Anda di halaman 1dari 3

TUNGKU TIGO SAJARANGAN,

TALI TIGO SAPILIN

Kata-kata tungku tigo sajarangan, sebuah ungkapan atau perumpamaan yang kita
terima dari nenek moyang orang Minangkabau. Kini ungkapan tersebut sudah populer
sekali. Kata-kata ini adalah lambang dari tiga unsur kepemimpinan di Minangkabau
yang sangat potensial, yaitu ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai.
Nenek moyang orang Minang gemar membuat kata-kata kiasan, ibarat,
perumpamaan, gurindam, andai-andai, pepatah petitih, pantun, dan sebagainya. Mereka
berguru kepada alam. Perumpamaan pun sifatnya alamiah.
Tali tigo sapilin tamsil pedoman ketiga kepemimpinan masyarakat Minangkabau
ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai. Pedoman ninik mamak adalah aturan adat,
alim ulama adalah agama, sedangkan pedoman cendekiawan ialah undang-undang atau
peraturan yang berlaku.
Tentang tali tigo sapilin diibaratkan tiga utas tali yang dipilin menjadi satu,
sehingga menjadi kuat. Demikian juga tamsil bila ketiga landasan hukum yang terjalin
menjadi pegangan hidup masyarakat Minangkabau. Hukum itu adalah hukum adat,
hukum agama dan hukum positif. Ketiga landasan itu adalah ketentuan adat menjadi
pegangan bagi ninik mamak, hukum agama atau syarak pegangan para alim ulama dan
undang-undang yang dipegang atau landasan berpijaknya para cadiak pandai (cerdik
cendekia).
Kuali atau periuk dengan segala isinya, baik lauk pauk, sayur mayur, rendang, nasi,
atau lainnya adalah masyarakat. Tiga buah tungku sebagai penopangnya menjadi kuat,
sehingga kuali atau periuk atau belanga yang berada di atasnya terletak mapan. Tentang
tali tigo sapilin akan menjadi kuat dan tak mudah putus karena ketiga utas tali itu
dipilin menjadi satu, yakni undang-undang adat, hukum agama dan hukum positif.
Pemahaman tentang tungku tigo sajarangan dengan penerapan tali tigo sapilin di
tengah masyarakat Minangkabau berkembangnya sebagai budaya, adat bersendi
syarak, syarak bersendi Kitabullah", hidup serasi di tengah warga yang beragam diatur
dengan undang-undang.
Unsur kepemimpinan tungku tigo sajarangan adalah:
Ninik mamak, yaitu penghulu adat. Ninik mamak itu adalah seorang penghulu adat,
andika (andiko) di dalam kaumnya. Artinya orang yang dihormati, menjadi tuanku
dalam satu keturunan berasal dari nenek perempuan atau kekerabatan menurut garis ibu.
Seorang penghulu adat menyandang gelar datuk.
Setiap laki-laki di dalam kaumnya adalah mamak yang berhak tampil sewaktu-
waktu jadi pemegang pemimpin kaum. Andiko adalah penghulu tertua yang lebih
dahulu mengolah wilayah. Dia dipilih di antara anggota kaumnya yang laki-laki. Di
dalam fatwa ada penghulu diangkat sakato kaum. Artinya harus atas kesepakatan kaum.
Penghulu terpilih karena tinggi tampak jauh, gadang tampak dakek (jolong basuo).
Tinggi karena disentakkan ruweh (ruas), gadang dilintang pungkam. Dia tinggi bukan
karena diganjal jadi tinggi. Dia tinggi karena ruasnya yang menyentak. Maksudnya
pribadinya berkembang terus, dia berilmu, punya wawasan yang luas. Ia mempunyai
kelebihan dari yang lainnya, mempunyai kemampuan dan punya kapabilitas. Dia juga
punya wibawa, disegani anak kemenakan, kukuh dengan pendirian, tidak terombang
ambing dan solid (dia besar karena dilintang pungkam), punya urat dan akar tunggang
yang dalam, punya teras kayu yang kuat serta utuh. Padangnyo leba, alamnyo laweh.
Tinggi dek dianjuang, gadang dek diambak. Pengangkatannya atas persetujuan
bersama untuk jadi pemimpin (akseptabilitas). Landasan tempat berpijak seorang
penghulu adalah undang-undang, hukum adat. Yang menjadi tugas seorang penghulu
adalah menuruti alur yang lurus, menampuah jalan umum, memelihara harta pusaka
serta membimbiang anak kamanakan. Alur atau hukum yang benar, melakukan
kebiasaan, melihara harta pusaka serta membimbing anak kemenakan.
Alim ulama disebut suluah bendang, suluh yang terang benderang dalam nagari.
Alim ulamalah yang mengaji hukum-hukum agama, tentang sah dan batal, halal dengan
haram dan mengerti tentang nahu dan sharaf. Jadi alim ulama yang membimbing
rohani untuk jalan ke akhirat karena adat Minang itu adat Islami, adat bersendi syarak,
syarak bersendi kitabullah.
Cadiak Pandai adalah kelompok masyarakat yang mempunyai ilmu pengetahuan
dan cerdik memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Ia pandai mencarikan
jalan keluarnya, sehingga ia dianggap pemimpin yang mendampingi ninik mamak dan
alim ulama. Orang tersebut dibawa ikut berunding memecahkan berbagai masalah di
nagari atau di kalangan masyarakat karena mereka memahami undang-undang dan
peraturan atau ketentuan yang berlaku dalam hidup bernagari, bangsa dan bernegara.
Jadi tungku tigo sajarangan adalah tiga unsur kepemimpinan yang sangat potensial
sebagai pilar penyangga kemajuan masyarakat Minangkabau.
-SAN-

Sumber: LKAAM, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Padang 2002
H.Kamardi Rais Dt. P. Simulie, Tuangan Limbago, Darma Budaya, 2004

Anda mungkin juga menyukai