Anda di halaman 1dari 15

AMANDEMEN TATA GEREJA

DITINJAU DARI TEORI FENOMENA


Sebelum lebih jauh, penting bagi kita untuk menyamakan
pemahaman tentang pengertian dari Amandemen, Tata
Gereja, Teori Fenomena dan Asas-Asas Pembentukan
Peraturan itu sendiri guna menghindari terjadinya
multitafsir dan supaya maksud dari penulis dapat
tersampaikan dengan sempurna.
I. AMANDEMEN
Amandemen diambil dari bahasa Inggris, yaitu dari kata ‘to amend’ atau dikenal dengan
‘to make better’. Dalam bahasa Indonesia, diartikan sebagai suatu hal yang sering
dilakukan untuk penambahan atau perubahan terhadap suatu peraturan. Sebagai contoh,
dapat dilihat pada Undang-Undang Dasar 1945 yang telah mengalami Amandemen
sebanyak 4 kali melalui sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Ada 5 alasan yang menjadi dasar dilakukan nya Amandemen terhadap Undang-Undang Dasar
1945, yaitu:

 Untuk menyempurnakan aturan dasar mengenai perlindungan maupun jaminan Hak


Asasi Manusia.

 Dapat menyempurnakan aturan dasar mengenai tata negara.

 Bertujuan untuk menyempurnakan aturan dasar mengenai pelaksanaan ataupun


kedaulatan rakyat.

 Untuk melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara.

 Bertujuan untuk menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan berbangsa dan


bernegara.

Dari 5 alasan tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya tujuan utama dari
dilakukannya Amandemen terhadap suatu peraturan adalah agar aturan tersebut menjadi
lebih sempurna ke arah yang lebih baik.
II. TATA GEREJA
Seorang ahli Teologi yang bernama Pieter Coertzen, dalam buku nya yang berjudul “Church and
Order” menjelaskan pendapatnya mengenai pengertian dari Tata Gereja. Tertulis bahwa, Tata Gereja
adalah suatu aturan yang disusun secara sistematis oleh gereja atau beberapa gereja (masih dalam sinode
yang sama). Dari sudut pandang hukum secara umum, Tata Gereja digambarkan sebagai hukum internal
yang ada dalam gereja, sehingga Tata Gereja dapat menjadi hukum yang objektif untuk menjaga
anggotanya baik secara individu maupun secara kolektif. Istilah Tata Gereja biasa digunakan oleh
Gereja Reformasi Belanda dan berbagai Gereja Reformed lain untuk menggambarkan hakikat dari
hukum gereja.

Dalam bahasa Inggris, Tata Gereja atau Church Order diartikan the systematically organized set of rules
drawn up by a qualified body of a local church. From the point of view of civil law, the church order
can be described as the internal law of the church.

Tata gereja tidak dimaksudkan untuk menyusun detail peraturan. Tata gereja dapat menolong gereja untuk


memperhatikan tugas dan panggilan di dunia. Penyusunan tata gereja harus dapat memperhatikan proses
urusan dalam komunitas gereja dan melihat bahwa fungsi peraturan gereja sesuai dengan Kitab Suci.
III. TEORI FENOMENA SOSIAL
Fenomena adalah rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat diamati dan
dinilai lewat kaca mata ilmiah atau lewat disiplin ilmu tertentu. Fenomena terjadi di
semua tempat yang bisa diamati oleh manusia. Fenomena berasal dari bahasa Yunani;
Phainomenon, yang artinya ‘hal yang muncul untuk dilihat.’

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Fenomena Sosial adalah kejadian
nyata yang dapat dilihat secara langsung melalui panca indra dan dapat dijelaskan
dalam penelitian bersifat ilmiah.
Fenomena sosial pun ada berbagai macam, diantara lain yaitu:

1. Fenomena Sosial Ekonomi

Jenis fenomena sosial yang pertama adalah fenomena sosial ekonomi. Yakni
fenomena sosial yang dilatarbelakangi oleh kondisi atau permasalahan
ekonomi. Seperti yang diketahui bersama, perekonomian adalah hal krusial
dalam hidup. 

Saking vitalnya peran perekonomian dalam menunjang kehidupan maka dari


faktor inilah banyak muncul masalah atau fenomena sosial. Fenomena sosial
ekonomi sendiri mendominasi semua fenomena yang diberitakan kepada
publik. 

Misalnya fenomena banyak atau tingginya angka pengangguran, fenomena


PHK di masa pandemi, fenomena kemiskinan yang terus meningkat dari tahun
ke tahun, dan lain sebagainya.
2. Fenomena Sosial Budaya

Jenis fenomena sosial yang kedua adalah fenomena sosial budaya. Yaitu fenomena sosial atau masalah sosial
yang terjadi karena adanya perbedaan budaya yang saling bertabrakan. 

Kemudian fenomena sosial budaya juga bisa terjadi karena adanya perselisihan terkait produk budaya.
Contohnya adalah perselisihan tentang pengakuan budaya Reog Ponorogo maupun Wayang Kulit oleh negara
Malaysia. 

Pengakuan ini kemudian memunculkan tindakan atau bentuk perlawanan yang ditunjukan pemerintah Indonesia.
Misalnya pada pengakuan budaya Reog Ponorogo, dimana dimenangkan oleh Indonesia. Kemudian oleh
UNICEF diakui sebagai budaya milik bangsa Indonesia.

