Anda di halaman 1dari 22

ANALISIS OBAT

DALAM CAIRAN
HAYATI
BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINEMATIKA OBAT

Kelompok 3
Husna Ath Thaariq (1908109010006)
Halwa Huriya Wanda (1908109010008)
Siti Maisarah (1090109010012)
Tiara Nur Fadilah (1908109010016)
PENDAHULUAN
Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari tentang absorbsi, distribusi, metabolisme, dan
eliminasi obat. Farmakokinetik klinis menggunakan pendekatan matematika untuk
mengoptimalkan pemberian obat dengan memperkirakan konsentrasi obat dalam darah

Parameter farmakokinetik merupakan hasil pengukuran kadar obat utuh atau metabolitnya didalam
cairan hayati. Parameter farmakokinetik meliputi kecepatan absorbsi, masuknya obat ke sistemik
dari absorbsinya; klirens, suatu ukuran kemampuan tubuh untuk mengeliminasi obat; volume
distribusi, suatu ukuran volume dalam tubuh yang mengandung obat; ketersediaan hayati, fraksi
dosis obat yang terabsorbsi kedalam sirkulasi sistemik. (Parfati dkk, 2004).
PENDAHULUAN
Penilaian ketersediaan hayati dapat dilakukan dengan data darah, data urin. Cairan hayati yang
sering dipilih yaitu darah, darah menjadi tempat dominan yang dilalui obat serta paling cepat
dicapai oleh obat. ketersediaan hayati adalah sejumlah komponen suatu zat didalam darah atau
organ yang dapat diukur setelah penyerapan pada suatu jaringan. (Syukri, 2002).

Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang yang menggambarkan


absorbansi maksimum. Secara teoritis serapan maksimum untuk parasetamol adalah 244 nm.
(Tulandi, dkk, 2015)
01 Prinsip Percobaan
Analisis secara kuantitatif menggunakan metode spektroskopi UV-VIS, panjang
gelombang : 242 nm
02 Tujuan Percobaan
Agar mahasiswa dapat memahami langkah- langkah analisis obat dalam cairan hayati.
Agar mahasiswa dapat melakukan analisa senyawa obat dalam cairan hayati.

03 Subjek Coba
Kelinci jantan (Oryctolagus cuniculus)

04 Alat dan Bahan


1. Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu: tabung reaksi dan rak tabung, pipet ukur,
vortex, centrifuge, pipet volume, kuvet, spuit 1 ml, spektrofotometer UV-Vis

2. bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu: Paracetamol, sampel darah subjek,
aquades, TCA 10 %, NaNO2 10%, NaOH 10% ,HCl dan Asam sulfamat 15%
05 Persiapan Bahan
- Larutan TCA (Asam Trikloro Asetat) 10%
Larutan TCA (Asam Trikloro Asetat) 10% dibuat dengan cara melarutkan 10 gram Asam trikloro asetat ke dalam
100 ml aquadest

- Larutan Asam Sulfamat 15%


Larutan Asam Sulfamat 15% dibuat dengan cara melarutkan 15 gram Asam trikloro asetat ke dalam 100 ml
aquadest

- Larutan NaNO2 10%


Larutan NaNO2 10% dibuat dengan cara melarutkan 10 gram NaNO2 ke dalam 100 ml aquadest

- Larutan NaOH 10%


Larutan NaOH 10% dibuat dengan cara melarutkan 10 gram NaOH ke dalam100 ml aquadest

-Larutan HCl 6N
Larutan HCl 6N dibuat dengan cara melarutkan 49,73 mL HCL pekat kedalam 50,27 aquadest.

06 Persiapan Alat
-Disiapkan semua persiapan alat yang digunakan, spuit injeksi 1 ml

-Dipastikan dalam keadaan steril sebelum dilakukan penyuntikan .


Parasetamol
A. Pembuatan Kurva Baku Parasetamol
Dibuat larutan parasetamol 500 ppm (500mg/L) dengan cara dimasukkan 50 mg PCT dalam 100 mL
air dan parasetamol 1000 ppm (1000mg/L) dengan cara dimasukkan 100 mg PCT kedalam 100 mL air
A. PCT 500 ppm
- Diambil 0.1 ml PCT ditambahkan 0,9 ml plasma (50 ppm)
- Diambil 0.2 ml PCT ditambahkan 0,8 ml plasma (100 ppm)
- Diambil 0.3 ml PCT ditambahkan 0,7 ml plasma (150 ppm)
- Diambil 0.4 ml PCT ditambahkan 0,6 ml plasma (200 ppm)
B. PCT 1000 ppm
- Diambil 0.3 ml PCT ditambahkan 0,7 ml plasma (300 ppm)
- Diambil 0.4 ml PCT ditambahkan 0,6 ml plasma (400 ppm)
-Dibaca intensitas pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 242 nm
MENGHITUNG PENGENCERAN :
V1 x N1 = V2 x N2

a. Pengeceran 50 ppm d. Pengeceran 200 pp


Tabung 1: Darah (0,9 mL) PCT (0,1 mL) Tabung 4: Darah (0,6 mL) PCT (0,4 mL)
0,1mL x 500ppm = 1mL x N2 0,4mL x 500ppm = 1mL x N2
N2 = 50 ppm N2 = 200 ppm

b. Pengeceran 100 pp e. Pengeceran 300 pp


Tabung 2: Darah (0,8 mL) PCT (0,2 mL) Tabung 5: Darah (0,7 mL) PCT (0,3mL)
0,2mL x 500ppm = 1mL x N2 0,3mL x 1000ppm = 1mL x N2
N2 = 100 ppm N2 = 300 ppm
c. Pengeceran 150 ppm f. Pengeceran 400 pp
Tabung 3: Darah (0,7 mL) PCT (0,3 mL) Tabung 6: Darah (0,6 mL) PCT (0,4 mL)
0,3mL x 500ppm = 1mL x N2 0,4mL x 1000ppm = 1mL x N2
N2 = 150 ppm N2 = 400 ppm
Prosedur Kerja
1. Disiapkan seekor kelinci, sebelum dilakukan pengambilan darah dipuasakan terlebih dahulu
selama 10 jam dan hanya diberikan air saja.
2. Dilakukan penimbangan berat badan kelinci untuk penyesuaian dosis obat.
3. Dilakukan pencukuran terlebih dahulu rambut di bagian telinga kelinci.
4. Ditarik darah kelinci sebanyak 1 ml sebagai darah kontrol, setelah 10 menit diberikan injeksi
paracetamol sesuai dosis dan ditarik darah kelinci setiap menit ke- 30, 60, 120, 180 dan 240.
5. Darah ditampung dalam vakutain yang telah dilapisi Na2EDTA
6. Setiap sampel darah ditambahkan larutan TCA 10% sebanyak 1 mL, di vortex selama 1
menit
7. Didiamkan selama 15 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit
8. Diambil semua supernatan dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi
Prosedur Kerja
9. Ditambahkan HCl 6 N sebanyak 0,5 mL dan Na NO2 10% sebanyak 1 mL didiamkan selama
3 menit
10. Ditambahkam asam sulfamat 15 % 1 mL secara perlahan
11. Ditambahkan NaOH 15 % sebanyak 2,5 mL
12. Dilakukan analisa spektrometri UV-Vis dengan panjang gelombang maksimum 242 nm
Perhitungan Dosis
● Berat kelinci : 2 kg
● Dosis pct : 500 mg
● Dosis 1,5 kg kelinci : 500 mg x 0,07 = 35 mg
● Mencari dosis pct kelinci dengan berat 2 kg
=
X = 46,67 mg
● Sediaan injeksi PCT yang tersedia 10 mg/mL
=
X = 4,667 mL
Data Hasil Pengamatan
K
o
n
1. Larutan Baku Standar s
e 2. Kurva Baku Standar
A
b
n s
t o
N r r
o a b
No Konsentrasi Absorbansi s a
i
(
n
s Kurva Standar
p i
p
1 5 0,401
m2
)
5 0
,
1.5 , f(x) = 0.06748 x + 0.0562000000000003
1 0 4
2 10 0,726 0 0 R² = 0.9991665329632

Absorbansi
0 1
1
1 0
Series1
0
, Linear (Series1)
3 15 1,073
2
,
0
7
2
0
0.5
0
6
1
1
4 20 1,382 3
5
,0
0
,
0
0 07 5 10 15 20 25 30
3
0
5 25 1,760
2
0
1 Konsentrasi (ppm)
,
,
4 3
0
8
0
2
0
2
1
5
,
,
5 7
0
6
0
0
0
PERHITUNGAN ANALISIS KADAR
Menghitung kosentrasi (c) dalam darah

y = 0,0675x + 0,0562
1. C1 3. C3
2. C2
Y = 0,0675x + 0,0562 Y = 0,0675x + 0,0562
Y = 0,0675x + 0,0562
3,291 = 0,0675x + 0,0562 1,722 = 0,0675x + 0,0562
4,000 = 0,0675x + 0,0562
3,291 – 0,562 = 0,0675x 1,722 – 0,0562 = 0,0675x
4,000 – 0,0562 = 0,0675x
x x
x
x = 47,922 ppm x = 24,678 ppm
x = 58,426 ppm

4. C4 5. C5

Y = 0,0675x + 0,0562 Y = 0,0675x + 0,0562

1,921 = 0,0675x + 0,0562 1,684 = 0,0675x + 0,0562

1,921 – 0,0562 = 0,0675x 1,684 – 0,0562 = 0,0675x

x x

x = 27,493 ppm x = 24,115 ppm


Data Hasil Pengamatan
Data Sampel Darah Kurva Data Darah

No Konsentrasi Absorbansi

1 47,922 Absorbansi
3,291
4

Absorbansi
2 58,426 4,000 3 f(x) = 0.0675014788682415 x + 0.0561926027479758
2 R² = 0.999999999865472
3 24,678 1,722
1
0
20 25 30 35 40 45 50
4 27,493 1,912 Konsentrasi

5 24,115 1,684

Note: Grafik menggunakan 5 data sampel


darah tidak linear, sehingga data ke-2 dan ke-
3 tidak digunakan.
Alasan
• Setelah darah diambil, dimasukkan kedalam vakutain yang sudah dilapisi Na2EDTA.
Na2EDTA berfungsi sebagai antikoagulan, bertujuan agar sampel darah yang dikumpulkan
tidak menggumpal.

• TCA merupakan senyawa yang dapat menghentikan kerja enzim yang dapat memetabolisme
obat sekaligus akan menyebabkan denaturasi protein plasma. TCA akan mengikat protein
dan mengendapkannya saat sentrifugasi, sehingga keberadaan protein tidak mengganggu
pembacaan absorbansi. TCA juga digunakan untuk memberikan suasana asam yang
dibutuhkan untuk proses reaksi kimia diazotasi sehingga dapat diketahui kadar PCT
sebenarnya (Lethe, 2000).Lalu divortex untuk mempercepat proses homogenisasi.

• Sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit untuk menyempurnakan


pengendapan. Setelah sentrifugasi akan diperoleh supernatan berupa cairan bening yang
kemudian diambil dan dipindahkan ke tabung reaksi.

• Supernatan harus diambil tanpa endapan yang bertujuan untuk memperoleh obat yang
bebas protein plasma, karena obat yang terikat pada protein plasma tidak akan aktif secara
farmakologi, sehingga tidak memberikan efek teurapetik dengan kata lain dapat
menyebabkan data hasil pengamatan tidak valid (Anggraeni, 2010)
Alasan
● Supernatan dimasukkan ke tabung reaksi lalu ditambahkan HCl 6N sebanyak 0,5ml
dan NaNO2 0,1 % sebanyak 0,1 ml, lalu didiamkan selama 2 menit. HCl berfungsi
menghidrolisis paracetamol dan memberikan suasana asam.

● Penambahan NaNO2 berfungsi sebagai reaksi diazotasi dalam pembentukan garam


diazonium yang sangat reaktif. Dengan adanya ion NO 2-dari NaNO2 dan ion H+ dari
HCl maka terbentuklah asam hipotetik HNO2.

● HNO2 akan bereaksi dengan amina aromatis yang dimiliki oleh PCT sehingga
membentuk garam diazonium dan menyebabkan perpanjangan ikatan rangkap
terkonjugasi (kromofor) sehingga dapat dibaca absorbansinya.

● Asam HNO2 bersifat oksidator sehingga HNO2 berlebih akan merusak senyawa yang
terbentuk, kelebihan HNO2 dihilangkan dengan menambahkan ammonium sulfamat
15% sebanyak 1mL. Hilangnya HNO2, ditandai dengan tidak adanya gelembung N 2
yang dapat mengganggu analisis. Reaksinya sebagai berikut:

HNO2+ H2NSO3H → H2SO4+ H2O + N2


PEMBAHASAN
• Percobaan analisis obat dalam caran hayati bertujuan untuk memahami
langkah-langkah analisis obat dalam cairan hayati dan melakukan analisa
senyawa obat dalam cairan hayati.

• Cairan hayati yang digunakan sebagai media obat adalah darah. Alasan
digunakan darah karena darah merupakan tempat dominan yang dilalui obat,
dan darah sebagai tempat yang paling cepat dicapai dalam proses absorpsi
dan distribusi baik ke jaringan target maupun ke organ eliminasi, sehingga
kadar obat di dalam sirkulasi sistemik ini paling mencerminkan kadar obat
sebenarnya di dalam tubuh.
PEMBAHASAN
• Panjang gelombang maksimum serapan PCT berada pada daerah UV yaitu 200-
400nm. Secara teoritis serapan maksimum untuk PCT adalah 244 nm (Tulandi,
2015).

• Panjang gelombang maksimum yang diperoleh di laboratorium yaitu 242 nm.


Ketidaksesuaian ini dikarenakan adanya pergeseran pita penyerapan pada
paracetamol dan disebabkan oleh faktor pengadukan sebelum larutan sampel diukur.

• Pergeseran pita penyerapan tersebut karena struktur molekul paracetamol memiliki


gugus auksokrom yang terikat pada gugus kromofor.

• Penetapan kadar parasetamol bertujuan untuk menjamin mutu serta keamanan obat
tersebut.
PEMBAHASAN
• Metode yang digunakan untuk penetepan kadar parasetamol yaitu metode spektrofotometer UV-Vis.

• Spektrofotometer UV-Vis dipilih karena memberikan hasil yang cepat, sensitif dan simpel dalam
pengerjaannya. Identifikasi obat atau metabolit menggunakan spektrofotometri UV-Vis didasarkan
pada panjang gelombong maksimum yang diabsorpsi. Pada absorpsi yang maksimum akan
didapatkan sensitivitas yang optimum (Smith, 1981).

• Prinsip spektrofotometer UV-Vis adalah ketika sumber sinar berupa cahaya uv-vis diteruskan melalui
suatu media berupa sampel, maka sebagian cahaya diserap, dipantulkan, daa diteruskan.

• Sebelum metode digunakan untuk penetapan suatu kadar, terlebih dahulu dilakukan validasi.

• Validasi metode analisis bertujuan untuk mengkonfirmasi bahwa metode analisis tersebut dapat sesuai
untuk peruntukannya (Gandjar, 2007).Validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode
analisis dapat akurat, spesifik, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan
Rohman, 2014).
Kurva Baku Standar
Kurva ini merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi.

Persamaan regresi linier dari kurva baku parasetamol yang diperoleh adalah y =
0,0675x + 0,0562 dengan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,9992. Berdasarkan
literatur, koefisien koreasi R≥0,9-1 diketahui memiliki arti bahwa hubungan antar
variabel sangat tinggi, kuat sekali dan dapat diandalkan (Sarwono, 2010)

Persamaan garis kurva baku ini layak digunakan untuk menentukan kadar parasetamol
dalam sampel darah.
Nilai range linier yang diperoleh menunjukkan bahwa dalam kurva baku tersebut
berlaku hukum Lambert-Beer, sehingga persamaan garis tersebut dapat digunakan
untuk menentukan validasi metode penentuan kadar parasetamol dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Visible.
Kurva Darah
• Kurva kalibrasi memenuhi persyaratan sehingga dapat menjadi
perbandingan dengan kurva kalibrasi data darah, dan didapatkan nilai
R kurva kalibrasi darah yaitu 1.

• Nilai korelasi semakin mendekati 1 berarti hubungan antara dua


variabel semakin kuat.
Kesimpulan

1. Persamaan dari kurva baku ini layak digunakan untuk menentukan


kadar PCT dalam darah
2. Nilai koefisien korelasi dari kurva baku darah yaitu sebesar 0,9992
dan koefisien korelasi dari kurva kalibrasi darah yaitu sebesar 1, nilai
ini memenuhi persyaratan sehingga hubungan antara 2 variabel kuat
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anggraeni, I. I. (2010). Penetapan Kadar Medroksiprogesteron Asetat dalam Plasma Secara In Vitro dengan KCKT.
Tugas Akhir. Universitas Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Anief, M. (2002). Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Lethe, C., & Syahruddin, K. (2006). Penuntun Praktikum Kimia Klinik Dasar, Laboratorium Kimia Farmasi, Universitas
Hasanuddin.

Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. PT. Bina pustaka, Jakarta.

Syukri, Y. (2002). Biofarmasetika. Penerbit UII press, Yogyakarta.

Tulandi, G. P., Sudewi, S., & Lolo, W. S. (2015). Validasi Metode Analisis untuk Penetapan Kadar Parasetamol dalam
Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet. Jurnal Pharmacon, Vol.4, 169-171.

Anda mungkin juga menyukai