Anda di halaman 1dari 134

Pertemuan ke-1

Pengertian Negara dan Unsur Unsur Negara

1. Pengertian Negara

Terdapat dua macam pengertian negara yaitu negara sebagai organisasi dan negara sebagai kelompok sosial.

Pengertian negara sebagai organisasi adalah organisasi pada suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi
yang sah dan dipatuhi rakyatnya.

Kemudian pengertian negara sebagai kelompok yaitu suatu kelompok sosial yang menduduki wilayah atau
daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu
kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Pengertian Negara menurut Beberapa Ahli

Roger F. Soultau, negara adalah alat atau agency atau wewenang (authority) yang mengatur ataupun
mengendalikan (controlling) persoalan bersama atas nama masyarakat (in the name of society).

Georg Jellinek, pengertian negara adalah suatu organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang
telah berkediaman di wilayah tertentu

Pengertian negara yang lebih unik oleh Jean Bodin dan terkesan sangat realistis bahwa negara adalah
suatu persekutuan keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpin oleh akal dari suatu kuasa
yang berdaulat

Mirriam Budiardjo mengatakan bahwa pengertian negara adalah suatu daerah teritorial yang
rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan berhasil menuntut dari warganya kepatuhan pada
perundangan melalui penguasaan kontrol dari kekuasaan yang sah.

Dari beberapa pengertian di atas anda telah memahami apa itu negara? Dapat membedakan negara
dengan suatu komunitas atau suatu kelompok sosial?
Pengertian

Negara adalah sebuah organisasi atau badan tertinggi yang memiliki


kewenangan untuk mengatur perihal yang berhubungan dengan
kepentingan masyarakat luas serta memiliku kewajiban untuk
mensejahterakan, melindungi dan mencerdasarkan kehidupan bangsa.
Bapak Ilmu Negara

George Jellinek, seorang pakar hukum dari Jerman yang kemudian dikenal sebagai bapak Ilmu Negara,
pada tahun 1882 ia telah menerbitkan buku dengan judul Allgemeine Staatslehre (Ilmu Negara Umum),
buk ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Ilmu Negara. Istilah Ilmu Negara dikenal dengan
beberapa istilah, antara lain:

Di Belanda lebih di kenal dengan istilah Staatsleer


Di Jerman lebih di kenal dengan istilah Staatslehre
Di Prancis lebih di kenal dengan Theorie d' etat, sedangakan
Di Inggris lebih di kenal dengan istilah Theory of State, The General Theory of State, Political Science,
atau Politics.
2. Unsur-unsur Negara

Menurut Oppenheim-Lauterpacht, unsur-unsur negara adalah:


a. Unsur pembentukan negara (konstitutif): wilayah/daerah, rakyat,
pemerintah yang berdaulat.
b. Unsur deklaratif: pengakuan oleh negara lain

1. Wilayah/Daerah
a. Batas alam, misalnya: sungai, danau, pegunungan, lembah.
b. Batas buatan, misalnya: pagar tembok, pagar kawat berduri, parit.
c. Batas menurut ilmu alam, misalnya: berupa garis lintang dan garis
bujur peta bumi.
2. Lautan
Lautan yang merupakan wilayah suatu negara disebut laut teritorial negara itu, sedangkan laut di luarnya disebut
laut terbuka (laut bebas, mare liberum). Tentang batas lautan ditetapkan sebagai berikut:
a. Batas lautan territorial. Setiap negara berdaulat atas lautan territorial yang jaraknya 12 mil laut, diukur dari
garis lurus yang ditarik dari pantai.
b. Batas zona bersebelahan. Di luar batas laut territorial sejauh 12 mil laut atau 24 mil dari pantai adalah batas
zona bersebelahan.
c. Batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). ZEE adalah wilayah laut suatu negara pantai yang batasnya 200 mil
laut diukur dari pantai.
d. Batas landar benua. Landas benua adalah wilayah lautan suatu negara yang batasnya lebih dari 200 mil laut.
3. Udara
Wilayah udara suatu negara ada di atas wilayah daratan dan lautan negara itu. Kekuasaan atas wilayah udara suatu
negara itu pertama kali diatur dalam Perjanjian Paris pada tahun 1919 (dimuat dalam Lembaran Negara Hindia
Belanda No.536/1928 dan No.339/1933).
4. Wilayah Ekstratoritorial.
Wilayah ini adalah tempat-tempat yang menurut hukum internasional diakui sebagai wilayah kekuasaan suatu
negara meskipun tempat itu berada di wilayah negara lain.
2. Rakyat
Rakyat merupakan unsur terpenting dalam negara karena manusialah yang berkepentingan agar
organisasi negara dapat berjalan dengan baik. Rakyat suatu negara dibedakan antara:
a) penduduk dan bukan penduduk;
b) warga negara dan bukan warga negara.
Penduduk ialah mereka yang bertempat tinggal atau berdomisili tetap di dalam wilayah
negara. Sedangkan bukan penduduk ialah mereka yang ada di dalam wilayah negara, tetapi
tidak bermaksud bertempat tinggal di negara itu.
c) Warga negara ialah mereka yang berdasarkan hukum merupakan anggota dari suatu negara.
Sedangkan bukan warga negara disebut orang asing atau warga negara asing (WNA).
 
3. Pemerintah yang berdaulat
Istilah Pemerintah merupakan terjemahan dari kata asing Gorvernment (Inggris),
Gouvernement (Prancis) yang berasal dari kata Yunani κουβερμαν yang berarti mengemudikan
kapal (nahkoda). Dalam arti luas, Pemerintah adalah gabungan dari semua badan kenegaraan
(eksekutif, legislatif, yudikatif) yang berkuasa memerintah di wilayah suatu negara. Dalam arti
sempit, pemerintah mencakup lembaga eksekutif saja.
Istilah kedaulatan merupakan terjemahan dari sovereignty (Inggris), souveranete (Prancis), sovranus
(Italia) yang semuanya diturunkan dari kata supremus (Latin) yang berarti tertinggi. Kedaulatan berarti
kekuasan yang tertinggi, tidak di bawah kekuasaan lain. Pemerintah yang berdaulat berarti pemerintah
yang memegang kekuasaan tertinggi di dalam negaranya dan tidak berada di bawah kekuasaan
pemerintah negara lain. Maka, dikatakan bahwa pemerintah yang berdaulat itu berkuasa ke dalam dan ke
luar:
1. Kekuasaan ke dalam, berarti bahwa kekuasaan pemerintah itu
dihormati dan ditaati oleh seluruh rakyat dalam negara lain.
2. Kekuasaan ke luar, berarti bahwa kekuasaan pemerintah itu dihormati
dan diakui oleh negara-negara lain.
3. Pengakuan oleh negara lain, pengakuan oleh negara lain didasarkan
pada hukum internasional. Pengakuan itu bersifat deklaratif/ evidenter,
bukan konstitutif. Proklamasi kemerdekaan Amerika Serikat
dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 1776, namun Inggris (yang pernah
berkuasa di wilayah AS) baru mengakui kemerdekaan negara itu pada
tahun 1783.
Berdasarkan beberapa pengertian negara diatas, kita dapat mengambil intisarinya untuk
mengklasifikasikan apa itu negara. Lalu bagaimana caranya? Kita akan menyusun unsur unsur
negara berdasarkan pengertian diatas. Berikut beberapa unsur negara yang harus ada sehingga
sesuatu dapat disebut sebagai negara:

Rakyat : Pengertian rakyat adalah orang orang yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah dan
telah menetap. Rakyat yang dimaksud sebagai unsur unsur negara adalah orang yang lebih dari satu
bahkan untuk dikatakan rakyat harus terdiri dari beberapa kelompok sosial yang ada sehingga
normalnya sebuah rakyat akan terdiri minimal atas 3 generasi, dan beberapa macam keluarga di
dalamnya.

Lalu anda pasti bertanya, bagaimana bila suatu negara rakyatnya mati semua? Maka bukanlagi suatu
negara. Hal ini wajar, dikarenakan siapa yang akan mengatur, diatur dan mengklaim negara tersebut
lagi, tidak ada bukan. Oleh karena itu, dalam perang untuk penguasaan negara, apabila rakyatnya
tidak mau mengakui kekuasaan penjajah maka akan dibunuh.
Wilayah : Ini merupakan unsur unsur negara yang juga mutlak harus ada untuk dapat mengatakan sesuatu
itu sebuah negara. Lihat pengertian negara diatas, pasti ada kata wilayah kan. Tidak mungkin
membangun suatu negara tanpa adanya ruang untuk memulai bukan. Lalu apa saja yang dikatakan
wilayah, wilayah dapat berupa darat, laut dan udara. Contohnya saja negara Indonesia yang terdiri atas
perairan, kepulauan, dan udara.

Pemerintahan Yang Berdaulat: Ini juga merupakan unsur unsur negara yang mutlak harus ada untuk dapat
dikatakan sesuatu sebagai negara. Dengan kata lain, pemerintahan yang berdaulat minimal haruslah
sesuatu yang memiliki kekuasaan terhadap rakyat. Selain itu, kekuasaan untuk mempertahankan rakyat
dan wilayah tersebut dari gangguan luar seperti negara lain. Lalu siapa pemerintahan yang berdaulat itu?

Dari pengertian negara menurut Jean Bodin, jelaslah bahwa kekuasaan berdaulat atau pemerintahan
berdaulat yang diakui oleh rakyat pastilah berasal dari persekutuan keluarga dengan segala
kepentingannya. Bila anda ingin menyangkal hal tersebut silahkan akan tetapi mari lihat sejarah sejarah
terbentuknya negara. Pastilah berasal dari keluarga yang diakui atau memiliki strata sosial lebih tinggi,
memiliki tingkat ekonomi, pendidikan dan segalanya yang lebih baik. Bahkan di era demokrasi ini
bahkan terjadi di depan mata kita.
Selain 3 unsur mutlak negara di atas, terdapat satu unsur negara deklaratif. Unsur
negara deklaratif adalah unsur unsur yang berupa pengakuan dari negara negara lain
bahwa itu merupakan suatu negara. Akan tetapi, unsur deklaratif negara tidak akan
muncul bila 3 unsur negara yang mutlak belum ada. Seketika 3 unsur negara telah ada
maka unsur deklaratif negara akan hadir dengan sendirinya, walaupun dengan banyak
konflik yang mendahuluinya.

Untuk contohnya, lihat negara timor leste yang berpisah dari negara Indonesia
dikarenakan rakyatnya sudah ingin memisah, terjadi persekutuan keluarga yang
membentuk pemerintahan berdaulat, serta wilayah yang tidak lagi mampu
dipertahankan Indonesia. Dan kemudian, diakui oleh PBB sebagai suatu negara
berdaulat.
 
Pertemuan ke-2
Teori-teori Tentang Negara dan Ilmu Negera

TEORI ILMU NEGARA


 
Kelahiran dan keberadaan Ilmu Negara tidak dapat lepas dari jasa George Jellinek, seorang pakar hukum
dari Jerman yang kemudian dikenal sebagai bapak Ilmu Negara, pada tahun 1882 ia telah menerbitkan
buku dengan judul Allgemeine Staatslehre (Ilmu Negara Umum), buku ini kemudian menjadi cikal bakal
lahirnya Ilmu Negara. Istilah Ilmu Negara dikenal dengan beberapa istilah, antara lain:

Di Belanda dikenal dengan istilah Staatsleer,


Di Jerman dikenal dengan istilah Staatslehre,
 
Di Perancis dikenal dengan istilah Theorie d' etat, sedangkan di Inggris dikenal dengan istilah Theory of
State, The General Theory of State, Political Science, atau Politics.
Dalam menyusun bukunya Allgeimeine Staaslehre George Jellinek menggunakan methode van
systematesering (metode sistematika), dengan cara mengumpulkan semua bahan tentang ilmu negara
yang ada mulai zaman kebudayaan Yunani sampai pada masanya sendiri (sesudah akhir abad ke-19 atau
awal abad ke-20 dan bahan-bahan itu kemudian disusunnya dalam suatu sistem. Berkaitan dengan
perbedaan penyelidikan objek antara Ilmu Negara dengan Ilmu Lain yang pembahasan sama, yaitu
Negara, bahwa Hukum Tata Negara RI dan Ilmu Politik Kenegaraan memandang objeknya, yaitu negara
dari sifatnya atau pengertiannya yang konkret, artinya objeknya itu sudah terikat pada tempat, keadaan
dan waktu, jadi telah mempunyai objek yang pasti, misalnya negara Republik Indonesia, negara Inggris,
negara Jepang dan seterusnya.

Kemudian, dari negara dalam pengertiannya yang konkret itu diselidiki atau dibicarakan lebih lanjut
susunannya, alat-alat perlengkapannya. Wewenang serta kewajiban daripada alat-alat perlengkapan
tersebut dan seterusnya. Sedangkan Ilmu Negara memandang objeknya itu, yaitu Negara, dari sifat atau
pengertiannya yang abstrak, artinya objeknya itu dalam keadaan terlepas dari tempat, keadaan dan
waktu, belum mempunyai ajektif tertentu, bersifat abstrak-umum-universal.
Teori Kedaulatan, setelah asal usul negara itu jelas maka orang-orang tertentu didaulat menjadi
penguasa (pemerintah). Teori kedaulatan ini meliputi: Teori Kedaulatan Tuhan, menurut ini
kekuasaan tertinggi dalam negara itu adalah berasal dari Tuhan.
 
Teori Kedaulatan Hukum, Menurut teori ini bahwa hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit
dari kesadaran hukum manusia dan bahwa hukum merupakan sumber kedaulatan.
 
Teori Kedaulatan Rakyat, Teori ini berpendapat bahwa rakyatlah yang berdaulat dan mewakili
kekuasaannya kepada suatu badan, yakni pemerintah.

Teori Kedaulatan Negara, Teori ini berpendapat bahwa negara merupakan sumber kedaulatan dalam
negara. Kemudian, teori asal mula terjadinya negara, juga dapat dilihat berdasarkan proses
pertumbuhannya yang dibedakan menjadi dua, yaitu terjadinya negara secara primer dan teori
terjadinya negara secara sekunder.
Macam-macam Teori Kedaulatan
1. Teori Kedaulatan Tuhan
Teori ini merupakan teori kedaulatan yang pertama dalam sejarah, mengajarkan bahwa negara dan pemerintah
mendapatkan kekuasaan tertinggi dari Tuhan sebagai asal segala sesuatu (Causa Prima). Menurut teori ini, kekuasaan
yang berasal dari Tuhan itu diberikan kepada tokoh-tokoh negara terpilih, yang secara kodrati ditetapkan-Nya
menjadi pemimpin negara dan berperan selaku wakil Tuhan di dunia. Teori ini umumnya dianut oleh raja-raja yang
mengaku sebagai keturunan dewa, misalnya para raja Mesir Kuno, Kaisar Jepang, Kaisar China, Raja Belanda (Bidde
Gratec Gods, kehendak Tuhan), Raja Ethiopia (Haile Selasi, Singa penakluk dari suku Yuda pilihan Tuhan).
Demikian pula dianut oleh para raja Jawa zaman Hindu yang menganggap diri mereka sebagai penjelmaan Dewa
Wisnu. Ken Arok bahkan menganggap dirinya sebagai titisan Brahmana, Wisnu dan Syiwa sekaligus.

Pelopor teori kedaulatan Tuhan antara lain: Augustinus (354-430), Thomas Aquino (1215-1274), juga F. Hegel (1770-
1831) dan F.J. Stahl (1802-1861). Karena berasal dari Tuhan, maka kedaulatan negara bersifat mutlak dan suci.
Seluruh rakyat harus setia dan patuh kepada raja yang melaksanakan kekuasaan atas nama dan untuk kemuliaan
Tuhan. Menurut Hegel, raja adalah manifestasi keberadaan Tuhan. Maka, raja/ pemerintah selalu benar, tidak
mungkin salah.
2. Teori Kedaulatan Raja

Dalam Abad Pertengahan Teori Kedaulatan Tuhan berkembang menjadi Teori Kedaulatan Raja, yang
menganggap bahwa raja bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Kekuasaan raja berada di atas
konstitusi. Ia bahkan tak perlu menaati hukum moral agama, justru karena “status”-nya sebagai
representasi/ wakil Tuhan di dunia. Maka, pada masa itu kekuasaan raja berupa tirani bagi rakyatnya.
Peletak dasar utama teori ini adalah Niccolo Machiavelli (1467-1527) melalui karyanya, Il Principe. Ia
mengajarkan bahwa negara harus dipimpin oleh seorang raja yang berkekuasaan mutlak.

Sedangkan Jean Bodin menyatakan bahwa kedaulatan negara memang dipersonifikasikan dalam pribadi
raja, namun raja tetap harus menghormati hukum kodrat, hukum antarbangsa, dan konstitusi kerajaan
(leges imperii). Di Inggris, teori ini dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679) yang mengajarkan
bahwa kekuasaan mutlak seorang raja justru diperlukan untuk mengatur negara dan menghindari homo
homini lupus.
3. Teori Kedaulatan Negara

Menurut teori ini, kekuasaan tertinggi terletak pada negara. Sumber kedaulatan adalah negara, yang
merupakan lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa. Kedaulatan timbul bersamaan dengan berdirinya
suatu negara. Hukum dan konstitusi lahir menurut kehendak negara, diperlukan negara, dan diabdikan
kepada kepentingan negara. Demikianlah F. Hegel mengajarkan bahwa terjadinya negara adalah kodrat
alam, menurut hukum alam dan hukum Tuhan. Maka kebijakan dan tindakan negara tidak dapat dibatasi
hukum. Ajaran Hegel ini dianggap yang paling absolut sepanjang sejarah. Para penganut teori ini
melaksanakan pemerintahan tiran, teristimewa melalui kepala negara yang bertindak sebagai diktator.
Pengembangan teori Hegel menyebar di negara-negara komunis.

