Anda di halaman 1dari 8

Kelompok 4

Anggota kelompok :
1. Yudira Qodri 2010111130
2. Dyo Pratama 2010112030
3. Raja fahrel Nst 2010112079
Tipe tipe Nagari di minang kabau

Nagari adalah sebuah republik kecil (julukan yang diberikan oleh Belanda) yang mempunyai pemerintahan sendiri

secara otonom dan berbasis pada masyarakat (self-governing community). Sebagai sebuah republik kecil, nagari

mempunyai perangkat pemerintahan demokratis: unsur legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Nagari merupakan

kumpulan dari beberapa Jorong yang memiliki tujuan dan prinsip yang sama. Nagari dipimpin oleh seorang Wali

Nagari. Wali Nagari ini dipilih melalui musyawarah dan mufakat dari berbagai kumpulan Jorong dan masyarakat

melalui pemilihan wali nagari (Pilwana).

Pemerintahan Desa/Nagari terdiri dari 3 komponen penting, yang kinerja saling mendukung satu sama lain.

mereka adalah kepala desa/wali nagari, perangkat desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Dalam tugasnya,

kepala desa bertugas untuk mengelola desa dan penduduknya, agar dapat meningkatkan kesejahteraan. Di

minangkabau terdapat dua tipe nagari, yaitu nagari kelarasan Koto Piliang dan kelarasan Bodi Caniago.
Lareh Koto Piliang Ciri ciri :

dalam membuat keputusan menurut arahan pimpinan ( raja ) . Titiak


dari ateh, turun dari tanggo. Tabujua lalu tabalintang patah, kato surang
Adalah salah satu sistem adat Minangkabau yang gadang sagalo iyo, ikan gadang dalam lauik, ikan ketek makanannyo,
bertumpu kepada sistem aristokratis. Sistem adat ini nan mailia dipalik, nan manitiak di tampuang.
dikembangkan oleh Datuk Ketumanggungan, dan berlaku di kedudukan pangulu bertingkat tingkat, yaitu pangulu andiko, pangulu
hampir seluruh wilayah budaya Minangkabau, terutama suku, dan pangulu pucuk. Pangulu pucuak disebut juga sebagai

Luhak Tanah Datar, Luhak Limapuluh, dan Pesisir Selatan. pucuak nagari. Bapucuak bulek, baurek tunggang.

