Anda di halaman 1dari 27

SENIN: Pk.10.

00
RABU: 07.30, 10.00
KAMIS : 07.30 10.00
SABTU : 07.30, 10.00

BAHAN KULIAH

MANAJEMEN BK.
(BIMBINGAN KONSELING)
DISUSUN OLEH :
DRS. T. SUNARTO, MM.
Telp . 0853 1101 4100

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI


JAKARTA TH.2011

 ILMU SEBAGAI PENGAMALAN BUKAN SEBAGAI PENGALAMAN


 TIADA HARI TANPA BERAMAL
 AMAL-AMALKU TAK MUNGKIN DILAKUKAN ORANG LAIN, MAKA
AKU SIBUKKAN DIRIKU UNTUK BERAMAL
4. TAHAP-TAHAP MANAJEMEN BIMBINGAN KONSELING
TAHAP-TAHAP MANAJEMEN BIMBINGAN KONSELING

Dapat dibuktikan ilmu untuk proses dalam memimpin menjadi tiga pokok penting,
aktivitas dan seni dalam pengertian manajemen dengan aplikasi akan dapat dibuktikan
pengertian ilmu dalam memimpin ;
1. Pengertian pertama adalah adanya tujuan yang ingin dicapai.
2. Pengertian kedua adalah tujuan yang dicapai dg menggunakan kegiatan-kegiatan
orang lain.
3. Pengertian ketiga adalah kegiatan-kegiatan orang lain itu harus dibimbing dan
diawasi.
Keilmuan merupakan kumpulan pengetahuan dari pengalaman-pengalaman yang
terbukti keberhasilan mengandung kebenaran. Chester I Barnard dalam bukunya The
Function of the Excecutive, mengakui bahwa manajemen itu adalah”seni” dan juga
sebagai “ilmu” . Demikian pula Henry Fayol, Alfin Brown, Harold Koontz dan Cyril
O’Donnel, dan George R Terry beranggapan bahwa manajemen itu adalah ilmu
sekaligus seni. Bisa disimpulkan manajemen sebagai ilmu dan seni;
“Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorga- nisasian, penyusunan,
pengarahan dan pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan.
Proses Perencanaan dan Langkah-langkahny

Konsep Aktivitas Yang Dilakukan Langkah-Langkah Yang Ditempuh

Proses 1) Prakiraan 1. Menjelaskan permasalahan


Perencanaan 2) Penetapan tujuan 2. Mengusahakan memperoleh infor masi yang terandal
3) Pemrograman tentang aktivitas yang terkandung di dalamnya
4) Penjadwalan 3. Analisis dan klasifikasi informasi
5) Penganggaran 4. Menentukan dasar pendapat perencanaan dan
batasan.
6) Pengembangan
5. Menentukan rencana yang iusulkan
prosedur
6. Memilih rencana yang diusulkan diusulkan.
7) Penetapan dan
penafsiran kebijakan. 7. Membuat urutan kronologis tentang rencana yang
  8. Mengadakan pengendalian kemajuan terhadap
rencana yang diusulkan

Langkah-langkah aktivitas penting dalam pekerjaan perencanaan yaitu;


• Menjelaskan permasalahan secara operasional dan aplikatif.
• Usaha memperoleh informasi tentang aktivitas yang direncanakan
• Analisis dan klasifikasi informasi
• Menentukan dasar perencanaan dan batasan atas pendapat yang dianggap
penting.
TAHAP-TAHAP MANAJEMEN BIMBINGAN KONSELING
Dari buku Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur
Pendidikan Formal (2007:23) Pelayanan Dasar adalah “proses memberikan bantuan
kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara
individu, klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka
mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas
perkembangan yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan
mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya”. Dari pengertian pelayanan dasar,
maka layanan dapat diartikan suatu proses bantuan kepada seseorang yang perlu
bantuan, dan bantuan yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan,
pengalaman dan ketrampilan menyiapkan bantu an secara individu, klasikal atau
kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku untuk
memilih dan mengambil keputusan menjalani kehidupannya.
 
Sedangkan “Konseling” dari American School Counselor Assosiation (ASCA),
mengemukakan “konseling merupakan hubungan tatap muka yang bersifat rahasia,
penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien,
konselor mempergunakan pengetahuan dan ketrampilannya untuk membantu kliennya
mengatasi masalah-masalahnya”. Departemen P dan K merumuskankonseling sebagai
relasi timbal balik diantara dua individu yang seorang(konselor) berusaha membantu
yang lain (klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya pada waktu ini dan pada
waktu yang akan datang.
 
TAHAP-TAHAP MANAJEMEN BIMBINGAN KONSELING
Konselor setelah mengidentifikasi, mengatur prioritas bagi peserta didik supaya memahami dlbantu
dengan layanan konseling :
a. Perencanaan Kegiatan Layanan Konseling
Kegiatan layanan diperlukan perencanaan yang matang dan mencakup pelaksanaannya dengan progran satuan
kegiatan yang jelas, berupa kegiatan layanan dan pendukungnya yang merupakan ujung tombak kegiatan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan. Tahap-tahap perencanaan yang penting adalah;
1) Tahap Perencanaan program; Program kegiatan atuan layanan (SATLAN) dan atau kegiatan satuan
pendukung (SATKUNG) direncanakan secara tertulis menyesuaiankan dengan kebutuhan peserta didik,
waktu, tempat, tujuan, materi, muatan sasaran, metode dan rencana penilaiannya.
2) Tahap pelaksanaan program; Pogram dilaksanakan sesuai dengan perencanaannya.
3) Tahap penilaian program hasil kegiatan ; Hasil kegiatan diukur dan dinilai sesuai dengan tujuan yang
sudah direncanakan.
4) Tahap analisis hasil kegiatan; Penilaian yang telah direncanakan dianalisis untuk mengetahui posisi
proses mencapai tujuan yang perlu mendapatkan perhatian.
5) Tahap tindak lanjut; Hasil dari analisis ditindaklanjuti melalui layanan dan atau melalui pendukung yang
sesuai dengan kondisi dan situasi tujuannya.
b. Pelaksana Kegiatan Layanan Konseling di Sekolah
Kegiatan layanan bimbingan dan konseling konselor sekolah bekerjasama dengan guru mata pelajaran, wali
kelas, dan didukung Kepala sekolah dan unsur-unsur di sekolah dengan kemasan pelayanan “Pola 17 plus”,
berdasarkan SKB Mendikbud dan Kepala BAKN Nomor 0433/P/1993 dan Nomor 25 Tahun 1993 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya berkaitan dengan pengembangan diri maka tugas
pokok konselor sekolah adalah;
6) Menyusun program dan penjadwalan layanan bimbingan dan konseling dg prog. tahunan, semesteran,
bulanan, mingguan dan layanan harian dengan kegiatan SATLAN dan SATKUNG sesuai pelaksanaannya.
7) Melaksanakan program sesuai waktu yang ditentukan dan terjadual.
8) Mengevaluasi pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di setiap tahapan, harian,
mingguan, bulanan, semesteran dan tahunan.
9) Menganalisis hasil pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling pada tahapan
10) Menindak lanjuti hasil analisis semesteran dan tahunan dan membuat pelaporannya
 