Peletak dasar teori ini antara lain: Jean Bodin (1530-1596), F. Hegel (1770-1831), G. Jellinek (1851-1911),
Paul Laband (1879-1958).
4. Teori Kedaulatan Hukum
Berdasarkan pemikiran teori ini, kekuasaan pemerintah berasal dari hukum yang berlaku. Hukumlah
(tertulis maupun tidak tertulis) yang membimbing kekuasaan pemerintahan. Etika normatif negara yang
menjadikan hukum sebagai “panglima” mewajibkan penegakan hukum dan penyelenggara negara
dibatasi oleh hukum. Pelopor teori Kedaulatan Hukum antara lain: Hugo de Groot, Krabbe, Immanuel
Kant dan Leon Duguit.

5. Teori Kedaulatan Rakyat (Teori Demokrasi)


Teori ini menyatakan bahwa kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Pemerintah harus menjalankan
kehendak rakyat. Ciri-cirinya adalah: kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat (teori ajaran
demokrasi) dan konstitusi harus menjamin hak azasi manusia.
Pertemuan ke-3

Hubungan Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara, Hubungan Ilmu Negara
dengan Ilmu Politik

Dalam pembahasan ini akan terbagi menjadi 2 hubungan, pertama Hubungan Ilmu Negara Secara Umum dan
Hubungannya Secara Khusus. Untuk mempermudah pemaham mengenai hubungan ilmu negara dengan ilmu soc
ial lainnya, alangkah baiknya kita pahami dulu apa itu Ilmu Negara.? 
Solly Lubis, SH, dalam bukunya Ilmu Negara menyatakan bahwa Ilmu Negara adalah ilmu yang mempelajari
negara secara umum mengenai asal-usul, wujud, lenyapnya, perkembangan dan jenis-jenisnya. Obyek ilmu negara
bersifat abstrak dan umum, bahkan tidak terikat ruang, tempat, waktu.

Hubungan secara Umum


 Ilmu tidak dapat dipisah-pisahkan dalam kotak-kota yang terpaku mati. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu
tersebut berdiri sendiri terpisah satu sama lainnya tanpa adanya pengaruh dan hubungaan. Dalam hal ini, ilmu
negara sebagai salah satu cabang dari ilmu pengetahuan sosial sebagaimana halnya dengan ilmu hokum, politik,
ekonomi, kebudayaan,psikologi,dan lain sebagainya, merupakan cabang dari ilmu pengetahuan sosial yang
khusus. Semua ilmu-ilmu sosial khusus ini secara bersama-sama akan membentuk suatu ilmu sosial umum yang
akan tersalur ke dalam ilmu induknya.
Oleh karena itu, ilmu negara sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial umum, harus bekerja
sama dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan sosial lainnya, karena dapat memberi dan menerima
pengaruhnya dan bantuan jasanya satu sama lain yang saling memerlukan, sehingga dapat saling mengisi
dan saling melengkapi, sehingga terwujud hubungan komplementer.
 
Juga terdapat hubungan secara interdependen diantara cabang-cabang ilmu pengetahuan sosial itu dengan
yang lainnya, dikarenakan metode dan teknik yang sama. Metode dan teknik ilmu pengetahuan sosial pada
umumnya dipergunakan pula oleh hamper semua cabang-cabang ilmu pengetahuan sosial pada khususnya,
seperti ilmu negara,ilmu hukum, ilmu poltik, dan lain sebagainya.
 
Obyek penyelidikan ilmu-ilmu sosial, diselidiki pula selaku obyek oleh cabang-cabang ilmu pengetahuan
khusus lainnya. Sehingga tidak terdapat monopoli obyek oleh ilmu sosial khusus itu sendiri. Tentu
tekanan, intensitas, luas dan sempitnya lapangan penyelidikan serta peranan personalianya,dapat
dibedakan cabang-cabang ilmu pengetahuan sosial itu satau dengan yang lainnya. Namun demikian,
tidaklah berarti ilmu-ilmu tersaebut selalu terpisah-pisah menjadi bagian yang terputus-putus dalam kotak-
kotak yang terpaku mati, melainkan selalu terdapat hubungan yang timbal balik dan saling tergantung
serta saling mempergunakanhasil satu sama lain.
Hubungan Secara Khusus
1.    Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
 
 
 
Kalau diperhatikan pendapat Georg Jellinek dalam bukunya”ALgemeine Staatslehre”, ilmu Negara sebagai theoritische
staatswissenschaft atau staatslehre merupakan hasi penyelidikan dari staten kunde. Bahan-bahan tersebut di bahas,
dianalisis, dan di perbandingkan satu sama lain,sehinnga terdapat persamaan-persamaan diantara berbagai sifat dari
organisasi-organisasi negara itu.
 
Dari fakta yang bermacam-macam itu di cari sifat-sifat dan unsur-unsur pokoknya yang bersifat umum seakan-akan
intisari unsur-unsur itu merupakan”pembagi persekutuan terbesar” dalam ilmu hitung atau grootste gemene deler-nya
dari keadaan yang berbeda-beda itu.dan jika pekerjaan tersebut dijalankan atau diterapkan di dalam peraktek untuk
mencapai tujuan tertentu, tugas itu diserahkan kepada angewandte staatswissenschaft atau ilmu politik. Jadi ilmu
negara sebagai ilmu pengetahuan sosial yang bersifat teoretis,segala hasil penyelidikannya di peraktekkan oleh ilmu
politik sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat peraktis. Dengan demikian, jelaslah, bahwa ilmu politik itu tidaklah
merupakan ilmu pengetahuan sosial yang berdiri sendiri.
 
Ilmu negara lebih menitik beratkan kepada sifat-sifat teoretis, sehingga kurang dinamis. Hal ini berarti bahwa lebih
banyak memerhatikan unsur-unsur statis dari negara yang mempunyai tugas utama untuk melengkapi dengan
memberikan pengertian-pengertian pokok yang jelas. Yang mendasari konsepsi-konsepsi ilmu politik lebih
menitikberatkan kepada faktor-faktor yang konkrit, terutama sekali berpusat kepada gejala-gejala kekuasaan, baik yang
mengenai organisasi Negara maupun yang memengaruhi pelaksanaan tugas-tugas Negara.
 
2. Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Hukum Tata Negara dan Ilmu Hukum Administrasi Negara
 
 
 
 
Ilmu hukum tata negara dan ilmu hukum administrasi negara mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu negara karena ilmu-ilmu
tersebut mempunyai obyek yang sama dengan ilmu negara, yaitu negara. Perbedaannya ilmu hukum tata Negara dan ilmu hokum
administrasi negara memandang negara dari sifatnya atau pengertiannya yang konkrit. Obyek dari ilmu hukum tata negara dan ilmu
hokum administrasi negara adalah negara yang sudah terikat pada tempat, keadaan, dan waktu. Jadi telah mempunyai ajektif
tertentu,misalnya Negara republic Indonesia.
 
Kemudian negara dalam pengertiannya yang konkrit itu di selidiki lebih lanjut mengenai susunannya, alat-alat perlengkapannya,
wewenang, dan kewajibawan alat-alat perlengkapannya. Kedua cabang ilmu pengetahuaan tersebut adalah hukum positif, dan di dalam
sistematika Georg Jellinek, kedua cabang ilmu tersebut termasuk dalam kategori recbtswissenscbaft.
 
Antara ilmu hukum tata Negara dan ilmu hukuk administrasi negara terdapat hubungan yang sangat erat pula. Bahkan di negeri
belanda, dua lapangan hukum tersebut pernah disebut bersama-sama, yaitu staats en administratief recbt, bahkan selalu di ajarkan oleh
seorang guru besar. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa kedua cabang imu tersebut adalah sama.
 
Oppenheimer menyebutkan bahwa peraturan-peraturan hukum tata negara adalah peraturan mengenai de staat in rust (Negara yang
sedang beristirahat, atau negara dalam keadaan tak bergerak). Sebaliknya, mengenai peraturan-peraturan hukum administrasi negara
adalah peraturan mengenai de staat in beweging atau negara yang sedang bergerak. Berdasarkan rumusan-rumusan tersebut, maka ilmu
hukum tata negara dan ilmu hukum administrasi Negara sudah jelas lapangan penyelidikannya hanya terdapat Negara-negara tertentu
(hukum positif), sedangkan ilmi negara tidak mengenai Negara-negara tertentu, melainkan negara-negara di dunia ini pada umumnya.
 
Dengan demikian, ilmu hukum tata negara dan ilmu hukum administrasi negara di satu pihak dengan ilmu negara di pihak
lain mempunyai hubungan aling memengaruhi dan saling menjelaskan. Oleh karena itu, dalam buku-buku tentang ilmu
hukum tata negara dan hukum administrasi negara, hal dari imu negara dapat di pakai sebagai batu loncatan untuk sampai
kepada kedua cabang hukum tersebut. Sebaliknya, buku-buku tentang ilmu negara, hal-hal mengenai ilmu hukum tata
negara dan ilmu hukum administrasi negara dapat di pakai sebagai contoh dari apa yang diuraiakan di dalam ilmu negara.
 
Kranenburg dalam bukunya “ALgemene Staatsleer” menguraiakan bahwa bagi orang yang mempelajari hukum tata
negara positif Negeri belanda, pengetahuan teori negara umum atau ilmu negara sangat perlu. Akan tetapi, dengan
mengingat tingkat ilmu pengetahuan sekarang ini, serta melihat organisasi perguruan tinggi hukum yang sekarang ada
untuk sebagian besar di tentukan oleh kebutuhan-kebutauhan peraktik yang segera, maka pengetahuan teoretis untuk
kebanyakan ahli hukum hanya terbatas kepada apa yabg mereka pelajari sebagai pengantar hukum tata Negara positif.
 
Akan tetapi, hal yang bagi ilmu hukum tata negara positif merupakan suatu pengantar, satu syarat mutlak untuk pekerjaan
selanjutnya, bagi ilmu negara merupakan tujuan sesungguhnya dari penyelidikan-penyelidikan yang di lakukannya. Oleh
ilmu negara masalah-masalah umum yang terdapat pada negara organisasinya di jadikan pusat penyelidikannya serta di
coba untuk di pecahkannya.
 
Maka dengan demikian, jelaslah bahwa ilmu negara yang merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki pengertian-
pengertian pokok dan sendi-sendi pokok negara dapat memberikan dasar-dasar teoretis yang bersifat umum untuk hukum
tata negara. Oleh karena itu, agar dapat mengerti dengan sebaik-baiknnya dan sedalam-dalamnya system hukum
ketatanegaraan dan administrasi negara sesuatu negara tertentu, sudah sewajarnyalah kita harus terlebih dahulu memiliki
pengetahuan segala hal ikhwalnya secara umum tentang negara yang di dapat dalam ilmu Negara.
PERBEDAAN ILMU NEGARA DAN ILMU TATA NEGARA
 
Hal-hal yang diselidiki dan dipelajari dalam Ilmu Negara, antara lain:
 
Asal-usul berdirinya negara,
Lenyapnya negara
Unsr-unsur negara
Perkembangan dan perjalanan negara
Tujuan yang hendak dicapai atau diwujudkan oleh negara, dan
Jenis atau bentuk-bentuk negara pada umumnya.
 
Ilmu Negara hanya membahas hal-hal yang mendasar dari negara sehingga bersifat abstrak, teoretis, dan
universal. Adapun kajian lebih jauh mengenai negara dalam arti spesifik-operasional terdapatpada pembahasan Ilmu
Hukum Tata Negara.
 
Hal-hal pokok yang diselidiki dan dipelajari dalam ilmu Tata Negara:
 
alat-alat perlengkapan negara, susunan dan penyelenggaraan pemerintahan, hubungan antara alat-alat perlengkapari
negara, dan Organisasi kekuasaan negara.
 
Berbeda dengan Ilmu Negara, IImu Tata Negara bersifat spesifik (khusus) karena telah membahas negara-negara
tertentu, misalnya ketatanegaraan Indonesia,
di Amerika Serikat, di Mesir, dan lainnya. Olehnya, Ilmu Tata Negara lebih mengaarah pada ha1-hal yg sifatnya teknis
(praktis), khususnya dalam penyelenggaraanpemerintahatahan disuatu negara tertentu.
OBYEK ILMU NEGARA
 
Bahwa salah satu persyaratan untuk dapat disebut sebagai suatu disiplin ilmu,adalah adanya obyek. Obyek adalah sesuatu
yang menjadi pokok pembicaraan.Dengan demikian obyek merupakan apa yang kita diamati, diteliti, dipelajari dan
dibahas.
 
Dalam penjabarannya, obyek itu sendiri terdiri dari obyek materi dan obyek formal. Setiap obyek materi dari suatu
disiplin ilmu dapat sama dengan obyek materiilmu pengetahuan lainnya. Tetapi obyek formal, berbeda pada masing-
masing disiplinilmu. Hal ini karena perbedaan sudut pandang dari masing-masing ilmu itu sendiri.
 
Jadi, pada prinsipnya obyek formal, meninjau sasaranhya hanya dari sudut pandang saja, yaitu dengan caranya yang
khusus.Sebagai contoh dapat diambil perbedaan antara seorang ulama denga artis,terdapat perbedaan sudut pandang
dalam obyek formal tetapi mempunyai kesamaandalam obyek materi.Misalnya dalam hal pakaian, ditinjau dari obyek
materi, baik bagi seorang ulamamaupun seorang artis, mempunyai persepsi yang sama bahwa obyek materinya
adalahkain.

Akan tetapi ditinjau dari obyek formal, seorang ulama berpakaian adalah ibadah,karena memenuhi perintah untuk
menutup aurat, sedangkan obyek formal pakaian bagiseorang artis adalah alat peragaan dan penampilan. Bahkan ada
kecenderungan padabeberapa individu dijadikan sebagai penonjolan dan penampilan daya tarik tubuh.Obyek materi
sebagaimana disampaikan di atas, dapat disebut sebagai persoalanpokok (subyect matter), sedangkan obyek formal dapat
pula disebut sebagai pusatperhatian (focus of interest).
Untuk lebih jelasnya, kita tampilkan beberapa ilmu sebagai studi perbandingan
 
DISIPLIN  ILMU OBYEK MATERI  OBYEK FORMAL
1. Ilmu Politik  (Negara)  Kekuasaan, kekuatan kelompok,Keresahan masyarakat, dsb.
 
2. Hukum Tata Negara (Negara)  Peraturan, konvensi, yurisprudensi, traktat, dan keputusan hk lainnya.
 
4. Administrasi Negara  (Negara)  Administrasi, Tata Usaha, manaje-men, koordinasi,dsb.
 
5. Ilmu Negara  (Negara)  Teori Ng, sifat Ng, bntuk Ng, timbul- lenyapnya Ng, dsb
 
6. Ilmu Pemerintahan  (Negara)  Hubungan2 pmrintahan, gejala2 danperistiwa2 pmrintahan, dsb
 

Pertumpang-tindihan tersebut disebabkan oleh kesamaan obyek materi masing-masing disiplin ilmu tersebut yaitu
negara, sedangkan yang membedakan kelima ilmu-ilmu tersebut di atas adalah obyek formalnya.
Pertemuan ke-4 dan 5
Sifat dan Hakekat Negara, Tujuan dan Fungis Negara

Sifat dan Hakekat Negara

1. Sifat Negara
Sifat memaksa, Negara merupakan suatu badan yang mempunyai kekuasaan terhadap warga negaranya, hal ini
bersifat mutlak dan memaksa.
Sifat Monopoli, Negara dengan kekuasaannya tersebut mempunyai hak atas kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya, hal ini menjadi sesuatu yang menjadi landasan untuk menguasai sepenuhnya kekayaan alam yang
terkandung di dalam wilayah Negara tersebut.
Sifat mencakup semua, Kekuasaan Negara merupakan kekuasaan yang mengikat bagi seluruh warga negaranya.
Tidak ada satu orang pun yang menjadi pengecualian di hadapan suatu Negara. Tidak hanya mengikat suatu
golongan atau suatu adat budaya saja, tetapi mengikat secara keseluruhan masyarakat yang termasuk kedalam
warga negaranya.
Sifat Menentukan, Negara memiliki kekuasaan untuk menentukan sikap-sikap untuk menjaga stabilitas Negara
itu. Sifat menentukan juga membuat Negara dapat menentukan secara unilateral dan dapat pula menuntut bahwa
semua orang yang ada di dalam wilayah suatu Negara (kecuali orang asing) menjadi anggota politik Negara.
Pengertian sifat-sifat meliputi empat hal yaitu:

1. Sifat lahir, yaitu sejumlah pengaruh yang datang dari luar dan sesuai dengan
pandangan hidup bangsa Indonesia.
2. Sifat batin atau sifat bawaan Negara Indonesia antara lain berupa unsur-
unsur Negara, yang di antaranya: Kekuasaan Negara, Pendukung
Kekuasaan Negara, Rakyat, Wilayah, Adat Istiadat dan Agama.
3. Sifat yang berupa bentuk wujud dan susunan kenegaraan Indonesia, yaitu
bentuk Negara Indonesia, kesatuan organisasi Negara dan sistem
kedaulatan rakyat.
4. Sifat yang berupa potensi, yaitu kekuatan dan daya dari Negara Indonesia.
 
Teori tentang Hakikat Negara

a. Teori Sosiologis
Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, kebutuhan antar individu tersebut
membentuk suatu masyarakat. Di dalam ruang lingkup masyarakat terdapat banyak kepentingan individu
yang saling berkaitan satu sama lain dan tidak jarang pula saling bertentangan.
Maka manusia harus dapat beradaptasi dengan baik untuk menyesuaikan kepentingan-kepentingannya agar
dapat hidup dengan rukun.
 
b. Teori Yuridis
Patriarchaal
Teori yang menganut asas kekeluargaan, dimana terdapat satu orang yang bijaksana dan kuat yang
dijadikan sebagai kepala keluarga.
Patriamonial
Raja mempunyai hak sepenuhnya atas daerah kekuasaannya, dan setiap orang yang berada di wilayah
tersebut harus tunduk terhadap raja tersebut.
Perjanjian
Raja mengadakan perjanjian dengan masyarakatnya untuk melindungi hak-hak masyarakat itu, dan
jika hal tersebut tidak dilakukan maka masyarakat dapat meminta pertanggungjawaban raja.
TUJUAN NEGARA
 
Tujuan Negara tidak pernah sama dan tetap, sebagai bukti dapat disebutkan beberapa pendapat mengenai
tujuan Negara yang berbeda-beda. Petama dimulai dengan dengan pendapat Shang Yang yang merupakan
seorang menteri dari salah satu kerajaan di Tiongkok.