Aristokrasi merupakan bentuk pemerintahan di mana orang- Corak rumah gadangnyo mampunyoi anjuang kida jo suok, ado pulo
nan balabuah gajah di tangah-tangahnyo. Anjuang kida jo suok adolah
orang diperintah oleh sekelompok kecil kelas istimewa yang
tampek nan ditinggikan, untuak manampekan pangulu-pangulu sasuai
disebut bangsawan. Pemimpin dalam pemerintahan
jo fungsi atau tingkatannyo. Bajanjang naiak, batanggo turun
aristokrasi adalah mereka yang dianggap paling mampu
Gala pusako (pangulu) indak bisa digantikan, sabalun panyandang
untuk mengatur masyarakat karena superioritas moral dan
gala maningg
intelektual mereka.
Lareh Bodi Caniago
adalah salah satu sistem adat Minangkabau yang bertumpu kepada musyawarah dan mufakat. Sistem
adat ini dikembangkan oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang, dan berlaku di hampir seluruh wilayah
budaya Minangkabau, terutama di Luhak Lima Puluh Kota, Kabupaten Kerinci, Negeri Sembilan, dan
sebagian Malaka. Bodi Caniago berasal dari Bahasa Sanskerta: bodhi, catni, dan arga, yang berarti
puncak permikiran yang gemilang. Wilayah awal penyebaran sistem adat ini adalah wilayah Limo
Kaum, Kabupaten Tanah Datar. Pucuak Bulek (Junjungan Adat) kelarasan ini adalah Datuak Bandaro
Kuniang yang di dalam Ranji Limbago Adat Alam Minangkabau bergelar Gajah Gadang Patah
Gadiang,berkedudukan di Kubu Rajo, Limo Kaum.
Ciri-ciri Utama Lareh Bodi Caniago :
Dalam pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat. Kato surang dibuleti, kato basamo
kato mufakat. Lah dapek rundiang nan saiyo, lah dapek kato nan sabuah. Pipiah nan indak basuduik,
bulek nan indak basandiang. Takuruang makanan kunci, tapauik makanan lantak. Saukua mako
manjadi, sasuai mangko takana. Putuih gayuang dek balabeh, putuih kato dek mufakat. (kata seorang
dibulati, kata bersama kata mufakat. Sudah dapat berunding yang seiya, sudah dapat kata yang
sebuah. Pipih tidak bersudut, bulat tidak bersanding. Terkurung makanan kunci, terpaut makanan
lantak. Seukur maka terjadi, sesuai maka dipasangkan. Putus gayung karena belebas, putus kata
karena mufakat).
Kedudukan semua penghulu memiliki derajat yang sama. Duduak sahamparan, tagak sapamatang
(duduk sehamparan, tegak sepematang)
Corak Rumah Gadang yang berlantai datar.
Gelar pusaka (penghulu) bisa digantikan, meskipun penyandang gelar masih hidup.
Nagari sebelum penjajahan belanda
Periode Tradisional Jahiliyah
Sistem pemerintahan nagari pada masa model jahiliyah pada dasarnya pertama kali dikemukakan oleh
H.A. Dt. Rajo Mangkuto, bahwa tidak banyak yang mengetahui bagaimana elit tradisional tersebut
mendapatkan legitimasi kekuasaan dalam pemerintahan nagari. Pada masa ini, nagari dipimpin oleh Kapalo
Lareh (Penghulu Kepala) yang menguasai wilayah eksekutif dan yudikatif dalam pemerintahan dengan dibantu
oleh beberapa perangkat dalam bidang keamanan, kemantian, bandaharo, dan unsur peradilan. Sementara itu,
penghulu membentuk Kerapatan Nagari yang mempunyai hubungan koordinasi dengan Kapalo Jorong. Sistem
yang kemudian berkembang adalah model tradisional, dimana nagari dalam perspektif keadatan didefinisikan
sebagai organisasi politik pemerintahan adat tertinggi masyarakat Minangkabau yang mencirikan sifat
persekutuan hukum genealogis teritorial). Pada model ini, sistem pemerintahan dijalankan secara kolektif
dengan melibatkan Penghulu, Malin, Manti, dan Dubalang dengan dikepalai oleh satu orang Penghulu Pucuk
sebagai Wali Nagari. Disamping kepemimpinan kolektif tersebut, juga ditemukan satu federasi penghulu.
Penghulu mempunyai kewenangan dalam menentukan Wali Nagari. Wali Nagari sebagai pimpinan Federasi
Penghulu hanya ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah, mengingat model kepemimpinan dan
pertanggungjawaban kolektifnya. Persekutuan hukum genealogis sebagai identitas nagari memberikan
implikasi logis pada distribusi kepemimpinan bertingkat dalam nagari. Artinya, pemimpin dalam nagari tidak
hanya Wali Nagari, namun juga Penghulu Suku, Penghulu Paruik, Penghulu Andiko, Mamak Kapalo Warih, dan
bahkan Mamak Rumah. Model kepemimpinan bertingkat ini meniscayakan proses pengkaderan yang sistematis
dan terencana dalam sistem kepemimpinan di Minangkabau, sehingga pemimpin yang dilahirkan adalah
pemimpin yang mempunyai karakter dan kompetensi.
periode tradisional islam
Periode tradisional Islam adalah periode setelah Islam masuk melalui proses
asimilasi dengan nilai-nilai adat yang telah ada syarak mandaki, adat manurun.
Keduanya berbaur dalam konsep dan pelaksanaan yang saling toleransi. Dengan
demikian, muncul lembaga baru yang disebut Raja Ibadat sebagai perimbangan
daripada Raja Adat yang mengurus persoalan tradisi dan Raja Alam sebagai
eksekutif pemerintahan. Ketiga lembaga itu dihimpun dalam Rajo Nan Tigo Selo. Di
bawahnya terdapat lembaga Tuan Kadi dan Malin. Dasar pengaturan masyarakat
Minangkabau pun bertransformasi. Sebelum kedatangan Islam, filsafat adat
Minangkabau mengambil acuan dari ketentuan alam. Para cerdik cendekia
mengamati alam, menemukan hukum-hukum alam, untuk kemudian dipetik
hikmahnya. Setelah Islam diterima, adat Minangkabau disempurnakan dengan
ketentuan agama, yakni sesuai Alquran dan Sunah. Dengan begitu, ada dua kutub
yang menjadi rujukan masyarakat setempat, yakni adat dan agama. Keduanya
saling berdampingan tanpa harus saling meniadakan.
Nagari pada zaman
penjajahan belanda

Setelah Belanda menguasai Minangkabau, terutama setelah berakhirnya


perang Padri pemerintah Belanda dengan Politik Opor tunyret tetap mengakui
nagari dengan manfaatnya. Sebagai pemerintahan terendah dengan cara
mengeluarkan SK (Bisluit) dari kepala- kepala Nagari untuk melaksanakan
tugas pemerintahan yaitu untuk membantu Belanda terutama dalam hal
memungut pajak (Blasting), mengarahkan masyarakan untuk rodi (kerja
paksa), namun demikian Belanda tidak mengusik sistim pemerintahan nagari
sampai Indonesia mardeka.
THANKS

Anda mungkin juga menyukai