TAHAP-TAHAP MANAJEMEN BIMBINGAN KONSELING
c Waktu dan Posisi Pelaksanaan Layanan
Kegiatan layanan bimbingan dan konseling di sekolah diselenggarakan;
Di dalam jam pembelajaran:
a) Kegiatan tatap muka dilaksanakan secara klasikal dengan rombongan belajar
peserta didik dalam tiap kelas untuk menyelenggarakan layanan informasi,
penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, kegiatan instrumentasi, serta
layanan/kegiatan lain yang dapat dilakukan di dalam kelas.
b) Volume kegiatan tatap muka klasikal adalah dua jam per kelas (rombongan
belajar) per minggu dan dilaksanakan secara terjadual.
c) Kegiatan tatap muka non klasikal diselenggarakan dalam bentuk layanan
konsultasi, kegiatan konferensi kasus, himpunan data, kunjungan rumah, tampilan
kepustakaan, dan alih tangan kasus.
2). Di luar jam pembelajaran:
d) Kegiatan tatap muka non-klasikal dengan peserta didik dilaksanakan untuk layanan
orientasi, konseling perorangan bimbingan kelompok, konseling kelompok,
mediasi, dan advokasi serta kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan di luar kelas.
Satu kali kegiatan layanan/pendukung bimbingan dan konseling di luar kelas /di
luar jam pembelajaran ekuivalen dg dua jam pembelajaran tatap muka dlm kelas.
e) Kegiatan layanan bimbingan dan konseling di luar jam pembelajaran satuan
pendidikan maksimal 50% dari seluruh kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling, diketahui dan dilaporkan kepada pimpinan satuan pendidikan.
Program Pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah dikelola oleh Guru BK/Konselor
sekolah dan sebagai bagian dari program sekolah dengan mengefektifkan dan
EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR DALAM PENDEKATAN
KONSELING
Ekspektasi Kinerja/harapan kinerja melalui; Pendekatan
Umum, Perencanaan tindak intervensi, Pelaksanaan tindak
intervensi, ukuran keberhasilan konselor khususnya sistem
pendidikan formal, tujuan umum pencapaian tujuan
pendidikan nasional dapat dikembangkan melalui;
1. Pendekatan Konseling Non-Direktif
2. Pendekatan Konseling Analisis Transaksional
3. Pendekatan Konseling Rasional Emotif
4. Pendekatan Konseling Klinikal
5. Pendekatan Konseling Behavioristik-Reality Therapy
1. Pendekatan Konseling Non-Direktif (Client Centered Counceling)
Harapan kinerja dalam pendidikan melalui dimensi wilayah gerak, Pendekatan umum, dari Guru pemanfaatan
Instractional Effects & Nurturant Effects melalui pembelajaran yang mendidik. Konselor melalui pengenalan diri dan
lingkungan oleh konseli dalam rangka pengatasan masalah pribadi, sosial, belajar, dan karir, dimana skenario
tindakan merupakan hasil transaksi yang merupakan keputusan konseli.

Pendekatan konseling Non-Direktif merupakan suatu bantuan yang dilakukan oleh konselor kepada konseli,
dimana penentu proses cenderung pada konseli, diusahakan supaya mampu menguasai komunikasi atas dasar
keinginannya dapat selalu ingin tahu tentang permasalahan hingga dapat mengetahui permasalahan dirinya sendiri
dan konselor tidak banyak bertanya terlalu menguasai konseli.

Dari buku Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konse ling di Sekolah (2002:69), proses konseling
Non-Direktif dikembangkan oleh R. Rogers, guru besar Psikologi dan Psikiatri, Universitas Wisconsin, dan dia
dipandang sebagai bapak Konseling Non-Direktif (Client centered counceling) bahwa:
a. Ciri-ciri Hubungan Non-direktif:
1).Klien sebagai sentral, yang aktif untuk mengungkapkan dan mencari pe mecahan masalah. Hubungan ini
aktivitas klien dan tanggung jawabnya.
2).Konselor sebagai pendorong menciptakan situasi membantu merefleksi kan sikap dan perasaan-perasaannya.
Sedangkan bila hubungan itu terjadi otoriter dalam hubungan dengan konseli maka terjadilah;
a) Klien atau siswa merupakan objek dari subjek yang memegang otoritas (Guru, Orang tua atau Konselor).
Sedangkan klien/siswa harus mengikuti dan taat kepada pemegang otoritas.
b) Pemegang otaritas adalah orang yang paling tahu segala hal, dialah yang menunjukkan, mencarikan atau
memberikan jalan kepada klien. Jadi pemegang otoritas adalah berperan sebagai penentu bagi klien.
b. Dasar Pandangan Non-Direktif tentang Individu
Dasar pandangan Non-Direktif tentang individu memberikan suatu gambaran bahwa proses konseling
pusatnya adalah klien, bukan konselor dikembangkan oleh R. Rogers bahwa:
1) Dasar filsafat Rogers mengenai manusia
a) Inti sifat manusia adalah positif, sosial, menuju ke depan, dan realistik
b) Manusia pada dasarnya jooperatif, konstruktif dan dapat dipercaya
c) Manusia mempunyai tendensi dan usaha dasar mengaktuali sasi pribadi. Berprestasi dan
mempertahan dri
d) Manusia mempunyai kemampuan dasar untuk memilih tujuan yang benar, dan membuat
pemilihan yang benar apabila ia diberi situasi yang bebas dari ancaman.
2).Ada tiga Pokok teori Rogers yang mendasari teknik konseling yaitu;
e) Organisme: bereaksi secara keseluruhan sebagai suatu kesatuan; memiliki motif dasar yaitu
mengaktualisasi, memper tahankan, dan mengembangkan diri; organisme melambang-kan
pengalaman sehingga menjadi disadari atau menolak.
f) Medan Phenomenal: adalah keseluruhan pengalaman yang pernah dialami. Medannya hanya
diketahui oleh subjek yang mengalami yang terdiridari; Pengalaman yang disimbolisasikan dan
pengalaman yang tidak disimbolisasikan, sehingga penga laman ada yang tidak dapat di tes,
bisa disebut tidak realistis.
g) Self : juga disebut self-concept (konsep diri) merupakan bagian yang terpisah dari medan
phenomenal, yang berisi pola pengalaman dan penilaian yang sadar dari subjek. Sehingga
pendekatan Rogers menitik beratkan kepada kemampuan klien untuk mengendalikan
dirinyadan memecahkan masalah sendiri.
Teori Kepribadian Rogers
Buku Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (2002:74) Pendapat Carl R.
Rogers memandang manusia sebagi makhluk sosial, maju terus ke depan, rasional dan realistik, merumuskan
dalam 19 dalil intisarinya adalah sebagai berikut;
1) Tiap individu ada dalam dua pengalamannya yaitu seseorang itu dengan pengalaman yang bersangkutan.
2) Organisme bereaksi terhadap medan tempat dia ada menurut penghayatan mengenai medan itu dari realitas
bagi individu yang bersangkutan. Jadi bisa berbeda kondisi yang berlaianan.
3) Organisme bereaksi terhadap medan phenomenal sebagai suatu kesatuan yang terorganisir, dimana tingkah
laku dalam situasi secara keseluruhan kepribadiannya.
4) Organisme mempunyai satu kecenderungan dan dorongan dasar, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan
dan meningkatkan organisme yang menghayati sampai taraf optimal.
5) Perilaku pada dasarnya adalah terarah kepada tujuan, yang dilakukan individu untuk memuaskan kebutuhan
menurut penghayatannya.
6) Emosi menyertai sebagai reaksi total, pada umumnya menunjang perilaku yang terarah sesuai dengan konsep
dirinya (self concept) d tujuan itu. Sehingga untuk mengubah perilaku mengubah konsep mengenai dirinya.
7) Sudut pandangan terbaik untuk memahami perilaku individu adalah kerangka acuan yang ada pada diri yang
bersangkutan bagaimana individu memandang dunia sekitarnya.
8) Suatu bagian dari medan penghidupan secara keseluruhan berangsur-angsur terdiferensiasikan menjadi
konsep diri.
9) Sebagai hasil dan interaksi dengan lingkungan. Evaluasi dengan orang lain terbentuklah “diri” yaitu konsep
pola kehidupan aku yang terletak pada sitem nilai (konsep diri) karena terbentuk dengan lingkungannya.
10)Nilai-nilai yang terletak pada pengalaman dan nilai-nilai yang merupakan bagian dari struktur diri, adalah
struktur yang dihayati langsung oleh individu atau yang diintrojeksikan dari penghayatan orang lain, tetapi
yang telah diwarnai oleh makna yang bersangkutan.
Teori Kepribadian Rogers

11). Dalam dunia pengalaman seseorang ditangkap oleh orang yang bersangkutan dalam tiga cara, yaitu;
a) Dilambangkan, diamati, dan diorganisasikan ke dalam hubungan tertentu dengan dirinya
b) Diabaikan karena tidak terlibat hubungannya dengan struktur diri.
c) Ditolak atau dilambangkan dg perubahan karena hal yang dihadapi itu tidak konsisten dengan struktur diri.
12. Kebanyakan perilaku yang dijalankan oleh individu adalah perilaku yang konsisten sejalan dengan konsep
dirinya.
13. Dalam beberapa hal perilaku mungkin ditimbulkan oleh pengalaman organik atau kebutuhan belum
dilambangkan sehingga tidak konsis ten dengan struktur diri karena kebutuhan yang belum diketahui.
14. Penyesuaian psikologis yang tidak baik terjadi bilamana organisme menolak menyadari pengalaman-
pengalaman dan viseral yang penting, yang karena dilambangkan dan diorganisasikan ke stuktur diri, maka
menjadi ketegangan psikologis bila terjadi, sehingga terjadilah gangguan psikologis karena kenyataan tidak
sesuai dengan konsep dirinya.
15. Penyesuaian psikologis yang baik terjadi apabila memungkinkan semua pengalaman diri mensensor dan viseral
organisme dapat diasimilasikan dengan simbolik ke dalam relasi yang konsisten dengan konsep dirinya.
16. Setiap pengalaman yang tidak konsisten dengan organisasi atau struktur diri, mungkin diamati sebagai ancaman
sehingga semakin banyak pengalaman untuk mempertahankan diri.
17. Pengalaman baru yang tidak menimbulkan ancaman maka struktur diri dalam mengasimilasikan yang mencakup
pengalaman demikian akan memperbaiki dengan konsep dirinya.
18. Apabila individu mengamati dan menerima semua pengalaman yang sensoris dan viseral ke dalam suatu sistem
yang konsisten dan integral, maka ia akan dapat lebih memahami dan menerima orang lain sehingga diterima
lingkungan sosialnya.
19. Apabila individu mengamati dan menerima lebih banyak pengalaman organismenya, maka akan menyadari
bahwa ia sedang menggantikan sistem nilai-nilainya yang sekarang baru, dengan evaluasi organis. S
Secara umum dan mendasar tujuan pendekatan konseling non-direktif yang ingin dicapai yaitu
dapat menunjukkan dan menyadarkan klien bahwa cara berfikir yang tidak logis menjadi logis
merupakan penyebab gangguan emosional bisa menjadi keputusannya. Dengan kata lain untuk
membantu individu atau klien agar berkembang secara optimal sehingga mampu dan berguna bagi
diri dan lingkungannya yaitu;
a) Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis yang dihadapinya.
b) Menumbuhkan kepercayaan diri klien bahwa ia mempunyai kemampu an untuk mengambil
keputusan.
c) Memberi kesempatan kepada klien untuk belajar mempercayai orang laindan memiliki kesiapan
berbagai pengalaman orang lain bermanfaat bagi dirinya.
d) Memberi kesadaran bahwa dirinya merupakan bagian dari lingkup sosial budaya yang luas
e) Menumbuhkan suatu keyakinan pada klien bahwa dirinya terus bertumbuh dan berkembang.
Dipergunakannya konseling non-direktif didasarkan atas;
1) Sifat klien yang memiliki sifat-sifat, agresif, terbuka, terus terang, memiliki kemampuan untuk
mengungkapkan masalahnya dan bebas serta lancar berkomunikasi,
2) Sifat konselor dalam konseling non-direktif memiliki kemampuan dan sebagai pendengar yang
baik, menciptakan hubungan yang akrab untuk membentuk kepercayaan klien dan konselor
dituntut meluangkan waktu yang lama,
3) Sifat masalah yang dihadapi, pada dasarnya bisa dipergunakan untuk setiap masalah, tapi
paling baik yang berhubungan dengan ketegangan-ketegangan psikologi .
Ciri-Ciri Proses Pendekatan Konseling Non-Direktif Secara intisarinya adalah;
1) Klien berperan lebih dominan
2) Pengambilan keputusan akhir konseli, konselor hanya mengarahkan.
3) Proses bersifat permisif dan intim sebagai persyaratan mutlak
4) Konselor benar-benar menerima klien sebagaimana adanya.
5) Tergantung klien tidak terikat langkah-langkah yang dilakukan konselor
6) Empati dalam konseling non-direktif sangat penting.
Langkah-Langkah Konseling Non-Direktif menurut Carl R. Rogers ada dua belas yang dapat dipakai
pedoman dalam melaksanakan konseling, tapi bukan langkah yang baku yaitu;
7) Klien datang meminta bantuan kepada konselor secara sukarela.
8) Merumuskan situasi bantuan
9) Konselor memotivasi klien mengungkapkan perasaannya secara bebas.
10) Konselor secara tulus menerima dan menjernihkan perasaan-perasaan klien yang sifatnya negatif dan
memberikan respon.
11) Perasaan-perasaan negatif terungkap berarti bebannya secara psikologis berkurang, maka ekspresi positif
akan muncul dan tumbuh dan berkembang
12) Konselor menerima perasaan positif yang diungkapkan klien.
13) Sast pencurahan perasaan diikuti oleh perkembangan yang berangsur-angsur tentang wawasan (insight)
klient mengenai dirinya dan pemahaman (understanding) serta penerimaan diri te.rsebut.
14) Kalau telah menerima dan faham dalam verivikasi masalahnya mulailah membuat keputusan untuk
melakukan sesuatu keputusan dan melangkah untuk berfikir tindakan selanjutnya.
15) Melakukan tindakan-tindakan yang positif.
16) Pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut wawasan klien.
17) Meningkatkan tingkah laku positif secara terpadu pada diri klien.
18) Mengurangi ketergantungan klien atas bantuan konselor.
Dasar-dasar pertimbangan yang mendorong dipergunakan Konseling Non-Direktif didasarkan atas :
a) Sifat Klien; yang diharapkan bahwa konselor dapat memahami sifat-sifat kliennya, yang tentu memiliki
keunikan sendiri, perbedaan maupun kesamaan bagi klien-klien yang lainnya.
b)Sifat konselor; memiliki kemampuan pendengar yang baik, mampu menciptakan hubungan baik, dan
meluangkan waktu cukup banyak.
c) Sifat masalah; bisa digunakan setiap masalah yang dihadapi klien, yang lebih baik digunakan berkaitan
dengan konflik psikologis.
Kelemahan dan kelebihan Konseling Non-Direktif
1) Kelemahan-kelemahan konseling non-direktif diantaranya yaitu;
(a) Bila wawancara dalam konseling tidak terarah menyita banyak waktu, sedang masalah yang
diungkapkan bebas menurut konseli.
(b) Pengungkapan dan keberanian secara verbal kemampuan konseli sangat terbatas.
(c) Kesukaran klien memahami dirinya sendiri.
(d) Klien dengan pendekatan ini dengan sifat dan sikap kedewasaan harus timbul dari klien, harus bisa
memahami dan memecahkan masalahnya sendiri.
(e) Kesukaran konselor dalam aspek klinis sering merupakan masalah, kalau konselor belum terlatih
dalam masalah psikologis.
2) Kebaikan konseling non-direktif diantaranya yaitu;
(a) Memudahkan bila klien mengalami kesukaran emosional dan tidak dapat menganalisis secara
rasional, logis bebas mengemukakan masalahnya.
(b) Penghayatan emosi klien dalam mengungkapkan masalah konselor dengan mudah memantulkan
kembali kepada klien dalam bahasa yang sesuai alurnya.
(c) Kalau klien mempunyai kemampuan untuk merefleksikan diri dan mengungkapkan perasaan dan
pikiran, pendekatan ini sangat baik, karena klien bisa merefleksi diri dalam mengambil keputusan
dan tanggung jawab sendiri, dengan bantuan konselor dalam pertanya an menggali
permasalahannya.
2. Pendekatan Konseling “Analisis Transaksional”
Perencanaan tindak intervensi proses dimensi wilayah gerak Guru mata pelajaran khususnya
sistem pendidikan formal, tujuan umum pencapaian tujuannya adalah pendidikan nasional. Konselor
khususnya dalam sistem pendidikan formal tujuan umum pencapaian tujuan pendidikan nasional,
kebutuhan belajar dapat ditetapkan terlebih dahulu untuk ditawarkan kepada peserta didik.
Sedangkan kebutuhan pengembangan diri dapat ditetapkan dalam proses transaksional oleh konseli,
dan difasilitasi oleh konselor.
Dari Dewa Ketut Sukardi, buku Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di
Sekolah ( 2002:112 ), dalam Prinsip-prinsip dikembangkan oleh Dr. Eric Berne dan diperkenalkan
pada tahun 1956 yang dikembangkan melalui analisis transaksional adalah upaya merangsang rasa
tanggung jawab pribadi atas tingkah lakunya sendiri, pemikiran yang logis, rasional, tujuan-tujuan
yang realistis, berkomunikasi yang terbuka, wajar, dan pemahaman dalam hubungan dengan orang
lain. Secara historis analisis transaksional dari Eric Berne berasal dari psikoanalisis yang
dipergunakan dalam konseling terapi kelompok, sekarang dipergunakan secara meluas dalam
layanan konseling atau terapi individual. Dalam pendekatan konseling dapat memperhatikan
prosesnya diantaranya dengan;
a. Teori kepribadian; Hal ini terbentuklah”, secara analisis melalui;
Struktur Kepribadian; sumber-sumber dari tingkah laku dari realita dan mengolah berbagai
informasi dan bereaksi dengan dunia pada umumnya, disebut sebagai Ego State (Status Ego).;
Stroke atau “tanda perhatian”; terdiri dari (1) Stroke positif (positive stroke); (2) Stroke negatif
(negative Stroke); (3) Stroke bersyarat (conditional stroke); dan (4) Stroke tak bersyarat
(unconditional stroke); Struktur Hunger; kebutuhan seseorang mengadakan serangkaian transaksi
dengan orang lain bersumber stimulus atau sensation hunger, dan recognition hunger.
Uraian dari teori kepribadian analisa dapat diperhatikan penjelasan di bawah ini;
1). Struktur Kepribadian
Uraian dari teori kepribadian analisa dapat diperhatikan penjelasan di bawah ini;
1). Struktur Kepribadian
Dalam “Struktur Kepribadian”, bisa merupakan unsur-unsur dan sumber-sumber dari tingkah laku bagaimana
seseorang itu melihat suatu realitas serta bagaimana mengolah berbagai informasi serta bereaksi dengan
dunianya. Menurut Eric Berne melihat suatu realitas dan bagaimana mengolah berbagai informasi serta
bereaksi dengan dunia pada umumnya yang disebut Ego State(Status Ego) untuk menyatakan pernyataan suatu
sistem perasaan dan kondisi pikiran berkaitan dengan pola-pola dari tingkah lakunya. Status ego yang ada pada
seseorang terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang diperoleh masih membekas pada dirinya sejak masa
kecil.
Unsur status ego seseorang menurut Eric Berne status ego sese -orang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut;
a) Orang tua (Parent),
b) Dewasa (Adult),
c) Anak (Child).
(a). Status Ego Orang tua (Parent)
Setiap orang mendapatkan berbagai bentuk pengalaman, dapat berbentuk yang langsung misalnya;
membimbing, membantu, mengarahkan, menyayangi, menasehati, mengecam, mengo mando, mendekte,
dll. Menggunakan prototipe, model, tipe dari tokoh-tokoh orang tua baik verbal melalui kata-kata
misalnnya; harus, awas, jangan, lebih baik, lebih tepat, pokoknya, cepat dsb, dengan non-verbal misalnya;
merangkul, mencium, membelai, menuding, mencibir, melotot dll. dan adanya suatu perubahan serta
koreksi tertentu yg pernah dialami di waktu masa kecil. Sedangkan dr bentuk sifatnya status ego orang tua
dapat dilihat sifatnya : orang tua penolong, orang tua pengecam, atau kata lain; pengasuh dan pengatur.
(b). Status Ego Orang Dewasa
Merupakan bentuk bentuk tindakan seseorang yang didasar kan pikiran yang rasional, logis, obyektif, dan
bertanggung jawab. Sehingga dewasa berfungsi mengumpulkan berbagai informasi memasukkan berbagai
macam data ke dalam bank data kemudian mempertimbangkan berbagai bentuk kemungkinan. Dilihat dari
data orang tua masih valid dan masih berlaku untuk masa kini, dan data anak juga diteliti, apakah
perasaan-perasaan serta responnya masih sesuai dengan masa sekarang. Penolakan data tdk valid
menyebabkan data, perasaan dan respon tidak terhapus, kalau kurang valid dibiarkan saja tanpa dputar.
(c). Status Ego Anak
Ego anak Yaitu reaksi emosional yang spontan, reaktif, humor, kreatif serta inisiatif membentuk
suatu tindakan anak. Bentuk status ego anak dapat berbentuk wajar adanya ketergantungan,
dan berbentuk ego yang sedang berkembang yang terlihat dalampola tingkah lakunya yang
kreatif, penuh perasaan ingin tahu, fantastis, ada motif meraba, merasakan serta berbagai
bentuk penemuan-penemuan baru, sedang status ego yang lain ialah adanya pengaruh dari
orang tuanya, maka anak akan bertindak, bertingkah laku sesuai dengan harapan, keinginan,
serta cita-cita orang tuanya. Sehingga terlihat kepatuhan, sopan santun, dan selalu menurut;
atau sebaliknya overprotection, manja, konflik, frustasi, stres dsb. Jadi status ego anak kejadian
internal pada masa kanak-kanaknya.

2). Stroke atau tanda perhatian; terdiri dari


• Stroke positif (positive stroke) adalah perhatian yang secara langsung dapat memperkuat
motivasi dan kegairahan dalam kehidupannya yang diperoleh seseorang dalam awal kehidupan
nya, misalnya belaian, ciuman, Ijazah, surat keterangan dll., yang selalu dikenang.
• Stroke negatif(negative Stroke) yaitu suatu bentuk tanda perhatian menunjukkan pandangan
mengecewakan atau menye sali yang selalu dikenang dalam kehidupannya dan merasa tidak
dihargai.
• Stroke bersyarat(conditional stroke) adalah suatu tanda perhatian yang diperoleh disebabkan ia
telah melakukan sesu atu. Misalnya; mau diajak asal mau membantu terlebih dahulu.
• Stroke tak bersyarat (unconditional stroke), merupakan tanda bukti diperoleh dari seseorang
tanpa dikenakan persyaratan. Misal : “saya mencintaimu sebagaimana adanya”.
3. Pendekatan Konseling “Rasional Emotif”
Pelaksanaan tindak intervensi oleh Guru mata pelajaran dalam penyesuaian proses berdasarkan respons
ideosinkratik peserta didik yang lebih, sedangkan Konselor dalam penyesuaian proses berdasarkan respons
ideosinkratik konseli dalam transaksi makna yang lebih lentur dan terbuka. Pendekatan konseling “Rasional
Emotif” dengan istilah lain ”rasional-emotive therapy” populernya singkatan RET yang dikembangkan oleh Dr.
Albert Ellis, seorang ahli Clinical Psychology (Psikologi Klinis) pada intinya untuk mengatasi pikiran yang tidak
logis tentang diri sendiri dan lingkungannya. Dalam melakukan layanan konseling diperlukan; konsep dasar
konseling, proses dan teknik konseling, landasan konseling dalam rasional-emotif.
a. Konsep Dasar Konseling Rasional-Emotif
Konsep dasar konseling rational emotif yaitu mempunyai; Ciri-ciri konseling rasional-emotif; Hakekat
masalah yang dihadapi klien; dan Tujuan konseling rasional-emotif.
Ciri-ciri Konseling Rasional-Emotif, yaitu;
1) Dalam menelusuri masalah klien yang dibantunya, konselor berperan lebih aktif dibandingkan dg klien.
2) Dalam proses hubungan konseling, konselor harus menciptakan hubungan yang baik dengan klien.
3) Diciptakannya hubungan baik dengan klien supaya konselor mampu merubah pola pikir klien yang tidak
rasional menjadi rasional.
4) Hubungan konseling, konselor tidak terlalu menelusuri klien tentang kehidupan masa lampau.
5) Rumusan masalah (diaknosis) yang dilakukan dengan konseling rasional-emotif bertujuan membuka
ketidak logisan polapikir klien.
Hakekat masalah yang dihadapi klien
Dalam pendekatan konseling rasional-emotif muncul karena ketidak rasionalnya cara berfikir disebabkan
oleh; Ketidak logisan klien dalam berfikir yang selalu berkaitan dan bahkan menimbulkan hambatan,
gangguan atau kesulitan-kesulitan emosio nal dalam melihat fakta yang ada. Individu merasa dicela, diejek,
karena mempunyai keyakinan bahwa tidak diperhatikan oleh individu yang lain.
Tujuan konseling dari Rasional-Emotif
6) Konselor sebagai terapis berusaha agar klien semakin sadar pikiran dengan katanya sendiri penyebab
cara berfikir yang tidak logis merupakan penyebab gangguan emosionalnya.
7) Mengadakan pendekatan yang tegas, melatih klien untuk bisa berfikir dan berbuat yang lebih rasional
dan realistis dapat dipercaya.
b. Proses dan Teknik Konseling Rasional-Emotif
• Fungsi Pengumpulan Data dalam Konseling Rasional-Emotif
Konselor tidak banyak menelusuri kehidupan masa lalu klien untuk keperluananalisismaupun diagnosis,
sehingga konselor mengumpulkan data bersifat testing dan non-testing sedikit digunakan. Di dalam konseling
itulah dilakukan diagnosis yang tujuannya membuka pola pikir ketidak logisanpada klien.
• Peranan Konselor Dan Langkah-Langkah Konseling Rasional-Emotif
Peranan konselor akan tampak dari langkah-langkah konseling, diantaranya adalah: Konselor menunjukkan
kepada klien yang tidak rasional dalam keyakinannya dengan memberikan asumsi-asumsi yang searah dengan
masalahnya, sehingga menjadi gagasan yang logis dari contoh asumsi yang diberikan konselor; mengembalikan
kepercayaan diri yang selalu menghantui diri, klienlah harus berfikir kejadian-kejadian yang ada pada dirinya;
dengan menilai kejadian atau masalah yang telah dinilai asumsi-asumsi yang searah menjadi unsur-unsur
pengembalian fikiran yang rasional dapat menerima kenyataannya; peranan konselor mengembangkan
pandangan yang realistis cara berfikirnya klien dr berfikir tidak rasional menjadi pola pikir yang rasional.
Teknik-teknik Konseling Rasional-Emotif
Beberapa teknik konseling rasional-emotif diantaranya sebagai berikut;
1) Teknik pengajaran, dimana konselor mengambil peranan lebih aktif, dan menunjukkan ketidaklogisan
berfikir dari klien.
2) Teknik diskusi, bahwa klien menerima dan memberi masukan tentang egonya dan pendapat konselor bisa
diterima dengan argumentasi ego klien yang dapat merubah rasionalisasi pikirannya.
3) Teknik konfrontasi, konselor menyerang ketidaklogisan dalam berfikir klien, secara empiris melalui asumsi-
asumsi yang diberikan konselor kepada konseli dapat mempunyai gambaran berfikir logis.
4) Teknik persuasif, konselor memberikan keyakinan untuk mengubah pandangan klien dengan menunjukkan
