Anda di halaman 1dari 60

ASMA

Apt. Risa Susanti, M.S.Farm


PSPA Universitas Garut
Definisi Asma
Asma merupakan penyakit heterogen yang
biasanya ditandai dengan inflamasi kronik
saluran napas. Hal ini ditandai dengan
adanya riwayat gejala gangguan pernafasan
seperti mengi, napas pendek, dada terasa
berat dan batuk yang bervariasi seiring
waktu dan intensitasnya, dan disertai
keterbatasan aliran udara ekspirasi yang
bervariasi (GINA 2020).

GINA: Global Initiative for Asthma


Etiologi
 Asma pada anak-anak erat kaitannya dengan alergi. ± 80%
pasien asma memiliki riwayat alergi
 Asma yg muncul pada saat dewasa dapat disebabkan oleh
berbagai faktor: adanya sinusitis, polip hidung, sensitivitas
terhadap aspirin atau obat-obatan anti-inflamasi non steroid
(AINS) atau mendapatkan picuan ditempat kerja (occupational
asthma).
Faktor Resiko Asma
Faktor yang Menyebabkan
Faktor yang Memicu terjadinya Gejala Asma
Berkembangnya Asma
Faktor Pasien Faktor lingkungan lebih berperan dalam memicu kekambuhan
a. Genetik asma. Beberapa diantaranya:
b. Obesitas: ↑ resiko kejadian a. Alergen (tungai, debu rumah, kucing, jamur, dll)
asma sampai 50% b. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan,
c. Jenis kelamin kacang, makanan laut, susu sapi, telur)
- Anak-anak < 14 tahun : c. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β
kejadian asma pada laki-laki bloker dll)
hampir 2x lipat daripada d. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum)
perempuan. e. Ekspresi emosi berlebih
- Usia dewasa : kejadian asma f. Asap rokok
lebih banyak wanita daripada g. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
pria h. Exercise induced asthma
i. Perubahan cuaca
Tipe Asma
Secara klasik, asma dibagi dalam 2 kategori berdasarkan faktor pemicunya,
yaitu:
Asma Ekstrinsik (Alergik) Asma Intrinsik (Non-Alergik)

• Asma yang disebabkan • Asma yang disebabkan


karena menghirup alergen, karena faktor-faktor di luar
yang biasanya terjadi pada mekanisme imunitas,
anak-anak yang memiliki umumnya dijumpai pada
keluarga dengan riwayat orang dewasa.
penyakit alergi. • Faktor-faktor tersebut
• Contoh alergen: tungai, debu, contohnya: penggunaan obat
bulu kucing, jamur, dll. aspirin, gol. Beta blocker,
AINS; adanya iritan kimiawi,
stress, olahraga dll.
Patogenesis Asma
Karakteristik:
- Obstruksi saluran napas (terkait dg
ASMA bronkospasme, edema, hipersekresi)
- Bronchial hyperresponsiveness (BHR)
- Inflamasi saluran napas

Faktor kemotaktik
eosinofil  menarik
scr kimiawi sel-sel
Pelepasan senyawa
Asma Rangsangan dr luar
(alergen) endogen dr sel mast
eosinofil  tmpat
terjadinya
Alergi/Atopik peradangan (bronkus)

Sel mast  mediator Histamin &


inflamasi : histamin, leukotrien 
leukotrien, faktor bronkokonstriktor
kemotaktik eosinofil. yang poten
IL-5  eosinophil di jaringan
melepaskan
1. berbagai protein mediator:
major basic protein (MBP),
eosinophil peroxidase (EPO),
eosinophil cationic protein (ECP)
 kerusakan epithelium sal.
napas, hiperresponsivitas
bronkus, sekresi mediator dari
sel mast dan basofil, scr
langsung menyebabkan
kontraksi otot polos sal. napas.
2. LTC4 dan platelet activating
factor (PAF) dan metabolit
oksigen toksik  menambah
keparahan asma.

(Ikawati, 2015)
Gambar Interaksi antara limfosit sel T, sel B, sel mast, dan eosinofil yang
memicu gejala asma (Ikawati, 2016)
Alergi bukan penyebab serangan

Pemicu asma non atopik: penggunaan obat


seperti aspirin, AINS, dan golongan beta bloker,
Asma Non Atopik adanya iritan kimiawi, penyakit paru obstruksi
kronis, udara kering, stres yang berlebihan, dan
olahraga

Mekanismenya bukan melalui sel mast, tetapi


melalui stimulasi pada jalur refleks
parasimpatik yang melepaskan asetilkolin, dan
kemudian mengkontraksi otot polos bronkus.
GEJALA ASMA

BATUK MENGI NAPAS SESAK


PENDEK DADA

Gejala tersebut mempunyai ciri khas sbb:

 Ada faktor pencetus


 Berulang atau hilang timbul
 Memburuk pada malam atau pagi hari
 Dapat reda spontan dengan atau tanpa
pengobatan
Diagnosis Asma
Penanda utama atau karakteristik khas asma yang digunakan dalam mendiagnosis asma adalah sbb:
a. Gejala lebih dari satu (mengi, napas pendek, batuk, sesak dada), terutama pada orang dewasa
b. Gejala memburuk pada malam hari atau pagi hari
c. Gejala bervariasi seiring waktu dan intensitas
d. Gejala dipicu oleh infeksi virus (pilek), olahraga, paparan alergen, perubahan cuaca, tertawa, atau
iritan seperti asap knalpot mobil, asap atau bau yang kuat (GINA, 2020).
 
Selain pemeriksaan gejala khas asma diatas, juga dilakukan pemeriksaan riwayat penyakit. Jika
hasilnya mendukung, maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mengukur fungsi paru (Lung
Function Test)
Lung Function Test

Spirometer
Spirometer
Recommended : utk penegakkan diagnosa asma

 FEV1  volume udara yang dikeluarkan secara maksimal


dalam 1 detik
 FVC  volume udara yang secara paksa dikeluarkan setelah
inspirasi maksimal
 FEV1/FVC  Normal : 75%-80%
Tidak Normal : <75%
 Nilai rasio FEV1/FVC tidak normal  obstruksi paru
 Dilakukan ketika diagnosis, 3-6 bln setelah pebobatan, dan scr
berkala 1-2 tahun sekali.
Lung Function Test

 Peak Airflow
Alat : Peak Flow Meter
Breathe in as deeply as you can and then blow into the device as hard and
fast as possible
Bila telah didiagnosa asma  untuk
follow up kondisi
 Dengan pengujian menggunakan Peak Flow Meter, diperoleh PEF (Peak
Expiratory Flow)
 Sumbatan jalan nafas  PEF < 80% nilai prediksi
 Variabilitas PEF  tergantung dari PEF pagi dan malam yg berbeda
nilainya  normal < 20%
Lung Function Test

 Trigger Test (Methacholline Challenge Test / Uji Provokasi Bronkial)


Tujuan: memastikan diagnosis asma, untuk melihat derajat peningkatan
kepekaan bronkus / hipperresponsiviness.
Induksi asma dengan pemberian methacholline  bronkokonstriksi ,
kemudian diberikan bronkodilator (Albuterol),

Pemberian sampai FEV turun >20%, atau sampai dosis max Methacholline
untuk challenge test
Pengukuran Status Alergi

 Pengukuran status alergi: Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi


melalui pemeriksaan uji kulit (prick test) atau pengukuran IgE spesifik serum,
tes ini membantu mengidentifikasi faktor risiko/pencetus sehingga dapat
dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan. Pengukuran IgE
spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan.

Bila Skin Prick Test (+)


 dapat dihindari paparan terhadap
alergen
Klasifikasi Asma
Berdasarkan GINA 2021, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kontrol gejala asma.

Tabel Penilaian Kontrol Asma Berdasarkan GINA 2021


Tingkat Kontrol Asma
Pada 4 minggu terakhir
apakah pasien Ya Tidak Terkontrol Tidak
Terkontrol
mengalami: Sebagian Terkontrol

Gejala Asma > 2x     Jawaban ‘Tidak’ Jawaban ‘Ya’ Jawaban ‘Ya’


seminggu? pada semua pada 1-2 pada 3-4
Bangun malam hari     pertanyaan pertanyaan pertanyaan
karena asma?
Menggunakan obat    
pelega (SABA) > 2x
seminggu?
Ada keterbatasan    
aktivitas karena asma?
Klasifikasi Asma (Lanjutan)

Klasifikasi asma juga dapat dilihat dari tingkat keparahan. Namun tingkat keparahan asma
disini baru dapat dinilai ketika pasien telah menjalani terapi obat pengontrol secara rutin
selama beberapa bulan.
a) Asma ringan adalah asma yang terkontrol dengan baik dengan pengobatan tahap 1 atau
tahap 2, yaitu dengan ICS-formoterol saja, atau dengan terapi obat pengontrol
(controller) dengan intensitas rendah seperti kortikosteroid dosis rendah, antagonis reseptor
leukotrien atau kromon.
b) Asma sedang adalah asma yang terkontrol dengan baik dengan pengobatan tahap 3 dan 4,
misalnya kombinasi ICS-LABA dosis rendah atau sedang.
c) Asma berat adalah asma yang tetap 'tidak terkontrol' meskipun pengobatan
dioptimalkan dengan ICS-LABA dosis tinggi, atau yang memerlukan ICS-LABA
dosis tinggi untuk mencegahnya menjadi 'tidak terkontrol'. (GINA, 2021).
TERAPI ASMA
TUJUAN TERAPI ASMA
Menurut GINA 2020, tujuan jangka panjang dari manajemen asma adalah:
 Tercapainya kontrol gejala yang baik dan mempertahankan tingkat aktivitas normal
 Meminimalkan resiko kematian terkait asma, eksaserbasi, keterbatasan aliran udara yang persisten
dan meminimalkan efek samping pengobatan.

Terapi Non
Farmakologi
Terapi
Asma
Terapi
Farmakologi
TERAPI NON FARMAKOLOGI

2 komponen utama dalam


terapi non farmakologi

Kontrol terhadap
pemicu-pemicu
Edukasi serangan (faktor
pencetus)

Selain itu dapat dilakukan olahraga secara rutin namun porsinya disesuaikan dengan
kondisi pasien asma (contoh: senam asma); Healthy Diet (↑ asupan buah2an dan sayuran);
penurunan berat badan (pasien obesitas).
TERAPI FARMAKOLOGI

Obat
• digunakan secara rutin untuk terapi pemeliharaan. Obat ini dapat
mengurangi peradangan saluran napas, mengontrol gejala, serta
mengurangi risiko eksaserbasi dan penurunan fungsi paru.

Pengontrol
• contoh obat: inhalasi steroid, β2 agonis aksi panjang, sodium
kromoglikat atau kromolin, nedokromil, modifier leukotriene, dan
golongan metil xantin

Obat • obat ini diberikan kepada semua pasien asma, digunakan bila perlu
untuk meredakan gejala pada saat terjadi kekambuhan gejala asma
atau eksaserbasi.

Pelega • contoh obat: bronkodilator (β2 agonis aksi cepat, antikolinergik,


metilxantin) dan kortikosteroid oral.

Obat
• untuk pasien dengan asma berat: digunakan jika pasien mengalami
gejala persisten dan/atau eksaserbasi meskipun sudah
mendapatkan terapi yang optimal dengan obat pengontrol dosis

Tambahan
tinggi dan terapi factor resiko yang dapat dimodifikasi.
• contoh obat: antagonis leukotriene, omalizumab (anti
immunoglobulin E).
Golongan Obat Anti asma
Golongan Obat dan
Mekanisme Kerja Efek Samping
Contoh Obat
Inhalasi Kortikosteroid Mengurangi inflamasi saluran napas kandidiasis orofaringeal,
(Beklometason dipropionat, (menyebabkan mengurangi udem dan disfonia, serak, batuk dan
budesonid, flutikason sekresi mukus ke dalam saluran sakit kepala
propionat) napas), mengurangi
hiperresponsivitas bronkus dan
mengembalikan perbaikan jalan
napas.
Agonis β-2 Adrenergik Stimulasi reseptor β2–adrenergik  takikardia, tremor, sakit
(β2-agonis aksi cepat: aktivasi adenil siklase  AMP siklik kepala.
albuterol/salbutamol, intraseluler meningkat  relaksasi otot
terbutaline, pirbuterol, polos, stabilisasi membran sel mast,
levarbuterol, fenoterol, β2- stimulasi otot skelet.
agonis aksi lambat: Merupakan bronkodilator yang paling
salmeterol dan formoterol) efektif.
Antikolinergik Inhibitor kompetitif reseptor Konstipasi, xerostomia, sakit
(Ipratropium bromida dan muskarinik  bronkodilatasi, hanya kepala, batuk, sinusitis,
tiotropium Bromida) pada bronkokonstriksi yang dimediasi faringitis, ISPA
kolinergik.
Golongan Obat dan Mekanisme Kerja Efek Samping
Contoh Obat
Penstabil Sel Mast Bekerja dengan cara mencegah sakit kepala, iritasi nasal,
(Cromolyn sodium dan masuknya kalsium ke dalam sel bronkospasme sementara, batuk,
nedokromil) mast  sel mast stabil. tenggorokan kering, dan ruam kulit
Antagonis Reseptor Antagonis reseptor leukotrien; gangguan gastrointestinal, sakit
Leukotrien mengurangi proinflamasi dan efek kepala, demam, myalgia, reaksi
(Montelukast, pranlukast bronkokonstriksi leukotrien D4 alergi kulit, meningkatnya enzim
dan zafirlukast) hati, dan infeksi saluran nafas atas
Metil Xantin Bekerja dengan menghambat enzim takikardi, palpitasi, mual dan
(Teofilin) fosfodiesterase  merelaksasi otot gangguan saluran cerna yang lain,
polos bronkus, dan mencegah sakit kepala, stimulasi SSP,
pelepasan mediator alergi. Selain insomnia, aritmia, dan konvulsi
itu, metilxantin mengantagonis terutama bila diberikan
bronkokonstriksi yang disebabkan melaluiinjeksi intravena cepat.
oleh prostaglandin dan memblok
reseptor adenosine
Anti-IgE Bekerja mengikat IgE sehingga reaksi di tempat penyuntikan, sakit
(immunoglobulin E) tidak bekerja pada reseptornya perut bagian atas, sakit kepala,
(Omalizumab) yang memicu pelepasan mediator otitis media, nasofaringitis,
inflamasi sinusitis.
PENATALAKSANAAN
ASMA KRONIS
Penatalaksanaan asma kronis diberikan berdasarkan
pendekatan stepwise approach GINA 2021
KEY
POINTS
KEY
POINTS
Initial Treatment
Untuk hasil terbaik, pengobatan pengontrol yang mengandung ICS harus dimulai sesegera
mungkin setelah diagnosis asma ditegakkan, karena bukti menunjukkan bahwa:
 Inisiasi awal ICS dosis rendah pada pasien asma menyebabkan peningkatan yang lebih besar
pada fungsi paru-paru dibandingkan jika gejala telah hadir selama lebih dari 2-4 tahun. Satu
studi menunjukkan bahwa setelah waktu trsbt, pasien membutuhkan dosis ICS yang lebih
tinggi, dan mengalami penurunan fungsi paru yang lebih rendah.
 Pasien yang tidak menggunakan ICS yang mengalami eksaserbasi parah memiliki penurunan
fungsi paru jangka panjang yang lebih besar daripada mereka yang sudah memulai ICS.
 Untuk pasien dengan asma akibat kerja, menghindari paparan agen pemicu dan pengobatan
pengontrol dini meningkatkan kemungkinan resolusi gejala dan hiperresponsifitas jalan napas.
Box 3-6. Low, medium and high daily doses of inhaled corticosteroids
Asma pada kondisi khusus
Pregnancy
PPOK
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
Definisi PPOK

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


merupakan penyakit yang umum, dapat
dicegah dan diobati, yang ditandai dengan
gejala pernapasan yang menetap dan
keterbatasan aliran udara, yang disebabkan
oleh abnormalitas saluran napas dan/atau
alveolus yang biasanya disebabkan oleh
pajanan partikel atau gas berbahaya.

Image by SwipeRx Indonesia


Faktor Resiko PPOK

Faktor Paparan Lingkungan Faktor Host/Pasien

- Faktor Genetik: kekurangan α1 antitrypsin (AAT)


- Usia : semakin bertambah usia semakin besar resiko
menderita PPOK
- Jenis Kelamin : Laki-laki lebih beresiko terkena PPOK
daripada wanita
- Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi
(misal: pertumbuhan paru tidak normal karena BB
lahir rendah, infeksi pada masa kanak-kanak)

Image by SwipeRx Indonesia


Gejala dan Dampak PPOK

Gejala PPOK Dampak PPOK


 Sesak napas - Keterbatasan Aktivitas
 Batuk kronis mrpkn keluhan utama yang
 Produksi dahak mempengaruhi kualitas hidup
 Mengi dan sesak dada penderita PPOK
 Gejala tambahan pada penyakit - Manifestasi Sistemik :
parah: kelelahan, penurunan peradangan sistemik,
penurunan berat badan, resiko
berat badan, anoreksia
penyakit kardiovaskuler,
(gangguan makan), gelisah, osteoporosis, dan depresi.
depresi.
Image by p2ptmkemenkesRI
Patofisiologi PPOK

Gambar II.1 Mekanisme seluler pada PPOK (Goodman dkk, 2011)


Diagnosis
 Diagnosis pada PPOK harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami
dispnea, batuk kronis atau produksi dahak, dan/atau riwayat pajanan
terhadap faktor risiko penyakit.
 Spirometri diperlukan untuk menegakkan diagnosis dalam konteks klinis;
hasil FEV1/FVC pasca-bronkodilator <0,70 mengkonfirmasi adanya
keterbatasan aliran udara persisten.
Jalur untuk mendiagnosis PPOK (GOLD, 2019)
Indikator Kunci untuk Mempertimbangkan Diagnosis PPOK
(GOLD 2020)
Pertimbangkan PPOK, dan lakukan spirometri, jika salah satu dari indikator ini ada
pada individu di atas usia 40 tahun. Dengan adanya beberapa indikator kunci
meningkatkan kemungkinan PPOK. Spirometri diperlukan untuk menegakkan
diagnosis.
Dispnea Bersifat progresif sepanjang waktu
Memburuk jika berolahraga
Persisten
Batuk kronis Dapat bersifat intermiten dapat juga tidak produktif
Mengi berulang
 

Produksi sputum secara Semua pola produksi sputum dapat mengindikasikan adanya
kronis PPOK
Infeksi saluran pernapasan bawah yang berulang
Riwayat faktor resiko Faktor Host (seperti, faktor genetik, abnormalitas bawaan/
perkembangan, dll)
Asap rokok
Asap dari dapur dan bahan bakar
Pajanan dari pekerjaan, seperti debu, uap, asap, gas dan
bahan kimia lainnya
Riwayat keluarga PPOK contohnya seperti: berat badan lahir rendah, infeksi
dan faktor masa anak- pernapasan ketika anak-anak, dll.
anak
Klasifikasi keparahan keterbatasan aliran udara pada pasien PPOK
berdasarkan nilai FEV1 postbronkodilator (GOLD, 2019)

Tingkat Interpretasi Nilai FEV1


Pada pasien dengan FEV1/FVC < 0,7
GOLD 1 Ringan FEV1 ≥ 80% nilai prediksi
GOLD 2 Sedang 50% ≤ FEV1 < 80% nilai prediksi

GOLD 3 Berat 30% ≤ FEV1 < 50% nilai prediksi

GOLD 4 Sangat Berat FEV1 < 30% nilai prediksi

Namun demikian, keparahan berdasarkan kategori ini ternyata tidak selalu berkorelasi dengan kualitas
hidup pasien. Karena itu, dilakukan penilaian terhadap gejala dan kualitas hidup pasien PPOK:
Kuesioner Modified British Medical Research Council (mMRC): penilaian sederhana dari sesak napas
COPD Assessment Test (CAT): penilaian gejala yang komprehensif
Klasifikasi PPOK
Dari penilaian-penilaian tsbt, maka pasien PPOK dapat digolongkan menjadi 4
kelompok (GOLD, 2019), yaitu:

• GOLD 1 atau GOLD 2, riwayat eksaserbasi 0-


Kelompok A 1x tanpa hospitalisasi, nilai CAT < 10 atau
mMRC 0-1.

• GOLD 1 atau GOLD 2, riwayat eksaserbasi 0-


Kelompok B 1x tanpa hospitalisasi, nilai CAT ≥ 10 atau
mMRC ≥ 2

• GOLD 3 atau GOLD 4, riwayat eksaserbasi


Kelompok C ≥2x atau ≥1x dengan hospitalisasi, nilai CAT
< 10 atau mMRC 0-1.

• GOLD 3 atau GOLD 4, riwayat eksaserbasi


Kelompok D ≥2x atau ≥1x dengan hospitalisasi, nilai CAT
≥ 10 atau mMRC ≥ 2.
TERAPI PPOK

Tujuan Terapi PPOK

• Menghilangkan gejala
Mengurangi • Meningkatkan toleransi latihan
Gejala
• Meningkatkan status kesehatan
• Mencegah perkembangan penyakit
Mengurangi • Mencegah dan mengobati
Faktor
perburukan gejala (eksaserbasi)
Resiko
• Menurunkan angka kematian
Terapi Non-Farmakologi
Berhenti
Merokok

Menghindari
Rehabilitasi
pajanan
Paru
polusi udara

Terapi non-
Image by Prime Media Inc
farmakologi Image by Mujiburrahman

Aktivitas
Nutrisi
Fisik

Imunisasi

Image by lunginstitute.com
Image by sehatnegeriku.kemkes.go.id
Berhenti Merokok

 Modifikasi perilaku atau bentuk psikoterapi lainnya juga dapat membantu


dalam berhenti merokok
Terapi Farmakologi
BRONKODILATOR
• Digunakan sesuai kebutuhan untuk melonggarkan jalan napas
ketika terjadi serangan, atau digunakan secara rutin untuk
mengurangi atau mencegah perburukan gejala.

ANTIINFLAMASI (ANTIRADANG)
• Secara umum bekerja untuk mengurangi radang pada saluran
napas.

ANTIBIOTIK
• Diberikan ketika terjadi perburukan gejala akut yang disebabkan
oleh infeksi bakteri.

MUKOLITIK dan ANTIOKSIDAN


• Mukolitik diberikan terutama ketika terjadi perburukan gejala akut.
Mukolitik seperti N-asetilsistein juga memiliki aktivitas sebagai Image by MayerKleinostheim /
antioksidan. Getty, Kristoffer Stewart,
sympatec.com
Antiinflamasi pada PPOK
- Kortikosteroid
- Phosphodiesterase-4 (PDE4) inhibitors
 Kerja utama dari PDE4 inhibitor adalah untuk mengurangi peradangan
dengan menghambat pemecahan AMP siklik intraseluler.
 c/ obat: Roflumilast adalah obat oral sekali sehari tanpa aktivitas
bronkodilator langsung.
Manajemen farmakologi awal (INITIATION)
PPOK

Keterangan:
*Pertimbangkan jika nilai gejala tinggi (contoh, CAT > 20);
**Pertimbangkan jika jumlah sel eosinofil ≥ 300 sel/microliter;
LAMA: Long-acting antimuscarinic; LABA: Long-acting beta2 agonist, ICS : Inhaled corticosteroids
Setelah meninjau respon pasien terhadap inisiasi pengobatan, penyesuaian
dalam pengobatan farmakologis mungkin diperlukan.

Siklus terapi PPOK (GOLD, 2019)


Follow-Up terapi
farmakologi
(GOLD, 2021)
Eksaserbasi pada pasien PPOK
Eksaserbasi PPOK diartikan sebagai gejala pernafasan akut yang memburuk, yang
menyebabkan penambahan terapi.

Exacerbations are classified as:


 Mild (treated with shortacting bronchodilators only, SABDs)
 Moderate (treated with SABDs plus antibiotics and/or oral corticosteroids) or
 Severe (patient requires hospitalization or visits the emergency room). Severe
exacerbations may also be associated with acute respiratory failure.
Penggunaan antibiotik pada
eksaserbasi PPOK

 Lama terapi antibiotik yang disarankan adalah 5-7 hari


Penggunaan
antibiotik pada
eksaserbasi PPOK

Anda mungkin juga menyukai