapi Superfisial
Fototerapi telah berhasil digunakan untuk tatalaksana dermatitis kontak iritan, khususnya pada tangan. Modalitas
yang tersedia adalah fototerapi photochemotherapy ultraviolet A (PUVA) dan ultraviolet B, dimana penyinaran
dilakukan bersamaan dengan penggunaan fotosensitizer (soralen oral atau topical).
Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag
Berlin Heidelberg; 2006.p.461-5
Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology 5 th ed. New York: McGraw – Hill; 2005.
Loffer H and Isaak E, editors. Primary Prevention Of Irritant Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
xx
Heidelberg; 2006.p.401-6
Prognosis

• Prognosis baik untuk individu yang didiagnosis nonatopik dan ditangani dermatitis kontak iritan (ICD).
Individu dengan dermatitis atopik tetap sangat rentan terhadap dermatitis kontak iritan dan memiliki
kemungkinan lebih tinggi pada pekerjaan (misalnya perawa,penata rambut) yang menyebabkan lebih
banyak peradangan kulit pada pekerjaan ini

https://emedicine.medscape.com/article/912075-overview#a2
Pemeriksaan penunjang

•Patch Test
Patch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk
mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif
palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu).
Patch tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan
kemabali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik,
maka dapat didiagnosis sebagai DKI
•Kultur Bakteri
Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder bakteri
•Pemeriksaan KOH
Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada infeksi jamur superficial infeksi candida,
pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi dari lesi
•Pemeriksaan IgE
Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya diathetis atopic atau riwayat atopi

Hogan D J. Contact Dermatitis, Irritant. [Online] 2009 [cited 2011 January 8]:[4 screens]. Available from: URL: http://emedicine.medscape/ article/1049352-
Diagnosis Defrensial

Dermatitis Kontak Alergi


Dermatitis Atopi
Tinea Pedis

Bourke J, Coulson I, and English J. Guidelines For The Managemen Of Contact Dermatitis: An Update. London: British Journal of Dermatology; 2008.p.946-
54
Acrodermatitis enteropathica

Akrodermatitis enteropatika adalah suatu penyakit


langka yang diturunkan secara autosomal resesif
yang disebabkan oleh terhambatnya absorpsi zinc
dalam traktus digestivus

Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of  Medicine.
2007; 1: 57-9
Etiologi
• Etiopatogenesis defisiensi seng terjadi sebagai
akibat mutasi transpor protein seng yang
dikodekan oleh gen SLC39A4. Sebuah kasus
telah dilaporkan tentang pasien dengan mutasi
SLC39A4 yang memiliki kadar seng normal dan
fenotipe ringan.

Zimmerman AW, Hambidge KM, Lepow ML, Greenberg RD, Stover ML, Casey CE. Acrodermatitis in breast-fed premature infants: evidence for a defect of
mammary zinc secretion. Pediatrics. 1982 Feb. 69(2):176-83.
Patogenesis

• Penyebab defisiensi zinc dapat digolongkan dalam 2 kategori utama, yaitu akibat
konsumsi makanan dengan kadar zinc yang rendah atau sama sekali tidak
mengandung zinc, serta defisiensi sekunder yang  berhubungan dengan suatu
 berhubungan dengan suatu penyakit dan penyakit dan malfungsi genetik malfungsi
genetik yang mengganggu yang mengganggu absorpsi zinc intestinal dan/atau
meningkatkan kehilangan zinc intestinal
• Defisiensi zinc terjadi secara genetik dan didapat. Bentuk genetik  dikenal sebagai
dermatitis enteropatika yang merupakan kondisi autosomal resesif yang langka.
Bentuk defisiensi zinc didapat dikenal sebagai ‘dermatitis yang berhubungan dengan
defisiensi zinc’ dan terjadi pada pasien yang mendapat nutrisi parenteral total
secara berkepanjangan pada pasien dengan diare kronis atau pasien inflammatory
Mittal R, Sudha bowel
R, Murugansyndrome
S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of  Medicine.
2007; 1: 57-9
Jensen SL, McCuaig C, Zembowics A, Hurt MA. Bullous lesions in acrodermatitis enteropathica delaying diagnosis of zinc deficiency: A report of  two cases
and review of the literature. Journal of Cutaneous Pathology. 2008; 35: 1-13.
Patogenesis

