Diaper Candidiasis
Preseptor
dr. Yulisna, Sp.KK
Oleh
Ahmad Syahputra
Citara Tri Utami
Christi Natalia Sirait
Dita Ayu Permata Dewi
Fikta Zakia Nurfaizah
Status Generalis
• Ku : Tampak sakit sedang
• Kes : Compos Mentis
• Berat badan : 4,5 kg
• Panjang badan : 54 cm
Palpasi
• Kelainan kulit: apakah ada pembesaran KGB, tanda inflamasi
Pemeriksaan penunjang (Anjuran) Bahan larut air di larutkan
dengan air, bahan tak larut
air di larutkan dengan
vaselin atau minyak mineral
Dermatitis harus
sudah tenang
Mendukung DKA
• Uji tempel
Khusus
Antimikotik Topikal
Miconazole Nitrate 2%, 10 g, cream (gunakan 2x
sehari 14-28 hari)
Contoh Penulisan Resep
dr. Pita
08989192633
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Pro : An. X
Usia : 26 hari
Quo Prognosis Quo ad
sanation
ad Quo ad functionam
Bonam am
vitam Dubia ad
Bonam Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Candida Diaper Dermatitis
Dermatitis popok (semua penyebab) adalah kondisi dermatologis tersering
pada masa bayi.
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Faktor Resiko
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Patogenesis Gesekan Kelembaban yang Berlebihan
• Gejala klinis
• Pemeriksaan fisik (status dermatologis)
• Pemeriksaan KOH 10% : ditemukan pseudohypha (terutama dari lesi
satelit)
Tatalaksana
IMIDAZOL
-Klotrimazol, mikonazol, ketokonazol dan bifonazol
- Diterapkan dua kali sehari selama 7-10 hari dengan angka kesembuhan tinggi (50
sampai 68%)
NYSTATIN
- Umum digunakan.
- Kurang efektif dibandingkan imidazol. Ganti jika tidak ada respon dalam 2-3 hari
CICLOPIROX
- diterapkan dua kali sehari selama 7 hari
SERTACONAZOLE
- fungisida dengan daya tahan kulit yang lama (sampai 72 jam).
- spektrum luas generasi ketiga diterapkan dua kali sehari selama 14 hari.
Non-Farmakologi
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah pasien DKA lebih sedikit, karena hanya
mengenai orang dengan keadaan kulit sangat peka (hipersensitif). Diperkirakan
jumlah DKA maupun DKI semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah
produk yang mengandung bahan kimia yang di- pakai oleh masyarakat.
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Patogenesis
Fase sensitisasi
Terjadi saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit mengenal dan
memberi respons, yang memerlukan 2-3 minggu.
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Patogenesis
Fase Elisitasi
Terjadi saat pajanan ulang dengan alergen yang sama sampai timbul gejala klinis.
Terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama Sel efektor yang telah tersensitisasi
mengeluarkan limfokin yang mampu menarik berbagai sel radang sehingga terjadi
gejala klinis
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Dermatitis Kontak Alergi
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Pemeriksaan Kulit
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Pemeriksaan Penunjang
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Penatalaksanaan
• Umum : Hindari faktor penyebab.
• Khusus
Sistemik:
• Antihistamin
• Kortikosteroid: metilprednison, metilprednisolon atau triamsinolon.
Topikal:
• Jika lesi basah diberi kompres KMnO4 1/5000.
• Jika sudah mengering diberi kortikosteroid topikal seperti hidrokortison 1-
2%, triamsinolon 0,7%, fluosinolon 0,025%, desoksimetason 2-2,5% dan
betametason-dipropionat 0,05%.
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Prognosis
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
Dermatitis Kontak Iritan
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7 th ed. New York: McGraw – Hill;
2008.p.396-401.
Etiologi
1. Faktor Eksogen
Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik
konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi,
ionisasi, bahan dasar, kelarutan
sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya
pajanan dan jenis kontak, pajanan serentak
dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah
pajanansebelumnya
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7 th ed. New York: McGraw – Hill;
2008.p.396-401.
