Anda di halaman 1dari 52

Kuliah Pakar Blok 11

ANEMIA NORMOSITIK
NORMOKROM
Erida Manalu
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
2021
ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROM

Hitung Retikulosit
Normal atau Tinggi
Rendah

Morfologi Sumsum
Tulang

Normal Abnormal
Perdarahan akut Hemolisis

Hipoplastik Infiltrasi/fibrosis Diseritropoiesis

Anemia sekunder
(Inflamasi, penyakit
ginjal, penyakit liver, Leukemia,
Anemia aplastik myleomatosis, Myelodysplasia
defisiensi endokrin)
metastasis,
myelofibrosis
ANEMIA PADA
PERDARAHAN AKUT
Definisi
• Perdarahan dibedakan menjadi :
Perdarahan dalam jumlah kecil dan dalam waktu lama. Perdarahan ini
baru menyebabkan anemia bila terjadi defisiensi besi
Perdarahan dalam jumlah banyak dan dalam waktu singkat. Perdarahan
jenis ini akan menimbulkan anemia walaupun tidak terdapat defisiensi
besi.
• Jadi, Anemia post perdarahan akut: anemia yang disebabkan oleh
kehilangan darah dalam jumlah banyak dan dalam waktu singkat
Etiologi
• Perdarahan eksternal
Trauma
Pembedahan
Melahirkan

• Perdarahan internal
Ruptur aneurisma
Perdarahan ke dalam rongga peritoneal ataupun ruptur kista
Patogenesis (1)
• Perdarahan akut menyebabkan berkuranganya volume intravaskuler
sehingga dapat menyebabkan gangguan pada sistem kardiovaskuler,
shock, dan kematian
• Untuk mempertahankan volume intravaskuler maka cairan dari
kompartemen interstitial ditarik masuk dalam intravaskuler sehingga
terjadi hemodilusi  penurunan kadar hematokrit
• Penurunan oksigenasi ke ginjal terutama pada sel juxtaglomerular akan
memicu peningkatan produksi eritropoeitin  stimulasi proliferasi sel stem
eritroid pada sumsum tulang  retikulositosis pada darah perifer
Patogenesis (2)
• Perdarahan eksternal  menyebabkan hilangnya besi dari tubuh sehingga
memperlambat pembentukan eritrosit. Besi untuk eritropoeisis diambil
dari feritin dan hemosiderin pd makrofag
• Pada perdarahan terjadi leukositosis (mencapai 10.000-20.000/μL) akibat
efek dari epinefrin yang menyebabkan mobilisasi granulosit dari marginal
pool maupun pelepasan granulasit dari sumsum tulang
• Terjadi trombositosis dalam 1 jam dan dapat meningkat hingga 1 juta
trombosit/μL
Patogenesis (3)
Setelah terjadi perdarahan akut maka terjadi 2 fase:
1. Fase 1 (hipovolumic stage)
• 1-3 hari
• Manifestasi hipovolemik dengan anemia ringan atau tanpa anemia
2. Fase 2 (regeneration stage)
• Pengembalian volume darah menuju normal

• Ditandai dengan anemia dan tanda regenerasi berupa eritrosit aktif

Bila perdarahan berlanjut atau berulang maka kedua fase ini tidak dapat dibedakan 
hipovolemik dan regeneratif anemia terjadi dalam waktu bersamaan
Patogenesis (4)

Perdarahan
1. Perdarahan akut
Trombositopenia, Bila sumsum
Vol darah me ↓ tulang tidak efektif
Fase I: Hipofibrinogenemia
 regenerasi tidak
1-3 hari
efektif
Hipovolemia Vol plasma me ↓
Vol eritrosit me ↓

Retikulositosis
Hemodilusi (polikromasi)
Makrositosis
Leukositosis
Fase II: Hiperplasia sumsum
3-5 hari
Neutrofilia dan left shift
tulang Trombositosis
Regenerasi 9
Retikulosit pada pewarnaan supravital

Eritrosit polikromasi pada pewarnaan Wright


Gejala Klinis
VOL. DARAH YG VOL. DARAH YG GEJALA KLINIK
HILANG (mL) HILANG (%)
• 500-1000 10-20 • Sedikit gejala
• 1000-1500 20-30 • Asimptomatik bila istirahat dlm posisi recumbent
• Hipotensi postural
• Nyeri kepala ringan
• Takikardi

• 1500-2000 30-40 • Haus, nafas pendek, hilang kesadaran, berkunang-


kunang, penurunan tekanan darah, cardiac
output, dan tekanan vena, nadi cepat dan lemah,
akral dingin, dan pucat

• 2000-2500 40-50 Asidosis laktat, syok, syok ireversibel, dan kematian


Pemeriksaan Laboratorium (1)
• Penurunan hemoglobin
• Gambaran eritrosit pada darah tepi normokrom normositik. Dapat dijumpai eritrosit
berinti di darah perifer
• Retikulositosis dalam 3-5 hari perdarahan dan mencapai nilai maksimal pada hari ke
6-11
• Polikromatophilia dan makrositosis
• MCV meningkat sementara
• Leukosit:
Leukositosis terjadi 2-5 jam setelah perdarahan dan jumlahnya mencapai 10.000-
20.000/μL. Jumlah leukosit kembali normal setelah 3-4 hari perdarahan teratasi
Pergeseran ke kiri (ditemukan mielosit dan metamielosit)
Pemeriksaan Laboratorium (2)
• Trombosit
Segera setelah perdarahan biasanya jumlah platelet menurun sementara, namun
setelah 15 menit maka jumlah platelet meningkat dan mencapai jumlah diatas normal
dalam 1 jam
Jumlah platelet dpt mencapai 1.000.000/μL
Terapi
• IVF (intravenous fluid)
Menggantikan volume darah yang hilang  kristaloid (seperti NaCl 0.9%,
Ringer Laktat), atau koloid (seperti albumin, dextran)
2-3 L cairan dalam 30 menit  normalitas hemodinamik

• Transfusi darah
Whole blood  bila Hb<10 g/dL(harrison)
Transfusi bila Hb < 7 g/dL

• Pemberian preparat besi


ANEMIA HEMOLITIK
Pendahuluan
• Hemolisis adalah peningkatan destruksi atau lisis eritrosit yang lebih cepat
dari umur seharusnya/prematur (<12o hari)
• Sumsum tulang mengkompensasi dengan meningkatkan produksi eritrosit
6 s/d 8x normal untuk menggantikan eritrosit yang lisis.
• Anemia hemolitik terjadi jika kecepatan eritrosit yang didestruksi melebihi
peningkatan produksi eritrosit oleh SST.
Klasifikasi
Berdasarkan waktu kejadian:
• Akut
• Kronik
Berdasarkan penyebab:
• Autoimun
• Non autoimun: kongenital (hereditary) dan didapat (acquired)
Berdasarkan tempat kejadian:
• Intravaskular
• Ekstravaskular
Penyebab Non Autoimun

Kelainan Kongenital Kelainan Didapat


1. Defek membran: 1. Luka fisik sel (traumatic physical cell
• Sferositosis herediter
• Elliptositosis herediter injury):
• Stomatositosis herediter • Lesi mikrosirkulasi (microangiopathic
• PNH (Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria)
disorders)
2. Gangguan enzim: • Mechanical hemolysis
• Defisiensi G6PD
• Defisiensi piruvat kinase 2. Infeksi (Malaria, Clostridium)
3. Hemoglobin: 3. Hiperspelisme
• Thalassemia
4. Bahan kimia, obat
• Hemoglobin varian (Hb S, Hb C, tak stabil)
5. Bisa binatang
Penyebab Autoimun (1)
• Disebut sebagai auto immune hemolytic anemia (AIHA): terjadi akibat destruksi
premature eritrosit oleh imun tubuh.
• Ini terjadi akibat adanya antibodi pathogen terhadap eritrosit dari penderita
sendiri
• Dibedakan berdasarkan temperature terjadinya reaksi dari antibodi tersebut
• Ada dua yaitu:
 Cold antibody (antibodi dingin): reaksi Ag-Ab tidak terjadi pada suhu tubuh tapi
afinitas Ab terhadap eritrosit terjadi bila suhu mendekati 0 derajat C
 Warm antibody (antibody hangat): afinitas Ab terhadap eritrosit terjadi pada
suhu tubuh (37 derajat C)
Penyebab Autoimun: Klasifikasi (2)
• Cold antibody (antibodi dingin):
1. Cold agglutinin disease: primer/idiopatik dan sekunder

2. Paroxysmal Cold hemoglobinuria: Sifilis, viral diseases (mumps, measles dll)


• Warm active antibody (antibody hangat):
1. Idiopatic autoimmune hemolytic anemia

2. Sekunder: penyakit limfoproliferative, autoimun, kehanasan, infeksi virus,


Imunodefisiensi
• Mixed cold and warm
• Drug Induce hemolytic anemia: penisilin, quinidine, metildopa
Patogenesis Hemolitik
Dua mekanisme utama destruksi eritrosit
pada anemia hemolitik:
1. Peningkatan destruksi eritrosit dari
sirkulasi oleh sel RES  hemolisis
ekstravaskuler
2. Peningkatan destruksi eritrosit di
sirkulasi (dihancurkan langsung) 
hemolisis intravaskuler
Hemolisis Ekstravaskuler
• Lebih sering (90%) daripada intravaskular
• Eritrosit dibersihkan dari sirkulasi oleh makrofag di liver, lien, atau sumsum
tulang  menjadi heme + globin  heme dikatabolisme menjadi besi,
biliverdin, dan CO  biliverdin masuk plasma sebagai bilirubin  berikatan
dengan albumin  liver
Penyebab Hemolisis Ekstravaskuler
1. Kelainan eritrosit bawaan:
• Thalassemia
• Hemoglobinopati
• Defisiensi enzim
• Kelainan membran

2. Defek eritrosit yang didapat:


• Anemia megaloblastik
• Spur cell anemia

3. Anemia hemolitik imun:


• Autoimun
• Induksi obat
Histiosit Hemoglobin Heme + globin Simpanan AA
Paru
Hemolisis Ekstravaskuler Biliverdin + CO + Fe Transferin + Fe

Bilirubin Sumsum tulang


Albumin plasma

Bilirubin albumin (unconjugated)


Liver

Bilirubin diglukoronida (conjugated)


Dustus bilier ke duodenum
Urobilinogen darah

ginjal
Urobilinogen + Sterkobilinogen
Urobilinogen (urin)
Hemolisis Ekstravaskuler
Penyebab Hemolisis Intravaskuler
1. Aktivasi komplemen pada membran eritrosit:
• PNH (Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria)
• Paroxysmal cold hemoglobinuria
• Reaksi transfusi
• AIHA (autoimmune hemolytic anemia)

2. Trauma fisik/mekanik pada eritrosit


• Microangiopathic hemolytic anemia
• DIC (Disseminated intravascular coagulation)

3. Toksin:
• Infeksi bakteri
• Arsen
• Plasmodium
• Bisa hewan
Eritrosit dihancurkan di pembuluh darah  Hb
bebas dilepas  berikatan dengan protein 2
plasma: haptoglobin  membentuk kompleks 1
Hb-haptoglobin  kompleks kemudian
ditranspor ke liver  dimetabolisme menjadi
bilirubin  ekskresi ke intestinal melalui bile
duct.
Jika haptoglobin tidak mencukupi  Hb bebas
dalam plasma  disosiasi menjadi αß-dimer
 filtrasi glomerulus  reabsorpsi oleh tubulus
proksimal (maks 1,4 mg/menit)  hemosiderin
 jika Hb bebas >> kemampuan reabsorpsi 
Hb-uria
Hb bebas  oksidasi menjadi methemoglobin
 disosiasi menjadi metheme + globin 
metheme terikat pada hemopeksin atau
albumin (sementara) methemalbumin 
albumin + heme  RE
Gambaran Laboratorium Hemolisis Ekstravaskuler
vs Intravaskuler
Pemeriksaan Laboratorium Anemia Hemolitik
(1)
Gambaran Peningkatan Gambaran Peningkatan Produksi
Pemecahan Eritrosit Eritrosit (Eritropoesis)
• Bilirubin serum meningkat (unconjugated)
• Urobilinogen urin meningkat
• Sterkobilin feses meningkat
• Haptoglobin serum menurun
• LDH serum meningkat
Kondisi ini berlangsung persisten pada anemia
• Tanda adanya hemolisis intravascular: Hb- hemolitik kronik, pada anemia hemolitik akut
nemia, Hb-uria berlangsung pada hari ke 3 s/d 6
• Hemosiderinuria  pewarnaan Biru
Prussia
Pemeriksaan Laboratorium Anemia Hemolitik
(2)
Pemeriksaan hematologi dan Pemeriksaan GDT:
retikulosit:
• Peningkatan eritrosit polikromasi dan
NRBC  kompensasi dari SST
• Peningkatan MCV diatas nilai dasar
MCV pasien premature release
retikulosit
• Pada anemia hemolitik yang
disebabkan oleh sferositosis
herediter  nilai MCV dalam batas
normal
Gambaran Sumsum Tulang Anemia Hemolitik
• Kepadatan sel: Hiperselular (eritroid hyperplasia)
• Sel lemak: Sedikit
• Hiperplasia eritroid, dominan rubrisit, morfologi seri eritroid normal
• Granulositopoiesis normal
• Ratio mieloid: eritroid menurun (menjadi 1:1)
• Trombopoiesis normal
Pemeriksaan Untuk Mencari Etiologi Hemolisis
Kelainan membran: sferosit, ovalosit  GDT

Tes fragilitas osmotik: Sferositosis

AIHA: Coomb’s test, autoaglutinasi

Kelainan enzim: Aktivitas G6PD eritrosit, aktivitas PK

PNH: Ham’s & sugar water test, CD55, CD59

Hemoglobinopati : Elektroforesis hemoglobin

DIC: Hemostasis lengkap

TTP: von Willebrand factor multimer

HUS: Kreatinin dan ureum serum


ANEMIA HEMOLITIK DIMEDIASI
FAKTOR IMUN
Autoimun Hemolytic Anemia (AIHA)
• Gangguan yang ditandai dengan pecah/lisisnya eritrosit sebelum waktunya
(premature) disertai anemia yang disebabkan oleh autoantibodi yang
melekat di permukaan eritrosit baik yang disertai aktivasi komplemen
maupun tidak
Klasifikasi
Autoimun Warm type Cold type
Primer : Idiopatik Primer : Idiopatik
Sekunder: Sekunder:
• Autoimun (SLE,RA) • Penyakit Infeksi (Mycoplasma
• CLL dan penyakit Immunoproliferati lain pneumoniae, infeksi mononucleosis)
• Infeksi virus • Penyakit Limfoproliferatif
• Penyakit inflamasi kronik • Paroximal cold hemoglobinuria

Alloimun Reaksi transfusi hemolitik


Haemolytic disease of the newborn

Drug Induce • Drug dependent


• Drug independent
Mekanisme Hemolisis AIHA
Reaksi pada AIHA:
1. Sensitisasi
Antibodi: IgG, IgM, IgA
2. Aglutinasi eritrosit
Complemen: C1- C9
3. Lisis eritrosit
Mekanisme Lisis Eritrosit
Pemeriksaan Laboratorium AIHA
• Dilakukan tes Coombs:
1. Direct Antiglobulin Test: mendeteksi Ab di permukaan eritrosit
2. Indirect Antiglobulin Test: mendeteksi antibody-anti eritrosit di serum
• Tes ini dapat digunakan untuk membedakan warm dan cold AIHA
• Jika hasil tes Coombs menunjukkan hasil positif dengan adanya IgG atau IgG+C3d
 warm AIHA
• Jika hasil tes Coombs menunjukkan hasil positif dengan adanya C3d  cold AIHA
Reagen Coomb’s

Membuktikan adanya antibodi IgG, C3d, C3d


di permukaan eritrosit atau
keduanya
Tipe
Tipe dingin
hangat
Friedberg RC. Autoimmune hemolytic anemia. In: Greer JP, Foerster J, Rodgers GM (eds). Wintrobe’s clinical haematology. 12 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009: p.957-91
Stevens CD. Aglutination. In: Stevens CD (eds). Clinical immunology & serology a laboratory perspective. 3rd ed. Philadelphia: E. A. Davis company; 2010: p.137-51
Mendeteksi adanya antibodi-anti eritrosit dalam serum

Reagen Coomb’s

Friedberg RC. Autoimmune hemolytic anemia. In: Greer JP, Foerster J, Rodgers GM (eds). Wintrobe’s clinical haematology. 12 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009: p.957-91
Stevens CD. Aglutination. In: Stevens CD (eds). Clinical immunology & serology a laboratory perspective. 3rd ed. Philadelphia: E. A. Davis company; 2010: p.137-51
Karakteristik AIHA

Smith LA. Hemolytic anemia: Immune anemias. In: McKenzie SB, Williams JL, editors. Clinical laboratory hematology. 2nd ed. New York: Pearson; 2010. p. 342.
WAIHA
• Insiden pada semua umur, tapi meningkat
setelah usia 40 tahun, puncaknya pd usia < 4
tahun
• Etiologi : 60 % idiopathic bisa akut dan kronis
• Gambaran Klinis :
• Gejala anemia : letih, lesu, sesak ketika
beraktifitas
• Jaundice
• Splenomegali > 50%  masif  sekunder
limfoproliferatif
Gambaran Darah Tepi WAIHA
Cold AIHA
• Insiden 16-30% dari seluruh AIHA
• Jarang pada anak-anak, lebih sering pada
orang dewasa
• Etilogi :
• Idipathic : mulai usia 50 th, puncak 70 thn
• Sekunder :
 Infeksi virus atau bakteri
 Infeksi Mycoplasma pneumonia, infeksi
mononucleosis
 Limfoproliferatif disease
Cold AIHA
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai