Anda di halaman 1dari 90

SEMIOTIKA

DRS. Andono, M.Sn.


Sri Krisnanto, S.Sn.
DR. Nor Sudiyati, M.Sn.
Joko Subiharto, SE, M.Si.
DOSEN PENGAMPU:
KELAS A : Drs. Andono, M.Sn.
(087838376879, 082133970009)
Sri Krisnanto, S.Sn.
KELAS B : DR. Noor Sudiyati, M.Sn.
(08122739006)
Joko Subiharto, SE, M.Si.
(081294638021)
Silabus:
Mempelajari teori-teori semiotika beserta tokoh-
tokohnya dan implementasinya pada dunia seni
rupa/kriya.

Tujuan: memberi pengetahuan tentang teori-teori


semiotika yang dapat digunakan untuk bekal dalam
pengkajian maupun penciptaan karya seni rupa/kriya.
Pustaka:
Budiman, Kris. (2004), Semiotika Visual, Yogyakarta : Penerbit Buku
Baik.
____________. (2004a), Jejaring Tanda-Tanda :Strukturalisme dan
Semiotik dalam Kritik Kebudayaan, Magelang: Indonesia Tera.
____________. (2005), Ikonisitas : Semiotika Sastra dan Seni
Visual, Yogyakarta: Penerbit Buku Baik.
Burhan, M. Agus, (Ed.). (2006), Jaringan Makna: Tradisi Hingga
Kontemporer, Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.
Charon, Joel M. (1989), Symbolic Interactionism: An Introduction, An
Interpretation, An Integration, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice
Hall.
Lavers, Annette, Colin Smith (Penerj.). (1981), Element of Semiology
Roland Barthes, New York: Hill and Wang.
Masinambow, E.K.M., Rahayu S. Hidayat. (2002),
Semiotik, Jakarta:Pusat Penelitian Kemasyarakatan
dan Budaya Lembaga Penelitian UI.
Noth, Winfried. (1990), Handbook of Semiotics,
Stuttgart: Indiana University Press.
Piliang, Yasraf Amir. (2003), Hipersemiotika: Tafsir
Cultural Studies Atas Matinya Makna, Yogyakarta:
Jalasutra.
Sudjiman, Panuti, Aart van Zoest. (1996), Serba-serbi
Semiotika, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sunardi, ST. (2002), Semiotika Negativa, Yogyakarta :
Penerbit Kanal.
Sachari, Agus, 2002, Estetika : Makna, Simbol dan
Daya, Bandung : ITB Press.
Sardjoe, Manoekmi (Penerj.). (1991), Fiksi dan
Nonfiksi Dalam Kajian Semiotik, Terjemahan dari Aart
van Zoest, Waar Gebeurd en Toch Gelogen, Jakarta:
Intermasa.
Tabrani, Primadi. (2005), Bahasa Rupa, Bandung:
Penerbit Kelir.
Tedjowono, H. (2001), Imaji dan Imajinasi,
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Triguna, Ida Agus Gde Yudha. (2000), Teori Tentang
Simbol, Denpasar: Widya Dharma niversitas Hindu
Indonesia.
Widyamartaya, A. (penerj.). (2002), Daya Kekuatan
Simbol, terjemahan dari F.W. Dillistone,The Power of
Symbols, Yogyakarta: Kanisius.
SEMIOTIKA
Pengertian: Semiotika adalah ilmu tanda.
Asal kata bhs. Yunani: Semeion = tanda
Segala sesuatu dapat menjadi tanda.
Tanda adalah sarana untuk berkomunikasi.
Tanpa tanda kita tidak dapat berkomunikasi.
Tanda adalah sarana untuk dapat berfikir .
Kita hanya dapat berfikir dengan sarana tanda
(Charles Sanders Pierce).
Latar belakang
Istilah tanda sudah dikenal sejak 2000 th yl oleh para
ahli filsafat Yunani yang telah memikirkan fungsi
tanda.
Pengertian dan penggunaan istilah tanda di abad
pertengahan telah disinggung-singgung.
Istilah Semiotika baru digunakan pada abad XVIII
oleh Lambert (ahli Filsafat dari Jerman).
Semiotika/tanda mulai populer pada abad XX.
Tokoh-tokoh Semiotika
Charles Sander Pierce: Teori Semiotika : Collected Papers
(8 volume, 1931-1958).
Ferdinand de Saussure (tidak menulis buku Semiotika).
Roland Barthes: Elements de Semiologie (1953).
L.J. Prieto: Messages et Signaux (1966).
J. Kristeva: Semeiotike (1969).
G. Mounin: Introduction a La Semiologie (1970).
Ch. Morris: Writing on the General Theory of Signs (1971).
R. Jacobson: Oup d’Oeil sur le Developpement de la Semiotique (1975).
Umberto Eco: A Theory of Semiotics (1976).
T.A. Sebeok: Contributions to the Doctrine of Signs (1977).
Tokoh Semiotika Modern
Charles Sanders Pierce. (1839-1914)
Berkebangsaan Amerika
Ahli filsafat dan logika
Menyamakan semiotika = logika.
Konsep dasar: “Bagaimana kita bernalar?”
Ferdinand de Saussure. (1857-1913)
Ahli Linguistik (Bapak Linguistik modern).
Konsep dasar: “apakah sebenarnya bahasa itu?”
CHARLES SANDERS PEIRCE
(1839-1914)
Pierce : ahli filsafat dan logika
Ia mengusulkan: Semiotika = logika
Konsep: - logika hrs mempelajari bagaimana orang
bernalar.
Hipotesis teori Pierce: penalaran itu dilakukan
melalui tanda-tanda (=tanda-tanda adalah dasar
segalanya).
Teori semiotika Pierce
Semiotika adalah suatu tindakan (action) dan
pengaruh (influence) atau kerja sama tiga subjek:
 tanda (sign) – objek (object) – interpretan
(interpretant)
o Tanda adalah segala sesuatu yang ada pada seseorang
untuk menyatakan sesuatu yang lain dalam beberapa hal
atau kapasitas.
o Tanda dapat berarti sesuatu bagi seseorang jika
hubungan yang berarti ini diperantarai oleh interpretant.
 Esensi tanda= kemampuannya mewakili sesuatu
Hubungan antara Tanda dan Acuannya
Pierce:
tanda = mengemukakan sesuatu = representamen.
Object (Inggris) = referent (Perancis) = acuan (Ind.): apa
yang dikemukakan oleh tanda, apa yang diacunya, yang
ditunjukkannya.
Ground: “sesuatu” yang digunakan agar tanda dapat
berfungsi.
Interpretant: setelah tanda dihubungkan dengan acuan ,
dari tanda yang orisinal berkembang tanda baru.
*Interpretant berbeda dengan interpretateur = penerima
tanda.
Contoh :
Kalimat (Bhs. Perancis): “Mettez ce livre sur la table” (=
taruhlah buku ini di atas meja).
Kata “table” (=meja) adalah sbg. Tanda bagi orang yang
bisa membaca dan mengerti bahasa Perancis.
Jadi, bahasa adalah ground (suatu kode, suatu kesatuan
konvensi, peraturan).
Sebuah meja: “meja” = acuan dari sebuah tanda
Apa arti kata “meja” =interpretant suatu tanda =
pengertian dalam kamus.
*Hubungan antara tanda dan ground-nya, tanda dan
interpretant-nya bermacam-macam.
TRIKOTOMI TANDA PIERCE:
DARI MANA DAN BAGAIMANA SUATU TANDA BERASAL

