Anda di halaman 1dari 39

Oleh: Dr. Baharuddin, M.

Pd
Asdep Pemenuhan Hak Anak Atas Kreativitas dan Budaya
Nabi Muhammad SAW bersabda :

ِّ ‫ح اَل َيدْ ُخلُ َها ِإاَّل َمنْ َف َّر َح ال‬


َ‫ص ْب َيان‬ ِ ‫َار ا ْل َف َر‬
ُ ‫دَارا ُي َقال ُ َل َها د‬
ً ‫ِإنَّ فِي ا ْل َج َّن ِة‬

“Sesungguhnya di dalam surga terdapat rumah yang disebut “darul faroh” (rumah
kebahagiaan), tidaklah memasukinya kecuali orang yang memberikan kebahagiaan
kepada anak-anak kecil”.
Kata Kunci:
Allah tidak mengenal Produk gagal.

Setiap individu –tanpa kecuali– diperhitungkan dengan matang untuk apa ia diahirkan,
masing-masing membawa amanah dan potensi unik, hadir menempati ruang yang telah
tersedia jauh sebelum ia lahir.

Tidak satu ruangpun yang ditempati oleh dua atau lebih unsur/zat, demikian hal
keberadaan manusia. Kehadiran seorang anak manusia tak tergantikan, untuk itu
keberadaan satu tidak dapat dilihat dari keberadaan anak yang lain.

Dunia pendidikan --di manapun berada, apapun bentuknya, bagaimanapun kondisinya--


berperan sebagai wahana bagi setiap individu untuk menemukan “ruang” yang telah
disediakan tersebut.
(Zulfikri Anas, 2019)
Disiplin..... HARUS
Tegas ..... HARUS
Marah .... BOLEH
Korban .... DITOLONG
1. Bagaimanakah bentuk
disiplin di SRA?
2. Apakah harus terus
bermuka ramah?
3. Tidak boleh marah?
4. Anak2 dibiarkan saja, apa
maunya?
HUKUMAN
? PEMBIARAN

Hukuman = Mengontrol
perilaku seseorang dengan Membiarkan anak
memberi rasa DISIPLIN melakukan hal-hal
takut/ancaman fisik sekehendak hatinya
maupun emotional
APARAT PENEGAK
HUKUM

PENDIDIK
3. Berdampak positif
bagi hasil belajar
anak. Wishmar &
1. Mengurangi jumlah Hammer 2014
kasus kekerasan pada
anak 4. Berkurangnya
perilaku sosial
yang negatif.
2. Berdampak positif Rambot, dkk.:
pada pengembangan 2015
karakter positif anak
(social skill dan 5. Guru dan
tanggung jawab).
orang tua
Rambot:, dkk: 2015
memiliki cara
yang lebih baik
dalam mendidik 17
Harus dilakukan
berulang kali

Anak mampu memahami bagaimana ANAK


berperilaku yang pantas, DILATIH TIDAK
bertanggungjawab sehingga anak PERLU
mampu mengendalikan dirinya
DIHUKUM

“Tujuan utama kedisiplinan adalah agar anak memahami tingkah lakunya


sendiri, berinisiatif dan bertanggung jawab atas apa yang mereka pilih, serta
menghormati dirinya sendiri dan juga orang lain. Dengan kata lain, disiplin
menanamkan proses pemikiran dan perilaku positif sepanjang hidup anak.”
Katharine C. Don’t Jime It Out On Your Kids: A Parent’s and Teacher’s Guide to Positive Discipline.
http://www.cei.net/~rcox/dontake.html [10/10/2005. Pukul 12.00] dan UNESCO. Op. Cit. Hal 20
HUKUMAN
DISIPLIN +
Tidak mengandung kekerasan baik secara fisik maupun Mengandung kekerasan fisik maupun verbal serta
verbal agresif
Anak berperilaku postif karena dia sadar bahwa Anak patuh/menurut hanya karena takut dihukum
perilaku negatif memberikan dampak yang buruk bagi
dirinya dan bagi orang lain Membuat anak salah berlogika

Anak termotivasi datang ke sekolah Anak berada dibawah tekanan


Memanfaatkan kesalahan sebagai peluang untuk Memaksa anak untuk mematuhi peraturan, sesuai
pembelajaran dengan keinginan guru dan orang tua.
Mendekatkan guru dan siswa Menjauhkan siswa dengan guru
Bersifat jangka panjang Bersifat Jangka pendek
Positif dan menghargai potensi anak Negatif dan tidak menghargai potensi anak
Membangun logika, bimbingan yang membangun Mengendalikan, memalukan dan melecehkan
Fokus Pada
Partisipatoris Kekuatan dan
(Dialogis) tindakan positif
Anak

Connection
Menghargai (Empati dan
Anak Komunikasi)

Kesalahan Sebagai
Kesetaraan & Kesempatan Belajar
Inklusif
* Syarat isi kesepakatan: TIDAK
BOLEH melanggar hak anak
Cerita dari Guru

“Dulu saya mencubit siswa saat bertengkar. Saya melarang sambil


menjewer telinga mereka. Namun, saya menyadari bahwa peran
saya adalah menengahi. Saya adalah panutan bagi siswa. Dengan
mendukung siswa, mereka belajar memaafkan dan mendamaikan”
(Guru SD Persiapan Luri, Jayapura)

"Dulu saya menggunakan rotan untuk membuat siswa


tetap tenang karena sulit mengatur mereka. Tapi
sekarang mereka mengikuti kesepakatan kelas, jadi
saya tidak lagi menggunakan rotan “
(Mery, 50 tahun, Guru kelas 1 SD Inpres Makbon,
Sorong)
Cerita dari Kepala Sekolah;
• Setelah mendapatkan pelatihan, Kepala Sekolah Wambena
mulai meneladankannya, dan menegur guru secara pribadi
dan menggunakan bahasa yang positif. Dampaknya, sekarang
guru-guru juga tidak lagi membentak siswa dalam
pembelajaran.

Cerita dari Orang tua;


Orang tua di SD YPK Amai meminta
untuk dilatih mengenai disiplin positif,
agar mereka bisa menerapkannya di
rumah.
Pak Junaidi : Guru di SMAN 1 Lombok Praya,
Lombok Tengah – NTB/Fasilitator SRA Tk Nasional

Sebelum saya mempraktekkan Disipline SRA di sekolah,


setiap hari selalu ada anak yang saya pukul memakai bambu
sebesar jari, karena memang begitu perjanjian antara
sekolah, orang tua dan murid untuk mendisiplinkan anak-
anak di sekolah Guru boleh melakukan apa saja.
Hasilnya setiap pulang ke rumah hati saya selalu galau ada
perasaan menyesal karena telah memukul anak di sekolah,
kasus “kenakalan” anak di sekolah tidak berkurang

Setelah saya mengenal disilpin positif pada waktu pelatihan


fasilitator SRA di Bekasi,maka saya mulai menerapkan
dengan berbagai tantangan, setelah beberapa bulan hasil
yang saya rasakan adalah saya tidak pernah memukul lagi,
karena anak anak dan saya bisa berdialog secara bebas jika
ada masalah. Hasilnya perasaan saya sekarang tenang, kasus
turun drastis dan prestasi anak2 meningkat
Pak Surawi : Guru di SMAN 3 Makassar,
Sulsel/Fasilitator SRA Tk Nasional

Sebelum sekolah mempraktekkan Disiplin SRA di sekolah,


setiap tahunnya selalu banyak kasus dengan kisaran antara
50 -60 kasus pertahun mulai dg anak yg mengajak berkelhai
gur sampai orang tua yang ngamuk datang kesekolah.
Setelah menjadi SRA Kepsek kami Pak Mirdan memetakan
akar permasalahan kasus ternyata karena kasus rambut
panjang, anak dan orang tua tidak menerima cara sekolah
dalam melakukan penanganan. Pak Mirdan meminta semua
pihak mulai satpam, guru dan Guru BK tidak lagi kasar dlm
pendekatan kepada anak dan melalukan kerjasama dengan
tukang cukur untuk membuka kios cukur di sekolah. Siswa yg
gondrong dicatat dan membuat surat kesepakatan lalu
diminta ke tukang cukur sewaktu pulang sekolah. Setelah
menerapkan hal ini di tahun pertama kasus turun drastis
dari 50 – 60 kasus menjadi dua kasus ringan.
Pak Bagus : Guru di SMK Kehutanan Widya Nusantara ,
Maros- Sulsel/Fasilitator SRA Tk Nasional
Saya mengenal SRA dengan cara yang tidak biasa yaitu
menjadi peserta “gelap” di acara pelatihan SRA di Bojonegoro
karena saya tahu dan melihat anak anak di sekolah saya sering
mendapat kekerasan dari para guru yang berasal dari Paskhas
AU, sehingga mereka belajar dan disiplin dlm suasana
ketakutan.
Setelah mendengar ttg SRA yang disampaikan Bu Elvi, maka
dengan meraba raba saya mulai berdialog dengan para
pengajar dan bersepakat dengan mereka untuk mulai
menerapkan SRA namun tetap melaksnaakan disiplin dan
aktifitas fisik karena kami memerlukan fisik yang kuat jika nanti
siswa bekerja di hutan.
Perubahan yang kami lakukan adalah tidak ada pemukulan dan
bentakan tp harus tetap dengan ketegasan dan bersepakat
mengenai konsekwensi dari pelanggaran yang dilakukan
adalah aktifitas fisik seperti lari, push up dll. Setelah kami
menerapkan SRA secara koonsisten hasilnya sangat terasa
relasi antara murid dan pengajr jadi lebih menyenangkan,
tahun lalu semua siswa kami sudah diterima kerja sebelum
mereka lulus dan banyak prestasi lainnya
CONTOH: KESEPAKATAN KELAS
YANG DISUSUN BERSAMA GURU
DAN SISWA
Pohon Mangga Buahnya B
anyak
Batang Kayunya untuk M
e mbuat Dipan
Mari Penuhi dan Lindung
i Hak Anak
‘Tuk Selamatkan Pemimp
in Masa Depan
WA: 0813 815 801 66/HP: 08111 874 78
elvi_hendrani@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai