Anda di halaman 1dari 37

TEKNIS PENYUSUNAN

PUTUSAN
PENYELESAIAN
SENGKETA PROSES
PEMILU
Oleh : Septia Maulid Br Regar
DASAR HUKUM :

UU No. 7 Tahun 2017 tentang PEMILU

01
Peraturan Bawaslu No. 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara
Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu jo. 18 Tahun 2018 jo. 27
Tahun 2018 jo. 5 Tahun 2019

02
Apa yang dimaksud SENGKETA PROSES?

Adalah sengketa proses Pemilu dalam ketentuan Bab II Pasal 466 Undang-
Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Pasal 3 PerBawaslu No.
18 Tahun 2017

Meliputi :
1. Sengketa antar peserta Pemilu

2. Sengketa yang terjadi antara peserta Pemilu dengan Penyelenggara


Pemilu

Sebagai akibat dari dikeluarkannya Keputusan KPU, KPU Provinsi,


KPU Kab/Kota.
Wewenang BAWASLU :
 Pasal 468 ayat (1) UU Pemilu Jo Pasal 5 ayat (1)
– (3) Perbawaslu

Bagaimana Bawaslu menangani sengketa proses


Pemilu?
 Diawali dengan adanya permohonan tertulis yang
disampaikan oleh Pemohon, yaitu Calon Peserta
Pemilu dan/atau Peserta Pemilu (Pasal 467 ayat
(2) UU Pemilu)

Tenggang Waktu Pengajuan Permohonan :


 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal penetapan keputusan
KPU, Keputusan KPU Propinsi, KPU Kab/Kota yang
menjadi sebab sengketa (Pasal 467 ayat (4) UU
Pemilu Jo Pasal 12 PerBawaslu)

Tenggang Waktu Pemeriksaan sengketa sampai


dengan Putusan :
 12 (dua belas) hari kerja sejak diterima permohonan
(pasal 468 ayat (2) UU Pemilu)
Tahapan Penyelesaian Sengketa Proses:

01 Menerima dan mengkaji permohonan penyelesaian sengketa


proses

Mempertemukan para pihak untuk mencapai kesepakatan

02
melalui mediasi atau musyawarah mufakat

Menyelesaikan sengketa melalui adjudikasi jika


mediasi/musyawarah tidak tercapai

03
TAHAPAN SIDANG ADJUDIKASI
(Pasal 33 Perbawaslu) :

Tanggapan pihak Pembuktian


terkait
3 4
Jawaban termohon Kesimpulan para pihak
2 5
Penyampaian pokok
permohonan
1 6 Putusan
ALAT BUKTI

Pasal 100 UU 5 Tahun 1986 Pasal 5 UU ITE Pasal 31 Perbawaslu

Surat atau tulisan Informasi Surat

Keterangan ahli Dokumen elektronik Keterangan pemohon dan termohon

Keterangan saksi Hasil cetaknya Keterangan saksi

Pengakuan para pihak Keterangan ahli

Informasi elektronik dan/atau


Pengetahuan hakim dokumen elektronik dan/hasil
cetakannya

Pengetahuan majelis sidang


SIFAT
PUTUSAN
BAWASLU
Undang-Undang Pemilu “Terbuka dan dapat di pertanggung jawabkan”
Pasal 469 ayat (3)
STRUKTUR PUTUSAN
Pasal 37 ayat (2) Perbawaslu :

Kepala Putusan yg terdiri atas :


1). Lambang Garuda, 2). Nama Lembaga, 3). Judul
Putusan, 4). Nomor Putusan, 5) “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Identitas Pemohon dan
Jawaban termohon
Termohon
Kewenangan Bawaslu Jawaban pihak terkait
Keterangan saksi. Keterangan
Kedudukan hukum ahli dan/atau Lembaga
pemberi keterangan
Tenggang waktu pengajuan
Bukti
permohonan
Pokok permohonan Pertimbangan hukum
Amar putusan
Hal-hal yang dimohonkan
SIFAT PUTUSAN BAWASLU
Final dan Mengikat (Pasal 469 UU Pemilu Jo Pasal
36 Peraturan Bawaslu)
Kecuali :
Putusan terhadap sengketa proses Pemilu yang
berkaitan dengan :
1. Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu
2. Penetapan Daftar Calon Tetap Anggota DPR.
DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota
3. Penetapan Pasangan Calon
PENGERTIAN PUTUSAN
Sudikno Mertokusumo
A
Putusan Hakim adalah suatu pernyataan oleh Hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di
persidangan dan bertujuan untuk menyelesaikan perkara atau sengketa antara para pihak ( Hukum Acara Perdata Indonesia :
1993).

Andi Hamzah
Putusan Hakim adalah hasil atau kesimpulan dari suatu perkara yang telah dipertimbangkan dengan masak-masak yang
dapat berbentuk tertulis maupun lisan.

Abdul Manan
Putusan adalah kesimpulan akhir yang diambil oleh Majelis Hakim yang diberi wewenang untuk itu dalam menyelesaikan
atau mengakhiri suatu sengketa antara pihak-pihak yang berperkara dan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum
(Penerapan hukum acara perdata dilingkungan Peradilan Agama : 2016).
RASA KEADILAN

“ Adil sering didefinisikan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya,


sehingga para pihak yang membaca pertimbangan hakim yang benar, rasional,
objektif, konkrit maka pihak-pihak menerima putusan itu dan tidak melakukan
upaya hukum. Melalui pertimbangan hukum Hakim, pihak yang kalah
menyadar imengapa dikalahkan dan pihak yang menang menyadari mengapa
dia dimenangkan, karena pada pertimbangan hukumlah terletak jantung

putusan. Berarti putusan diterima dan dianggap telah memenuhi unsur
keadilan.
KEPASTIAN HUKUM
MEMBERIKAN MANFAAT
Dengan Putusan yang BHT menjadikan sesuatu
menjadi jelas dan pasti status hukumnya dan Dengan adanya Putusan hakim dan
tidak menimbulkan keraguan. Putusan Hakim setelah adanya kepastian terhadap
adalah Putusan Tuhan karena diputus atas nama sesuatu hal, maka tentu akan
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha memberi manfaat dan nilai
Esa, tak seorangpun dapat menganulir; putusan terutama yang berkepentingan ,
yang telah BHT. Hakim pada saat duduk juga bagi masyarakat pada
dipersidangan dianggap tahu dan benar ius umumnya serta bagi ilmu
Curia Novit. pengetahuan.
PUTUSAN YANG IDEAL


adalah Putusan yang mampu mengharmonikan tiga dimensi yaitu keadilan
(gerechigheid), kepastian hukum (rechtsecherheit) dan kemanfaatan

(zwachmatigheid) walaupun dalam praktik hal tersebut tidak mudah untuk
dilakukan akan tetapi Hakim yang baik akan berusaha maksimal kearah
harmoni ketiga dimensi tersebut.
MACAM PUTUSAN

Putusan Sela
Putusan yang diambil Hakim
Putusan Akhir ketika sedang dalam proses..
Putusan yang mengakhiri suatu
perkara. Bersifat
penghukuman (condemnatoir),
bersifat menciptakan keadaan
hukum baru (constitutif) dan
bersifat menerangkan atau
menyatakan (declaratoir).
Sudikno Mertokusumo
Hakim selayaknya menguasai kemampuan
menyelesaikan perkara yuridis :
• Merumuskan masalah hukum (legal problem identification);
• Memecahkannya (legal problem solving);
• Mengambil keputusan (decision making).
Setidaknya Langkah-Langkah yang
perlu dilaksanakan :

Menyeleksi sumber Menghubungkan struktur aturan


hukum yang relevan
3 4 dengan struktur kasus

Menghubungkan struktur Mencari alternative


kasus dengan sumber2
hukum yg relevan 2 5 penyelesaian.

Mengidentifikasi
fakta-fakta
1 6 Menetapkan pilihan sebagai
putusan akhir
FORMAT PUTUSAN
SISTIMATIKA PUTUSAN
Formulir Model PSPP 22

1. Kepala Putusan.
Lambang Garuda

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM…


(PROV/KAB/KOTA)

P U T U S A N PENYELESAIAN SENGKETA PROSES


PEMILIHAN UMUM

Nomor Register Permohonan:…../…../…./…..


IRAH - IRAH

DEMI KEADILAN BERDASARKAN


KETUHANAN YANG MAHA ESA
KALIMAT PEMBUKA

Badan Pengawas Pemilihan Umum ……


memeriksa dan menyelesaikan sengketa
proses pemilu, menjatuhkan putusan sebagai
berikut :
Menimbang : …..
IDENTITAS PARA PIHAK
Pemohon : Termohon :
• Nama : • Nama :
• No. KTP/SIM/Paspor : • Alamat/Tempat Tinggal :
• Alamat/Tempat Tinggal : • Tempat, Tanggal Lahir :
• Tempat, Tanggal Lahir : • Pekerjaan/Jabatan :
• Pekerjaan/Jabatan :
KONSIDERAN
• Identitas Pemohon Termohon dan Pihak
Terkait
• Memeriksa Permohonan Pemohon
• Jawaban Termohon
• Jawaban Pihak Terkait
• Fakta Adjudikasi
• Pertimbangan Hukum
URAIAN TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM

• Tenggang Waktu Pengajuan Permohonan


• Objek Sengketa
• Kedudukan Hukum Pemohon
• Kewenangan Bawaslu, Bawaslu Provinsi atau Bawaslu
Kab/Kota
( Perbawaslu 5 Tahun 2019)
Amar Putusan :
1.
o Menolak Permohonan Pemohon untuk Seluruhnya ; atau
o Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk Seluruhnya; atau
o Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk sebagian;

II.
o Membatalkan Keputusan KPU, KPU Provinsi, KPU Kab/Kota Nomor… Tentang…;
atau
o Memerintahkan kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kab/Kota untuk melakukan…..
(sesuai hasil pleno)

III. Memerintahkan kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kab/Kota untuk melaksanakan
Putusan ini.
PERTIMBANGAN
HUKUM
METODE PENEMUAN HUKUM

Metode Interpretasi
1

Metode Konstruksi
2
METODE INTERPRETASI
Nama Interpretasi Keterangan
Gramatical (obyektif) Penafsiran menurut bahasa, antara lain dengan melihat definisi leksikalnya.
Penafsiran menurut batasan yang dicantumkan dalam peraturan itu sendiri, yang
biasanya diletakkan dalam bagian penjelasan (memorie van toelichting), rumusan
ketentuan umumnya, maupun dalam salah satu rumusan pasal lainnya.

Otentik Sengketa Pajak---------menurut pasal 1 angka 5 UU No. 14 Th. 2002.

Pengampunan Pajak-------Pasal 1angka 1 UU No. 11 Th. 2016

Asas keadilan------Penjelasan Pasal 1 ayat 1 huruf b UU No. 11 Th. 2016


Sistematis (Logis) Penafsiran yang mengaitkan suatu peraturan dengan peraturan lainnya.
 Metode interpretasi (continue…)

Penafsiran berdasarkan tujuan kemasyarakatan.

Teleologis (Sosiologis) Contoh: Pasal 534 KUHP tentang tindakan merpertunjukkan alat mencegah
kehamilan mengalami dekriminalisasi demi tujuan sosiologis (Sejalan dengan
program Keluarga Brencana).
Penafsiran dengan menyimak latar belakang sejarah hokum atau sejarah perumusan
Historis (Subjektif)
suatu ketentuan tertentu (sejarah undang-undang)
Penafsiran dengan cara memperbandingkan peraturan pada suatu sistem hukum
dengan peraturan yang ada pada sistem hukum
Komparatif Lainnya Contoh: syarat-syarat “gugatan kelompok” dalam pasal 46 UU Perlindungan
konsumen ditafsirkan dengan memperbandingkannya dengan syarat-syarat class
action menurut Pasal 23 US Federal Rule Of Civil Procedure.
 Metode interpretasi (continue…)

Penafsiran dengan mengacu kepada rumusan dalam rancangan undangundang atau


Futuristis (antisipatif)
rumusan yang dicitacitakan (ius constituendum).
Penafsiran dengan membatasi cakupan suatu ketentuan .
Restriktif
Contoh: istilah “tetangga” dalam pasal 666 KUH Perdata harus berstatus pemilik
rumah di sebelah tempat tinggal seseorang.
Penafsiran dengan memperluas cakupan suatu ketentuan.

Ekstensif Contoh: istilah “tetangga” dalam Pasal 666 KUH Perdata ditafsirkan tidak harus si
pemilik, tetapi juga mereka yang berstatus penyewa dari rumah di sebelah tempat
tinggal seseorang.
METODE KONSTRUKSI (EKSPOSISI)
Nama Konstruksi Keterangan
Pengkonstruksian dengan cara mengabstraksikan prinsip suatu ketentuan untuk
kemudian prinsip itu diterapkan dengan “seolah-olah” memperluas keberlakuannya
pada suatu peristiwa konkret yang belum ada pengaturannya.
Argumentum per
Contoh: Pasal 1576 KUH Perdata menyatakan jual belitidak memutuskan hubungan
analogiam
sewa menyewa. Bagaimana dengan hibah? Apakah hibah juga memutuskan
hubungan sewa menyewa. Mengingat tidak ada aturan tentang hibah ini, maka Pasal
1576 KUH Perdata ini dikonstruksikan secara analogi, sehingga berlaku ketentuan
penghibahan pun tidak memutuskan hubungan sewa menyewa
• Metode konstruksi (continue…)

Pengkonstruksian dengan cara mengabstraksikan prinsip suatu ketentuan untuk


kemudian prinsip itu diterapkan dengan “seolah-olah” mempersempit
keberlakuannya pada suatu peristiwa konkret yang belum ada pengaturannya.
Biasanya, jika diterapkan sepenuhnya akan memunculkan ketidakadilan.
Pengahlusan Hukum
(Penyempitan Hukum) Contoh: Pasal 1365 mengatur tentang kewajiban memberi ganti rugi kepada korban
rechtvervijning atas kesalahan yang diperbuat dalam hal tejadi onrechtmatigedaat . Bagaimana jika
si korban juga mempunyai andil atas kesalahan sehingga menimbulkan kerugian
itu ? Mengingat hal ini tidak diatur dalam Pasal 1365 dapat dikontribusikan menjadi
ketentuan baru bahwa si korban juga berhak mendapat ganti rugi, tetapi tidak
penuh.
• Metode konstruksi (continue…)
Pengkonstruksian dengan cara mengabstraksikan prinsip suatu ketentuan untuk
kemudian prinsip itu diterapkan secara berlawanan arti atau tujuannya pada suatu
peristiwa konkret yang belum ada pengaturannya.
Argumentum A
Contrario Contoh: menurut PP No. 9 Tahun 1975 seorang janda harus melewati masa iddah
minimal 130 hari sebelum dapat menikah kembali. Bagaimana dengan duda?
Mengingat hal ini tidak diatur, maka dikonstruksikan secara a contrario bahwa
untuk duda tidak ada masa iddah.
Pengkonstruksian dengan cara mengabstraksikan akibat hukum yang lebih berat
dari pelanggaran suatu ketentuan yang belum berlaku, dengan melihat akibat hukum
yang jauh lebih ringan dari pelanggaran suatu ketentuan yang sudah berlaku.

Contoh: ada ketentuan larangan berjalan diatas rumput. Bagaimana jika pelakunya
Argumentum A Fortiori
tidak berjalan, melainkan berguling diatas rumput? Mengingat berguling diatas
rumput tidak diatur, maka dikonstruksikan secara a fortiori , bahwa “jangankan
bergulingan (dengan akibat yang lebih buruk), berjalan saja (dengan akibat yang
lebih ringan), dilarang. Artinya jika berjalan dilarang, maka bergulingan pun
seharusnya juga dilarang.
PENERAPAN PREFERENSI HUKUM

Jika terjadi konflik norma hukum (antinomi), maka


penemuan hukum berpedoman pada asas :
• Lex Posterior derogat legi priori (yang baru
mengenyampingkan yang lama).
• Lex superior derogat legi inferiori (yang lebih
tinggi mengenyampingkan yang lebih rendah).
• Lex specialist derogat legi generali (yang khusus
mengenyampingkan yang umum).
ALAT UJI BAGI HAKIM

a. Peraturan Peruuan b. Asas Asas Umum


Pemerintahan Yang
Baik.
PERATURAN 1. Dalam kasus yang hukumnya atau peruuan
PERUUAN jelas, maka tinggal menerapkan hukumnya
saja.
2. Dalam hal hukum atau Peruuan tidak atau
belum jelas, Hakim akan menafsirkan
hukum melalui metode penafsiran.
3. Dalam kasus terjadi pertentangan hukum,
menggunakan hak menguji.
4. Dalam hal belum ada hukumnya , Hakim
hrs menggali dan mengikuti nilai yg hdp
(penemuan hukum)
THANK YOU
Teknis Penyusunan Putusan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu

Anda mungkin juga menyukai