berbagai argumentasi benar tidak bisa diterima dan sebaliknya yang salah menjadi kondisi masalah bagi
klien dapat dirubah, konselor langsung meyakinkan pola pikir yang logis, dan klien dapat memahaminya.
5) Teknik pemberian tugas, konselor menugaskan kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan sesuatu
yang akan dinilai oleh klien sendiri sebab akibat yang terpikirkan, sehingga klien dapat menyimpulkan
sendiri untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dan perbaikan-pebaikan cara berfikirnya.
c. Landasan Konseling dalam Rasional-Emotif.
• Pandangan tentang Hakekat Manusia
Manusia sebagai makhluk yang rasional dan juga tidak rasional, mempunyai pikiran, perasaan
dan tindakan dan individu bersifat unik dan memiliki potensi untuk memahami keterbatasannya.
Pada prinsipnya dalam diri manusia itu mempunyai kecenderungan pikiran dan hati yang baik.
Karena pengaruh rangsangan lingkunganlah berfikir dan hasrat hati menjadi tidak rasional, karena
belum mampu mengendalikannya sehingga muncul berbentuk tingkah laku yang nyata baik rasional
maupun tidak rasional. Berfikir tidak rasional? Faktor penyebab kenapa manusia itu berfikir tidak
rasional, perlu diyakini bahwa manusia memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu pada dirinya.
Oleh Alber Ellis mengungkapkan penyebab secara unuversal diantara nya manusia itu pada
hakekatnya adalah;
1) Maunya dihargai, dicintai, disayangi oleh setiap orang.
2) Kecenderungan ingin serba sempurna dalam hidupnya.
3) Tidak tergolong semuanya baik, dan ada yang tergolong jahat, kejam,ndan jelek sikapnya.
4) Kecenderungan memandang malapetaka yang terjadi sebagai suatu yang tidak diinginkan.
5) Ketidakpuasan, ketidaksenangan, ketidakbahagiaan dipandang ber sumber dari kondisi di luar
dirinya.
6) Di masyarakat sosial kecenderungan hidup bergantung pada kerja sama dengan orang lain.
7) Kecenderungan menghindari tanggung jawab terhadap kesulitan-kesulitan daripada
menghadapinya.
8) Kecenderungan seseorang mengabaikan masalah orang lain, karena dipandang tidak ada
sangkut paut dengan dirinya.
9) Pandangan pengalaman masa lalu sebagai faktor yang menentukan tingkah laku masa sekarang,
dan cenderung mencari pemecahan suatu masalah yang sempurna.
Individu bersifat unik dan memiliki potensi mengubah pandangan dasar dan nilai-nilai yang
diterimanya secara tidak kritis. Rasional-Emotive Therapy (RET) memandang individu mempunyai
potensi untuk memahami kelebihan dan keterbatasannya. Di tengah-tengah di sela-sela antara
kelebihan dengan kekurangan, memiliki potensi untuk berpandangan yang rasional dan realistik,
agar individu mampu beradaptasi dengan baik.
• Konsep-konsep Dasar Teori Rasional-Emotif
Teori A-B-C pada konsep dasar Teori Rational-Emotif ;
A = Activating Experence (pengalaman aktif) yaitu suatu keadaan, fakta, peristiwa atas
tingkah laku yang dialami individu.
B = Belief System(cara individu memandang sesuatu hal), pandangan dan penghayatan
individu terhadap pengalaman aktifnya.
C = Emotional Consequence (akibat emosional), akibat emosional atau reaksi individu positif
atau negatifnya.
Pendapat Albert Ellis, bahwa “pengalaman aktif” tidak langsung menyebabkan timbulnya ber-“akibat
emosional” tapi sangat tergan tung pada “cara individu memandang sesuatu hal” itu dapat dan
tidak nya diterima menurut ego dan fikirannya.
• Penerapan Teori Konseling Rasional-Emotif
Teori konseling rasional-emotif sangat ideal apabila diterapkan di sekolah untuk guru mata
pelajaran, konselor sekolah, atau guru pembimbing yang lain yang berwibawa akan memudahkan
membantu peserta didik yang bermasalah gangguan emosional atau mentalnya untuk
mengarahkan secara langsung memiliki pola pikir tidak rasional menjadi berfikir rasional dan logika
yang dapat terarah dengan baik.
4. Pendekatan Konseling ”Klinikal ”
Ukuran secara teoritis keberhasilan, dalam pencapaian Guru mata pelajaran, pencapaian
standar kompetensi lulusan lebih bersifat kuantitatif. Konselor dalam kemandirian kehidupan lebih
bersifat kwalitatif yang unsur-unsurnya saling terkait. Latar belakang timbulnya konseling klinikal,
Buku Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (2002: 141-181),
Pendekatan konseling klinikal secara konseptual konseling telah mulai dirintis oleh Donald G.
Paterson tahun 1920, melalui penelitiannya berpusat pendekatan dalam memahami perbedaan
individu dan pengembangan tes. Istilah konseling klinikal dikaitkan dengan nama Edmund Griffith
Wiliamson yang populer dengan konseling direktifnya. Tujuan utamanya membantu klien
mengganti tingkah laku emosional dan impulsif dengan tingkah laku yang rasional. Lepasnya
tegangan-tegangan (tension) dan diperoleh insight dipandang sebagai yang urgen.
Pendekatan konseling klinikal berkembang yang menitik beratkan pada kesesuaian pendidikan
dengan vocational (jabatan). Konseling jabatan dikembangkan atas rintisan Frank Parson (1909)
yang menekankan kepada tiga aspek penting diantaranya adalah;
1) Pemahaman potensi yang dimiliki individu tentang; bakat, minat, kecakapan, kekuatan,-
kekuatan maupun kelemahan-kelemahannya.
2) Pengetahuan tentang syarat, kondisi, kesempatan dan tentang prospek dari berbagai jenis
