,
M.Farm.
LANDASAN PENDIDIKAN
PANCASILA
1. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang diejawantahkan dalam Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan yang menetapkan kurikulum
tingkat Satuan Pendidikan Tinggi wajib memuat
mata kulian pendidikan agama, pendidikan
Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia serta
Bahasa Inggris.
2. Berdasarkan pertimbangan di atas, Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) memutuskan
dengan SK No. 43/DIKTI/Kep/2006 tentang
rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Nilai-nilai Pancasila digali dari bangsa
Indonesia sendiri, seperti nilai-nilai ketuhanan
(kepercayaan kepada Tuhan telah berkembang
dan sikap toleransi sudah lahir), dan nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila-
sila lainnya.
Nilai-nilai Pancasila menjadi dasar negara
Indonesia oleh para tokoh bangsa saat akan
melahirkan negara RI.
Nilai-nilaiPancasila tetap tercantum dalam pembukaan
UUD 1945, biarpun perjalanan ketata-negaraan
mengalami perubahan dan pergantian undang-undang:
dari UUD 45, Konstitusi RIS/Republik Indonesia Serikat,
UUD Sementara, sampai kembali ke UUD 45.
Kebenaran Nilai-nilai Pancasila diyakini tinggi.
Penafsiran Pancasila berbeda-beda:
– Masa Orla:
Pancasila ditafsirkan dengan nasakom (nasionalis –
agama – komunis) yang disebut trisila – kemudian
diperas menjadi ekasila (gotong royong);
– Masa Orba:
Pancasila harus dihayati dan diamalkan
dengan berpedoman kepada butir-butir yang
ditetapkan oleh MPR melalui Tap MPR
no.II/MPR/1978 tentang P4/ Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila;
– Masa Reformasi:
MPR melalui Tap MPR no.XVIII/MPR/1998
tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar
Negara, yang mengandung makna ideologi
nasional sebagai cita-cita dan tujuan negara.
Pancasila sebagai kepribadian dan jati diri
bangsa Indonesia merupakan pencerminan
nilai-nilai yang tumbuh dalam kehidupan
bangsa Indonesia.
Nilai-nilai yang dirumuskan dalam
Pancasila merupakan hasil pemikiran
konseptual dari tokoh bangsa Indonesia
seperti: Soekarno, Drs. Mohammad. Hatta,
Mr. Muhammad Yamin, Prof. Mr. Dr.
Supomo, dan tokoh lainnya.
Nilai-nilaiPancasila itu digali dari budaya
bangsa Indonesia.
Pancasila mengandung nilai-nilai yang
terbuka untuk masuknya nilai-nilai baru
yang positif, baik dari dalam maupun dari
luar negeri.
UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ps 39
ayat 2 yang menyebutkan tentang isi kurikulum, jalur, dan jenjang
pendidikan wajib yang memuat:
a) Pendidikan Pancasila;
b) Pendidikan Agama; dan
c) Pendidikan Kewarganegaraan
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menetapkan kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat Pendidikan
agama, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa.
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no. 30 tahun 1990,
menetapkan status pendidikan Pancasila dalam kurikulum
pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program
studi dan bersifat nasional.
PP no. 60 tahun 1999
Sejak 1983—1999 silabus pendidikan Pancasila banyak
mengalami perubahan sesuai dengan perubahan yang berlaku
dalam masyarakat.
Keputusan Dirjen Dikti No. 265/Dikti/Kep/2000 tentang
penyempurnaan Kurikukum Inti Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian Pendidikan Pancasila pada PT di Indonesia.
Kep Mendiknas no. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi, dan Nomor 45/U2002 tentang
Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi telah menetapkan Pendidikan
Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan
menjadi kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian
yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi.
Pelaksanaannya sesuai dengan SK Dirjen
Dikti no. 38/Dikti/Kep/2002 tentang
Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok
Matakuliah Pengembangan Kepribadian
(MPK) di Perguruan Tinggi.
Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI No.
25
Pancasila sebagai etika dalam arti nilai Pancasila nantinya terjabarkan ke dalam
norma –norma etik atau norma moral sebagai pedoman penyelenggaraan hidup
bernegara Indonesia.
Nilai Pancasila menjadi salah satu sumber norma etik bernegara disamping
nilai-nilai agama.
Tertuang dalam ketetapan MPR RI No VI/MPR/2001 bahwa Etika Kehidupan
Berbangsa sebagai rumusan yang bersumber dari ajaran agama khususnya yang
bersifat universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam
Pancasila sebagai acuan dasar dalam berfikir, bersikap dan bertingkah laku
dalam kehidupan bernegara.
Apabila dikaitkan dengan 3 (tiga) pengertian etika di atas, Etika Kehidupan
Berbangsa termasuk dalam pengertian pertama
26
Etika Pancasila sebagai filsafat moral atau filsafat kesusilaan
yang berdasar atas kepribadian, ideologi, jiwa dan
pandangan hidup bangsa Indonesia
Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila
Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Oleh karena itu di dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam
semua aspek kehidupannya
27
Pancasila sebagai dasar filsafat negara sebagaimana termuat dalam
Pembukaan UUD 1945 memiliki implikasi etis yakni sebagai sumber
norma etik
Hakekat dari Pancasila adalah nilaiatau berupa jalinan nilai-nilai
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV Sebagai
sistem nilai yang mendasar, abstrak dan universal, implikasi etis Pancasila
adalah menjadi basis moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan
Karena nilai itu abstrak, supaya dapat bersifat operasional dan menjadi
pedoman hidup, nilai diwujudkan ke dalam norma
Dengan demikian nilai Pancasila perlu diwujudkan dalam norma moral
dan hukum
28
Isi Etika Kehidupan Berbangsa sebagaimana Ketetapan MPR No.VI/MPR/2001
bersifat garis garis besar dan pokok pokok saja.
Tindak lanjut atau kaidah pelaksanaan dari pokok-pokok etika ini adalah
mengembangkannya ke dalam etika profesi, seperti etika profesi hukum,
politik, ekonomi, kedokteran, guru, dan jurnalistik
Maka lahirlah kode etik profesi yang secara harafiah berarti etika yang ditulis.
Kode etik ibarat kompas yang memberikan atau menunjukkan arah bagi suatu
profesi dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu dalam masyarakat.
Tujuan kode etik ini adalah menjunjung tinggi martabat profesi atau
seperangkat kaedah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam
mengemban suatu profesi.
29
Kode Etik tidak hanya ada di masyarakat (infrastruktur) seperti kode etik
wartawan, kode etik guru, kode etik dokter, Apoteker dan kode etik penyuluh
pertanian.
Kode etik juga perlu dibuat di tingkat suprastruktur (kelembagaan negara) .
Misalnya kode etik anggota MPR, kode etik Kepolisian Republik Indonesia , Kode
etik Pegawai Negeri, Kode etik Hakim
Apabila kita menaati norma-norma etik bernegara termasuk kode etik profesi
yang berdasar Pancasila maka kita telah melakukan pengamalan Pancasila
secara subyektif
Namun, apakah kode etik profesi yang ada di Indonesia sudah sejalan dengan
Etika Kehidupan Berbangsa? Apakah kode etik profesi itu sudah sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila sebagai sumber norma etik bernegara kita ?
https://civitas.uns.ac.id/winarnonarmoatmojo/
30
31
Pancasila sebagai sumber nilai dan pedoman hidup bangsa
adalah dengan menjadikan nilai dasar Pancasila sebagai acuan
dan pedoman dalam menjalani profesi menjadi seorang
farmasis, sehingga, nilai Pancasila juga dapat diterapkan dalam
memberikan pelayanan kefarmasian. Nilai - nilai tersebut
selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan
dalam bersikap dan bertingkah laku dalam profesi dan
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
32
Dalam memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien –
pasienya, seorang farmasis harus melakukannya dengan standar
profesi yang tertinggi dan dalam memberikan pelayanannya
tersebut. Farmasis harus bersikap adil dan tidak membedakan
dari status sosialnya antara pasien yang kaya dan yang miskin
seperti yang tercantum dalam sila ke lima Pancasila. Selain itu
seorang farmasis harus mengutamakan kepentingan dan
keselamatan pasien seperti yang telah tercantum dalam kode etik
kefarmasian Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD
1945.
33
Untuk mengamalkan Pancasila dalam memberikan pelayanan kefarmasian
kepada pasien – pasiennya dan menjalankan profesinya sebagai seorang
farmasis yang memiliki sikap dan etika sesuai dengan sila-sila pancasila
yaitu:
Memiliki iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa
Memiliki rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
34
Sehingga pengamalan sila-sila Pancasila ini memberikan manfaat bagi seorang farmasis
sebagai berikut :
Dapat menjadi pedoman bagi setiap farmasis dalam memberikan pelayanan yang
pasiennya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi berdasarkan ilmu dan
keterampilan yang farmasis miliki.
Membantu seorang farmasis dalam menjaga hubungan baik antara farmasis dengan
pasiennya.
Dapat menjadi pedoman agar seorang farmasis terhindar dari sikap atau perbuatan
ditangani.
35
UU Obat Keras (St. No.419 tgl 22 Desember 1949)
UU 3 Th 1953 tentang Pembukaan Apotek (Lembaran Negara Th 1953
No 18);
UU No 7 Th 1963 tentang Farmasi (LN Th 1963 No. 81, Tambahan LN
No2580)
UU No. 23 Th 1992 Tentang : Kesehatan
(mencabut UU No 3 th 1953 dan UU No 7 th 1963)
UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika
UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
UU No. 29 Tahun 2004 tentang: Praktik Kedokteran
UU No. 36 Th 2009 Tentang : Kesehatan
(mencabut UU 23 th 1992)
37