Etiologi
Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang
terpajan dan suhu, danfaktor mekanik seperti
tekanan, gesekan atau goresan. Kelembapan
lingkunanyang rendah dan suhu dingin
menurunkan kadar air pada stratum korneum
yangmenyebabkan kulit lebih rentan pada bahn
iritan.
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7 th ed. New York: McGraw – Hill;
2008.p.396-401.
Etiologi
2. Faktor Endogen
Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan radikal
bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan,dan kemampuan untuk membentuk
perlindungan heat shock Protein semuanya dibawah kontrol genetik
Jenis kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, danwanita dilaporkan paling
banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara jenis kelamin dengan dengan kerentanan kulit,
wanita lebih banyak terpajan oleh bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan
daripadalaki-laki
Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan- bahan kimia dan bahan
iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada kecurigaan pada peningkatan
pertahanan kulit denganmeningkatnya umur
Grand SS. Allergic Contact Dermatitis Versus Irritant Contact Dermatitis.[Online].2008. [cited 2011 January 9]:[30 screens]. Available from:
URL:http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm
Wilkinson SM, and Beck MH. Rook’s Textbook Of Dermatology 7th ed. Australia: Blackwell Publishing. 2004.chapter 19.
Etiologi
SUKU/RAS
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi berkembangnya dermatitis kontak
iritan secara signifikan. Karena eritemasulit diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan
eritemasebagai satu-satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkinsudah sampai pada kesalahan
interpretasi bahwa kulit hitam lebih resistenterhadap bahan iritan dari pada kulit putih
Lokasi Kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan,sehingga kulit wajah, leher, skrotum, dan
bagian dorsal tangan lebih rentanterhadap dermatitis kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jikadibandingkan
lebih resisten,
Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitisiritan pada tangan. Riwayat
dermatitis atopi kelihatannya berhubungandengan peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan
karenarendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, danlambatnya proses
penyembuhan.Pada pasien dengan dermatitis atopimisalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika
terpajan oleh bahaniritan
Grand SS. Allergic Contact Dermatitis Versus Irritant Contact Dermatitis.[Online].2008. [cited 2011 January 9]:[30 screens]. Available from:
URL:http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm
Wilkinson SM, and Beck MH. Rook’s Textbook Of Dermatology 7th ed. Australia: Blackwell Publishing. 2004.chapter 19.
Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahaniritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkandengan
dermatitis kontak iritan, yaitu
• Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
• Jejas pada mebran sel
• Denaturasi keratin epidermis
• Efek sitotoksik langsung
Rustenmeyer T, Ingrid MW, B.Mary E, Sue G, Rik JS, editors. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5th ed. New York:
Springer.2011.p.43-8
Patogenesis
A. Bahan iritan fisik dan kimia memicu pelepasan
sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut
sinyal bahaya
B. Sel epidermis dan dermis merespon sinyal bahaya
tersebut
C. Setelah itu sel sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel
residen dan sel inflamasi yang sudah
terinfiltrasi,sitokin utama pada proses ini adalah
CXCL 8
D. Sebagai akibatnya dari produksi sitokin
inflamasi,banyak sel inflamasi termasuk neutrofil
diserang dan dibawa pengaruh picuan inflamasi
mengeluarkan mediator inflamasi
Rustenmeyer T, Ingrid MW, B.Mary E, Sue G, Rik JS, editors. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5th ed. New York:
Springer.2011.p.43-8
Epidemiologi
GLOBAL
dalam beberapa studi Eropa di antara karyawan dalam pekerjaan berisiko tinggi, seperti tata
rambut, perawatan kesehatan, dan pengerjaan logam, prevalensi 1 tahun adalah antara 20% dan
30%.
https://emedicine.medscape.com/article/1049353-overview#a5
GAMBARAN KLINIS
Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuatmemberikan gejala akut,
sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal yang mempengaruhi
sebagaimana yang disebutkan sebelumnya.Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh
faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu
•Dermatitis Kontak Iritan Akut
Pada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla. Luas kelainanya
sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas. Pada beberapa individu, gejala subyektif
(rasa terbakar, rasa tersengat mungkin hanya satu-satunya manifestasi. Rasa sakit dapat
terjadi dalam beberapa detik dari pajanan. Spektrum perubahan kulit berupa eritma
hingga vesikel dan bahan pajanan bahan yang dapat membakar kulit dapat menyebabkan
nekrosis. Secara klasik, pembentukan dermatitis akut biasanya sembuh segera setelah
pajanan, dengan asumsi tidak ada pajanan ulang– hal ini dikenal sebagai “decrescendo
phenomenon”
Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.p.130-33
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw – Hill; 2008.p.396-401.
Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.5-8
GAMBARAN KLINIS
• Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa
skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di
dorsum dari tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang
terpajan dengan pekerjaan basah. Reaksi iritasi dapat sembuh,
menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.
• Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)
Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah tauma akut pada kulit seperti
panas atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar
6 minggu atau lebih lama.1,6 Pada proses penyembuhan, akan terjadi
eritema, skuama, papul dan vesikel. Secara klinik gejala mirip dengan
dermatitis numular.
Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.p.130-33
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw – Hill; 2008.p.396-401.
Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.5-8
GAMBARAN KLINIS
Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.p.130-33
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw – Hill; 2008.p.396-401.
Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.5-8
GAMBARAN KLINIS
• Dermatitis Asteatotik
Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa
menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan
skuama ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini
Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.p.130-33
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw – Hill; 2008.p.396-401.
Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.5-8
Pemeriksaan Fisik
Rietschel dan Fowler mengusulkan hal-hal berikut sebagai kriteria diagnostik utama untuk dermatitis
kontak iritan :
a) Makula eritema, hyperkeratosis atau fisura predominan setelah terbentuk vesikel
b) Tampak kulit berlapis, kering atau melepuh
c) Bentuk sirkumskripta tajam pada kulit
d) Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan
Hogan D J. Contact Dermatitis, Irritant. [Online] 2009 [cited 2011 January 8]:[4 screens]. Available from: URL: http://emedicine.medscape/ article/1049352-overview.htm
Anonim. Contact Dermatitis. [Online] 2009 [cited 2011 January 9]:[1 screen]. Available from: URL: http://nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article
/000869..htm
Pemeriksaan Fisik
Hogan D J. Contact Dermatitis, Irritant. [Online] 2009 [cited 2011 January 8]:[4 screens]. Available from: URL: http://emedicine.medscape/ article/1049352-overview.htm
Anonim. Contact Dermatitis. [Online] 2009 [cited 2011 January 9]:[1 screen]. Available from: URL: http://nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article
/000869..htm
Tatalaksana
Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.461-5
Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw – Hill; 2005.
Loffer H and Isaak E, editors. Primary Prevention Of Irritant Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.401-6
Tatalaksana
•Anastesi
Lidokain, prokain, dan beberapa anastesi lokal yang lain berguna untuk menurunkan sensasi terbakar dan rasa gatal
pada kulit yang dihubungkan dengan dermatitis iritan oleh karena penekanan nosiseptor, dan mungkin dapat
menjadi pengobatan yang potensial untuk dermatitis kontak iritan
•Kationik Surfaktan
Surfaktan kationik benzalklonium klorida yang iritatif dapat meringankan gejala dalam penatalaksanaan iritasi
akibat anion kimia
•Emolien
Pelembab yang digunakan 3-4 kali sehari adalah tatalaksana yang sangat berguna. Menggunakan emolien ketika
kulit masih lembab dapat meningkatkan efek emolien. Emolien dengan perbandingan lipofilik : hidrofilik yang tinggi
diduga paling efektif karena dapat menghidrasi kulit lebih baik
•Imunosupresi Oral
Pada penatalaksanaan iritasi akut yang berat, glukokortikoid kerja singkat seperti prednisolon, dapat membantu
mengurangi respon inflamasi jika dikombinasikan dengan kortikosteroid topikal dan emolien
•Fototerapi dan Radioterapi Superfisial
Fototerapi telah berhasil digunakan untuk tatalaksana dermatitis kontak iritan, khususnya pada tangan. Modalitas
yang tersedia adalah fototerapi photochemotherapy ultraviolet A (PUVA) dan ultraviolet B, dimana penyinaran
dilakukan bersamaan dengan penggunaan fotosensitizer (soralen oral atau topical).
Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag
Berlin Heidelberg; 2006.p.461-5
Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology 5 th ed. New York: McGraw – Hill; 2005.
Loffer H and Isaak E, editors. Primary Prevention Of Irritant Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
xx
Heidelberg; 2006.p.401-6
Prognosis
• Prognosis baik untuk individu yang didiagnosis nonatopik dan ditangani dermatitis kontak iritan (ICD).
Individu dengan dermatitis atopik tetap sangat rentan terhadap dermatitis kontak iritan dan memiliki
kemungkinan lebih tinggi pada pekerjaan (misalnya perawa,penata rambut) yang menyebabkan lebih
banyak peradangan kulit pada pekerjaan ini
https://emedicine.medscape.com/article/912075-overview#a2
Pemeriksaan penunjang
•Patch Test
Patch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk
mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif
palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu).
Patch tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan
kemabali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik,
maka dapat didiagnosis sebagai DKI
•Kultur Bakteri
Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder bakteri
•Pemeriksaan KOH
Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada infeksi jamur superficial infeksi candida,
pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi dari lesi
•Pemeriksaan IgE
Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya diathetis atopic atau riwayat atopi
Hogan D J. Contact Dermatitis, Irritant. [Online] 2009 [cited 2011 January 8]:[4 screens]. Available from: URL: http://emedicine.medscape/ article/1049352-
Diagnosis Defrensial
Bourke J, Coulson I, and English J. Guidelines For The Managemen Of Contact Dermatitis: An Update. London: British Journal of Dermatology; 2008.p.946-
54
Acrodermatitis enteropathica
Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of Medicine.
2007; 1: 57-9
Etiologi
• Etiopatogenesis defisiensi seng terjadi sebagai
akibat mutasi transpor protein seng yang
dikodekan oleh gen SLC39A4. Sebuah kasus
telah dilaporkan tentang pasien dengan mutasi
SLC39A4 yang memiliki kadar seng normal dan
fenotipe ringan.
Zimmerman AW, Hambidge KM, Lepow ML, Greenberg RD, Stover ML, Casey CE. Acrodermatitis in breast-fed premature infants: evidence for a defect of
mammary zinc secretion. Pediatrics. 1982 Feb. 69(2):176-83.
Patogenesis
• Penyebab defisiensi zinc dapat digolongkan dalam 2 kategori utama, yaitu akibat
konsumsi makanan dengan kadar zinc yang rendah atau sama sekali tidak
mengandung zinc, serta defisiensi sekunder yang berhubungan dengan suatu
berhubungan dengan suatu penyakit dan penyakit dan malfungsi genetik malfungsi
genetik yang mengganggu yang mengganggu absorpsi zinc intestinal dan/atau
meningkatkan kehilangan zinc intestinal
• Defisiensi zinc terjadi secara genetik dan didapat. Bentuk genetik dikenal sebagai
dermatitis enteropatika yang merupakan kondisi autosomal resesif yang langka.
Bentuk defisiensi zinc didapat dikenal sebagai ‘dermatitis yang berhubungan dengan
defisiensi zinc’ dan terjadi pada pasien yang mendapat nutrisi parenteral total
secara berkepanjangan pada pasien dengan diare kronis atau pasien inflammatory
Mittal R, Sudha bowel
R, Murugansyndrome
S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of Medicine.
2007; 1: 57-9
Jensen SL, McCuaig C, Zembowics A, Hurt MA. Bullous lesions in acrodermatitis enteropathica delaying diagnosis of zinc deficiency: A report of two cases
and review of the literature. Journal of Cutaneous Pathology. 2008; 35: 1-13.
Patogenesis
• Kondisi ini biasanya muncul beberapa hari sampai beberapa minggu setelah
kelahiran pada bayi yang hanya diberi susu sapi atau segera muncul pada bayi yang
lebih besar saat peralihan dari ASI ke susu sapi. Walaupun ASI dan susu sapi
mengandung zinc kadar dalam kadar yang sama, zinc pada ASI memiliki
bioavailabilitas yang lebih tinggi dalam tubuh bayi. Zinc dalam ASI berikatan
dengan ligan berberat molekul rendah yang diproduksi oleh pancreas, sedangkan
susu sapi berikatan dengan ligan yang berat molekulnya tinggi. Ikatan zinc-ligan ini
terbentuk di lumen intestinal dan berfungsi berfungsi membantu membantu
transportasi transportasi zinc di mukosa. mukosa. Malfungsi Malfungsi pada
produksi, produksi, strktur, atau fungsi ligan berberat molekul rendah ini dapat
menjadi defek dasar pada akrodermatitis enteropatika
Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of Medicine.
2007; 1: 57-9
Jensen SL, McCuaig C, Zembowics A, Hurt MA. Bullous lesions in acrodermatitis enteropathica delaying diagnosis of zinc deficiency: A report of two cases
and review of the literature. Journal of Cutaneous Pathology. 2008; 35: 1-13.
Epidemiologi
Frekuensi
Amerika serikat : Frekuensi acrodermatitis enteropathica tidak diketahui
Internasional :Diperkirakan 1 dari 500.000 orang di Denmark terkena acrodermatitis
enteropathica
USIA
Acrodermatitis enteropathica biasanya muncul dalam beberapa minggu pertama setelah lahir jika
anak diberi makan susu sapi atau tidak lama setelah berhenti menyusui. Acrodermatitis
enteropathica dapat terjadi pada anak-anak yang masih menyusui dengan kadar zinc dalam ASI
rendah.
Griffiths C, Barker J, Bleiker T, Chalmers R, Creamer D, eds. Rook's Textbook of Dermatology. 9th ed. Wiley-Blackwell; 2016
Roberts LJ, Shadwick CF, Bergstresser PR. Zinc deficiency in two full-term breast-fed infants. J Am Acad Dermatol. 1987 Feb. 16(2 Pt 1):301-4..
Gejala
Nriagu, Nriagu, Jerome. Jerome. Zinc Deficiency Deficiency in Human Health. Health. University University of Michigan. Michigan. 2007
Gejala
Selain tiga hal tersebut, manifestasi klinis yang lain meliputi adanya
• konjunctivitis
• sensitivitas terhadap cahaya
• stomatitis
• gangguan nafsu makan
• apatis
• mood yang irritabel (bayi menangis dan merengek terusmenerus)
• gangguan pertumbuhan
• kegagalan berkembang
• kelambatan penyembuhan luka
• Pubertas yang terlambat
• hipogonadisme pada remaja laki-laki merupakan efek jangka panjang yang dapat terjadi
Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of Medicine.
2007; 1: 57-9.
Oakley A. Acrodermatitis enteropathica. New Zealand Dermatological Society. 2008
Pemeriksaan Fisik
• Biasanya ditemukan Lesi eritematosa, vesikulobulosa, atau pustular yang menyebabkan lesi kering,
bersisik, atau ekzematoid yang tersebar di sekitar area periorificial dan akral tubuh merupakan
karakteristik AE
• Perbatasan area yang terkena dampak berbatas tegas dan memiliki aksentuasi skala mirip craquelé di
pinggiran. Paronikia dan bulosa mungkin ada dan kadang dibingungkan epidermolisis bulosa
• Rambut rontok sebagian atau total mungkin terlihat. Dalam 58 kasus,penelitian Wells dan Winkelman
menemukan bahwa 91% pasien mereka mengalami diare, 98% menderita alopecia, 96% mengalami
distrofi kuku, dan 100% menderita dermatitis.
• Defisiensi seng dapat memiliki gambaran klinis yang lebih ringan yang ditandai dengan dermatitis eksim
atau psoriasiform disertai perlèche. Area tekanan atau gesekan juga mungkin terlibat. Beberapa plak
tampak annular atau nummular dan mungkin tidak meradang pada pasien yang tidak terdiagnosis kronis.
Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of Medicine.
2007; 1: 57-9
Jensen SL, McCuaig C, Zembowics A, Hurt MA. Bullous lesions in acrodermatitis enteropathica delaying diagnosis of zinc deficiency: A report of two cases
and review of the literature. Journal of Cutaneous Pathology. 2008; 35: 1-13.
Oakley A. Acrodermatitis enteropathica. New Zealand Dermatological Society. 2008.
Prognosis
• Pasien yang tidak diobati dengan AE klasik biasanya meninggal dalam beberapa tahun pertama kehidupan.
Mereka mengalami retardasi pertumbuhan yang parah, diare, dermatitis, alopecia, infeksi bakteri dan
jamur sekunder, serta perubahan neurologis dan perilaku. Semua kondisi ini dapat disembuhkan dengan
terapi.
• Pasien dengan AE secara seragam menanggapi terapi seng dengan tingkat kelangsungan hidup 100%.
Dengan suplementasi seng, berbagai gejala benar-benar hilang atau membaik secara substansial.
https://emedicine.medscape.com/article/912075-overview#a2
Diagnosis Defrensial
• 1. Impetigo
• 2. Dermatitis seboroik
• 3. Kandidiasis kutan
• 4. Dermatitis akibat defisiensi asam lemak atau isoleusin
• 5. Dermatitis akibat defisiensi riboflavin
Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri Ramachandara Journal of Medicine.
2007; 1: 57-9
Roman MAT, Arroyo AEH. Acrodermatitis enteropathica. Bol Med Hosp Infant Mex. 2012; 89 (6); 584-9
ANALISIS KASUS
Diagnosis Banding
- Diaper Candidiasis
Alexandro B, Rubi R, Andres T. Superficial Mycoses Associated with Diaper Dermatitis. Mycopathologia 2016. 181(9):671-679 tersedia dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5014885/
Novak G, Vučić M, Japundžić I, Meštrović J, Stanić S, Lugović L. Irritant And
Allergic Contact Dermatitis - Skin Lesion Characteristics. Acta Clin Croat.
2018;57(4):713-720 tersedia dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6544100/
Diagnosis Banding
- Dermatitis Kontak
Alergi
Diagnosis Banding
- Dermatitis kontak Iritan
Novak G, Vučić M, Japundžić I, Meštrović J, Stanić S, Lugović L. Irritant And Allergic Contact Dermatitis - Skin Lesion Characteristics. Acta Clin Croat.
2018;57(4):713-720 tersedia dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6544100/
Diagnosis Banding
- Acrodermatitis enteropthic
Ojeda and Mendez. 2020. Journal of Diaper Dermatitis
. Statpearls. NCBI
• Management of Diaper dermatitis cause “Candida albicans” has two main goals: healing of damaged skin, and prevention of rash
recurrence.
4. When treating candida diaper dermatitis, topical antifungals should be added to the regimen. Nystatin can be used first, applied
with every diaper change, with a generally good response; however, if by 1 to 3 days, there is no improvement of symptoms (also
keeping in mind Candida resistance to nystatin), switching to azoles is recommended. Clotrimazole, miconazole, or ketoconazole can
be used, applied twice a day for 7 to 10 days or min 2 – 3 weeks.
Example
M.O.A
Miconazole inhibits the synthesis of ergosterol, a major component of fungal cell membranes. This interferes with the barrier
function of the membrane and with membrane-bound enzymes.
Bind to the heme moiety of the fungal cytochrome P-450 dependent enzyme lanosterol 14-a-demethlyase. Inhibits 14-a-
demethlyase, blocks formation of ergosterol and leads to the buildup of toxic methylated 14-a-sterols. Both effects serve to inhibit
cell growth.
Siregar. 2017. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 3. Jakarta
:EGC.
Bonam
Diaper dermatitis cause “Candida albicans” has an excellent prognosis with appropriate diagnosis and with
timely adequate management. It is usually a mild, self-limiting disease.
DAFTAR PUSTAKA
• Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adhikrisnan, Shobana S, Anandan S. Acrodermatitis entheropatica: A case report. Sri
Ramachandara Journal of Medicine. 2007; 1: 57-9
• Mashhod, AA. Role of correct dose of zinc sulphate in the treatment of acrodermatitis enteropathica in two
siblings. Journal of Pakistan Association of Dermatologist. 2007; 17: 116-21
• Gonzales G. Acrodermatitis enteropathica in a breast-fed infant. Actas DermoSifiliograficas. 2012; 103: 170-2
• Jensen SL, McCuaig C, Zembowics A, Hurt MA. Bullous lesions in acrodermatitis enteropathica delaying diagnosis
of zinc deficiency: A report of two cases and review of the literature. Journal of Cutaneous Pathology. 2008; 35: 1-
13.
• Rostan EF, DeBuys HV, Madey DL, Pinnel SR. Evidence supporting zinc as an important antioxidant for skin.
International Journal of Dermatology. 2002; 41: 606-11
• Nriagu, Nriagu, Jerome. Jerome. Zinc Deficiency Deficiency in Human Health. Health. University University of
Michigan. Michigan. 2007
• Ackland ML, Michalczyk A. Zinc deficiency and its inherited disorders-a review. Genes and Nutrition. 2006; 1:
review. Genes and Nutrition. 2006; 1: 41-50
• Hoffnung L Hoffnung LA, Bilavsky E, Am A, Bilavsky E, Amir J. Acrodermatitis enteropathica ir J. Acrodermatitis
enteropathica in a 9 month in a 9 month old infant. IMA Journal. 2011; 13: 258
• Oakley A. Acrodermatitis enteropathica. New Zealand Dermatological Society. 2008
• Roman MAT, Arroyo AEH. Acrodermatitis enteropathica. Bol Med Hosp Infant Mex. 2012; 89 (6); 584-9
DAFTAR PUSTAKA
• Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM,
editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag
• Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general
medicine. 7th ed. New York: McGraw – Hill; 2008.p.396-401.
• Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard
IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.461-5
• Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit
Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.p.130-33.
• Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology 5 th ed. New
York: McGraw – Hill; 2005
• Loffer H and Isaak E, editors. Primary Prevention Of Irritant Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard IM,
editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.401-6
• Grand SS. Allergic Contact Dermatitis Versus Irritant Contact Dermatitis.[Online].2008. [cited 2011 January 9]:[30
screens]. Available from: URL:http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm
• Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, 2016
• Ulrike Blume-Peytavi, Pediatric Dermatology Vol. 31 No –429, 2014
Daftar Pustaka
1. Djuanda A. Ilmu penyaakit kulit dan kelamin. 2017. Badan Penerbit FKUI: Jakarta.
2. Alexandro B, Rubi R, Andres T. Superficial Mycoses Associated with Diaper Dermatitis. Mycopathologia 2016. 181(9):671-679
tersedia dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5014885/
3. Kristina MDR, William D. 2019. Acrodermatitis Enteropathica Workup Tersedia dari;
https://emedicine.medscape.com/article/1102575-overview
4. Amani H, Azolaibani Y, Saif G. 2017. Candida albicans and Napkin Dermatitis: Relationship and Lesion Severity Correlation.
Journal of medical science: Sudan tersedia dari https://knepublishing.com/index.php/SJMS/article/view/934/2579#info
5. Novak G, Vučić M, Japundžić I, Meštrović J, Stanić S, Lugović L. Irritant And Allergic Contact Dermatitis - Skin Lesion
Characteristics. Acta Clin Croat. 2018;57(4):713-720 tersedia dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6544100/
6. Ojeda and Mendez. 2020. Journal of Diaper Dermatitis. Statpearls. NCBI.
7. Siregar. 2017. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 3. Jakarta :EGC.
Terima kasih