pekerjaan atau jabatan.
3) Penyesuaian yang tepat antara kedua aspek tersebut.
Konsep dasar ini adalah mengembangkan pendekatan empiris dalam konseling dengan cara
menyajikan hubungan nyata antara karakteristik klien dengan jenis pekerjaan dan pendidikannya.
Maka dari itu dalam konseling klinikal digunakan alat ukur objektif, apakah berupa tes maupun
non-tes sebagai alat ukurnya. Diagnosa klinikal maupun konseling klinikal merupakan acuan kerja
dida sari pada pandangan tertentu tentang hakikat manusia. Bahwa konselor bukanlah semata-
mata penata dan pelaksana tes, tetapi dia juga bekerja menghadapi indivi du sebagai pribadi
seutuhnya.
Tujuan Konseling Klinikal, pelaksanaan layanan konseling diantara nya adalah;
1) Dengan mendiagnosis seluk beluk masalah peserta didik, maka untk membantu memecahkan masalah,
dengan teknik dan pendekatan konse lor yang tepat konseli dapat memecahkan masalahnya sendiri.
2) Pada dasarnya konseling klinikal proses personalisasi dan individualisasi, sehingga tuj. konseling
membantu peserta didik utk mempelajari, memahami, dan menghayati dirinya sendiri serta
lingkungannya serta memperlancar terjadinya proses pengembangan diri, perwujudan cita-cita dan
penemuan identitas dirinya.
3) Tujuan konseling perlu ditanamkan dalam proses hubungan terhadap orang lain, individu mampu
melihat dirinya sendiri sebagaimana adanya dan mampu untuk mengembangkan potensi-potensi dirinya
secara optimal mungkin dengan penuh keakraban, besahabat, perhatian dan ikut merasakan apa yang
dirasakan orang lain.
Oleh Williamson langkah-langkah konseling klinikal menyarankan ada enam langkah yang harus
ditempuh yaitu;
1. Analysis; untuk memahami kehidupan individu dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber
berkenaan dengan bakat, minat, motif, kehidupan emosional serta karakteristik yang dapat mendukung
ataupun menghambatnya
2. Synthesis; langkah menghubungkan dan merangkum data, sehingga tampak gejala keluhan klien
berdasarkan langkah analisis.
3. Diagnosis; langkah menemukan masalahnya atau mengidentifi kasi masalah, meliputi proses
interpretasi data dalam kaitannya dengan gejala-gejala masalah, kekuatan dan kelemahan peserta didik
atau klien dalam penafsiran data kaitan dengan perkiraan penyebab masalah, konselor memerlukan
menemukan sebab akibat yang logis dan rasional.
4. Prognosis; langkah yang sifatnya menaksir atau meramal kan akibat yang mungkin timbul dari masalah-
masalah dan menunjukkan perbuatan yang dapat dipilih, atau alternatif bantuan yang mungkin
diberikan kepada klien sesuai dengan masalah yang dihadapi.
5. Counseling; bentuk usaha, diantaranya menciptakan hubungan yang baik antara konselor dengan klien,
menafsirkan data, memberikan berbagai informasi, serta merencanakan berbagai bentuk kegiatan
mengacu keberhasilan klien. Bantuan konselor kepada peserta didik atau klien dalam konseling klinikal
diantaranya adalah; (1) Mengubah sikap, (2) Mengubah lingkungan, (3) Memperkuat komformitas, (4)
Memilih lingkungan yang memadai, dan (5) Mempelajari ketrampilan yang diperlukan.
6. Follow-Up. Tindak lanjut
Alat Pengumpulan Data Dalam Konseling Klinikal
1) Teknik Observasi
Jenis observasi sesuai dengan tujuan dan lapangannya. Hal ini perlu alat pembantu observasi diantaranya;
 Catatan anekdot, diskriptip (tingkah laku tanpa komentar konselor), interpretatif(tingkah laku nyata) dan
anekdot tipe evaluatif merupakan evaluasi perkembangan tingkah laku klien yang bersang kutan.
 Daftar Cek (daftar yang mencakup faktor-faktor yang ingin diselidiki), dengan harapan mendapatkan faktor-
faktor yang lebih relevan sudah dipersiapkan, sesuai dengan keinginan, format lebih efisien, dapat diperiksa
secara validitas dan reliabilitas bersifat kuantitatif dan hasil mudah diolah sesuai tujuan.
2). Teknik Komunikasi
Komunikasi bersumber dari perkataan Latin yaitu “Communicare, yang berarti memberitahukan“,
“berpartisipasi”, mengandung berita, pesan, pengetahuan, pikiran-pikiran, nilai-nilai, dengan tujuan untuk
menggugah partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan menjadikan milik bersama”. Teknik komunikasi dalam
konseling klinikal dalam pengumpulan data, konselor dapat menggunakan teknik komunikasi berupa testing terdiri
dari; tes intelektual, tes hasil belajar, tes kemampuan atau bakat, tes minat, tes perkembangan vokasional, tes
kepribadian. sedangkan non-test diantaranya dengan; wawancara, daftar cek masalah, angket atau kuesioner,
maupun Sosiometri.
3). Teknik Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan cara pengumpulan data dokumentasi sebagai sumber data.
4). Penggunaan Alat-Alat Pengumpul Data Dalam Konseling Klinikal.
Konseling klinikal sangat membutuhkan data yang legkap dan objektif, seingga langkah diagnosis tentang masalah
klien atau peserta didik dapat disusun dengan tepat. Konselor perlu mempehati kan penggunaan alat pengumpul
data diantaranya adalah;
a) Setiap alat pengumpulan data direncanakan dalam konseling klinikal harus diketahui manfaat,
keterbatasannya, hubungan dg alat lain serta kesesuaian alat tersebut dengan tujuan yang ingin dicapai.