3. Fenomena Sosial Psikologis

Jenis fenomena sosial berikutnya adalah fenomena sosial psikologi. Yakni fenomena sosial yang terjadi karena
adanya masalah pada psikologi atau kesehatan mental dari anggota masyarakat.  

Saat seseorang mengalami gangguan kejiwaan maka bisa berpotensi menyebabkan masalah sosial. Masalah
sosial yang terbentuk kemudian menyebabkan gangguan kejiwaan juga bagi orang lain. Pada akhirnya
memunculkan fenomena yang berulang dan semakin luas. 

Fenomena sosial psikologi juga bisa terjadi karena ada suatu kejadian yang membuat trauma pada masyarakat.
Misalnya kejadian peperangan, seperti invasi Amerika Serikat ke negara Irak. Masyarakat di Irak tentu
mengalami trauma akibat peperangan tersebut. 
4. Fenomena Sosial Lingkungan Alam

Fenomena sosial lingkungan alam adalah fenomena atau masalah sosial yang diakibatkan oleh
kondisi alam atau sebuah peristiwa alam. Fenomena ini sulit untuk dihindari karena memang
kejadian alam tidak bisa dicegah. 

Manusia umumnya hanya bisa meminimalkan dampaknya. Misalnya pada fenomena erupsi gunung
berapi di suatu daerah di Indonesia. Oleh BMKG biasanya akan diketahui mengenai resiko
terjadinya erupsi sehingga bisa memberikan informasi bagi masyarakat untuk mengungsi. 

Hal ini bisa membantu menurunkan jatuhnya korban jiwa dalam jumlah besar saat erupsi terjadi.
Namun, bencana alam seperti erupsi gunung berapi tentunya tidak bisa dicegah. Sebab bencana
alam apapun bentuknya tidak bisa dikendalikan oleh manusia. 

5. Fenomena Sosial Biologis

Fenomena sosial biologis merupakan fenomena sosial yang terjadi karena faktor biologi. Misalnya
fenomena tentang penyakit menular, termasuk juga pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini. 

Perkembangan biologi sebuah virus membuat penyakit Covid-19 mudah menular dan dialami oleh
nyaris semua manusia di muka bumi. Pada beberapa bulan yang lalu, saat kasus positif Covid-19
sedang tinggi. Masyarakat Indonesia banyak yang menghembuskan nafas terakhirnya.
IV. ASAS-ASAS PEMBENTUKAN
PERATURAN
Dalam membentuk suatu peraturan, dibutuhkan asas-asas
agar peraturan yang nanti terbentuk sesuai dengan tujuan
awal dibuatnya peraturan tersebut.
Sebagai contoh, pembentukan peraturan perundang-undangan, dijelaskan dalam pasal 5 UU Nomor 12 Tahun
2011. Asas-asas tersebut adalah:

1) Kejelasan tujuan. Asas ini menyatakan setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai
tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

2) Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. Asas ini menyatakan bahwa setiap jenis peraturan perundang-
undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang
berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum jika dibuat oleh
lembaga yang tidak berwewenang.

3) Kesesuaian antara jenis, hirarki, dan materi muatan. Asas tersebut menjelaskan bahwa dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan harus memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan. Hirarki penting untuk dipahami agar menghindari peraturan perundang-undangan
yang disusun bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Sementara itu,
materi muatan dalam peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan jenis, fungsi, dan hirarki peraturan
perundang-undangan.

4) Dapat dilaksanakan. Asas ini menyatakan untuk setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis,
sosiologis, atau yuridis.
5) Kedayagunaan dan kehasilgunaan. Asas tersebut menjelaskan bahwa setiap peraturan-
undangan dibuat karena benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

6) Kejelasan rumusan. Asas ini menggarisbawahi bahwa setiap peraturan perundang-


undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan,
sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti
sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

7) Keterbukaan. Asas keterbukaan menjelaskan dalam pembentukan peraturan perundang-


undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan,
dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan
dalam pembentukan.
Setelah memahami pengertian dari Amandemen, Tata Gereja, Teori Fenomena Sosial dan asas-asas
pembentukan peraturan, selanjutnya Tata Gereja bisa ditinjau dari Teori Fenomena. Ada 2 poin
penting yang harus dinilai yaitu:

 Apakah Amandemen yang dilakukan terhadap Tata Gereja bersifat sistematis atau
tidak.

 Apakah Amandemen yang dilakukan terhadap Tata Gereja sesuai dengan teori
Fenomena atau tidak.

Lalu, manfaat dari digunakan nya Teori Fenomena Sosial ini adalah sebagai suatu ikhtisar
fakta dan hukum yang dapat diterapkan, teori berfungsi untuk transformasi.
Suatu teori baru dapat untuk menstransformasikan atau dapat mengadakan perubahan
hubungan antara hukum dan fakta.

Setelah meninjau amandemen tata gereja dengan teori fenomena, maka dapat disimpulkan
bahwa dalam membentuk tata gereja, hampir sama dengan membentuk suatu Undang-
Undang di Indonesia, meskipun tata gereja tidak bersifat legal.
TERIMA KASIH

Dr (c). Erdi Sutanto CH., S.H., M.H.


Tulisan ini diambil dari berbagai literatur, tentu saja bisa bersifat subjektif maupun objektif,
tergantung dari perspektif audiens.

TERIMA KASIH

Disusun Oleh:

Erdi Sutanto Chandra


Mahasiswa Doktoral Ilmu Hukum

Universitas Krisnadwipayana

Anda mungkin juga menyukai