Anda di halaman 1dari 25

Kelompok 4

Produksi Farmasi
Makronutrien
Anggota Kelompok
2107062072 Bahiyah Romziyah 2107062082 Zahratul Ummi

2107062074 Nurkhalisa Ekaputri 2107062083 Novita Dwi Arista

2107062075 Dila Ayu Lestari 2107062084 Almahirah

2107062076 Khoirul Aspuji 2107062085 Nur Nadhifah Z

2107062078 Nurul Istiqomah 2107062088 Nadiyah Farah F

2107062079 Asih Ulandani 2107062089 Defita Andri T

2107062080 Ayu Lestari 2107062090 Mulyani Rizka A

2107062081 Bellania Martha 2007062030 Vani Aisyah


Hal-hal yang Harus Diperhatikan terkait bahan bahan dalam makronutrien:

a. Lipid

- Pemberian sediaan lipid sebagai nutrisi diberikan secara parenteral (intravena) untuk mempertahankan kebutuhan nutrisi
pasien.Jumah kebutuhan lemak pada orang dewasa adalah 0,5 – 2,5 g/kgBB/hari.
- Sebelum sediaan diberikan, dilihat larutan masih tertutup.
- Sediaan harus jelas dan bebas dari bahan mengambang.
- Tidak menggunakan sediaan jika telah berubah warna, mengandung partikel, atau jika kantong atau wadah bocor
- Lipid stabil pada suhu 40 derajat celcius selama 6 bulan, apabila disimpan pada suhu 15-30 derajat celcius dapat bertahan
selama 24 bulan. penyimpanan yang lama pada suhu 40 derajat celcius dapat meningkatkan pembentukan asam lemak
bebas dikarenakan pembentukan fosfolipid dan dapat menurunkan pH.
- Kontra indikasi dari pemberian lipid yaitu pasien dengan penyakit kuning, sepsis, gangguan fungsi paru dan gangguan
sistem kekebalan.
- Penggunaan nutrisi parenteral dengan kandungan emulsi lemak dapat mengurangi risiko hiperglikemi khususnya pada
pasien dengan resistensi insulin. Sedangkan pada pasien dengan hipertrigliserida (kadar Trigliserida 350-400 mg/dl),
sebaiknya pemberian emulsi lemak. dapat hentikan sementara
- Pemberian emulsi lemak harus hati-hati dan sebaiknya diberikan seminggu sekali. Lebih baik jika dilakukan pemeriksaan
hepar secara teratur.
b. Protein
- Asam amino dibutuhkan 0,8-1 gram/kgBB/hari, yang paling dibutuhkan adalah L-Asam amino karena
proses pembentukan protein lebih cepat.
- Pemberian protein untuk menjaga balance nitrogen positif, untuk itu perlu ada kalori 25 kcal tiap 1
gram asam amino agar asam amino tidak diubah menjadi energi melalui jalur glukoneogenesis.
Misalnya pada pemberian asam amino/protein 50 gram, dibutuhkan 1200 kcal atau 300 gram
karbohidrat.
- Jika pemberian asam amino bertujuan untuk nitrogen sparing effect, dimana menjaga agar protein
viscera /otot tidak diubah menjadi kalori, jadi balance nitrogen sama dengan nol, maka tidak perlu
diberikan kalori.
- Larutan asam amino pada umumnya bersifat hiperosmotik, oleh karena itu pada pemberian melalui
vena perifer perlu dilakukan pengenceran misalnya dengan dekstrosa, atau dipilih asam amino dengan
konsentrasi rendah.
Kondisi Klinis Kebutuhan Protein (g/kg BB/hari)
- Oksidasi 1 gram protein akan menghasilkan energi 4 kcal
Stabil 0,8

Pasien kritis, trauma dan sepsis 1,2 -1,5

Pasien Luka bakar >1,5

Gagal ginjal akut 1,5

Gagal ginjal kronis 0,7-1,0


c. Karbohidrat

- Oksidasi 1 gram glukosa akan menghasilkan energi 4 kcal


- Konsentrasi lebih dari 12% diberikan secara vena sentral (untuk menghindari trombosis.
- Kecepatan maksimal infus glukosa adalah kurang dari sama dengan 5 mg/kg/menit untuk mengurangi risiko
perubahan metabolik.
- Pemberian dekstrosa /glukosa bersifat insulin dependent harus dimulai dengan konsentrasi terendah dan
ditingkatkan perlahan dan merata dalam 24 jam.
- Penghentian pemberian dekstrosa secara mendadak atau tidak teratur dapat menyebabkan hipoglikemia akut.
- R/ Triofusin yang mengandung dekstrosa, fruktosa, dan xylitol jarang menyebabkan hiperglikemia atau
tambahan insulin.

d. Pemberian nutrisi parenteral harus sesuai dengan kondisi klinis pasien

e. Produksi nutrisi parenteral harus menjamin efektivitas dan keamanan pasien

f. Nutrisi parenteral termasuk obat High Alert, maka perlu kebijakan, prosedur, dan sistem yang baik
Cara Mencampur
Pencampuran nutrisi parenteral pediatrik

● Siapkan kantong nutrisi parenteral


● hubungkan transfer set ke port infus jika perlu. tutup semua clamp dari transfer set
● buka clamp dan masukkan asam amino, dextrose dan aqua pro injeksi melalui transfer set
● sambungkan port injeksi dengan filter 0.2 µm
● masukkan elektrolit melalui prot injeksi berdasarkan urutan stabilitasnya sebagai berikut :
Fosfat, Sodium Klorida, Magnesium sulfat, asetat, kalium klorida, kalsium dan trace element
● masukan bahan aditif lainnya ke dalam kantong
● campurkan hingga homogen
● flushing filter
Cara Mencampur

● Jika disiapkan tanrung all-in-one, masukkan emulsi lipid sebagai komponen terakhir
● Jika disiapkan kantung two-in-one, maka lipid disiapkan terpisah
● Ketika semua komponen sudah dimasukkan semua ke dalam kantung, lepaskan filter dan tutup
kantung
● Hilangkan udara dari kantong dengan mengeluarkan udara. tutup dengan stopper dan tutup klip
● Cek kantung nutrisi parenteral secara visual
● Beri label pada kantong
Cara Mencampur

Prosedur untuk compounding nutrisi parenteral dewasa


● Lepaskan tutup vial asam amino, glukosa atau dekstrosa dan air untuk injeksi dan usap karet dengan alkohol
● Masukkan semua komponen ke dalam kantong PN melalui transfer set
● Pasang filter 5,0 μm ke filter 0,2 μm (jika perlu) dengan jarum baru ke dalam port injeksi kantong PN
● Masukkan mikronutrien yang diperlukan ke dalam kantong PN melalui filter yang terhubung
● Campurkan larutan hingga homogen dan periksa partikel asing
● Jika ada partikel asing, infus sejumlah emulsi lipid yang diperlukan ke dalam kantung PN melalui transfer
set
● Campurkan larutan sampai homogen
● Buang gelembung udara dan jepit prot infus. Sampling jika diperlukan
● Beri label pada kantung
Cara Mencampur

Penyiapan Emulsi LIpid untuk Pediatrik

● Tarik emulsi lipid ke dalam jarum suntik sesuai dengan jumlah yang tertera pada label
● Tarik multivitamin menggunakan filter 5,0 μm
● Dengan jarum, campurkan multivitamin ke dalam jarum suntik lipid
● Campur sampai homogen. Buang udara dari jarum suntik lipid. tutup dan kencangkan
stopper
● Beri label pada jarum suntik
Interaksi Obat dengan Makanan (Nutrisi)

Interaksi obat-nutrisi didefinisikan sebagai hubungan fisik, kimia, fisiologis, atau patofisiologis
antara obat dan nutrisi.Walaupun sering disebut dengan istilah interaksi obat-makanan, interaksi
obat-nutrisi idealnya berfokus pada efek nutrisi tertentu yang bertanggung jawab atas interaksi
yang terjadi jika dikombinasikan dengan obat tertentu.

Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme Interaksi Obat-Nutrisi

Berdasarkan urutan fisiologis pemberian dan mekanisme interaksinya, interaksi obat-nutrisi


dapat dikategorikan menjadi 4 tipe utama

1. Tipe 1 (Bioinaktivasi Ex Vivo)


2. Tipe 2 (Interaksi Fase Penyerapan)
3. Tipe 3
4. Tipe 4
Mekanisme Interaksi Obat-Nutrisi

Tipe 1 : Bioinaktivasi Ex Vivo


Contoh Interaksi :
Nutrisi Enteral Continous dengan Levotiroksin

Mekanisme :

Profil disolusi tablet levotiroksin buruk → kemungkinan terjadi adsorpsi levotiroksin


pada i.v tube nutrisi enteral

Outcome :

Risiko peningkatan hipotiroidisme dari waktu ke waktu


Mekanisme Interaksi Obat-Nutrisi

Tipe 1 : Bioinaktivasi Ex Vivo


● Mekanisme interaksi terjadi selama proses persiapan dan pemberian obat dan nutrisi pada
pasien yang menerima nutrisi enteral (EN) atau nutrisi parenteral (PN)
● Setiap pasien yang menerima terapi EN atau PN berpotensi berisiko mengalami interaksi
tipe ini
● Jenis interaksi ini juga dapat terjadi akibat adanya pencampuran obat-obatan tertentu
dengan makanan.
● Interaksi tipe I dapat diminimalkan dengan selalu memisahkan obat dan nutrisi yang
berpotensi mengalami interaksi
Mekanisme Interaksi Obat-Nutrisi

Tipe 2 : Interaksi pada Fase Penyerapan


● Terbatas pada obat-obatan dan nutrisi yang diberikan secara oral atau enteral.
● Merupakan interaksi obat-nutrisi yang paling sering ditemui dalam praktik klinis
● Agen penyebab interaksi dapat memodifikasi fungsi enzim atau protein transpor yang
bertanggung jawab untuk biotransformasi atau transportasi agen objek sebelum mencapai
sirkulasi sistemik.
● Dalam beberapa kasus dapat terjadi kompleksasi, pengikatan, dan/atau proses
penonaktifan lainnya yang terjadi di saluran gastrointestinal (GI)
● Interaksi tipe II dapat diminimalkan dengan memisahkan jadwal pemberian antara obat
dan nutrisi yang terlibat.
Mekanisme Interaksi Obat-Nutrisi

Tipe 2 : Interaksi Fase Penyerapan


Contoh Interaksi :
Jus Jeruk bali dengan Siklosporin

Mekanisme :

Penghambatan enzim CYP3A4 usus oleh jus jeruk bali menyebabkan peningkatan
bioavailabilitas siklosporin oral

Outcome :

Peningkatan konsentrasi siklosporin dalam darah yang dapat menyebabkan toksisitas


simtomatik
Mekanisme Interaksi Obat-Nutrisi

Tipe 2 : Interaksi Fase Penyerapan


Contoh Interaksi :
Asam Valproat dengan Karnitn

Mekanisme :

Penghambatan kompetitif protein transpor SLC22A usus yang menyebabkan


malabsorpsi Karnitin

Outcome :

Defisiensi karnitin simtomatik (hiperamonemia dan perubahan status mental akut)


pada pasien yang rentan.
Mekanisme Interaksi Obat-Nutrisi

Tipe 2 : Interaksi Fase Penyerapan


Contoh Interaksi :
Suplemen kalsium dengan Ciprofloxacin

Mekanisme :

Khelasi dan kompleksasi ciprofloxacin oleh ion kalsium

Outcome :

Bioavailabilitas ciprofloxacin secara signifikan berkurang → kemungkinan terjadi


kegagalan terapi
Mekanisme Interaksi Obat-Nutrisi

Tipe 3 : Interaksi pada Aksi Fisiologis


● Interaksi terjadi setelah fase penyerapan selesai
● Mekanismenya melibatkan perubahan distribusi seluler atau jaringan, metabolisme atau
transportasi sistemik, atau penetrasi ke organ atau jaringan tertentu dari senyawa objek
● Dalam beberapa kasus, interaksi yang terjadi melibatkan perubahan fungsi kofaktor lain
(misalnya, faktor pembekuan) atau hormon. Selain itu juga, pada beberapa kasus, interaksi
ini terjadi pada reseptor sel atau jaringan target.
● Perbedaan antara interaksi tipe II dan tipe III adalah bahwa pemisahan waktu pemberian
antara obat dengan makanan tidak diharapkan untuk menyelesaikan interaksi.
● Hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi interaksi ini yaitu dilakukan penyesuaian dosis
untuk mengoptimalkan terapi atau menghindari efek samping.
Mekanisme Interaksi Obat-Nutrisi

Tipe 3 : Interaksi pada Aksi Fisiologis


Contoh Interaksi :
Protein tiramin (dalam jumlah besar) dengan Rasagilin

Mekanisme :

Rasagiline adalah inhibitor monoamine oksidase tipe B (MAOI-B). Meskipun potensi


interaksi dengan tiramin lebih rendah daripada MAOI-A, konsumsi tyramine dalam
jumlah besar mungkin masih mengarah pada "cheese reaction."

Outcome :

Krisis hipertensi sekunder dengan adanya sejumlah besar epinefrin dalam sirkulasi
sistemik.
Mekanisme Interaksi Obat-Nutrisi

Tipe 4 : Interaksi pada Fase Eliminasi


● Interaksi ini mungkin melibatkan modulasi, antagonisme, atau gangguan eliminasi
ginjal atau enterohepatik.
● Beberapa dari interaksi ini dapat dimediasi oleh obat-obatan dan nutrisi yang
bersaing untuk protein transpor spesifik jaringan tertentu untuk dieliminasi.
Mekanisme Interaksi Obat-Nutrisi

Tipe 4 : Interaksi pada Fase Eliminasi


Contoh Interaksi :
Diet natrium dengan Lithium

Mekanisme :

Pembatasan konsumsi natrium dapat meningkatkan reabsorpsi tubulus ginjal obat-


obatan seperti lithium.

Outcome :

Toksisitas lithium.
Bahan-Bahan dan Bentuk Sediaan
a. Lipid
- Lipid adalah makronutrien yang memiliki fungsi
membentuk sel dan hormon, pengatur suhu tubuh
dan pelarut untuk beberapa vitamin seperti vitamin
A,D,E,K.
- Makronutrien lipid tersedia dalam bentuk
sediaan emulsi minyak dalam air yang mengandung
fosfoilifid, kacang kedelai, dan gliserol
- Sedian emulis lipid i.v dengan kandungan 10%, 20%
dan 30% tersedia secara komersial
b. Protein (Asam Amino)
- Makronutrien asam amino dapat diberikan secara injeksi

yang tersedia dalam bentuk berbagai konsentrasi dalam

bentuk tunggal atau dalam sediaan campuran dengan

dekstrosa.
- Sediaan di indonesia : 5%, 6%, 10%
- Dosis tergantung kebutuhan dan respon pasien
c. Karbohidrat (Glukosa)
- Karbohidrat makronutrien yang berfungsi untuk menghasilkan
energi, sebagai pengatur metabolisme lemak, penghemat protein dan
membantu melancarkan pencernaan
- Makronutrien glukosa (Dekstrosa) yang diberikan
secara parenteral
- Sediaan yang ada di indonesia: Dekstrosa 5%,
Dekstrosa 10%, dan dekstrosa 40%
- Jika konsentrasi lebih dari 12% maka diberikan
secara vena sentral.
Lama penyimpanan
Nutrisi parenteral dan bahan-bahan yang digunakan untuk membuat nutrisi parenteral harus
disimpan pada suhu dan kondisi yang disarankan oleh pabrik pembuatan sebelum diracik
ataupun digunakan. Setelah peracikan maupun penambahan bahan lain, sediaan nutrisi
parenteral harus disimpan dalam lemari es hingga nantinya digunakan pasien (simpan pada
suhu 2-8 C) sediaan yang mengandung lipid tidak boleh membeku karena dapat membahayakan
pasien, sebelum digunakan nutrisi parenteral harus sudah dikeluarkan dalam lemari es 1-2 jam
sebelumnya.

Nutrisi parenteral disimpan pada tempat yang terhindar dari cahaya matahari. Cahaya dan
peningkatan suhu dapat mempengaruhi stabilitas secara kimia contohnya vitamin A dan E yang
sensitif akan cahaya. Lemak dapat mengalami oksidasi ketika terkena cahaya matahari. Sediaan
yang sudah dibuka maksimal penyimpanan 24 jam, khusus sediaan lipid hanya 12 jam.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai