Anda di halaman 1dari 20

FIKIH MUNAKAHAT

Kelompok 7
Anggota :
1. Syamil Sajjad Syahadah
2. Jeanneta Sekar Amaria
3. Azmi Muhammad Makarim
4. Anisa Putri
5. Dinda Safitri
6. Andi Rohman
Arti pernikahan dalam Islam

• Dikutip dari buku 'Tajdid Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam' karya Drs
Sutaji, M.HI, nikah dalam bahasa berarti menghimpun. Dalam pengertian
fiqih, nikah adalah akad yang mengandung kebolehan melakukan
hubungan suami istri dengan lafal nikah/kawin.
• Selain itu, menurut kompilasi hukum Islam, perkawinan adalah akad yang
kuat atau mistaqon gholidhon untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya adalah ibadah.
• ”Ada tiga kelompok manusia yang pasti ditolong oleh Allah: (1) mujahid di
jalan Allah; (2) pemuda yang menikah untuk menjaga kehormatan diri;
dan (3) budak yang berusaha memerdekakan diri (agar lebih leluasa
beribadah).” (HR. Ahmad no. 7416.)
Tujuan Pernikahan dalam Islam
• Dalam buku 'Fiqh Keluarga Terlengkap' karya Rizem Aizid tujuan pernikahan
dalam Islam adalah membangun keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Hal
ini tertuang dalam Quran surat Ar Ruum ayat 21
• Artinya: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.
• Rasulullah SAW bersabda, "Wahai para pemuda, barang siapa dari kamu telah
mampu memikul tanggung jawab keluarga, hendaknya segera menikah, karena
dengan pernikahan engkau lebih mampu untuk menundukkan pandangan dan
menjaga kemaluanmu."
• Selain itu, menikah juga menjadi salah satu cara memperkuat ibadah.
Hal ini sesuai dengan hadits tentang pernikahan yang diriwayatkan
oleh Baihaqi, Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seorang hamba
menikah, maka telah sempurna separuh agamanya. Maka takut lah
kepada Allah SWT untuk separuh sisanya.“
• Tujuan menikah yang lain, yakni untuk memperoleh keturunan. Dalam
hadits riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, dan Thabrani, Rasulullah SAW
bersabda "Nikahi lah wanita-wanita yang bersifat penyayang dan
subur (banyak anak), karena aku akan berbangga-bangga dengan
(jumlah) kalian di hadapan umat-umat lainnya kelak pada hari
kiamat."
Ta`addud Az-Zawjat
• Dalam bahasa Arab, poligami disebut Ta’addud al Zawjat Asal perkataan
Ta’addada berarti bilangan, manakala perkataan al Zawjat diambil dari
perkataan al-zawjat yang berarti Isteri. Dua perkataan tersebut apabila
digabungkan membawa arti isteri yang banyak atau berbilang
• poligami dapat dimaksudkan sebagai menikahi perempuan lebih dari
pada seorang yaitu lawan dari perkataan monogami yang berarti
menikah dengan seorang wanita saja. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia dijelaskan bahwa poligami adalah system perkawinan yang
salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya
dalam waktu yang bersamaan
Dasar Hukum Poligami
1. Al-Quran
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat Berlaku adil Maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu
miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuatan (QS. An-Nisa:
3).
2. Hadis
“Dari Abu hurairah ra. dari nabi saw bersabda: Siapa yang beristri dua orang lalu ia
cenderung kepada salah seorang diantara keduanya (tidak adil) maka Ia datang di
hari kiamat dengan badan miring (HR. Abu dawud Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
3. Undang Undang Th 1974
Dalam UU No. 1 Th. 1974 pasal 3 ayat (2) dijelaskan bahwa seorang
suami diperbolehkan beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki
oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan mendapat izin dari pengadilan.

Adapun alasan - alasan yang dijadikan pedoman oleh pengadilan untuk


memberi izin poligami ditegaskan pada pasal 4 ayat (2), yaitu:
• isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
• isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;
• isteri tidak dapat melahirkan keturunan
Milkul Yamin
Milkul yamin adalah akad atau hubungan kepemilikan seorang
tuan terhadap budak atau hamba sahaya, baik budak yang
diperoleh dari peperangan, dari hasil pembelian, maupun sebab
kepemilikan lainnya yang dibenarkan syariat. Sehingga dengan
akad atau hubungan ini, seorang pemilik budak perempuan
diperbolehkan berhubungan intim dengan budak perempuannya
dengan beberapa ketentuan.
Lafaz – Lafaz yang Digunakan Di Dalam Al-Qur’an Untuk Menunjukkan
Makna Budak
Abd
Abd menurut arti bahasa yaitu hamba, budak, dan abdi. Sang abdi
adalah seseorang yang benar-benar pasrah dan tunduk pada kehendak Allah.
Dengan melalui proses tertentu hingga ‘abd dalam tunduk bisa tereaisasikan
dengan melalui peleburan dualitas. Sesudah mengalami fana dalam Allah
yang melebur segenap dualitas dan segala macam perbedaan diapun kembali
kepada makhluk.50
‘Abd atau hamba adalah abdi; budak; sahaya; saya.51 ‘Abd ialah salah
satu istilah untuk budak dan merupakan nama orang Islam jika dirangkai
dengan salah satu asma Allah SWT. Misalnya Abdullah yang berarti hamba
Allah SWT. Dalam istilah ini hamba yang mengandung pengertian
ketundukan secara total terhadap tuhan (Allah SWT) dan menurut terhadap
kehendak Nya. Jika ‘abd diterjemahkan dengan hamba terdapat konsekueksi
bahwa sang hamba bisa saja tidak melayani Tuanya, jika memang dia
berkehendak demikian. Akan tetapi, sang abdi telah benar benar terikat dan
sangat bergantung pada Tuanya. ‘Abd telah menjadi milik Allah SWT secara
menyeluruh, sempurna dan tanpa syarat.
Amat
Amat (yang berarti budak perempuan) merupakan bentuk tunggal dari
ima’. Kata amat, bentuk asalnya adalah amuwat, yang kemudian
dihilangkan waw-nya. Al-amat berarti kebalikan dari seorang
perempuan merdeka, yaitu seorang budak aau perempuan yang
dikuasai (al-mamlukat). Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa seorang
budak perempuan yang tidak cantik, tetapi mukminat yang taat, maka
dia lebih pantas dikawini oleh seorang pemuda muslim daripada wanita
merdeka, cantik, tapi musyrik seperti sabda Allah pada surah Al-
Baqarah ayat 221 yang menyatakan dan janganlah kamu menikahi
perempuan musyrik, sampai dia beriman. Sebenarnya lebih baik
bagimu mengambil istri seorang budak yang beriman daripada
perempuan musyrik, meskipun dia sangat memikat hatimu.
Raqabah dan Riqab
Raqaba, yarqubu, raqabat, berarti mengintip, melihat atau menjaga.
Raqabat (jamaknya riqab) berarti leher, yang kemudian berkembang
artinya menjadi hamba sahaya. Raqabat, muraqabat berarti penjagaan,
pengawasan.
Raqib, muraqib berarti yang menjaga, pengawas atau pemilik. Ketika
menjelaskan ayat-ayat tentang raqabat ini, para mufassir mengartikannya
dengan budak yang harus dibantu untuk memerdekakannya. Menurut
jumhur ulama, budak yang dibantu memerdekakannya itu adalah budak
mukatab atau yang telah membuat perjanjian merdeka bersama tuannya
dengan pembayaran tertentu. Ulama lain mengatakan bantuan
memerdekakan itu bisa jadi dengan membeli budak untuk dimerdekakan,
atau tidak memperbudak tawanan perang, tapi membebaskannya.
Ma Malakat Aymanukum
Ungkapan maa malakat ayman (apa yang dimiliki oleh tangan kanan) berarti al-raqiq atau budak.
Budak yang dimaksud adalah budak yang pada mulanya didapatkan dari tawanan perang atau jihad
dalam rangka menegakan agama Islam. Budak tersebut tidak berasal dari penculikan, perampokan, dan
perang yang dilandasi oleh keserakahan.
Dari ayat-ayat al-Qur’an dapat dikatakan bahwa ungkapan maa malakat aymanukum itu digunakan
untuk menunjukkan kedekatan kehidupan fisik, perasaan dan hubungan sosial antara budak dengan
tuannya. Ungkapan maa malakat ayman juga mengandung makna bahwa tuan memiliki tanggungjawab
yang tidak ringan terhadap budaknya, karena mereka adalah orang-orang yang dimiliki oleh tangan
kanan. Tuan bertanggungjawab terhadap kebutuhan hidupnya karena dalam harta tuan juga terdapat
hak budak. Tuan tidak boleh menghalangi budaknya untuk mencapai kesempurnaan hidup. Maka, jika
budak ingin merdeka dengan suatu perjanjian, tuan harus memenuhinya. Bahkan tuan harus membantu
secara materi agarbudak bisa membayar kemerdekaannya sesuai dengan kesepakatan.
Ketentuan
• Pertama, kebolehan seorang tuan berhubungan intim dengan budak
perempuannya, disyaratkan budak tersebut adalah milik penuh, bukan
milik bersama dengan orang lain (kongsi), baik dimiliki langsung dari
hasil peperangan, pembelian, pemberian, dan sebab-sebab kepemilikan
lain yang dibenarkan oleh syariat, bukan hasil curian atau rampasan.
• Namun, menurut al-Shabuni kepemilikan budak dari hasil peperangan
melawan orang-orang kafir diutamakan, berdasarkan seruan Allah
kepada Nabi-Nya, Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan
bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba
sahaya yang kamu miliki (milk al-yamin) dari apa yang kamu peroleh
dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, (QS al-Ahzab [33]:
50).
• Kedua, keberadaan budak perempuan beragama Islam
atau kitabiyyah (Yahudi dan Nasrani) jika tuan yang memilikinya adalah
Muslim. Sehingga jika budak itu beragama Majusi atau penganut paganisme
tidak diperbolehkan bagi tuannya yang muslim walaupun terikat milkul yamin.
• Ketiga, di antara rahasia di balik kebolehan berhubungan intim dengan budak
perempuan—pada zaman itu—adalah untuk menjaga
kehormatan si pemilik budak; menjaga kehormatan si budak perempuan agar
tidak cenderung kepada perbuatan nista (zina); dinasabkannya anak-anak dari
budak perempuan kepada tuannya; dimerdekakannya anak-anak yang lahir dari
pergaulan budak perempuan dengan tuannya; disandangkannya julukan Ã
¢â‚¬Å“ummu walad” kepada budak perempuan tersebut setelah
melahirkan anak; dan merdekanya budak perempuan tersebut setelah kematian
tuannya.
• Keempat, berbeda dengan pernikahan, milkul yamin diperbolehkan menggabungkan antara seorang budak perempuan dengan saudara perempuannya, atau dengan
anaknya, atau dengan ibunya, atau dengan bibinya. Begitu pula jika pernikahan dibatasi oleh jumlah, maka  milkul yamin boleh memiliki budak perempuan yang dicampuri
lebih dari empat selama tidak ada penghalang. Namun, itu jnsebatas dalam akad milkul yamin. Adapun jika si pemilik berlanjut pada hubungan intim, maka ada ketentuan
lain. Di antaranya jika seorang tuan bergaul dengan salaNikah Misyar ini dilakukan oleh suami yang sudah beristri tanpa mendapat ijin untuk menikah lagi dari istri pertamanya. [2]
 Prinsip dalam pernikahan ini adalah seorang suami tidak berkewajiban untuk melakukan kewajibannya secara lahir atau secara keperluan harian kepada istrinya, suami
tersebut hanya melakukan sebagian kewajibannya yaitu memenuhi kebutuhan batin istri. Nikah Misyar ini dilakukan oleh suami yang sudah beristri tanpa mendapat ijin untuk
menikah lagi dari istri pertamanya. [2] Prinsip dalam pernikahan ini adalah seorang suami tidak berkewajiban untuk melakukan kewajibannya secara lahir atau secara keperluan
harian kepada istrinya, suami tersebut hanya melakukan sebagian kewajibannya yaitu memenuhi kebutuhan batin istri. Nikah Misyar ini dilakukan oleh suami yang sudah
beristri tanpa mendapat ijin untuk menikah lagi dari istri pertamanya. [2] Prinsip dalam pernikahan ini adalah seorang suami tidak berkewajiban untuk melakukan kewajibannya
secara lahir atau secara keperluan harian kepada istrinya, suami tersebut hanya melakukan sebagian kewajibannya yaitu memenuhi kebutuhan batin istri. Nikah Misyar ini
dilakukan oleh suami yang sudah beristri tanpa mendapat ijin untuk menikah lagi dari istri pertamanya. [2] Prinsip dalam pernikahan ini adalah seorang suami tidak berkewajiban
untuk melakukan kewajibannya secara lahir atau secara keperluan harian kepada istrinya, suami tersebut hanya melakukan sebagian kewajibannya yaitu memenuhi kebutuhan
batin istri. Nikah Misyar ini dilakukan oleh suami yang sudah beristri tanpa mendapat ijin untuk menikah lagi dari istri pertamanya. [2] Prinsip dalam pernikahan ini adalah seorang
suami tidak berkewajiban untuk melakukan kewajibannya secara lahir atau secara keperluan harian kepada istrinya, suami tersebut hanya melakukan sebagian kewajibannya
yaitu memenuhi kebutuhan batin istri. Nikah Misyar ini dilakukan oleh suami yang sudah beristri tanpa mendapat ijin untuk menikah lagi dari istri pertamanya. [2] Prinsip dalam
pernikahan ini adalah seorang suami tidak berkewajiban untuk melakukan kewajibannya secara lahir atau secara keperluan harian kepada istrinya, suami tersebut hanya
melakukan sebagian kewajibannya yaitu memenuhi kebutuhan batin istri. Nikah Misyar ini dilakukan oleh suami yang sudah beristri tanpa mendapat ijin untuk menikah lagi dari
istri pertamanya.[2] Prinsip dalam pernikahan ini adalah seorang suami tidak berkewajiban untuk melakukan kewajibannya secara lahir atau secara keperluan harian kepada
istrinya, suami tersebut hanya melakukan sebagian kewajibannya yaitu memenuhi kebutuhan batin istri. Nikah Misyar ini dilakukan oleh suami yang sudah beristri tanpa
mendapat ijin untuk menikah lagi dari istri pertamanya. [2] Prinsip dalam pernikahan ini adalah seorang suami tidak berkewajiban untuk melakukan kewajibannya secara lahir
atau secara keperluan harian kepada istrinya, suami tersebut hanya melakukan sebagian kewajibannya yaitu memenuhi kebutuhan batin istri. Nikah Misyar ini dilakukan oleh
suami yang sudah beristri tanpa mendapat ijin untuk menikah lagi dari istri pertamanya. [2] Prinsip dalam pernikahan ini adalah seorang suami tidak berkewajiban untuk
melakukan kewajibannya secara lahir atau secara keperluan harian kepada istrinya, suami tersebut hanya melakukan sebagian kewajibannya yaitu memenuhi kebutuhan batin
istri.h seojuhuyurang budak perempuan, maka tidak boleh menggauli anak atau ibu budak tersebut.
• Kelima, budak perempuan yang digauli tidak ada hubungan mahram dengan tuannya, baik mahram muabbad maupun mahram muaqqat. Ini artinya, dengan milkul yamin,
seorang laki-laki tidak boleh menggauli mahramnya, baik karena nasab, persusuan, maupun perkawinan, seperti ibu, anak perempuan, dan menantu. Bahkan, budak perempuan
yang berstatus mahram tuannya, langsung merdeka walaupun baru sekadar dibeli.
• Keenam, setelah seorang laki-laki bergaul dengan seorang bud
• Keenam, setelah seorang laki-laki bergaul dengan seorang budak
perempuan, maka baginya diharamkan menikahi ibu atau anak dari budak
perempuan tersebut, layaknya yang diharamkan dalam pernikahan dengan
perempuan merdeka.
• Ketujuh, budak perempuan itu bukan pula istri dari orang lain, tidak sedang
menjalani masa iddah, tidak sedang masa istibra dari kehamilan
(membuktikan kosongnya rahim).
• Kedelapan, jika memiliki dua budak perempuan melalui akad milkul yamin,
maka si tuan mereka boleh memilih salah satunya. Tidak boleh kedua-
duanya, kecuali setelah dikeluarkan dari kepemilikannya seperti dijual atau
dinikahkan dengan yang lain.
• 
Nikah Mut’ah
Nikah mutah, nikah kontrak nikāḥ al-mut'aṯ, harfiah: pernikahan kesenangan),
atau lebih dikenal dengan istilah kawin kontrak adalah pernikahan dalam tempo
masa tertentu. Menurut Mazhab Syiah, nikah mutah adalah pernikahan dalam
masa waktu yang telah ditetapkan dan setelah itu ikatan perkawinan tersebut
sudah tidak berlaku lagi. Imam Syafi'i berkata : nikah mut'ah yang dilarang
adalah seluruh bentuk pernikahan yang ditentukan hingga waktu tertentu, baik
waktu itu sebentar maupun lama. Abu Laits Assamarqondi berkata: nikah mut'ah
hukumnya haram, Contohnya, seorang lelaki melakukan perkawinan dengan
akad nikah sebagai berikut, "Aku menikahimu selama satu bulan atau satu
tahun." Kemudian, wanita itu menjawab, "Aku terima." Maka masa nikah suami-
istri akan berakhir dalam waktu sesuai dengan akad tersebut.
Nikah Misyar
Nikah misyar adalah seorang laki-laki menikah dengan wanita dengan
akad yang sesuai dengan syari’at, rukun dan syaratnya pun sempurna,
akan tetapi wanita tadi merelakan sebagian haknya, seperti: tempat
tinggal, nafkah dan giliran bermalam.

Anda mungkin juga menyukai