I. QUALISIGN – SINSIGN – LEGISIGN


 Qualisign : sesuatu yang masih masih berada pada
tingkat “terasakan” (belum direpresentasikan/belum
mewujud=embodied). Misal: hawa panas
 Sinsign : sesuatu yang sudah direpresentasikan/ hal yang
ada/existent, diaktualisasikan melalui tanda (=tanda
tunggal). Misal: kata “panas”
 Legisign : komposisi dari sinsign-sinsign (tatanan yang
dapat dimengerti). Misal: ungkapan: suatu hari yang
panas.
II. IKON – INDEKS – SIMBOL

 Ikon : tanda yang didasarkan pada kemiripan atau keserupaan


(resemblance) di antara tanda (representamen) dan
objeknya. Misal: tanda gen/ladies.

 Indeks : hubungan tanda (representamen) yang memiliki kaitan fisik,


eksistensial, atau kausal dengan objeknya. Misal: asap-api, penunjuk arah,
kata ganti, dsb.

 Simbol : tanda yang representamennya merujuk pada objeknya


tanpa motivasi , arbitrer,
dasarnya adalah konvensi (“kesepakatan”).
misal: kata pohon, uwit, tree, simbol jenis kelamin, dsb.
Hubungan Tanda
1. Ikon: Hubungan antara tanda dan acuannya (dapat
berupa hubungan kemiripan). Contoh:foto, peta.
2. Indeks: Hubungan yang timbul karena ada kedekatan
eksistensi.
Contoh: penunjuk jalan.
3. Simbol: hubungan yang sudah terbentuk secara
konvensional.
Contoh: anggukan kepala, (tanda-tanda kebahasaan).
Catatan penting:
Perbedaan ketiganya tidak dapat dinyatakan dengan
kejelasan yang mutlak.
Ikon murni tidak pernah ada.
Ikonitas selalu tercakup dalam indeksitas dan/atau
dalam simbolitas.
Latihan mengidentifikasi gambar
III. REMA – DISEN – ARGUMEN
(rheme) (dicent) (argument)

 Rema : Tanda yang tidak betul dan tidak salah


(kemungkinannya kualitatif ).
misal: sebuah huruf (tulisan), fonem (phone+ema =bunyi+arti),
morfem (morf+ema=bentuk+arti) = (kata tunggal yang berdiri
sendiri).
 Disen : Tanda eksistensi aktual, suatu tanda faktual yang
biasanya berupa proposisi/pernyataan yang mengekspresikan
opini atau bersifat informasional. (mis. tom adalah kucing)
Tanda yang mengartikan betul atau salah, namun tidak
secara langsung memberi alasan.
 Argumen : Tanda “hukum” atau kaidah, tanda nalar (a sign of reason)
sekumpulan alasan mengapa sesuatu betul atau salah.
Ahli Semiotika Kubu Pierce-an
Charles Morris: “semiotika Behavioris”.
Max Bense (Jerman): penelitian estetika dan analisis
tekstual.
George Klaus (Jerman): terminologi linguistik
tradisional diganti terminologi modern Pierce
terintegrasi secara lebih efektif.
Umberto Eco (Itali): penggunaan konsep-konsep
Pierce dalam penelitian berbagai bidang.
Kerja Semiotika
Sintaks semiotik: studi penggolongan tanda, hubungan
dengan tanda-tanda lain, cara kerjasamanya dalam
menjalankan fungsinya.
Semantik semiotik: studi hubungan tanda-tanda
dengan acuannya dan dengan interpretasi yang
dihasilkannya.
Pragmatik semiotik: studi tanda yang mementingkan
hubungan antara tanda dengan pengirim dan
penerimanya.
 Ketiga kerja semiotik harus berjalan secara berurutan agar
hasilnya memuaskan.
CONTOH KERJA SEMIOTIK:
TANDA-TANDA TEKSTUAL
Di dalam sebuah TEKS terdapat IKON apabila terdapat persamaan suatu tanda
tekstual dengan acuannya.
Segala sesuatu mempunyai kemungkinan untuk dianggap sbg tanda.
Semua yang dapat diamati dan diidentifikasi dapat menjadi tanda.
Jumlah ACUAN suatu tanda tidak terbatas: semua yang dpt dibayangkan oleh
pikiran manusia.
 bersifat kongkret/nyata.
 abstrak/imajiner.
 Mungkin ada
 Pernah ada
 Mungkin akan ada

o Ada IKON? = ada kemiripan antara tanda dan acuannya.


Kemiripan? Terdapat identitas dlm persepsi suatu tanda dan dlm acuannya.
JENIS IKON (Pierce)
Pierce : konsep Hipo-ikon (hypo-icons) yaitu tanda-tanda yang
melibatkan ikonisitas, namun dalam beberapa segi juga memiliki ciri-
ciri indeksikal dan/atau “simbolis”.
1. Ikon image (gambaran) atau ikon topologis (Bense): didasarkan
atas kemiripan yang menyangkut sifat spasial dari tanda dan
acuannya.
 Topologis dari kata topos = tempat
 Bersifat gradual (berjenjang/bertahap):
• Unsur terpenting di depan (gradation descendante = gradasi menurun)
• Unsur terpenting di belakang (gradation ascendante = gradasi
meningkat).
• Ikon topologis mencari makna spasialitas.
2. Ikon diagram/diagramatik = ikon relasional/
struktural: ada hubungan antara gejala struktural
yang diungkapkan oleh tanda dan gejala yang
ditunjukkan oleh acuannya.
 Ada kemiripan relasional
 Ikon diagramatik untuk mencari makna relasional.
• Tingkatan ikonitas struktural:
- Makrostruktural
- Mikrostruktural
- Perantara/sisipan (mise en abyme=ceritera dalam
ceritera)
 Dapat juga berwujud skema, grafik, denah, rumus, dsb.
3. Ikon Metafora (metaphor)
= suatu meta-tanda (metasign) yang ikonisitasnya
berdasarkan pada kemiripan/similaritas di antara objek-objek
dari dua tanda simbolis.
= sebuah tanda yang tercipta di atas tanda-tanda yang lain
(biasanya dua buah simbol) atau = tanda di atas tanda.

 kata kunci: kemiripan (likeness), atau analogi yang diperoleh


dari sebuah perbandingan (comparison) dari dua hal yang
berbeda.
 Contoh: Aku ini binatang jalang (sajak)

 ikon metafora untuk mencari adanya “metafora”.


Tambahan !

Figur retoris :
 Metafora : diproduksi berdasarkan pada prinsip
similaritas (similarity) = kemiripan, kesamaan, tekstual)
(paradikmatik-subtitusif, asosiatif, in-
absentia, virtual)

 Metonimi : diproduksi berdasarkan pada prinsip


kontiguitas (contiguity) = keberdampingan,
kesinambungan, (kontekstual)
(sintagmatik-linier, logis, in-presentia)
Contoh Metonimi
JULIA
PERES

CANTIK SOSOK
MENGGAIRAHK
AN JULIA
……………………….. PERES
Bagaimana menemukan dan membaca
ikon?
Ikonitas bersifat absolut: apa saja dan di mana saja.
Bagaimana mendeteksi ikon di dalam teks?
Adakah prosedur untuk menemukannya?
Adakah metode yang tepat untuk
mengidentifikasinya?
Adakah batasan-batasan yang tepat dan jelas?
 Hanya dengan kepekaan ikonis.
PROSES SEMIOSIS
Proses tiga tingkat (three-fold process).
Proses semiosis = - rangkaian tak berujung pangkal
- tanpa awal dan akhir
- tanpa batas (unlimited semiosis)
Struktur Triadik (relasi antara representamen, obyek, dan interpretan)
interpretan
(indera penglihatan)

representamen objek
(m-a-t-a) (bentuk mata)
Contoh lain relasi struktur triadik
interpretan
bibir

Representamen objek
gambar bibir bibir betulan di wajah
Contoh metafora (proses semiosis
berlapis ganda)
Simbol 1 simbol 2
Interpretan (1) interpretan (2)

Representamen (1) objek (1) objek (2) representamen (2)


Manusia (aku) gb manusia gb kuda binatang

Metafora
Aku ini binatang jalang
FERDINAND DE SAUSSURE
(1857 – 1913)
Saussure: ahli linguistik umum.
Berkebangsaan Perancis.
Konsep: bahasa sbg sistem tanda.
Ia mengusulkan: istilah semiologi = semiotika.
Pencipta teori umum untuk tanda-tanda
Oeuvres Completes (kumpulan karya tulisnya dalam berbagai
teks yang dikumpulkan selama 25 th sesudah kematiannya).
Dalam buku Course in General Linguistics (1966, terbit I th 1916
dlm bhs Perancis) tulisan dua mhsnya: Charles Bally dan Albert
Sechehaye, Saussure telah meramalkan bahwa kelak akan lahir
ilmu yang megkaji kehidupan tanda-tanda yang disebutnya dg
nama Semiologi.
Teori semiotika Saussure
Semiotika signifikasi
Tanda memiliki dua entitas:
 Penanda (signifier)= wahana tanda
 Petanda (signified)= makna
 Hubungan keduanya ditetapkan berdasarkan sistem kaidah (la
langue)
 Tanda = mengekspresikan gagasan sebagai kejadian mental yang
berhubungan dengan pikiran manusia.
 Tanda sbg alat komunikasi yang disengaja dan bertujuan
menyatakan maksud.
 Semiologi Saussure: sistem tanda artifisial yang telah
dikonvensikan.
Karakteristik tanda (Saussure)
BAHASA ?
(=semiotika) adalah salah satu sistem tanda-tanda (system of sign)
• Dalam wujudnya sebagai sebuah sistem:
o Pertama:
 sebuah institusi sosial yang otonom & terlepas dari individu-individu
pemakainya.
 Seperangkat konvensi sistematis, produk dari kontrak kolektif, yang
bersifat memaksa (disebut langue).
o Kedua:
 Tersusun dari tanda-tanda= entitas fisik (citra bunyi/sound image) yang
berelasi dengan konsep tertentu.
 Entitas material sensoris, sebagai penanda (signifier/signifiant)
 Konsep yang berkait dengan penanda sebagai petanda (signified/signifie).
Karakteristik tanda-tanda (kebahasaan):
1. Linier :
 linieritas penanda berkaitan dengan dimensi
kewaktuannya .
 Harus diproduksi secara beruntun, satu demi satu.
 Tidak mungkin secara simultan/sekaligus).
2. Arbitrer
 Bersangkutan dengan relasi di antara penanda dan
petanda yang “semena-mena” atau “tanpa alasan” –
tak bermotifasi (unmotivated), semata-mata
berdasarkan konvensi. (oleh Pierce disebut symbol =
tanda-tanda yang arbitrer)
Konsep Saussure dan Pierce tentang tanda bertolak
belakang.

F.d. Saussure C. S. Pierce

Arbitrer Tanda/sign Simbol/symbol

Non-arbitrer Simbol/symbol Ikon/icon


Ahli semiotika kubu Saussure-an
Menggunakan kosa kata yang berbeda, meminjam
istilah-istilah linguistik.
Hjelmslev: strukturalis Jerman
Teori: “semiologi komunikasi”= pendekatan yang
hanya memperhatikan tanda-tanda yang disertai
maksud (signal), yang digunakan dengan sadar oleh si
pengirim maupun si penerima.
Mementingkan makna sekunder (konotasi) drpd
makna primer (denotasi).
Contoh: tanda rambu lalu lintas.
Roland Barthes: “Semiotika Konotasi”
Julia Kristeva: “Semiotika Ekspansionis” : konsep
linguistik + konsep psikoanalitis (Freud) atau konsep
sosiologis (Marxis)= menduduki posisi tinggi dan
sentral yang biasanya diduduki oleh filsafat.
Kubu Saussure-an sangat berpengaruh di Perancis.
POSISI SEMIOTIKA
Semiotika: ilmu/pengkajian tanda-tanda (the study of sign).
 Memandang entitas-entitas tertentu sbg sesuatu yang bermakna
(Scholes).
 Semiotika = logika > “doktrin formal tentang tanda-tanda” (the
formal doctrine of sign). (Ch. S. Pierce).
> Semiotika = cabang ilmu filsafat.
 Semiotika = semiologi: ilmu umum tentang tanda, “suatu ilmu
yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat” ( a
science that studies the life of signs within society. (F. de Saussure).
>Semiotika = semiologi = cabang psikologi sosial.
>Semiotika: dipakai di kawasan berbhs Inggris (tradisi
piercian).
>Semiologi: dipakai di kawasan Eropa (tradisi Saussurean).
Bidang-bidang studi Semiotika
Kajian perilaku komunikasi hewan (zoosemiotics)
Kajian komunikasi tubuh (kinesik dan proksemik)
Kajian Tanda-tanda bebauan (olfactory sign)
Kajian Estetika
Kajian retorika
Dll. Dll.
> Semiotika dapat digunakan dalam kajian-kajian
berbagai bidang =“imperialisme” yang arogan
(Umberto Eco)
CHARLES MORRIS
Filsuf dan pemerhati Semiotika
Tiga cabang penyelidikan/kajian (branches of equiry)
1. Sintaktik (syntactics)/ sintaksis (syntax): kajian
tentang hubungan formal di antara suatu tanda
dengan tanda-tanda yang lain.
2. Semantik (semantics): kajian hubungan tanda-tanda
dengan designata atau objek-objek yang diacunya.
3. Pragmatik (pragmatics): kajian hubungan antara
tanda-tanda dengan interpreter-interpreter atau para
pemakainya.
POSISI SEMIOTIKA SEBAGAI PENDEKATAN
(Ramon Jacobson)
Model Situasi Tutur (speech situations)/komunikasi verbal.

(2) Context
(Konteks)> (suasana kuliah)
(1) Message
(pesan)>(materi Kuliah)
Addresser ------------------------- Addressee
(pengirim) (penerima)
(dosen) (3) Code (mahasiswa)
(kode) > bhs verbal
(4) Contact
(kontak)>(tatap muka)
Contoh Model dalam dunia seni rupa
(2) Context
(Konteks)> (lingkup pameran/khalayak sasaran)
(1) Message
(pesan)> (konsep)
Addresser ---------------------------------- Addressee
(pengirim) (penerima)
(seniman) (3) Code (audiens)
(kode) > (karya seni)
(4) Contact
(kontak)>(Pameran)
Tipe Pendekatan Kritik
1. Author -oriented criticism: pendekatan yang
berorientasi pada addresser.
2. Reader-oriented criticism: pendekatan yang
berorientasi pada addressee.
3. Context-oriented criticism: pendekatan yang
berorientasi pada konteks.
4. Text-oriented criticism: pendekatan yang
berorientasi pada teks (pesan dan kode).
Tipe Pendekatan Sastra
MH. Abrams
1. Pendekatan ekspresif (peranan penulis)
2. Pendekatan pragmatik (peranan pembaca)
3. Pendekatan mimetik (referensial/acuan karya)
4. Pendekatan objektif (struktur yang otonom dengan
koherensi internalnya)
KESIMPULAN
PENDEKATAN SEMIOTIKA
Merupakan suatu pendekatan teoretis yang
sekaligus berorientasi pada kode (sistem),
pesan (tanda-tanda dan maknanya), tanpa
mengabaikan konteks dan pihak pembaca
(audiens).
DIMENSI-DIMENSI SEMIOTIKA VISUAL
Semiotika visual (Visual Semiotics):
bidang studi semiotika yang secara khusus terfokus pada kajian
terhadap segala jenis makna yang disampaikan melalui sarana
indera lihatan (visual senses).

Charles Morris mengklasifikasikan dimensi semiotika visual


menjadi 3, yaitu:
1. Dimensi sintaktik :hubungan formal antara satu tanda dengan
tanda yang lain.
2. Dimensi semantik : hubungan antara tanda-tanda dengan obyek
yang diacunya.
3. Dimensi pragmatik: hubungan antara tanda dengan pemakainya.
1. Persoalan dalam dimensi Sintaktik berkisar pada
homologi antara bahasa dan gambar/karya seni.
 Struktur sebuah representasi visual dapat dipilah ke dalam
satuan-satuan pembentuknya (elemen-elemen visual) = analog
dengan sistem kebahasaan.

 Dalam sistem kebahasaan terdapat artikulasi ganda (double


articulation) yaitu satuan terkecil yang bermakna (morfem) dan
satuan terkecil yang membedakan makna (fonem).

 TETAPI, persepsi visual tidak sama dengan persepsi terhadap


gejala kebahasaan:
 Visual: spasial, simultan.
 Kebahasaan: temporal, linier.
2. Dimensi Semantik (hub. tanda dg objek acuan).
Charles Morris: gambar tersusun dari tanda-tanda
ikonik.
 Artinya: makna tanda-tanda visual adalah bersifat
identik dengan hal yang menjadi acuannya.
 Bagaimana dengan indeksikal dan simbolik ?
 Semiotika memandang bahwa relasi tanda visual dan
objeknya bukan bersifat ikonik semata, tetapi juga
simbolik (bersifat konvensional).
 Pierce: tanda-tanda yang “sempurna” adalah tanda-
tanda yang mengandung sifat ikonik, indeksikal, dan
simbolik secara seimbang.
3. Dimensi Pragmatik (hub. tanda dg pemakainya)
 Tanda-tanda estetik adalah tanda-tanda yang autotelik
atau mengacu pada dirinya sendiri (self -referential)

 Fungsi-fungsi dominan apa yg ada di dalam proses


komunikasi (seni) visual?

• Fungsi estetik (ungkapan keindahan)


• Fungsi ekspresif (romantik>ungkapan gejolak jiwa)
• Fungsi konatif (realisme sosialis>seni yang terlibat)
Elemen artikulasi dalam representasi visual (karya
seni rupa)/piktorial/skulptural:
 Saint Martin: satuan-satuan dasar di dalam bahasa
piktorial dan skuptural dapat dianggap sbg satuan-
satuan terkecil (minimal units) yang disebut dengan
coloreme.
 Coloreme yaitu zona dari medan bahasa visual yang
berkorelasi dengan suatu sentrasi pandangan mata.
 Coloreme tersebut berkorespondensi dengan
sejumlah variabel visual yang dipersepsi di dalam
representasi visual melalui suatu fiksasi okular (fokus
pandangan).
Variabel-variabel visual
1. variabel-variabel plastis (mis. warna, teksture)
2. variabel-variabel persepsual (proses mental
subyektif).

Umberto Eco: pernah mengusulkan dua kandidat


bagi lemen terkecil yang bermakna dalam artikulasi
piktorial tataran pertama, yaitu :
1. Sign (setara dengan morfem atau kata)
2. Sema, suatu “proposisi” visual (setara dengan
klausa atau kalimat).
LEKSIA
Leksia = satuan-satuan pembacaan (units of reading)
(dengan panjang pendek yang bervariasi).
 “sesuatu” yang memungkinkan kita menemukan
makna.
 Masing-masing leksia itu memiliki beberapa
kemungkinan makna.
 (intonasi, panjang pedek, tanda baca, tekstur, dsb.)
 Demensinya tergantung kepekaan (density) dari
konotasi-konotasinya yang bervariasi.
KODE-KODE PEMBACAAN
Kode (code)= sistem yang memungkinkan manusia
untuk memandang entitas-entitas tertentu sebagai
tanda-tanda yang bermakna (Scholes).

