Anda di halaman 1dari 6

KASUS DEMOKRASI

DI INDONESIA
“UU Pilkada Menimbulkan Polemik”

Oleh Kelompok V
1. Ayu Wulansari (A1A213221)
2. A. Jayadi Hilmi (A1A213006)
3. Ariani (A1A213071)
4. Dalilah Husna (A1A213060)
5. Dedi Fahrianda (A1A213217)
6. Elsa Widia Wati (A1A213023)
7. Yuhana (A1A213075)
PILKADA LANGSUNG TAMAT ?
Metrotvnews.com, Jakarta: Pemilihan kepala daerah lewat
DPRD meruntuhkan bangunan demokrasi yang dibangun
masyarakat Indonesia. Padahal, kata Ketua KontraS Harris
Azhar, masyarakat merasakan betul keterbukaan untuk
memilih pemimpin dalam pilkada langsung.

"Karena masyarakat merasakan betul keterbukaan dari


pilkada itu. Bisa memilih calonnya dengan terlibat langsung,"
ujar Harris saat berorasi di Istana Negara, Jakarta Pusat,
Senin (29/9/2014).

Selain KontraS, unjuk rasa Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia


(GDRI) itu juga dihadiri Romo Benny Susetyo, Sri Palupi, Ray
Rangkuti, dan Yati Andiani.
Hak mencoblos langsung gubernur dan bupati/wali kota itu
direnggut setelah DPR RI mengetuk palu Undang-Undang
Pilkada. Ditambah lagi, ekspresi kekecewaan warga akibat
pengesahan UU itu semakin dibatasi, contohnya rumor
pemblokiran #ShameOnYouSBY di Twitter.

"Ruang masyarakat untuk berdemokrasi semakin digencet, dari


secara hukum, secara bereskpresi, maupun partisipasi politik,"
kata Harris.

Sidang paripurna anggota dewan pun berubah jadi ajang


pembunuhan demokrasi. "Makin paripurna, makin pembunuhan
demokrasi masyarakat awam," ujar dia.
JCO
Te Ri Ma ka Si H

Anda mungkin juga menyukai