Anda di halaman 1dari 49

KEGAWATDARURATAN

MASA NIFAS
PREEKLAMPSI-EKLAMPSI
• Hipertensi selama kehamilan dapat
menjadi penyebab kematian ibu dan bayi
• Hipertensi juga dapat terjadi selama
periode post partum
• Hipertensi postpartum berhubungan
dengan persistent gestasional
hypertension, pre eklampsi atau hamil
dengan hipertensi, bahkan hanya muncul
pada saat post partum (de novo)
• Terjadi proses vasodilatasi selama
kehamilan meningkatkan cardiac output
40-50%, menurunkan sekitar 10 mmHg
TD pada pertengahan kehamilan
• Selama kehamilan lanjut, TD kembali
meningkat seperti sebelum hamil
• Sesaat setelah persalinan, tekanan darah
akan menurun, dan meningkat kembali
dengan puncaknya pada hari 3-6
postpartum
• Hipertensi transient dapat terjadi selama
postpartum pada ibu hamil normal,
disebabkan karena nyeri, obat-obatan,
penumpukan cairan, akumulasi garam dan
air yang berpindah ke intravaskular
Hipertensi dan pre eklampsi
post partum (new onset)
• Insinden: 0,3-28%
• Selama kehamilan normal, terjadi peningkatan
volume plasma, sehubungan denga retensi
sodium dan air pada jaringan interstisial. Kondisi
ini semakin berat pada kehamilan kembar.
• Selain itu, banyak ibu yang mendapatkan
tambahan cairan intravna selama proses
melhikan dan postpartum
• Ibu dengan SC juga mendapatkan banyak
cairan sehubungan dengan analgesia dan
anestesi
• Pada beberapa ibu, perpindahan volume cairan
ke dalam intravaskular secara akut atau
perpindahan yang tertunda, biasanya ditambah
dengan fungsi ginjal yang suboptimal dapat
menyebabkan volume overload yang memicu
hipertensi
• Beberapa pengobatan juga dapat menimbulkan
vasokonstriksi. Dosis besar ibuprofen, atau
indometacin dapat menyebabkan vasokonstriksi
dan retensi cairan dan garam hipertensi
• Injeksi ergot alkaloid (ergometrin)dapat
menyebabkan hipertensi, vasokonstriksi
serebral dan stroke
Hipertensi-proteinuria persisten pada
ibu dengan GH-Preeklampsia
• Hipertensi maternal dan proteinuria biasanya
akan hilang dalam minggu pertama postpartum
pada ibu hamil dengan GH atau preekampsi.
• Pada ibu dengan pre eklampsi terjadi penurunan
TD dalam 48 jam postpartum,namun TD
meningkat kembali antara hari ke 3-6 PP
• Pada beberapa ibu akan terjadi temuan
laboratorium yang berkembang menuju Peatau
HELLP syndrom
Persisten exaecabation hipertensi pada
ibu dengan hipertensi kronis
• Ibu dengan hipertensi kronis pada
kehamilan memiliki risiko yang tinggi untuk
mengalami hipertensi post partum atau
superimpodes preeklampsi
PENATALAKSANAAN
• Minta bantuan
• Jangan tinggalkan ibu sendirian
• Hindarkan ibu dari terluka, tetapi jangan terlalu aktif
menahan ibu.
• Jika ibu tidak sadarkan diri :
 Cek jalan napas
 Posisikan ibu berbaring menyamping ke sisi kiri
badannya dan dukung punggung ibu dengan dua
bantal guling
 Periksa apakah lehernya tegang/kaku
• Jika tekanan diastolic tetap lebih dari 110 mmHg,
berikan obat antihipertensi sampai tekanan diastolic di
antara 90-110 mmHg
• Pasang infus dengan jarum (16 gauge atau lebih besar)
• Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi
overload cairan
• Katererisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan
protein
• Jika jumlah urine kurang dari 30 ml/jam :
 Hentikan magnesium sulfat (MgSO4) dan berikan
cairan IV (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) pada
kecepatan 1 liter/8 jam
 Pantau kemungkinan edema paru
 Jangan tinggalkan pasien sendirian (kejang disertai
aspirasi muntah dapat mengakibatkan kematian ibu)
• Observasi tanda-tanda vital, refleks setiap jam
• Bila pasien kejang, yang perlu dilakukan adalah sebagai
berikut :
 Beri obat antikonvulsan
 Perelengkapan untuk penganan kejang (jalan nafas,
sedotan, masker dan balon, oksigen, sudip lidah)
 Beri oksigen 4 – 6 liter/menit
 Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
 Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika
perlu
 Rujuk dengan prinsip BAKSOKU (Bidan, Alat,
Keluarga, Surat, Obat)
 Miringkan ibu ke samping untuk mengurangi risiko
aspirasi dan memastikan jalan napas membuka.
PEMBERIAN MgSO4
PEMBERIAN MgSO4, periksa :
• Frekuensi pernapasan minimal 16/menit
• Reflek patella (+)
• Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
• Beritahu pasien akan merasa agak panas sewaktu diberi
suntikan MgSO4
• Loading dose : 4 g MgSO4 40% dalam
100 cc NaCL : habis dalam 30 menit (73
tts / menit)
• Maintenance dose : 6 gr MgSO4 40%
dalam 500 cc Ringer Laktat selama 6
jam : (28 tts/menit)
• Awasi : volume urine, frekuensi nafas,
dan reflex patella setiap jam
• Pastikan tidak ada tanda-tanda
intoksikasi magnesium pada setiap
pemberian MgSO4 ulangan
• •Bila ada kejang ulangan : berikan 2g
MgSO4 40%, IV
Bendungan ASI (Breast
Engorgement)
• Adalah pembendungan air susu karena
penyempitan duktus laktiferi atau oleh
kelenjar kelenjar yang tidak dikosongkan
dengan sempurna atau karena kelainan
puting susu
• Diartikan sebagai peningkatan aliran
darah vena dan limfe padapayudara
dalam rangka mempersiapkan diri untuk
laktasi, sehingga menyebabkan
bendungan ASI dan rasa nyeri disertai
kenaikan suhu badan
PATOFISIOLOGI
• Sesudah plasenta lepas, kadar estrogen dan
progesteronn turun dalam 2-3 hari prolaktin aktif
alveolus terisi dengan air susu. Namun pengeluarannya
membutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-
sel mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus
(reflek timbul jika bayi menyusu)
• Sejak hari ke 3 sampai 6 PP, ASI secara normal
dihasilkan  payudara menjadi penuh pulih atau
kosong dengan pengisapan bai
• Namun dapat berkembang menjadi bendungan,
payudara terasapenuh dengan ASI dan cairan jaringan
• Aliran vena dan limfatik tersumbat aliran
susu menjadi terhambat dan tekanan pada
saluran ASI dan alveoli meningkat
payudara menjadi bengkak dan
edematous
Etiologi
• Produksi ASI berlebihan
• Bayi tidak menyusu dengan adekuat
• Posisi menyusui yang tidak benar
• Kelainan puting susu
• Pemakaian BH yang terlalu ketat
• Tekanan jari ibu pada wakyu menyusui
Tanda dan gejala
• Bedakan bendungan ASI dengan
payudara penuh fisiologis
• Tanda payudara penuh: payudara
terasapanas, berat, keras dan tidak
mengkilap. ASI mengalir dengan lancar
bahkan menetes spontan
Tanda dan Gejala Bendungan
ASI
• Rada berat pada payudara
• Payudara terasa panas
• Suhu tubuh dapat meningkat
• Payudara bengkak
• Puting susu kencang, payudara mengkilat
• Payudara terasa nyeri
• ASI tidak keluar
• Tidak terdapat tanda kemerahan
Komplikasi
• Pengamatan pada hubungan antara
bendungan ASI dan mastitis telah
dilakukan selama beberapa tahun,
walaupun kedua kondisi tidak selalu dapat
dibedakan dengan jelas
• Mastitis merupakan infeksi yang terjadi
pada payudara, ini merupakan kelanjutan
dari bendungan payudara sehingga
bakteri dapat dengan mudah menginfeksi
payudara
PENCEGAHAN
• IMD
• Menyusui on demand
• Teknik menyusui yang benar
• Menggunakan BH yang benar
Penatalaksanaan
• Kompres payudara dengan menggunakan kain
basah/hangat selama 5 menit.
• Urut payudara dari arah pangkal menuju puting.
• Keluarkan ASI dari bagian depan payudara
sehingga puting menjadi lunak
• Menyusui on demand, lebih sering, dan lebih
lama pada payudara terdampak
• . Kompres dingin untuk mengurangi statis vena
dan mengurangi nyeri
• Jika perlu perah ASI
• Bila perlu, berikan parasetamol 3 x 500 mg per
oral untuk mengurangi nyeri.
MASTITIS
• Mastitis adalah peradangan payudara pada satu
segmen atau lebih yang dapat disertai infeksi
ataupun tidak
• Ada dua jenis mastitis yaitu, mastitis non infeksi
dan mastitis infeksi.
• Mastitis non infeksi yang biasanya disebabkan oleh
stasis susu (susu diproduksi, tetapi tetap di
payudara). Ibu yang mengalami mastitis non infeksi
biasanya merasakan payudara terasa nyeri,
bengkak dan ketidaknyaman
• Lactational mastitis is an inflammatory
process affecting the lactating breast.
• It is usually bacterial in aetiology. It affects
the breast parenchyma, causing localised
pain, tenderness, erythema and
engorgement, and may be accompanied
by systemic features such as fever,
malaise, rigors, nausea and vomiting
• Mastitis is an inflammation of the breast that
may or may not involve a bacterialinfection
• It occurs if milk stasis remains unresolved
and the protection provided by the immune
factors in the milk and the inflammatory
response of the breast are overcome.
• Part of the breast becomes inflamed, red,
swollen, hard and very painful.
• The woman feels unwell with a fever and
general myalgia (muscle pain) or flu like
symptoms.
Time of occurrence
• Mastitis is commonest in the second and third week
postpartum, with most reports indicating that 74% to
95% of cases occur in the first 12 weeks
• However, it may occur at any stage of lactation,
including in the second year
• Breast abscess also is commonest in the first 6
weeks post partum, but may occur later
• The two principle causes of mastitis are milk stasis
and infection
Etiologi
• Stasis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan efisen dari
payudara. Hal ini dapat terjadi apabila ASI terbendung
pada payudara yang disebabkan oleh kenyutan bayi
tidak efektif atau teknik menyusui yang tidak benar.
Stasis ASI merupakan penyebab primer dan jika
dibiarkan akan berkembang timbul infeksi.
• Infeksi disebabkan oleh bakteri yang bernama
Staphylococcus Aureus. Bakteri ini berasal dari mulut
bayi memalui saluran puting, sehingga teknik menyusui
yang salah akan menyebabkan puting menjadi lecet. Hal
ini akan memudahkan bakteri masuk pada payudara dan
mengakibatkan penyumbatan ASI payudara menjadi
besar, terasa nyeri tekan dan terasa panas.
Faktor predisposisi
• Poor positioning / attachment
• Damaged nipples- especially if colonised with
Staphylococcus aureus
• Incomplete draining of the breast
• Unresolved engorgement
• Unresolved blocked ducts or white spot on the nipple
(blocked nipple pore)
• Inadequate / inappropriate treatment of previous mastitis
• Ankyloglossia (tongue tie)
• Abrupt weaning
• Restrictive bra / clothing
• Maternal stress and fatigue
Patofisiologi
• Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan
di dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI
tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli
yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang
memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga
permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa
komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan
natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan
selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu
respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan
kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi
• Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu
melalui Duktus Laktiferus ke lobus sekresi,
melalui puting yang retak ke kelenjar limfe
sekitar duktus (periduktal) atau melalui
penyebaran hematogen (pembuluh darah).
Organisme yang paling sering adalah
Staphylococcus Aureus, Escherecia Coli dan
Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan pula
mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi
dapat menderita tuberkulosa tonsil . Pada
daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis
tuberkulosis mencapai 1%
Tanda dan gejala
• Gejala yang timbul dari mastiti infeksi biasanya
ditandai adanya respon inflamasi dan rusaknya
jaringan puting menjadi pecah-pecah sehingga
dengan mudah bakteri untuk masuk, sedangkan
tanda dan gejala mastitis non-infeksi payudara
mengalami pembengkakan yang upnormal
payudara yang mengeras, terasa sakit apabila
disentuh dan terasa tegang dikarenakan
kurangnya waktu menyusui untuk bayi
TANDA DAN GEJALA
Breast
• Red, hot, swollen and painful lump or wedge-shaped
area or entirety of affected breast
• Skin may appear shiny and tight with red streaks
• Some/all of the breast symptoms will occur with blocked
ducts (non-infective)

General
• Flu-like symptoms: lethargy, headache, myalgia, nausea
and anxiety
• Fever (temperature >38.5оC). Be aware the use of pain
relief may be masking the existence of fever
• Pemeriksaan penunjang berupa
laboratorium dan kultur ASI. Pemeriksaan
laboratorium dilakukan untuk menjunjang
diagnosis. WHO menganjurkaan untuk
melakukan uji sensitivitas dan kultur
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
• Pemberian antibiotik
Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam
• Pemberian antibiotik dikonsulkan oleh dokter supaya
mendapat antibiotik yang tepat dan aman untuk ibu
menyusui. Selain itu, bila badan terasa panas sebaiknya
diberikan obat penurun panas (Paracetamol oral 3x500
mg). Namun jika infeksi tidak hilang maka dilakukan
kultur asi
• pemberian Analgesik untuk mengurangi rasa nyeri
• Tetap susui bayi, atau keluarkan ASI dengan cara
memerah ASI
• Jika puting susu terinfeksi, istirahatkan dan tetapperah
ASI sampai puting susu sembuh
• Sebelum menyusui sebaiknya ASI dikeluarkan sedikit
lalu oleskan pada daerah payudara dan puting. Cara ini
bertujuan untuk menjada kelembapan puting susu
• Posisi menyusui yang benar
• Pijat payudara sebelum dan selama menyusui atau
memerah ASI
• Melakukan kompres dingin pada payudara
untuk mengurangi nyeri
• Mulai menyusui dari payudara terdampak
• Setelah menyusui pada payudara
terdampak, perah ASI untuk memastikan
payudara memang sudah kosong
• Hindari menggunakan bra yang sempit
ABSES PAYUDARA
• Abses payudara adalah suatu kondisi medis
yang ditandai dengan kumpulan nanah yang
terbentuk dibawah kulit payudara akibat dari
infeksi bakteri.
• addition to the signs and symptoms of mastitis,
there may be increased localised swelling, pain
and tenderness at the site of the abscess.
Women with an encapsulated abscess may
present with no systemic symptoms but will
present with a breast lump and usually describe
a recent episode of mastitis.
• Abses payudara adalah akumulasi nanah
pada jaringan payudara. Hal ini biasanya
disebabkan oleh infeksi pada payudara
• Abses payudara merupakan kelanjutan
dari mastitis, dikarenakan meluasnya
peradangan pada payudara
Tanda dan gejala
• Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.
• Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.
• Benjolan terasa luak karena berisi nanah. Kadang keluar cairan
nanah melalui puting susu. Bakteri terbanyak penyebab nanah pada
payudara adalah stafilococcus aureus dan spesies streptokokus.
• Pada lokasi payudara yang terkena akan tampak membengkak.
Bengkak dengan getah bening dibawah ketiak.
• Nyeri dan teraba massa yang empuk.
• Sensasi rasa panas pada area yang terkena.
• Demam dan kedinginan, mengigil.
• Rasa sakit secara keseluruhan.
• Malaise, dan timbul limpadenopati pectoral axilla, parastenalis, dan
Subclavia.
Diagnosis
• Clinical examination alone may not be
sufficient to exclude or confirm an
abscess. The diagnosis and location
should be confirmed by diagnostic
ultrasound.
• Untuk memastikan diagnosis perlu
dilakukan aspirasi nanahnya.
Penatalaksanaan
Terapi bedah
• Bila abses telah terbentuk,pus harus dikeluarkan
• Dapat dilakukan dengan insisi dan penyaliran yang
membutuhkan anestesi umum
• Dapat juga dengan melakukan aspirasi dengan bantuan
ultrasound kurang nyeri, dengan anestesi lokal

Pengobatan
• Pengobatan sistemik dengan antibiotik sesuai dengan
sensitivitas organisme
• Antibitik saja tanda pengeluaran pus tidak efektif
• beri penghilang rasa sakit.
Konseling menyusui
• Teknik menyusui yang benar.
• Kompres payudara dengan air hangat dan
air dingin secara bergantian.
• Mulailah menyusui pada payudara yang
sehat.
• Hentikan menyusui pada payudara yang
abses, tetapi asi harus tetap dikeluarkan
• Namun sejumlah studi menemukan bahwa
aman memberikan ASI pada bayi

Anda mungkin juga menyukai