Banyaknya karya seni rupa yang biasa dapat dijumpai dalam pameran-
pameran, terutama karya-karya yang bertajuk kriya. Selain dapat menikmati
keindahan-keindahan secara visual, akan lebih memuaskan lagi apabila dapat
menemukan bobot yang tersirat dalam sebuah karya seni yang diciptakan oleh
seniman. Untuk memahami esensi atau kandungan makna dalam sebuah karya
seni, tentunya membutuhkan kemampuaan otak dalam menalar atau membaca
sebuah tanda. Secara teknis dapat dilakukan dengan teori trikotomi Charles
Sander Peirce yakni qualising, sinsign, dan legisign.
Penelitian ini merujuk pada karya seni keramik yang diciptakan oleh
mahasiswa Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang bernama Agus Munif
Mudhofar, dengan karyanya yang berjudul “Gambas dimakan Ulat”. adapun
ketertarikan dalam penelitian ini karena karya yang diciptakan tersebut terkesan
simbolik atau memiliki makna tersendiri, sehingga membuat penasaran penulis
dan ingin membedahnya.
PAPARAN TEORI
Banyak tanda yang bertitik tolak dari ground, berikut ini adalah teori
trikotomi Peirce yang berkaitan dengan ground yakni:
Qualisign: merupakan tanda yang menjadi tanda berdasarkan sifatnya.
Qualisign berawal dari kata ‘qual’ yang merujuk pada ‘quality’. Qualisign adalah
tanda yang berkaitan dengan sifatnya atau kualitasnya. Misalnya, sifat warna
merah adalah qualisign, karena dapat dipakai menjadi tanda untuk menunjukan
cinta, bahaya atau larangan (Zoest, dalam Bahari, 2008:107).
A. DESKRIPSI KARYA
Karya keramik ini merupakan salah satu karya yang diciptakan oleh Agus
Munif M pada tahun 2017 selama menjadi akademisi di Institit Seni Indonesia
Yogyakarta. Secara tekstual karya yang diciptakan ini ialah sebuah representasi
“gambas yang dimakan ulat”. Gambas berwarna luar hijau, berwarna dalam putih
dan bergaris-garis. terdapat satu helai daun dan tanamannya menjalar melilit
gambas. Terlihat pula sepotong bagian gambas yang jatuh di dasar.
B. ANALISIS
1. Ide. Ide atau gagasan dari karya tersebut yaitu terinspirasi dari sebuah
gambas yang dimakan oleh seekor ulat. gambas merupakan bagian dari
alam ini yang tergolong ke dalam flora. Sdangkan ulat tergolang sebgai
fauna. Kedua jenis tersebut merupakan sesuatu yang ada di alam ini.
Dengan demikian karya tersebut tergolong karya seni yang meniru alam.
Plato, filsuf Yunani Kuno menjelaskan bahwa, seni dianggap sebagai
tiruan alam atau “mimesis” (dari mimic, mimos, seasal dengan istilah
mimicry dalam ilmu hayat) (Soedarso SP, 1987:26).
2. Secara material bahan. Karya tersebut menggunakan bahan atau media
tanah liat Stoneware Sukabumi. Tanah liat stoneware termasuk lempung
sedimenter, berbutir sedang, plastis, merupakan bahan tunggal atau tanpa
campuran bahan lainnya, juga merupakan gabungan antara ball clay dan
fire clay dengan sifatnya masing-masing; bahan ini mudah dikerjakan
dengan baik, dapat dibakar rapat; warna mentahnya abu-abu, kuning kotor;
warna bakarnya abu-abu (di luar putih), krem, sampai cokelat karena kadar
besi dan titanium oksida cukup tinggi. Dapat dibakar dengan suhu tinggi
sekitar 1205°C-1260°C (Astuti. 2008:8).
Kemudian, karya tersebut menggunakan bahan gelasir yang
berwarna hijau dengan sedikit terlihat mengkilap. Gelasir adalah
pemberian lapisan gelas pada benda keramik, dapat berupa lapisan matt
(tidak mengkilap), ataupun licin, dan dapat pula lapisan yang mengkilap.
Jadi, gelasir merupakan suatu macam gelas khusus yang diformulasikan
secara kimia agar dapat melekat dan menjadi keras pada permukaan tanah
liat, atau melebur ke dalam bodi tanah liat bila dibakar. Adapun fungsi
gelasir yakni supaya lebih mudah dibersihkan, lebih kuat dan tidak tembus
air, serta dengan adanya pewarna dapat memberikan efek dekorasi (Astuti.