• Kondisi ini biasanya muncul beberapa hari sampai beberapa minggu setelah
kelahiran pada bayi yang hanya diberi susu sapi atau segera muncul pada bayi yang
lebih besar saat peralihan dari ASI ke susu sapi. Walaupun ASI dan susu sapi
mengandung zinc kadar dalam kadar yang sama, zinc pada ASI memiliki
bioavailabilitas yang lebih tinggi dalam tubuh bayi. Zinc dalam ASI berikatan
dengan ligan berberat molekul rendah yang diproduksi oleh pancreas, sedangkan
susu sapi berikatan dengan ligan yang  berat molekulnya tinggi. Ikatan zinc-ligan ini
terbentuk di lumen intestinal dan  berfungsi  berfungsi membantu membantu
transportasi transportasi zinc di mukosa. mukosa. Malfungsi Malfungsi pada
produksi, produksi, strktur, atau fungsi ligan berberat molekul rendah ini dapat
menjadi defek  dasar pada akrodermatitis enteropatika
Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of  Medicine.
2007; 1: 57-9
Jensen SL, McCuaig C, Zembowics A, Hurt MA. Bullous lesions in acrodermatitis enteropathica delaying diagnosis of zinc deficiency: A report of  two cases
and review of the literature. Journal of Cutaneous Pathology. 2008; 35: 1-13.
Epidemiologi

Frekuensi
Amerika serikat : Frekuensi acrodermatitis enteropathica tidak diketahui
Internasional :Diperkirakan 1 dari 500.000 orang di Denmark terkena acrodermatitis
enteropathica

USIA
Acrodermatitis enteropathica biasanya muncul dalam beberapa minggu pertama setelah lahir jika
anak diberi makan susu sapi atau tidak lama setelah berhenti menyusui. Acrodermatitis
enteropathica dapat terjadi pada anak-anak yang masih menyusui dengan kadar zinc dalam ASI
rendah.
Griffiths C, Barker J, Bleiker T, Chalmers R, Creamer D, eds. Rook's Textbook of Dermatology. 9th ed. Wiley-Blackwell; 2016
Roberts LJ, Shadwick CF, Bergstresser PR. Zinc deficiency in two full-term breast-fed infants. J Am Acad Dermatol. 1987 Feb. 16(2 Pt 1):301-4..
Gejala

Manifestasi klinis akrodermatitis enteropatika


ditandai dengan trias yang meliputi tiga hal
berikut
Gejala
I. Dermatitis Akral
• Perubahan kulit awal berupa eritema dan skuama pada lipatan nasolabial dan
retroaurikula, yang berkembang ke leher, inguinal, axilla, dan  perineum
• Secara bersamaan, bersamaan, cheilitis cheilitis angular, angular, stomatitis,
stomatitis, dan glossitis glossitis dapat terjadi
• Lesi juga sering melibatkan area yang rentan terhadap gesekan dan trauma seperti
lutut, siku, tumit, dan kulit kepala belakang.
• Lesi bersifat Lesi bersifat simetris, berupa simetris, berupa plak eritematosa
kecoklatan annular yang  berskuama dan berkrusta dengan batas tegas Seiring
waktu. plak ini dapat ini dapat menjadi hiperkeratotik dan menyerupai psoriasis
Gambar .Erosi dan krusta pada wajah
• Seiring perkembangan  penyakit, plak ini menjadi menjadi plak vesikobulosa,
pustule, dan erosif. Vesikel atau bula dapat timbul pada ujung jari dan telapak
tangan. Perubahan pada kuku dapat terlihat sebagai perubahan warna menjadi
kecoklatan, dan   paronikia sering ditemukan
• Distribusi ruam pada wajah, tangan, tungkai dan area anogenital merupakan tanda
tungkai dan area anogenital merupakan tanda patogno patognomonik kelainan ini
Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of  Medicine. 2007; 1: 57-9
Rostan EF, DeBuys HV, Madey DL, Pinnel SR. Evidence supporting zinc as an important antioxidant for skin. International Journal of Dermatology. 2002; 41: 606-11.
 Nriagu,  Nriagu, Jerome. Jerome. Zinc Deficiency Deficiency in Human Health. Health. University University of Michigan. Michigan. 2007
Gambar Lesi berkrusta di sekitar daerah
anogenital dan tungkai

Gambar Lesi simetris


Gejala
II. Alopesia
Hilangnya rambut terjadi secara difus pada kulit kepala, alis, dan bulu mata.