b) Memperoleh hasil yang optimal bila menggunakan alat-alat pengumpul data telah direncanakan dengan
matang memadukan tujuan yang ingindicapai.
c) Berbagi contoh alat pengumpul data yang ada dalam buku-buku, acuan, literatur yang harus disesuaikan
dengan keperluan.
d) Alat-alat yang akan digunakan hendaknya sebelumnya ada petunjuk cara pemakaiannya.
e) Konselor hendaknya kreatif untuk mengembangkan, melengkapi alat-alat data yang belum dimiliki.
Tujuan Konseling Klinikal, pelaksanaan layanan konseling diantara nya adalah;
1) Dengan mendiagnosis seluk beluk masalah peserta didik, maka untuk membantu memecahkan masalah,
dengan teknik dan pendekatan konse lor yang tepat konseli dapat memecahkan masalahnya sendiri.
2) Pada dasarnya konseling klinikal proses personalisasi dan individualisasi, sehingga tuj. konseling membantu
peserta didik utk mempelajari, memahami, dan menghayati dirinya sendiri serta lingkungannya serta
memperlancar terjadinya proses pengembangan diri, perwujudan cita-cita dan penemuan identitas dirinya.
3) Tujuan konseling perlu ditanamkan dalam proses hubungan terhadap orang lain, individu mampu melihat
dirinya sendiri sebagaimana adanya dan mampu untuk mengembangkan potensi-potensi dirinya secara
optimal mungkin dengan penuh keakraban, besahabat, perhatian dan ikut merasakan apa yang dirasakan
orang lain.
Oleh Williamson langkah-langkah konseling klinikal menyarankan ada enam langkah yang harus
ditempuh yaitu;
1. Analysis; untuk memahami kehidupan individu dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber
berkenaan dengan bakat, minat, motif, kehidupan emosional serta karakteristik yang dapat mendukung
ataupun menghambatnya
2. Synthesis; langkah menghubungkan dan merangkum data, sehingga tampak gejala keluhan klien
berdasarkan langkah analisis.
3. Diagnosis; langkah menemukan masalahnya atau mengidentifi kasi masalah, meliputi proses
interpretasi data dalam kaitannya dengan gejala-gejala masalah, kekuatan dan kelemahan peserta didik
atau klien dalam penafsiran data kaitan dengan perkiraan penyebab masalah, konselor memerlukan
menemukan sebab akibat yang logis dan rasional.
4. Prognosis; langkah yang sifatnya menaksir atau meramal kan akibat yang mungkin timbul dari masalah-
masalah dan menunjukkan perbuatan yang dapat dipilih, atau alternatif bantuan yang mungkin
diberikan kepada klien sesuai dengan masalah yang dihadapi.
5. Counseling; bentuk usaha, diantaranya menciptakan hubungan yang baik antara konselor dengan klien,
menafsirkan data, memberikan berbagai informasi, serta merencanakan berbagai bentuk kegiatan
mengacu keberhasilan klien. Bantuan konselor kepada peserta didik atau klien dalam konseling klinikal
diantaranya adalah; (1) Mengubah sikap, (2) Mengubah lingkungan, (3) Memperkuat komformitas, (4)
Memilih lingkungan yang memadai, dan (5) Mempelajari ketrampilan yang diperlukan.
6. Follow-Up. Tindak lanjut
5. Pendekatan Konseling Behavioristik-Reality Therapy
Secara sistematika pendekatan konseling melalui Behavioristik-Reality Therapy oleh William Glasser:
 Reality standard atau patokan objektif realitas yang harus diterima; sumber-sumber tingkah laku dari realitas atau
kenyataan yang berujud praktis, realitas sosial, atau realitas moral. Behavioristik yang disoroti tingkah lakunya
menurut kesesuaian atau ketidak sesuaiannya dengan realitas yang ada.
 Tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan psikologis yang mendasar.
 Konselor dengan segala alasan-alasan yang menimbulkan kesalahannya sendiri pada orang lain atau situasi dan
kondisi.
Persyaratan sifat dan sikap seorang konselor melalui suatu realitas tingkah laku agar dapat
melaksanakan hubungan dengan klien, diantaranya yaitu; mempunyai kemampuan empati, menerima klien apa
adanya, mampu menghargai klien, mampu memperhatikan yang dikemukakan klien, mampu membina
keakraban, memperhatikan sikap keaslian tidak berpura-pura kepada konseli, dan konseling pendekatan realita
yang mendasar dari kesesuaian atau ketidak sesuaian tingkah laku klien yang dikembangkan dari sisi praktis,
sosial, maupun moralnya, konselor mengharapkan sikap keterbukaan baik menerima maupun mengemukakan
dari segala masalah klien. Konselor tanggung jawab untukj dapat memenuhi kebutuhan psikologis kliennya, dan
dalam konseling, konselor dapat mengungkapkan dalam pengakuan kesalahan sendiri.
Pendekatan konseling “Behavioristik-Reality Therapy” mempunyai tujuan dalam pengungkapan masalah
klien yaitu;
1) Agar klien semakin sadar dan mengerti secara praktis dari realita dalam tingkah lakunya bahwa kenyataan
dari ketidak logisan klien dalam berfikir dan berbuat, ada hambatan, gangguan atau kesulitan-kesulitan
emosional dalam melihat fakta yang ada, menjadi memahami.
2) Konselor sebagai terapis berusaha agar klien semakin sadar pikirannya dengan kata-katanya sendiri
penyebab cara berfikir tindakan yang tidak logis merupakan penyebab gangguan emosi dan tingkah lakunya
yang kurang tepat.
3) Mengadakan pendekatan yang tegas, melatih klien untuk bertingkah laku dan bisa berfikir serta berbuat
yang lebih rasional dan realistis hingga dapat dipercaya perbuatannya.

Anda mungkin juga menyukai