202008:8). Adapun unsur-unsur yang terkandung pada gelasir yakni
kwarsa, kapur, feldspar, dan kaolin. Gelasir dasar tersebut kemudian
dicampurkan dengan pewarna oksida atau pigmen sehingga menghasilkan
warna (Gautama, 2011:68-69).
3. Secara Teknik. Pada dasarnya dalam membuat keramik terdapat beberapa
teknik dasar. Teknik pijit, teknik putar, teknik slab, dan teknik pilin.
Adapun teknik cetak merupakan teknik yang biasa digunakan dalam
industri (Gautama, 2011:36). Teknik yang diterapkan dalam menciptakan
karya tersebut ialah teknik pijit dan pilin. Teknik pijit adalah teknik ini
merupakan teknik paling dasar yang harus dikuasai dalam membentuk
tanah liat, karena teknik ini akan berguna pula untuk teknik-teknik yang
lain. Tekniknya sangat sederhana yakni hanya menggunakan dua buah jari
tangan ibu jari dan telunjuk untuk memencet (Gautama, 2011:36). Teknik
pilin merupakan teknik yang sederhana, yaitu membentuk tanah liat
menyerupai tali sesuai dengan ketebalan dan kepanjangan yang
diinginkan. Teknik ini berguna apabila digunakan untuk mewujudkan
bentuk yang silinder (Gautama, 2011:36).
4. Secara unsur estetika seni rupa. Karya tersebut dari segi unsur seni rupa
sudah nampak menerapkan, di antaranya meliputi garis, tekstur, warna,
dan bidang. Garis memiliki dimensi ukuran dan arah tertentu. Ia bisa
pendek, panjang, halus, kasar, tebal berombak, lurus, melengkung dan
sifat yang lainnya. Tekstur adalah kesan halus dan kasarnya sebuah karya.
Warna adalah gelombang cahaya dengan frekuensi yang dapat
memengaruhi penglihatan mata. Bidang adalah suatu bentuk yang
sekelilingnya dibatasi oleh garis. Terdapat dua jenis bidang yakni bidang
geometris dan bidang organis. Bidang geometris seperti lingkaran atau
builatan, segi empat, segi tiga, dan segi-segi yang lainnya. Bidang organis
yakni bidang dengan bentuk bebas yang terdiri dari bentuk yang tak
terbatas (Bahari, 2008:99-101).
Garis-garis yang terdapat pada karya tersebut terlihat tegas dan
semakin ke atas semakit mengerucut. Tekstur pada karya tersebut yakni
kasar seperti halnya gambas pada umunya. Bidangnya cukup proporsional
dan bulat memanjang sudah cukup menyerupai dengan gambas. Akan
tetapi terlihat bagian-bagian yang terkesan ekspresif yakni pada potongan
gambas terdapat kulit gambas yang masih tidak terpotong dan terdapat
sulur atau batang gambas yang melilit gambas. Serta daunnya masih
kurang menyerupai daun gambas. Warna pada karya tersebut nampak
berwarna hijau tua atau warna dingin. Warna pada karya tersebut sedikit
kurang menyerupai dengan warna gambas pada umumnya atau sedikit
kurang terang.
INTERPRETASI
Untuk itu, dengan teori Peirce Qualisign, Sinsign, dan Legisign akan
penulis bedah tanda atau makna yang kemungkinan sama dengan apa yang
terdapat dalam karya tersebut. Walaupun dalam pembedahan atau penelitian ini
tidak lepas dari hipotesa dan interpretasi penulis. Penelitian makna karya tersebut,
berawal pada judul karya hingga kaitannya dengan perwujudan karya. Adapun
teori untuk membedahnya yakni teori trikotomi Qualisign, Sinsign, dan Legisign.
Legisign:
KESIMPULAN
Semiotika merupakan ilmu tanda yang dapat dipakai dalam memahami
sesuatu termasuk dalam meneliti sebuah karya seni. Pendekatan semiotika yang
merujuk pada teori trikotomi Charles Sander Peirce (qualisign, sinsign, legisign)
memberikan alternatif tersendiri dan membantu memudahkan proses pembedahan
karya. Qualisign merupakan tanda yang berawal dari sifat. Sinsign merupakan
tanda yang menjadi tanda berdasarkan bentuk. Legisign merupakan tanda yang
dapatcmenjadi konvensional, dan menjadi kode.