Kita bisa memberi makna sesuatu karena adanya


suatu sistem pikiran, suatu kode, yang memungkinkan
kita dapat melakukan pemaknaan.
Lima Kode pokok (Roland Barthes)
1. Kode hermeneutik= satuan-satuan yang dengan berbagai cara berfungsi
untuk mengartikulasikan sesuatu.
 Pada dasarnya kode ini adalah kode “penceritaan”
naratif.
2. Kode semik /konotasi, adalah “kilasan makna” yang ditimbulkan oleh
penanda-penanda tertentu.
3. Kode simbolik = merupakan “pengelompokan” atau konfigurasi yang
gampang dikenali karena kemunculannya yang berulang-ulang secara
teratur melalui berbagai cara dan sarana tekstual.
4. Kode proarietik = kode tindakan atau action yang didasarkan atas konsep
proarietis, yaitu kemampuan untuk menentukan hasil/akibat dari suatu
tindakan secara rasional.
5. Kode kultural/referensial = semacam suara kolektif yang anonim dan
otoriatif, dari pengalaman manusia berupa pengetahuan/kebijaksanaan
yang “diterima umum”.
Teori Mitos (Myth) Roland Barthes
(Denotasi dan Konotasi)
Mitos = sejenis tuturan (speech)
Bahasa membutuhkan kondisi tertentu untuk bisa menjadi mitos.
Secara semiosis mitos dicirikan oleh hadirnya sebuah tataran
signifikasi sistem semiologi tingkat ke dua (the second order
semiological system)
Sistem semiologi tingkat pertama ((the first order semiological
system) = penanda-penanda berhubungan dengan petanda-
petanda sedemikian rupa sehingga menghasilkan tanda.
Sistem semiologi tingkat ke dua (the second order
semiological system) = tanda-tanda pada tataran pertama akan
menjadi penanda-penanda yang berhubungan dengan
petanda-petanda.
Pada the second order semiological system penanda-
penanda disebut retorik/konotator-konotator
(tersusun dari tanda-tanda pada sistem pertama).

Petanda-petandanya dinamakan fragmen ideologi.


Proses semiotik teori Myth (mitos)
(Roland Barthes)
I II
LANGUAGE SIGNIFIER SIGNIFIED
III
SIGN
I II
SIGNIFIER SIGNIFIED
MYTH III
SIGNIFIER

Keterangan: pada tataran II/myth


 signifier disebut retorik/konotator
 Signified disebut fragmen ideologi
Denotasi dan Konotasi (Hjelmslev)
Proses signifikasi berlapis ganda
A. Sistem pertama (ERC) menjadi lapis Ekspresi/penanda dari
sistem kedua (ERC)RC

II E R C

I E R C

Keterangan:
E = Expression (lapis ekspresi/penanda/signifier)
C = Content (lapis isi/petanda/signified)
R = Relation (saling berelasi)
Proses signifikasi berlapis ganda = semiotik konotatif
(Hjemslev)
Sistem/tataran pertama = lapis denotasi
 Mengidentifikasi setiap penanda kedalam konsep
setepat mungkin.
Sistem/tataran kedua = lapis konotasi
 Penanda-penandanya menunjuk pada seperangkat
petanda atau fragmen ideologi tertentu.
B. Sistem pertama (ERC) menjadi lapis isi/petanda dari
sistem kedua: ER (ERC)

II E R C

I E R C

Metabahasa (metalanguage): sebuah sistem yang lapis


isinya (Content-nya) tersusun oleh sebuah sistem
signifikasi (ERC) = (bahasa tentang bahasa/semiotik
tentang semiotik).
RETORIKA CITRA
“Membaca” mitos-mitos citrawi (Visual)
A. Pesan ikonik (iconic message)=yang dapat dilihat.
Citra sendiri sebagai pesan ikonik

Type pesan dalam sebuah citra:


1. Pesan harfiah (tataran denotasi)
2. Pesan simbolik (tataran konotasi)
B. Pesan lingual (linguistic message)
Hampir hadir dalam setiap citra
Misal: judul, caption, dsb.
Tersusun dalam dua tataran:
 tataran denotasi
 Tataran konotasi
Berfungsi : 1. sebagai penambat (mengarahkan
interpretasi)
2. sebagai “pemancar” (teks dan citra
saling melengkapi)
Contoh gambar dg pesan lingual
judul: “Si Konservatif”
“Escape from gembiraloka zoo”
INTERTEKSTUALITAS
Definisi: relasi antara teks tertentu dengan teks lain.
 Sebuah teks hanya akan dapat dipahami dalam
hubungannya atau pertentangannya dengan teks lain.
Julia Kristeva merumuskan, intertekstualitas adalah:
1. Transposisi dari satu/beberapa sistem tanda kepada
sistem tanda yang lain dengan disertai oleh sebuah
artikulasi baru.
2. Sebuah teks adalah produktivitas dari teks-teks lain
yang saling bersilangan dan saling menetralkan.
3. Setiap teks merupakan mosaik kutipan-kutipan,
resapan, dan transformasi dari teks-teks lain.
Contoh gbr yg mengacu teks lain
“Red hot chili peppers”
VRAISEMBLANCE
Konsep Vraisemblance (Tzvetan Todorof) serupa
dengan kosep intertekstualitas (Kristeva)
Jonathan Culler membedakan vraisemblance atau
cara-cara sebuah teks dapat berhubungan dengan dan
dibatasi di dalam relasinya dengan teks lain:
 teks yg secara sosial bersifat given dan the real world,
sebagai opini publik.
 Teks yang kultural umum, pengetahuan tersebar yang
dianggap “alamiah”. (contoh gambar RID).
Contoh gambar Vraisemblance
(kultural umum)
 Teks yang memiliki konvensi-konvensi genre (tradisi)
 Teks yang secara eksplisit menyitir dan mengekspose
konvensi-konvensi shg memperkukuh otoritas sendiri.
(contoh gambar Blongnas).
 Teks yang mengambil teks lain sebagai dasar pijaknya.
(contoh gambar united colors of keraton)
Contoh vraisemblance yang disengaja untuk
klaim sesuatu
Contoh gambar vraisemblance “plesetan”
Derivasi hipogramatik
Tokoh: Michael Riffaterre
Konsep: makna teks sangat tergantung pada
hubungan intertekstualitasnya.
Suatu tanda atau serangkaian tanda akan
mengacu/memolakan diri atas tanda/sekelompok
tanda sebelumnya.
Tipe-tipe hipogram
1. Sem (semes) atau praanggapan
2. Klise dan sistem-sistem deskriptif.

 Tersedia dimana-mana sebagai ekspresi-ekspresi siap


pakai, yang diwarisi turun temurun, dan tidak pernah
dipertanyakan.
 Contoh: pepatah alon-alon waton kelakon
dijadikan teks pada t-shirt dagadu yang diplesetkan
menjadi alon-alon waton on time
Contoh hipogram sistem deskriptif
HYPERSEMIOTIKA
Pengertian HIPERSEMIOTIKA
Hipersemiotika adalah :
 ilmu tentang tanda dan fungsinya dalam masyarakat, yang secara
khusus menyoroti sifat berlebihan atau ekses-ekses pada tanda,
sistem tanda, dan proses pertandaan.

 Ilmu tentang produksi tanda, yang melampaui realitas, yang


berperan dalam membentuk dunia hiperealitas.

 Dunia hiperealitas adalah dunia melampaui yang tercipta akibat


penggunaan hyper-sign dan sistem pertandaan yang melampaui
(hyper-signification) dalam penggambaran realitas, shg perbedaan
antara realitas/nonrealitas, tanda/realitas menjadi lebur.
HIPERSEMIOTIKA
Latar belakang
 Ruang kebudayaan:
 Kedustaan menjadi kebenaran.
 Kepalsuan menjadi keaslian
 Ilusi menjadi realitas
 Kejahatan menjadi kemuliaan
(The culture of wildness)
 Kematian massal

 Kematian tanda
 Kematian makna
 Kematian petanda
 Kematian realitas
 Kematian representasi
 Kematian ideologi
 Kematian seni
 ……………………… (berjuta kematian lainnya)
 Matinya makna

Tidak ada lagi :


 pembatas baik-buruk
 kategorisasi moral-amoral
 kriteria benar-salah
 Tabir penutup-rahasia (private-public)
 Kelahiran massal (ironi kelahiran)
 Bayi-bayi mutan: sesuatu yang lahir dlm wujud yang berbeda (aneh, asing,
abnormal, horor, dsb.)
 Konsep-konsep: dengan nama awal anti ( anti estetik, anti bentuk, anti
humanisme, anti narasi, anti tesis, dsb.)

 Kelahiran dunia baru tanpa batas


 Ketidak pastian
 Kebingungan
 Ambiguaitas
 Kontradiksi
 Fatalitas
 ……….dsb……….
 Tidak ada lagi batas, kriteria dan acuan yang dapat dipakai dalam
melakukan penilaian – inilah sebuah lukisan dunia POSMODERNISME
(POST-MODERNISM)
Prinsip dasar pemikiran
1. Prinsip perubahan dan transformasi
ciri hipersemiotika: produksi semiotik (semiotic
production) melalui mesin produksi semiotik
(semiotic production mechine)

2. Prinsip imanensi (immanency)


Mementingkan permainan bebas penanda
(signifier) yang bersifat permukaan dan melihat
keberadaan petanda (signified) yang metafisik hanya
sebagai alibi saja.
3. Prinsip perbedaan atau pembedaan (difference)
menekankan perbedaan drpd identitas, konvensi,
dan kode sosial. (mesin kebaruan /progress mechine)

4. Prinsip permainan bahasa (language game)


menekankan permainan bahasa pada tingkat
parole drpd langue. (mesin permainan
bahasa/language game machine)
5. Prinsip simulasi (simulation)
penciptaan realitas yang tidak lagi mengacu pada
realitas di dunia nyata sbg referensinya, terjelmalah
realitas kedua yang referensinya dirinya sendiri.
(fenomena meleburnya tanda dan realitas ini
menjadi ciri hipersemiotika)
6. Prinsip diskontinuitas (discontinuity)
ekstensi yang penuh interupsi,keterputusan,
persimpangan, shg ada ruang bagi perbedaan dan
permainan bebas tanda dan kode-kode.
LOGO ISI
MOTIF SEMEN RAMA

Anda mungkin juga menyukai