Oleh :
Kelompok 6
Mery agustina
Santy komariah hasibuan
Lenny
Muhammad husein
DEFENISI
Acute Tubular Necrosis
GGA
Kreatinin serum meningkat Ketidakmampuan ginjal
dan ureum meningkat mengekresi urin
Metode :
Studi ekspremental post-test only controlled grup design dilakukan pada 24 mus musculus yang
terbagi 6 kelompok yaitu kelompok kontrol gentamisin dosis 0,14 mg/g BB(KP),Kontrol
negatif/tanpa perlakuan (KN), kelompok mikrosfer kitosan minyak kelapa sawit dosis 0,072 mg/gBB
(P1) dan dosis 0,107 mg/gBB (P2), serta kelompok minyak kelapa sawit dosis 0,14 mg/gBB (P3)
dan dosis 0,21 mg/gBB (P4). Setiap terapi diberikan selama 14 hari. Variabel yang diukur adalah
kadar malondialdehida menggunakan metode spektrofotometri (Na-TBA).
Hasil
Hasil menunjukkan kadar malondialdehida dari yang tertinggi sampai yang terendah berturut-turut
adalah KP, P1, P2, P3, P4, dan KN. Kelompok KN, P2, P3, dan P4 memiliki perbedaan yang
signifikan dengan KP (p < 0,001) sementara kelompok KP, P1, P2, P3, dan P4 memiliki perbedaan
yang signifikan dengan KN (p < 0,001). Penelitian ini menunjukkan bahwa mikrosfer kitosan
minyak kelapa sawit dapat menurunkan kadar malondialdehida Mus musculus yang mengalami
Nekrosis Tubular Akut pada dosis mikrosfer minyak kelapa sawit sebesar 0,107 mg/gBB.
Judul
: PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN MADU DAN N- ACETYLCYSTEINE TERHADAP GAMBARAN
HISTOPATOLOGIS GINJAL MENCIT (Mus musculus)YANG DIBERIKAN PAPARAN ASAP ROKOK
Metode : Desain post test only control group merupakan desain dimana sampel dikelompokan secara acak menjadi kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan. Intervensi dilakukan terhadap kelompok perlakuan serta dilanjutkan dengan penilaian pada kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol sebagai pembandingnya.Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling, dimana
sampel diambil secara acak kemudian dikelompokkan menjadi empat kelompok percobaan sebagai berikut:
Kelompok I (kontrol negatif) : tidak diberikan paparan asap rokok, larutan madu dan N–Acetylcysteine, Kelompok II (kontrol positif) :
diberikan paparan asap rokok tetapi tidak diberikan larutan madu dan N–Acetylcysteine tetapi diberikan aquades. Kelompok III
(perlakuan 1) : diberikan larutan madu kemudian diberikan paparan asap rokok. Kelompok IV (perlakuan 2) : diberikan N–Acetylcysteine
kemudian diberikan paparan asap rokok.
Jadi dosis madu dan N-Acetylcystein yang diberikan pada kelompok perlakuan setiap mencit adalah 0,2mL larutan yang diberikan selama
21 hari. Pemaparan asap rokok dilakukan di Laboratorium Histologi FK-UNPATI. Pemaparan asap rokok dilakukan dengan dosis satu
batang/hari dan diberikan setiap pagi setelah ± 30 menit pemberian madu dan N-Acetylcystein. Pada hari ke 22 mencit di bedah dengan
insisi Y yang dilakukan pada daerah abdomen. Setelah itu difikasasi menggunakan formalin 10 % dan selanjutnya dibuat preparat
hhistologis dan diamati
1. Asap rokok mengakibatkan terjadinya atrofi glomerulus sebesar (74,5%) dan nekrosis tubulus sebesar (90%).
2. Kelompok perlakuan madu yang mengalami atrofi glomerulus sebesar (28,3%) dan nekrosis tubulus sebesar (55%).
3. Kelompok perlakuan N-Acetylsysteine yang mengalami atrofi glomerulus sebesar (29,7%) dan nekrosis sebesar (66%).
4. Terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok madu dan N-Acetylsysteine dalam menurunakan presentase atrofi
glomerulus p>0,005 (P=0,749).
5. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok madu dan N-Acetylsysteine dalam menurunakan presentase nekrosis tubulus
p<0,005 (P=0,029).
DAFTAR PUSTAKA
Morton,patricia . 2011.Keperawatan kritis : Pendekatan asuhan holistik.
Jakarta : EGC.
Natalia & ema (2017). PENGARUH MIKROSFER KITOSAN MINYAK
KELAPA SAWIT PADA MUS MUSCULUS DENGAN NEKROSIS
TUBULAR AKUT.2(2):37-43