Gambar. Alopesia pada kepala dan bulu mata

Oakley A. Acrodermatitis enteropathica. New Zealand Dermatological Society. 2008


Gejala
III. Diare
• Terdapat data dari banyak penelitian klinis bahwa suplementasi zinc, baik
digunakan terpisah maupun bersamaan dengan cairan rehidrasi oral dapat
menurunkan durasi dan tingkat keparahan diare akut dan diare persisten
serta disentri pada anak secara signifikan
• Efek  menguntungkan suplementasi zinc dalam penyembuhan diare
dilaporkan lebih banyak pada anak dengan gangguan pertumbuhan, suatu
kondisi yang berhubungan dengan defisiensi zinc
.

 Nriagu,  Nriagu, Jerome. Jerome. Zinc Deficiency Deficiency in Human Health. Health. University University of Michigan. Michigan. 2007
Gejala

Selain tiga hal tersebut, manifestasi klinis yang lain meliputi adanya
• konjunctivitis
• sensitivitas terhadap cahaya
• stomatitis
• gangguan nafsu makan
• apatis
• mood  yang irritabel (bayi menangis dan merengek terusmenerus)
• gangguan pertumbuhan
• kegagalan berkembang
• kelambatan  penyembuhan luka
• Pubertas yang terlambat
• hipogonadisme pada remaja laki-laki merupakan efek jangka panjang yang dapat terjadi

Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of  Medicine.
2007; 1: 57-9.
Oakley A. Acrodermatitis enteropathica. New Zealand Dermatological Society. 2008
Pemeriksaan Fisik

• Biasanya ditemukan Lesi eritematosa, vesikulobulosa, atau pustular yang menyebabkan lesi kering,
bersisik, atau ekzematoid yang tersebar di sekitar area periorificial dan akral tubuh merupakan
karakteristik AE
• Perbatasan area yang terkena dampak berbatas tegas dan memiliki aksentuasi skala mirip craquelé di
pinggiran. Paronikia dan bulosa mungkin ada dan kadang dibingungkan epidermolisis bulosa
• Rambut rontok sebagian atau total mungkin terlihat. Dalam 58 kasus,penelitian Wells dan Winkelman
menemukan bahwa 91% pasien mereka mengalami diare, 98% menderita alopecia, 96% mengalami
distrofi kuku, dan 100% menderita dermatitis.

• Defisiensi seng dapat memiliki gambaran klinis yang lebih ringan yang ditandai dengan dermatitis eksim
atau psoriasiform disertai perlèche. Area tekanan atau gesekan juga mungkin terlibat. Beberapa plak
tampak annular atau nummular dan mungkin tidak meradang pada pasien yang tidak terdiagnosis kronis.

• Tanda-tanda infeksi sekunder (yaitu kandidiasis) dapat mengaburkan presentasi


Tatalaksana

• Penatalaksanaan meliputi asupan Zn yang adekuat dengan suplementasi zinc oral.


• Zinc glukonat dapat ditoleransi tubuh dengan lebih baik daripasa zinc sulfat. Respon terapi
biasanyatampakpada hari ke-2 sampai ke-7. Lesi  biasanya  biasanya menyembuh menyembuh dalam 2-4
minggu
• Zinc oral yang diberikan dengan dosis 2 mg/kgBB/hari terbukti menyembuhkan seluruh manifestasi klinis
dalam 1-2 minggu. Kadar zinc serum meningkat dari sebesar 6 µg/dl menjadi sebesar 75 µg/dl setelah 3
hari terapi zinc
• Dalam laporan kasus yang lain, zinc sulfat yang diberikan dalam dosis 5 mg/kgBB/hari mengakibatkan
 penyembuhan  penyembuhan cepat diare dalam 24 jam dan penyembuhan penyembuhan lesi dalam 1-2
minggu

Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of  Medicine.
2007; 1: 57-9
Jensen SL, McCuaig C, Zembowics A, Hurt MA. Bullous lesions in acrodermatitis enteropathica delaying diagnosis of zinc deficiency: A report of  two cases
and review of the literature. Journal of Cutaneous Pathology. 2008; 35: 1-13.
Oakley A. Acrodermatitis enteropathica. New Zealand Dermatological Society. 2008.
Prognosis

• Pasien yang tidak diobati dengan AE klasik biasanya meninggal dalam beberapa tahun pertama kehidupan.
Mereka mengalami retardasi pertumbuhan yang parah, diare, dermatitis, alopecia, infeksi bakteri dan
jamur sekunder, serta perubahan neurologis dan perilaku. Semua kondisi ini dapat disembuhkan dengan
terapi.

• Pasien dengan AE secara seragam menanggapi terapi seng dengan tingkat kelangsungan hidup 100%.
Dengan suplementasi seng, berbagai gejala benar-benar hilang atau membaik secara substansial.

https://emedicine.medscape.com/article/912075-overview#a2
Diagnosis Defrensial

• 1. Impetigo
• 2. Dermatitis seboroik
• 3. Kandidiasis kutan
• 4. Dermatitis akibat defisiensi asam lemak atau isoleusin
• 5. Dermatitis akibat defisiensi riboflavin

Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of  Medicine.
2007; 1: 57-9
Roman MAT, Arroyo AEH. Acrodermatitis enteropathica. Bol Med Hosp Infant Mex. 2012; 89 (6); 584-9
ANALISIS KASUS
Diagnosis Banding
- Diaper Candidiasis

Alexandro B, Rubi R, Andres T. Superficial Mycoses Associated with Diaper Dermatitis. Mycopathologia 2016. 181(9):671-679 tersedia dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5014885/
Novak G, Vučić M, Japundžić I, Meštrović J, Stanić S, Lugović L. Irritant And
Allergic Contact Dermatitis - Skin Lesion Characteristics. Acta Clin Croat.
2018;57(4):713-720 tersedia dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6544100/

Diagnosis Banding
- Dermatitis Kontak
Alergi
Diagnosis Banding
- Dermatitis kontak Iritan

Novak G, Vučić M, Japundžić I, Meštrović J, Stanić S, Lugović L. Irritant And Allergic Contact Dermatitis - Skin Lesion Characteristics. Acta Clin Croat.
2018;57(4):713-720 tersedia dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6544100/
Diagnosis Banding
- Acrodermatitis enteropthic
Ojeda and Mendez. 2020. Journal of Diaper Dermatitis
. Statpearls. NCBI

• Management of Diaper dermatitis cause “Candida albicans” has two main goals: healing of damaged skin, and prevention of rash
recurrence.

The strategies to achieve these goals include:


1. Good hygiene : is essential to maintain skin integrity and prevent further breakdown
Reducing the exposure to irritants, like urine and feces, can be achieved with frequent diaper changes, and using superabsorbent
diapers that help reduce skin over-hydration.
2. Bathing and cleaning the diaper area with water and soap-free cleanser.
3. The use of wet wipes has been controversial over the years, mainly due to the concern that the components could cause further
irritation to the skin. However, recent studies have shown that baby wipes do not cause any harm to the skin. Furthermore, the newer
formulations of wipes that include pH buffers help to balance the alkaline pH of the urine and prevent skin damage due to pH changes.
It is important to advise parents that the wipes should be free of soap, essential oils, or other fragrances, and harsh detergents that can
be irritant to the skin.
Ojeda and Mendez. 2020. Journal of Diaper Dermatitis
. Statpearls. NCBI

4. When treating candida diaper dermatitis, topical antifungals should be added to the regimen. Nystatin can be used first, applied
with every diaper change, with a generally good response; however, if by 1 to 3 days, there is no improvement of symptoms (also
keeping in mind Candida resistance to nystatin), switching to azoles is recommended. Clotrimazole, miconazole, or ketoconazole can
be used, applied twice a day for 7 to 10 days or min 2 – 3 weeks.

Example

( Mikonazol 1-2% (krim, solusio atau bedak )

M.O.A
Miconazole inhibits the synthesis of ergosterol, a major component of fungal cell membranes. This interferes with the barrier
function of the membrane and with membrane-bound enzymes.

Bind to the heme moiety of the fungal cytochrome P-450 dependent enzyme lanosterol 14-a-demethlyase. Inhibits 14-a-
demethlyase, blocks formation of ergosterol and leads to the buildup of toxic methylated 14-a-sterols. Both effects serve to inhibit
cell growth.
Siregar. 2017. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 3. Jakarta
:EGC.

Quo Prognosis Quo ad


sanation
ad Quo ad functionam
Bonam am
vitam Prognosis : Dubia ad
Bonam
 Baik

Bonam
 Diaper dermatitis cause “Candida albicans” has an excellent prognosis with appropriate diagnosis and with
timely adequate management. It is usually a mild, self-limiting disease.
DAFTAR PUSTAKA
• Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri
Ramachandara Journal of  Medicine. 2007; 1: 57-9
• Mashhod, AA. Role of correct dose of zinc sulphate in the treatment of  acrodermatitis enteropathica in two
siblings. Journal of Pakistan Association of Dermatologist. 2007; 17: 116-21
• Gonzales G. Acrodermatitis enteropathica in a breast-fed infant. Actas DermoSifiliograficas. 2012; 103: 170-2
• Jensen SL, McCuaig C, Zembowics A, Hurt MA. Bullous lesions in acrodermatitis enteropathica delaying diagnosis
of zinc deficiency: A report of  two cases and review of the literature. Journal of Cutaneous Pathology. 2008; 35: 1-
13.
• Rostan EF, DeBuys HV, Madey DL, Pinnel SR. Evidence supporting zinc as an important antioxidant for skin.
International Journal of Dermatology. 2002; 41: 606-11
• Nriagu,  Nriagu, Jerome. Jerome. Zinc Deficiency Deficiency in Human Health. Health. University University of
Michigan. Michigan. 2007
• Ackland ML, Michalczyk A. Zinc deficiency and its inherited disorders-a review. Genes and Nutrition. 2006; 1:
review. Genes and Nutrition. 2006; 1: 41-50
• Hoffnung L Hoffnung LA, Bilavsky E, Am A, Bilavsky E, Amir J. Acrodermatitis enteropathica ir J. Acrodermatitis
enteropathica in a 9 month in a 9 month old infant. IMA Journal. 2011; 13: 258
• Oakley A. Acrodermatitis enteropathica. New Zealand Dermatological Society. 2008
• Roman MAT, Arroyo AEH. Acrodermatitis enteropathica. Bol Med Hosp Infant Mex. 2012; 89 (6); 584-9
DAFTAR PUSTAKA
• Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM,
editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag
• Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general
medicine. 7th ed. New York: McGraw – Hill; 2008.p.396-401.
• Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard
IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.461-5
• Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit
Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.p.130-33.
• Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology 5 th ed. New
York: McGraw – Hill; 2005
• Loffer H and Isaak E, editors. Primary Prevention Of Irritant Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard IM,
editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.401-6
• Grand SS. Allergic Contact Dermatitis Versus Irritant Contact Dermatitis.[Online].2008. [cited 2011 January 9]:[30
screens]. Available from: URL:http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm
• Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
• Ulrike Blume-Peytavi, Pediatric Dermatology Vol. 31 No –429, 2014
Daftar Pustaka
1. Djuanda A. Ilmu penyaakit kulit dan kelamin. 2017. Badan Penerbit FKUI: Jakarta.
2. Alexandro B, Rubi R, Andres T. Superficial Mycoses Associated with Diaper Dermatitis. Mycopathologia 2016. 181(9):671-679
tersedia dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5014885/
3. Kristina MDR, William D. 2019. Acrodermatitis Enteropathica Workup Tersedia dari;
https://emedicine.medscape.com/article/1102575-overview
4. Amani H, Azolaibani Y, Saif G. 2017. Candida albicans and Napkin Dermatitis: Relationship and Lesion Severity Correlation.
Journal of medical science: Sudan tersedia dari https://knepublishing.com/index.php/SJMS/article/view/934/2579#info
5. Novak G, Vučić M, Japundžić I, Meštrović J, Stanić S, Lugović L. Irritant And Allergic Contact Dermatitis - Skin Lesion
Characteristics. Acta Clin Croat. 2018;57(4):713-720 tersedia dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6544100/
6. Ojeda and Mendez. 2020. Journal of Diaper Dermatitis. Statpearls. NCBI.
7. Siregar. 2017. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 3. Jakarta :EGC.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai