Anda di halaman 1dari 22

DIET AND NUTRITION IN THE CARE OF

PATIENT WITH SURGERY, TRAUMA, AND


SEPSIS

DIAN KUMALA
S2 BIOMEDIK
TRAUMA
 Injury (trauma) memberikan perubahan pola respon
fisiologis yang bersifat spesifik.
 Studi yang dilakukan oleh Cuthbertson pada pasien-
pasien dengan fraktur tulang panjang menunjukkan
adanya kehilangan nitrogen, potassium, dan phospor
dalam jumlah besar melalui urin selama terjadinya
trauma.
 Eksresi yang berlangsung cepat ini tidak dapat
digantikan dengan makanan oral yang adekuat
sekalipun.
TRAUMA

 Cuthberson juga menerangkan bahwa pasien


dengan trauma (injury) mengalami peningkatan
konsumsi oksigen secara bertahap dan simultan
ditunjukkan dengan peningkatan suhu tubuh (body
temperature).
 Hal ini disebabkan ada bagian dari infeksi yang tidak
nyata dan teridentifikasi secara jelas sehingga
memberikan respon febris yang berhubungan
dengan febris (demam) post trauma.
TRAUMA
 Cuthberson membagi dua periode (waktu) yang
dapat diindentifikasi pada respon post traumatik.
 Pada fase awal setelah terjadinya trauma, disebut
phase Ebb atau Shock phase. Biasanya
berlangsung singkat (dalam waktu 12-24 jam) dan
segera setelah terjadinya trauma.
 Tekanan darah, cardiac output, temperatur dan
konsumsi oksigen menjadi menurun atau berkurang.
 Kejadian ini sering dihubungkan dengan perdarahan
yang mengakibatkan hipoperfusi dan penumpukan
asam laktat (asidosis laktat).
TRAUMA

 Dengan mengembalikan blood volume,phase Ebb


memberikan respon yang lebih cepat.
 Phase Flow ditandai dengan hipermetabolisme,
peningkatan cardiac output, peningkatan kehilangan
nitrogen lewat urin, gangguan metabolisme glukosa,
peningkatan katabolisme.
 Contoh: pada trauma jaringan lunak (soft tissue
injury), pasien sering mengalami ketidakmampuan
untuk mengeksresikan kelebihan cairan karena
tingginya aldosteron dan ADH.
TRAUMA

 Retensi sodium dan air dalam jumlah besar


memungkinkan terjadinya peningkatan berat badan
sebanyak 10-20% selama terjadinya resusitasi
(penggantian cairan) dibandingkan berat badan
sebelum terjadinya injury (trauma).
 Selama masa pemulihan, udem cairan masuk ke
dalam kompartemen pembuluh darah, garam dan
kelebihan cairan akan meningkatkan kerja ginjal.
Karakteristik Phase Flow Pada Respon
Injury

 Phase Flow menunjukkan karakteristik hipermetabolisme dan


peningkatan metabolisme glukosa, protein, dan lemak, dan
hipermetabolisme.
 Perubahan metabolik yang terjadi selama trauma (injury)
dapat dibedakan antara phase Ebb dan phase Flow.
 Pada phase Ebb:
1. Glukosa darah meningkat
2. Produksi glukosa normal
3. Asam lemak bebas (FFA) meningkat
4. Konsentrasi insulin rendah
5. Katekolamin dan Glukagon meningkat
6. Laktat dalam darah meningkat
Karakteristik Phase Flow Pada Respon
Injury

6. Konsumsi oksigen berkurang


7. Cardiac output dibawah normal
8. Temperatur basal dibawah normal
 Sedangkan pada phase Flow:
1. Glukosa normal atau sedikit meningkat
2. Produksi glukosa meningkat
3. Asam lemak bebas (FFA) normal atau sedikit
meningkat
Karakteristik Phase Flow Pada Respon
Injury

4. Konsentrasi insulin normal atau meningkat


5. Katekolamin normal tinggi atau meningkat
dan Glukagon meningkat
6. Laktat dalam darah normal
7. Konsumsi oksigen meningkat
8. Cardiac output neningkat
9. Temperatur basal meningkat
Karakteristik Phase Flow Pada Respon
Injury

 Hipermetabolisme dapat diartikan sebagai peningkatan Basal


Metabolic Rate (BMR) yang diprediksi berdasarkan umur, jenis
kelamin, dan ukuran tubuh.
 Metabolic Rate biasanya ditentukan dengan mengukur
pertukaran gas pernapasan dan menghitung produksi panas
dari konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida.
 Derajat hipermetabolisme secara umum (peningkatan produksi
oksigen) secara umum berhubungan derajat trauma (injury)
 Pasien2 dengan fraktur tulang panjang tejadi peningkatan 15-
20% metabolic rate. Sedangkan metabolisme yang dibutuhkan
pasien dengan multipel injury DAPAT MENINGKAT SAMPAI
50%.
Karakteristik Phase Flow Pada Respon
Injury

 Pasien dengan luka bakar (lebih dari 50 % permukaan tubuh)


mempunyai metabolic rate pada saat istirahat mencapai dua
kali lipat basal metabolic rate.
 Rata2 peningkatan produksi panas pada pasien trauma kontras
dengan pasien post operatif, dimana terjadi peningkatan
secara nyata BMR 10-15 % selama operasi.
 Seiring dengan meningkatnya hipermetabolisme,pada pasien
trauma biasanya terjadi peningkatan 1-2oC temperatur tubuh.
 Demam yang terjadi setelah trauma merupakan respon dari
injury dan menunjukkan pergeseran termoregulator set point
pada otak.secara umum apabila pasien menunjukkan gejala
yang asimptomatik, maka demam secara nyata dapat diatasi.
Peningkatan Metabolisme Glukosa
 Hiperglikemi secara umum mengikuti respon injury dan
peningkatan glukosa darah secara cepat berhubungan dengan
derajat stress pada phase Ebb.
 Pada saat yang sama terjadi penurunan kadar insulin, produksi
glukosa hanya sedikit meningkat.
 Kemudian selam phase Flow, konsentrasi insulin normal atau
sedikit meningkat daripada sebelumnya, terjadi hiperglikemi
yang menetap.
 Fenomena ini saling berhubungan antara sensitivitas insulin
dan pengeluaran glukosa.
 Produksi glukosa di hepar meningkat dan terjadi percepatan
glukoneogenesis yang secara umum berhubungan dengan
luas atau besarnya trauma (injury).
Peningkatan Metabolisme Glukosa
 Studi pada pasien2 injury menunjukkan bahwa banyak
glukosa2 baru yang dibentuk oleh hepar yang berasal dari
prekursor 3-karbon (laktat, piruvat, asam amino, dan gliserol)
yang dilepaskan dari jaringan perifer.
 Jaringan perifer menggunakan glukosa yang dihasilkan oleh
hepar dalam jumlah besar.
 Peneliti melakukan pengukuran perubahan substrat antara
pasien injury dan non injury pada ekstremitas dan pada
pasien2 luka bakar berdasarkan umur,berat badan, dan total
permukaan tubuh yang terkena luka bakar.
 Pengeluaran glukosa pada pasien yang tidak mengalami injury
ekstremitas adalah rendah, dan merupakan pengisian primer
selama otot skelet beristirahat pada akhir absorbsi.
Peningkatan Metabolisme Glukosa
 Pada injury ekstremitas terjadi pelepasan laktat dalam jumlah besar,
yang mana jumlahnya hampir 80 % dari konsumsi glukosa.
 Penemuan ini sesuai dengan pengetahuan kita dalam ilmu biomedik
khususnya pada sel yang mengalami luka dan inflamasi jaringan
(fibroblast, makrofag, dan leukosit) mengalami perubahan
metabolisme menjadi anaerob dan mempunyai kemampuan yang
besar untuk menghasilkan laktat.
 Pengukuran juga dilakukan pada aliran darah dan konsentrasi substrat
yang berbeda antara ginjal dan otak yang merupakan ciri pada pasien
trauma yang stabil.
 Konsumsi glukosa oleh Central Nervous System (CNS) pada pasien
trauma kira2 120 g/hari, yang dikonsumsi oleh ginjal kira-kira dua kali
angka normal yaitu 75 g/hari.
Peningkatan Metabolisme Glukosa
 Hanya fraksi2 kecil glukosa yang diambil oleh otot skelet yang beristirahat dan
memberikan tanda bahwa konsumsi diperlukan oleh luka.
 Luka mengakibatkan perubahan sebagian besar glukosa menjadi laktat, yang
mana glukosa dirubah kembali di hepar melalui siklus Cori (Cori cycle).
 Perubahan pada metabolisme glukosa mengakibatkan perlunya asupan
glukosa dari luar melalui jalur enteral dan parenteral.
 Pemberian glukosa selama phase Flow, diamati pada 6 orang pasien yang
mengalami injury tanpa sepsis dengan menggunakan tehnik” hiperglikemik
glukosa clamp“ selama 5-10 hari sesudah injury. Hasil didapatkan dengan
membandingkan 11 kontrol subjek. Setelah dilakukan pengamatan, 20% cairan
glukosa yang dimasukkan lewat infus intravena meningkatkan konsentrasi
plasma glukosa hingga 125 mg/dl diatas angka basal.
 Hasil menunjukkan adanya peningkatan glukosa yang progresif pada saat yang
sama dibandingkan kontrol normal. Jadi kadar insulin pada pasien2 ini lebih
besar jumlahnya dibandingkan subjek kontrol, dimana konsentrasi insulin yang
dihasilkan gagal untuk menambah clearence glukosa pada pasien ini.
 Studi lainnya menunjukkan kegagalan untuk menekan produksi
glukosa hepar pada pasien trauma selama pemberian glukosa
atau pemberian insulin.
 Salah satu yang menyebabkan terjadinya gangguan ini
biasanya adalah hambatan produksi glukosa hepar.
 Wolf dkk menggunakan metoda lama, menemukan penekanan
produksi endogen hanya 73 % pada saat pemberian infus
glukosa pada pasien luka bakar.
 Ketika peneliti mengkombinasikan antara hiperglycemic
glucose clamp tehnik dengan metoda lama, produksi glukosa
endogen hanya berkurang sebagian pada pasien trauma,
glukosa dan insulin keduanya berada pada konsentrasi yang
tinggi.
Peningkatan Metabolisme Protein
 Kehilangan nitrogen melalui urin selama tauma mayot bersifat
cepat. Karena besarnya kehilangan dan peningkatan
pembuangan massa otot skeletal berhubungan dengan
kelemahan otot.
 Hipotesis menyatakan bahwa kehilangan nitrogen mewakili
secara umum dan berhubungan denganmeningkatnya
pemecahan protein di otot.
 Respon lainnya menunjukkan bahwa kehilangan nitrogen
selama injury berhubungan dengan besar dan luasnya trauma,
juga berhubungan dengan status gizi, umur dan jenis kelamin,
karena faktor2 ini merupakan bagian yang menentukan ukuran
dari massa otot.
 Walaupun study balance nitrogen menunjukkan tanda negatif
pada balance nitrogen selama injury, tapi hanya menunjukkan
katabolisme nitrogen relatif (bersih) bukan rata2 absolut dari
nitrogen yang dipecah.
 Pada subyek yang normal keseimbangan nitrogen merupakan
keseimbangan antara sintesis protein dan rata2 degradasi.
 Negatif nitrogen balance terganggu apabila rata2 pemecahan
meningkat dan sintesis protein sama dengan pemecahannya
atau pemecahan rata2 sama dengan rata2 penurunan sintesis.
 Selama asupan makanan masih adekuat, sintesis dan
katabolisme masih bersifat seimbang.
Gangguan metabolisme lemak

 Untuk mendukung hipermetabolisme, terjadi


peningkatan glukoneogenesis.
 Trigliserida yang disimpan akan dikeluarkan dan di
oksidasi lebih cepat.
 Mobilisasi dan penggunaan asam lemak bebas
berhubungan dengan jenis trauma, terjadi
percepatan katabolisme protein.
 Pada beberapa pasien trauma terjadi percepatan
pengurangan simpanan lemak dan protein.
Mediator dari respon injury
 Pada setiap fase injury terjadi berbagai perubahan hormonal.
 Terlihat peningkatan yang jelas dan ketidakstabilan hormon
glukagon, glukokortikoid, dan katekolamin.
 Glukagon memiliki efek glycogenolytic yang kuat serta efek
gluconeogenic pada hati sehingga hati akan membuat glukosa
baru dari cadangan glikogen hepar yang ditandai dengan
glukoneogenik.
 Cortisol menggerakkan asam amino dari otot skelet, terjadi
paningkatan glukoneogenesis hepar dan mempertahankan
cadangan lemak tubuh.
 Ketekolamin memicu glukoneogenesis dan glikolisis serta
meningkatkan produksi laktat dari jaringan perifer. Katekolamin
juga meningkatkan tingkat metabolik dan memicu lipolisis.
Sitokin dan respon metabolik pada
injury

 Pada saat terjadinya injury, hormon stress counter regulatory


klasik (kortisol, katekolamin, glukagon) penting dalam
menjembatani respon tubuh terhadap luka dan infeksi.
 Mediator lainnya seperti sitokinin yang diproduksi pada saat
injury oleh sel2 endotelial dan berbagai sel imun di seluruh
tubuh.
 Sitokon yang memegang peranan penting dalam respon injury
adalah TNF-α, interleukin 1,2, inteferon γ.
 TNF dianggap sebagai signal utama yang memberikan banyak
respon metabolik pada injury dan infeksi.
 Respon dapat berupa demam, malaise, takikardia, yang
menandakan fase akut dari respon inflamasi.
 IL-1 adalah suatu protein yang disebut juga sebagai
faktor penggerak limfosit atau endegenous pyrogen.
 Peptida ini memberikan peranan sentral dalam
respon protein fase akut, termasuk
dalampaningkatan pemecahan protein miofibril dan
pelepasan asam amino dari otot skelet.
 TNF, IL-1 juga memicu transportasi glutamin melalui
sel2 endotelial dan melalui hepar.

Anda mungkin juga menyukai