Tujuan Negara menurut Shang Yang ialah membentuk kekuasaan. Dimana untuk pembentukan kekuasaan ini
ia mengadakan perbedaan tajam antara Negara dan rakyat.perbedaan ini diartikan sebagai perlawanan atau
kebalikan satu terhadap yang lainnya. Shang Yang mengatakan kalau orang ingin membuat Negara kuat dan
berkuasa mutlak, maka ia harus membuat rakyatnya lemah dan miskin dan sebaliknya. Jika orang penguasa
membuat rakyatnya kuat dan makmur, maka ia harus menjadikan negaranya lemah.

Untuk membuat Negara kuat dan sentosa, satu-satunya jalan adalah tentanya yang kuat, sederhana dan
sanggup menghadapi segala bahaya. Menurutnya, kebudayaan adalah melemahkan rakyat karena kebudayaan
itu rakyat tidak berani berperang lebih-lebih karena ilmu pengetahuan rakyat tidak berani mati. Oleh karena
itu untuk menjadikan Negara kuat, rakyat dibuat lemah. Pendapat dari Shang Yang ini kontraduktif yang
mengangap hal-hal seperti budaya, moral, dan ilmu pengetahuan dimana kesemuanya sangat berharga sekali
bagi manusia dianggap sebagai penyakit-penyakit yang merugikan rakyat.
Nicolle Machiavelli

Menurut Machiavelli tujuan Negara hamper sama dengan Shang Yang yakni, tujuan Negara sebagai Negara
kekuasaan. Dalam bukunya Il Princple diartikan pemerintah itu sebagai cara untuk memperoleh kekuasaan
dan menjalankan kekuasaan itu.

Ia tidak setuju dengan moral, kebudayaan, agama dan sebagainya, karena semua hal itu akan melemahkan
raja dalam memerintah negaranya. Penguasa sebagai pemimpin Negara harus mempunyai sifat sebagai
serigala dan singa. Sebagai serigala ia dapat mengetahui dan membongkar rahasia yang bisa merobohkan
Negara karena kelicikannya. Sebagai singa ia bisa menaklukan binatang-binatang buas lainnya.

Seorang raja yang hanya meiliki sifat-sifat sebagai singa saja dianggap belum serpurna untuk memerintah. Ia
masih harus licik dan kalau perlu ia boleh memungkiri janji untuk menyelamatkan negaranya. Raja yang
lemah tentu tidak akan dapat bertahan lama dan akhirnya ia akan jatuh juga.

Machiavelli tidak setuju dengan ajaran Negara menurut Plato dan Aristotees yang kesemuanya itu
dianggapnya tidak riel atau nyata. Raja harus melihat kenyataan yang hidup di sekitarnya. Kesamaan
pendapat antara Machiavelli dengan Shang Yang terletak pada sifat-sifat kekuasaan yang dimilki Negara,
tetapi bedanya ialah bagi Machiavelli di belakang tujuan Negara kekuasaan, masih tersebunyi tujuan yang
lebih jauh lagi, yakni untuk kepentingan kehormatan dan kebahagian bangsa. Sementara bagi Shang Yang
tujuan Negara adalah kekuasaan untuk kekuasaan itu sendiri, lain tidak.
Dante

Berbeda dengan Shang Yang dan Machiavelli, maka pada abad pertengahan Dante mempunyai cita-cita
tentang tujuan Negara bahwa seluruh Negara-negara di dunia itu menjadi satu kekuasaan seorang raja.
Pendapat itu dilukiskan dalam bukunya yang berjudul De Monarchie Libri III. Tujuan yang dimaksud oleh
Dante tidak untuk memperoleh kekuasaan mutlak, tapi dengan mempersatukan semua Negara-negara di bawah
satu kekuasaa untuk membawa kemajuan umat manusia di selurh dunia terutama dalam mencapai kebahagian
hidup yang setinggi-tingginya.

Untuk menapai tujuan itu harus dijamin adanya suasana damai dan aman. Selama banyak raja-raja yang
berkuasa dalam Negara-negara, suasana aman dan damai tidak ada, karena mereka akan saling berpelarang dan
berebut kekuasaan. Keadaan yang sebaik-baiknya untuk menjamin keamanan dan damai ialah bila Negara di
dunia ini hanya satu raja saja yang diperintah oleh satu orang raja.
Walaupun Dante hamper sependapat dengan Machievelli, namun ia mempunya tujuan yang lebih tinggi, yakni
memberi kesempurnaan hidup kerohanian pada semua ummat manusia di dunia.

Dari ketiga pendapat tersebut, kesamaannya terletak pada tujuan Negara untuk mencapai kekuasaan. Berbeda
dengan ketiga pendapat tersebut di atas, menurt ajaran Kant tentang tujuan Negara adalah membentuk dan
mempertahankan hokum, atau juga disebut sebagai tujuan dari Negara hukum. Yang hendak menjamin
kedudukan hukum dari individu-individu di dalam masyarakat.
Jaminan itu juga meliputi kebebasan daripada warga negaranya yang berarti tidak boleh ada paksaan dari pihak
penguasa agar warga Negaranya tunduk pada undang-undang yang belum disetujuinya. Selain itu juga berarti
bahwa setiap warga Negara mempunyai kedudukan hokum sama dan tidak boleh diperlaukan sewenang-
wenang oleh pihak penguasa.

Untuk mencapai tujuan Negara itu maka Negara harus mengadakan pemisahan kekuasaan dimana masing-
masing kekuasaan itu mempunyai kedudukan yang sama tinggi dan sama rendah, tidak boleh pengaruh-
mempengaruhi, saling campur tangan dan bisa saling menguji. Pendapat Kant ini dipengaruhi oleh paham
Rousseua mengenai perjanjian masyarakat yang menjadi dasar bagi hubungan Negara dengan warga
negaranya.

Bagi Negara-negara Fascis sebelum perang dunia II tujuan Negara ialah memperoleh kebebasan dan kejayaan
yang sebesar-besarnya. Seperti halnya dalam uraiansebelumnya tentang arti Negara, maka Negara fascis itu
merupakan bangunan yang tinggi di dalam masyarakat. Bukan bangsa yang membentuk Negara, melainkan
Negara yang membentuk bangsa Italia. Bangsa italia merupakan suatu kesatuan moral, politik, ekonomis yang
bersatu dalam Negara. Negara merupakan pusat dari segala kegiatan-kegiatan orang italia dengan suatu disiplin
yang kuat sehingga individu-individu itu tidak mempunyai gerak yang bebas seperti halnya dengan paham
Liberarisme. Tujuan untuk mengembangkan individu-individu kea rah cita-cita yang lebih tinggi tidak ada,
melainkan hanya merupakan bagian dari bangsa italia yang bagi diri sendiri tidak berarti.
Paham lain berpendapat bahwa tujuan Negara itu tidak hanya satu, melainkan banyak dan tidak hanya
menjamin kedudukan hokum dari warga negaranya saja, tetapi kemakmuran rakyatnya dan
menyelenggarakan kebudayaannya.
Dengan masalah proklamasi kemerdekaan atau dalam kata pembukaan UUD, tujuan dari Negara RI
disebutkan sebagai berikut;

Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamauan abadi, dan keadilan sosial,
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, menurut Prof. Moh Yamin tujuan Negara ada dua macam, yakni
tujuan nasional dan tujuan internasional.

Sebagai tujuan nasional Negara RI adalah;


Kebahagian dalam negera
Kemajuan kesejahteraan umum
Kecerdasan kehidupan bangsa
Yang merupakan tujuan internasional ialah melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan;
Kemerdekaan
Perdamaian
Keadilan sosial.
Tujuan Negara

1. Melaksanakan ketertiban dunia


2. Menyelenggarakan pertahanan
3. Menegakkan keadilan
4. Mengusahakan kesejahteraan rakyat.

Sedangkan tujuan Negara Indonesia adalah yang tertulis dalam pembukaan


UUD 1945 alinea keempat:
a. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia
Fungsi Negara Menurut Ahli

Menurut Montesqueui

Ada tiga fungsi negara menurut Montesqueui yang popular dengan


nama Trias Politica, ialah:
  -  Fungsi Legislatif, membuat undang-undang;
-  Fungsi Eksekutif, melaksanakan undang-undang; dan
-  Fungsi Yudisial, mengawasi agar semua peraturan ditaati (fungsi
mengadili).
Fungsi Negara Menurut John Locke
       
 - Fungsi Legislatif, untuk membuat peraturan;
        
- Fungsi Eksekutif, untuk melaksanakan peraturan;
        
- Fungsi Federatif, untuk mengurusi urusan luar negeri dan urusan

perang dan damai.


Menurut  John Locke,

Fungsi mengadili adalah termasuk tugas dari eksekutif. Teori John


Locke tersebut kemudian disempurnakan oleh Montesquieu. Dia
membagi negara menjadi tiga fungsi, tetapi masing-masing fungsi
itu terpisah dan dilaksanakan oleh lembaga yang terpisah pula.
Fungsi Negara Menurut van Vollenhoven
van Vollenhoven membagi fungsi negara menjadi empat, yaitu:
- Regeling, membuat peraturan;
   - Bestuur, menyelenggarakan pemerintahan;
- Rechtspraak, mempunyai fungsi mengadili; dan
- Politie, mempunyai fungsi ketertiban dan
keamanan.
Ajaran van Vollenhoven ini terkenal sebagai Catur Praja. Sejarah
terus berkembang dan fungsi negara juga mengalami perubahan,
khususnya penambahan tugas untuk lembaga eksekutif, terutama
pada negara-negara yang sedang berkembang.
Fungsi Negara Menurut Goodnow
Goodnow melihat fungsi negara secara prinsipil, sehingga ia
mengutarakan 2 fungsi negara.

Terhadap policy makers, boleh dilaksanakan sistem Andrew Jackson,


sedangkan untuk policy executors tidak perlu dipakai, tapi yang
dijalankan adalah berdasarkan keahlian. Ajaran Goodnow ini disebut
juga merit system, karena menggunakan kegunaannya.
Pertemuan ke-6 dan 7
Teori Asal Mula Negara, Teori Terjadinya dan Tumbuhan Negara dan Teori
Lenyapnya Negara

Asal Mula Negara


Asal mula terjadinya negara dilihat berdasarkan pendekatan teoritis ada beberapa macam, yakni
sebagai berikut:

1. Teori Ketuhanan, Menurut teori ini negara terbentuk atas kehendak


Tuhan.
2. Teori Perjanjian, Teori ini berpendapat, bahwa negara terbentuk karena
antara sekelompok manusia yang tadinya masing-masing hidup sendiri-
sendiri, diadakan suatu perjanjian untuk mengadakan suatu organisasi
yang dapat menyelenggarakan kehidupan bersama.
3. Teori Kekuasaan, Kekuasaan adalah ciptaan mereka-mereka yang
paling kuat dan berkuasa.
TERJADINYA NEGARA
 
 Ada dua yaitu secara primer dan sekunder  
 A. Secara Primer 
 
Terjadinya Negara Secara Primer adalah teori yang membahas tentang terjadinya negara yang TIDAK dihubungkan dengan yang telah
ada sebelumnya. Tapi dilihat secara evolusi.Negara memang sudah pasti berevolusi. Karena manusialah yang lebih dulu ada dari pada
negara. Dan Manusia pula yang merencanakan, membuat atau membentuk negara.
 
Olehnya terjadinya Negara secara Primer, ber-evolusi melalui 4 tahap:
 1. Pertama-tama dimulai dari persekutuan masyarakat/suku (genootschaft). Awal kehidupan manusia dimulai dari keluarga, kemudia
terus berkembang menjadi kelompok-kelompok masyarakat hukum tertentu (suku).
 Suku sangat terikat dengan adat serta kebiasaan-kebiasaan yang disepakati. Pimpinan suku (kepala suku atau kepala adat) berkewajiban
mengatur dan menyelenggarakan kehidupan bersama.
 Peranan kepala suku dianggap sebagai primus inter pares, artinya orang yang pertama di antara yang sederajat. Kemudian, satu suku,
terus berkembang menjadi dua, tiga suku, dan seterusnya menjadi besar dan kompleks.
 Perkembangan tersebut bisa terjadi karena faktor alami atau karena penaklukan-penaklukan antar-suku
 
2. Kerajaan (Rijk)
 Kepala suku yang semula berkuasa di masyarakat hukumnya, kemudian mengadakan ekspansi dengan penaklukan-penaklukan ke daerah
lain. Hal itu mengakibatkan berubahnya fungsi kepala suku dari primus inter pares menjadi seorang raja dengan cakupan wilayah yang
lebih luas dalam bentuk kerajaan.
 
Pada tahap berikutnya, karena faktor sarana transportasi dan komunikasi yang tidak lancar, banyak daerah taklukannya yang
memberontak. Menghadapi keadaan demikian, raja segera bertindak dengan mencari dana sebanyak-banyaknya melalui perdagangan
untuk membeli senjata guna membangun tentara yang kuat dan sarana vital lainnya. Dengan tentara yang kuat, raja menjadi berwibawa
terhadap daerah-daerah kekuasaannya sehingga mulai tumbuh kesadaran akan kebangsaan dalam bentuk negara nasional.
3. Negara Nasional 
 
Pada awalnya, negara nasional diperintah oleh raja yang absolut dengan sistem pemerintahan ter-sentralisasi.
Semua rakyat dipaksa mematuhi kehendak dan perintah raja. Hanya ada satu identitas kebangsaan. Fase
demikian dinamakan fase nasional di dalam terjadinya negara.
 

4. Negara Demokrasi 
 
Dari fase negara nasional, secara bertahap rakyat mempunyai kesadaran batin dalam bentuk perasaan
kebangsaan. Adanya kekuasaan raja yang mutlak menimbulkan keinginan rakyat untuk memegang
pemerintahan sendiri, artinya kedaulatan/kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat. Rakyat berhak memilih
pemimpinnya sendiri yang dianggap dapat mewujudkan aspirasi mereka. Ini dikenal dengan kedaulatan rakyat.
Pemikiran seperti ini mendarong lahirnya negara demokrasi.
 
B. Secara Sekunder 
 
Terjadinya negara secara sekunder adalah teori yang membahas tentang terjadinya negara yang dihubungkan dengan negara-negara yang telah ada
sebelumnya. Misalnya,adanya pengakuan baik secara de facto maupun de jure. Asal mula terjadinya Negara secara Sekunder, dapat dilihat dalam
perspektif sejarah.Yaitu terjadinya Negaea berdasarkan kenyataan yang benar-benar terjadi atau diungkap berdasarkan sejarah negara yang
bersangkutan. Yakni sebagai berikut:
 
 1.Occupatie (pendudukan)
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai,kemudian diduduki, dan Contoh :
Liberia yang diduduki budak-budak Negro dimerdekakan pada tahun 1847.
 
2.Fusi (peleburan )
  Hal ini terjadi ketika negara-negara kecil yang mendiami suatu wilayah mengadakan perjanjian untuk saling melebur menjadi Negara baru.
Contoh : Terbentuknya Federasi Kerajaan Jerman pada tahun 1871.

 3. Cessie (penyerahan)


  Hal I ni terjadi ketika suatu wilayah diserahkan kepada negara lain berdasarkan suatu perjanjian tertentu.
Conyoh: Wilayah Sleeswijk diserahkan oleh Austria kepada Prusia (Jerman), karena ada perjanjian bahwa
Negara yang kalah perang harus memberikan Negara yang dikuasainya kepada negara yang menang.
Austria adalah salah satu Negara yangkalah pada PD l.

 4. Accesie (Penaikan)


  Hal ini terjadi ketika suatu wilayah terbentuk akibat penaikan Lumpur sungai atau timbul dari dasar laut
(delta). Kemudian wilayah tersebut dihuni oleh sekelompok orang sehingga terbentuknya Negara. Contoh :
wilayah negara Mesir yang terbentuk dari delta Sungai Nil.
5. Anexatie (Pencaplokan/Penguasaan)
  Suatu Negara berdiri di suatu wilayah yang dikuasai (dicaplok) oleh bangsa lain tanpa reaksi berarti.
Contoh : Ketika pembentukan Negara Israel pada tahun 1948, wilayahnya banyak mencaplok daerah
Palestina, Surih, Yordania, dan Mesir. 
6.Proclamation (Proklamasi)
  Hal ini terjadi ketika penduduk pribumi dari suatu wilayah yang diduduki oleh bangsa lain mengadakan
perjuangan (perlawanan) sehingga berhasil merebut wilayahnya kembali, dan menyatakan kemerdekaannya.
 
Contoh : Negara Republik Indonesia merdeka pada tahun 17 Agustus 1945 dari penjajahan Jepang dan
Belanda.
 
7.Innovation ( Pembentukan Baru)
Munculnya suatu negara di atas negara yang pecah kemudian lenyap. Contoh: Negara Columbia pecah
dan lenyap. Kemudian di wilayah negara itu muncul negara baru yaituVenezuela dan Columbia Baru.

 8.Separatise (pemisahan)
  Suatu wilayah Negara yang memisahkan diri dari Negara yang semula menguasainya,kemudian
menyatakan kemerdekaannya. Contoh: pada tahun 1939, Belgia memisahkan diri dari Belanda dan
menyatakankemerdekaannya.
HILANGNYA NEGARA
 
a. karena Faktor Alam
b. karena Faktor Sosial, antara lain:
- adanya penaklukan 
- adanya revolusi
- adanya penggabungan
 
Pertemuan ke-9 dan 10
Teori Bentuk Negara, Bentuk Pemerintahan dan Sistem Pemerintahan

BENTUK NEGARA, BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN

BENTUK NEGARA

Bentuk negara adalah merupakan batas antara peninjauan secara sosiologis


dan peninjauan secara yuridis mengenai negara. Peninjauan secara sosiologis
jika negara dilihat secara keseluruhan (ganzhit) tanpa melihat isinya, sedangkan
secara yuridis jika negara\peninjauan hanya dilihat dari isinya atau strukturnya.

Machiavelli dalam bukunya II Prinsipe bahwa bentuk negara (hanya ada dua
pilihan) jika tidak republik tentulah Monarkhi. Selanjutnya menjelaskan negara
sebagai bentuk genus sedangkan Monarkhi dan republik sebagai bentuk
speciesnya.
Perbedaan dalam kedua bentuk Monarkhi dan republik (Jellinek, dalam
bukunya Allgemene staatslehre) didasarkan atas perbedaan proses
terjadinya pembentukan kemauan negara itu terdapat dua kemungkinan:
Apabila cara terjadinya pembentukan kemauan negara secara psikologis
atau secara alamiah, yang terjadi dalam jiwa/badan seseorang dan nampak
sebagai kemauan seseorang/individu maka bentuk negaranya adalah
Monarkhi.Apabila cara proses terjadinya pembentukan negara secara
yuridis, secara sengaja dibuat menurut kemauan orang banyak sehingga
kemauan itu nampak sebagai kemauan suatu dewan maka bentuk
negaranya adalah republik.
Bentuk Negara pada Zaman Yunani Kuno

Menurut Plato terdapat lima macam bentuk negara yang sesuai dengan sifat tertentu
dan jiwa manusia, yaitu sebagai berikut.

Aristokrasi yang berada di puncak. Aristokrasi adalah pemerintahan oleh aristokrat


(cendikiawan) sesuai dengan pikiran keadilan. Keburukan mengubah aristokrasi
menjadi:Timokrasi, yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang ingin mencapai
kemasyhuran dan kehormatan. Timokarsi ini berubah menjadi:Oligarkhi, yaitu
pemerintahan oleh para (golongan) hartawan. Keadaan ini melahirkan milik partikulir
maka orang-orang miskin pun bersatulah melawan kaum hartawan dan
lahirlah:Demokrasi, yaitu pemerintahan oleh rakyat miskin (jelata). Oleh karena salah
mempergunakannya maka keadaan ini berakhir dengan kekacauan atau
anarkhi.Tirani, yaitu pemerintahan oleh seorang penguasa yang bertindak dengan
sewenang-wenang.
Menurut Aristoteles terdapat tiga macam bentuk negara yang dibaginya
menurut bentuk yang ideal dan bentuk pemerosotan, yaitu sebagai
berikut.

Bentuk ideal Monarkhi bentuk pemerosatan Tirani/Diktator. Bentuk ideal


Aristokrasi bentuk pemerosotanya Oligarkhi/Plutokrasi. Bentuk ideal
Politea bentuk pemerosotannya Demokrasi.
Bentuk Negara pada Zaman Pertengahan

Pengertian lain dari bentuk negara dikemukakan oleh beberapa sarjana


sejak akhir zaman pertengahan yang hingga saat ini masih diakui oleh
banyak sarjana-sarjana yang berpaham modern.
Pengertian yang dimaksud adalah bentuk negara kerajaan atau
Republik. Pengertian ini diajarkan oleh Machiavelli yang
menyebutkan bahwa negara itu kalau bukan Republik (Republica),
tetapi Kerajaan.
Bentuk Negara pada Zaman Sekarang

Tiga aliran yang didasarkan pada bentuk negara yang sebenarnya, yaitu sebagai
berikut.
Paham yang menggabungkan persoalan bentuk negara dengan bentuk
pemerintahan. Paham yang membahas bentuk negara itu, atas dua golongan, yaitu
demokrasi atau diktaktor. Paham yang mencoba memecahkan bentuk negara
dengan ukuran-ukuran/ketentuan yang sudah ada.
Pendapat yang menggabungkan bentuk negara (staatvorm) dengan bentuk
Pemerintahan (regeringvorm) terdiri dari berikut ini.
Bentuk pemerintahan di mana terdapat hubungan yang erat antara badan eksekutif
dan badan legislatif. Bentuk pemerintahan di mana terdapat pemisahan yang tegas
antara badan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Bentuk pemerintahan di mana terdapat pengaruh/pengawasan yang langsung dari
rakyat terhadap badan legislatif.
Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan terdiri dari dua suku kata, yaitu “sistem” dan “pemerintahan”. Kata
“sistem” berarti menunjuk pada hubungan antara pelbagai lembaga negara sedemikian rupa
sehingga merupakan suatu kesatuan yang bulat dalam menjalankan mekanisme kenegaraan.
Dalam praktik penyelenggaraan suatu negara jika kita tinjau dari segi pembagian kekuasaan
negara bahwa organisasi pemerintahan negara itu bersusun, bertingkat dan terdiri atas berbagai
macam alat perlengkapan (organ) yang berbeda satu sama lain berdasar tugas dan fungsi masing-
masing (pembagian secara horizontal) maupun dalam satu bagian dibagi menjadi organ yang
lebih tinggi dan rendah (pembagian secara vertikal).
Perbedaan Monarkhi dan Republik lebih jelasnya dapat dibedakan sebagai berikut:

Kerajaan atau Monarkhi, ialah negara yang dikepali oleh seorang Raja
dan bersifat turun-temurun dan menjabat untuk seumur hidup. Selain
Raja, kepala negara suatu Monarkhi dapat berupa Kaisar atau Syah
(kaisar Kerajaan Jepang, Syah Iran dan sebagainya).
(Contoh Monarkhi Inggris, Belanda, Norwegia, Swedia, Muang
Thai).Republik: (berasal dari bahasa Latin: Res Publica = kepentingan
umum), ialah negara dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai oleh
Seorang Presiden sebagai Kepala Negara yang dipilih dari dan oleh
rakyat untuk suatu masa jabatan tertentu (Amerika Serikat 4 tahun
Indonesia 5 tahun). Biasanya Presiden dapat dipilih kembali setelah
habis masa jabatannya.
Beberapa sistem Monarkhi, yaitu sebagai berikut.

Monarkhi Mutlak (absolut): Seluruh kekuasaan dan wewenang tidak terbatas (kekuasaan mutlak).
Perintah raja merupakan undang-undang yang harus dilaksanakan. Kehendak raja adalah kehendak
rakyat. Terkenal ucapan Louias ke-XIV dari Prancis: L’Etat cest moi (Negara adalah saya).

Monarkhi konstitusional ialah Monarkhi, di mana kekuasaan raja itu dibatasi oleh suatu Konstitusi
(UUD). Raja tidak boleh berbuat sesuatu yang bertentangan dengan konstitusi dan segala
perbuatannya harus berdasarkan dan sesuai dengan isi konstitusi.

Monarkhi parlementer ialah suatu Monarkhi, di mana terdapat suatu Parlemen (DPR), terhadap
dewan di mana para Menteri, baik perseorangan maupun secara keseluruhan bertanggung jawab
sepenuhnya.
Dalam sistem parlementer, raja selaku kepala negara itu merupakan lambang kesatuan
negara, yang tidak dapat diganggu gugat, tidak dapat dipertanggungjawabkan (The
King can do no wrong), yang bertanggung jawab atas kebijaksanaan pemerintah
adalah Menteri baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun seseorang untuk
bidangnya sendiri (sistem pertanggungjawaban menteri: tanggung jawab politik,
pidana dan keuangan).
Seperti halnya dengan Monarkhi maka Republik itupun mempunyai sistem-sistem:
Republik mutlak (absolut),Republik Konstitusional,Republik Parlementer.

Republik mutlak (absolut), Republik Konstitusional, Republik Parlementer.


Ke dalam pengertian bentuk pemerintah termasuk juga diktatur. Diktatur
adalah negara yang diperintah oleh seorang diktator dengan kekuasaan
mutlak. Diktator memperoleh kekuasaan yang tak terbatas itu bukan karena
hak turun-temurun (raja) melainkan karena revolusi yang dipimpinnya. Ia
memerintah selama ia dapat mempertahankan dirinya.
Inggris yang merupakan Negara Kesatuan (Unitary State) dan juga
Kerajaan (United Kingdom) ini tampak bahwa jabatan Perdana Menteri
sangat kuat, sekarang bagaimanakah kedudukan Parlemen. Parlemen terdiri
dari dua kamar (bicameral), yaitu sebagai berikut.
House of Commons (diketuai Perdana Menteri).House of Lord (merupakan
warisan).
Saat ini partai-partai yang memperebutkan kekuatan di Parlemen adalah Partai Konservatif dan Partai
Buruh (yang berasal dari paham liberalisme kemudian berubah menjadi paham sosialisme).

Kedudukan Parlemen dikatakan kuat karena selain diisi oleh orang-orang dari partai yang menang dalam
Pemilihan Umum, bukankah PM berasal dari kalangan mereka yang memerintah selama kekuasaan
masih diberikan padanya. Namun, begitu oposisi dibiarkan subur bertambah hingga demokrasi dapat
berjalan lancar. Cara seperti ini banyak dicontoh negara-negara lain terutama bekas jajahannya. Cara
atau sistem pemerintahan yang memperlihatkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat (Parliament
Sovereignty) ini membuat Inggris dikenal sebagai Induknya Parlemen (Mother of Parliament).

Dalam hal Pemerintahan Daerah, bukan Inggris yang mencontoh Amerika Serikat, tetapi Amerika
Serikatlah yang meniru Inggris, yaitu sampai pada tingkat tertentu didesentralisasikan, dengan
kekuasaan di tangan Council yang dipilih oleh rakyat di daerah masing-masing. Inggris adalah negara
penjajah nomor satu di dunia, yaitu jauh di atas Portugis, Spanyol, Belanda dan Perancis. Bahkan
separuh dunia ini pernah dijajah oleh Inggris. Mengapa Inggris harus menjajah? Berbagai alasan
penyebabnya, di antaranya karena alasan ekonomi, politik, sosial budaya.
Dalam proses perjalanan kepartaian di Amerika Serikat sudah menjadi kebiasaan bahwa:

Partai yang kalah dalam pemilu harus segera menyusun program lanjutan dan berusaha mendapatkan
dukungan pressure group.Tiap-tiap partai politik meningkatkan kepercayaan masyarakat, atas dasar
kepribadian masing-masing partai.Menanamkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa tujuan
partai politik adalah untuk kesejahteraan umum.Meng-sinkronnisasi-kan kepentingan-kepentingan
yang bertentangan.Merupakan golongan profesional sebagai pembuat undang-undang.

Dalam pemisahan kekuasaan berusaha untuk betul-betul seperti kehendak Montesquieu, yaitu
dengan tegas dipisahkan antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sehingga menjadi “check
and balance” yang betul-betul sempurna antara lembaga-lembaga kekuasaan tersebut (cheking
power with power).

Legislatif di Amerika Serikat adalah becameral (dua kamar), yaitu sebagai berikut.
1. Senate, Yaitu sama jumlah wakil (senator) dalam setiap negara bagian, yaitu dua orang senator. 2.
House of Representative, Yaitu tergantung jumlah penduduk pada negara-negara bagian, 30.000
orang mempunyai 1 wakil, tetapi batas seluruhnya harus 435 orang (peraturan sejak 1910).
Ada dua macam kabinet ekstra parlementer dalam sejarah ketatanegaraan
Belanda dan Indonesia.

Zaken kabinet, yaitu suatu kabinet yang mengikat diri untuk


menyelenggarakan suatu program yang terbatas.National Kabinet
(Kabinet Nasional), yaitu suatu kabinet yang menteri-menterinya diambil
dari berbagai golongan masyarakat. Kabinet macam ini biasanya dibentuk
dalam keadaan krisis di mana komposisi kabinet diharap mencerminkan
persatuan nasional.
Bentuk-bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan adalah suatu sustem yang mengatur antara alat alat perlengkapan negara dan
hubungan antara alat-alat negara itu. Bentuk-bentuk pemerintahan dapat di lihat dari dua sisi, yakni:
 
1. Di lihat dari jumlah orang yang memerintah
2. Dilihat dari cara-cara orang memerintah
a. Dilihat dari jumlah orang yang memerintah
1. Ajaran Plato (429-347 SM)
2. Ajaran Aristoteles (384-322 SM)
3. Ajaran Polybios (204-122 SM)
b. Dilihat dari cara-cara orang memerintah
Menurut Leong Duguit, dilihat dari sisi ini ada dua, yakni bentuk
pemerintah Monarki dan Republik.
Bentuk pemerintahan Monarki adalah bentuk pemerintahan yang di kepalai seorang raja, ratu,
sultan, atau kaisar yang sifatnya turun temurun dengan masa jabatan seumur hidup.Bentuk
pemerintahan Monarki dapat dibedakan,
yakni:
1. Monarki Absolut, Monarki ini adalah bentuk pemerintahan yang dikepalai seorang raja, ratu,
sultan atau kaisar dengan memegang kekuasaannya tanpa dibatasi atau tidak terbatas. Contohya
di perancis Louis XIV, semboyannya “L etat C est Moi” ( negara adalah saya). Disini kekuasaan
raja meliputi bidang eksekutif, legislative dan yudikatif.

2. Monarki Konstitusional, Monarki ini adalah bentuk pemerintahan yang dikepalai seorang raja,
ratu, sultan atau kaisar dalam memegang kekuasaan dan wewenangnya dibatasi oleh suatu
Undang-Undang Dasar (konstitusi).

3. Monarki Parlementer, Monarki ini adalah bentuk pemerintahan dimana kepala negaranya
seorang raja,ratu,sultan,atau kaisar dan kepala pemerintahannya di pegang oleh perdana menteri
yang di angkst dan diberhentikan oleh parlemen serta tanggung jawab pun pada parlemen.
Bentuk pemerintahan Republik adalah bentuk pemerintahan yang dikepalai oleh seorang
presiden yang diangkat dan diberhentikan oleh rakyat dengan masa jabatan tertentu. Bentuk
pemerintahan Republik dapat dibedakan, yakni:

1. Republik Absolut, Republik ini adalah bentuk pemerintahan yang dikepalai seorang presiden
dimana kekuasaan dan wewenangnya tanpa dibatasi sebuah konstitusi atau ada konstitusi
namun diabaikan dan legislatif pun mungkin ada, tapi tidak berfungsi.

2. Tepublik Konstitusional, Republik ini adalah bentuk pemerintahan yang dikepalai seorang
presiden, dimana kekuasaan dan wewenangnya dibatasi oleh konstitusi, di sini lembaga
legislatif berfungsi.

3. Republik Parlementer
Republik Parlementer adalah bentuk pemerintahan, dimana kepala negaranya seorang presiden
dan kepala pemerintahannya seorang perdana menteri yang diangkat dan diberhentikan oleh
parlemen serta bertanggung jawab pada parlemen.
Sistem Pemerintahan Presidensial

Konsep sistem pemerintahan presidensial berasal dari konsep Trias


Politica,yaitu konsep tentang pemisahan kekuasaan . Sistem
presidensial (presidensial), atau disebut juga dengan sistem
kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di
mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan
kekuasanlegislatif.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial

1. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung


pada parlemen.
2. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangkawaktu tertentu.
Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat
tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun.
3. Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan
dengan jangka waktu masa jabatannya.
4. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan
eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota
parlemen sendiri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial

a. Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislati


sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
b. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas
c. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnyahasil tawar menawar antara
eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan
waktu yang lama.

Negara-negara yang menerapkan sistem pemerintahan


presidensial, di antaranya;
- Amerika Serikat
- Swiss
- Cina
Sistem Pemerintahan Parlementer
Pada sistem ini terdapat hubungan yang erat antara badan eksekutif
dengan badan perwakilan rakyat (parlemen). Sistem parlementer
adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki
peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen
memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen
pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara
mengeluarkan semacam mosi tidak percaya.
Ciri-ciri pemerintahan parlemen

1. Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala


pemerintahan sedangkan kepala negara dikepalai oleh presiden/raja.
2. Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi
berdasarkan undang-undang.
3. Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
4. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan
legislatif.
5. Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan
legislatif.
6. Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer

1. Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi


penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan
eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.

2. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public jelas.

3. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet
menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer

Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen


sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen. Kelangsungan kedudukan
badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya
karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar Kabinet dapat mengendalikan parlemen.

Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai
meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar di parlemen dan partai, anggota kabinet dapat
mengusai parlemen.

Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka


menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri
atau jabatan eksekutif lainnya.
Perbedaan Sistem pemerintahan Presidensial Dan Parlementer

Sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting


dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang
dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat
menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam
mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensil, di mana sistem
parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana
menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan.
Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya
pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya
menjadi simbol kepala negara saja.
A. BENTUK NEGARA
 
a.Kesatuan
b.Serikat/Federal
 
B. BENTUK PEMERINTAHAN

a. Republik
b.Monarkhi/Kerajaan
 
C. SISTEM PEMERINTAHAN
 
a.Kabinet Presidensial
b.Kabinet Parlementer
PAHAM PEMERINTAHAN atau PAHAM TUJUAN NEGARA
 
a.Paham Fasisme;
b.Paham Liberalisme/Individualisme/Kapitalisme;
c.Paham Sosialisme; dan
d.Paham Integralistik.
 
SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER DAN PRESIDENSIAL

A.Sistem Pemerintahan Parlementer 

Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer, antara lain sebagai berikut.


a) Kekuasaan legislatif (DPR) lebih kuat daripada kekuasaan eksekutif (pemerintah =perdana menteri).
b) Menteri-menteri (kabinet) harus mempertanggungjawabkan semua tindakannyakepada DPR.
Artinya, kabinet harus mendapat kepercayaan (atau mosi) dariparlemen.
 
c) Program-program kebijaksanaan kabinet harus disesuaikan dengan tujuan politiksebagian besar
anggota parlemen. Bila kabinet melakukan penyimpangan terhadapprogram-program kebijaksanaan
yang dibuat, maka anggota parlemen dapatmenjatuhkan kabinet dengan memberikan mosi tidak
percaya kepada pemerintah ataukabinet.
d) Kedudukan kepala negara (raja, ratu, pangeran atau kaisar) hanya sebagailambang atau simbol yang
tidak dapat diganggu gugat.
 
B. Sistem Pemerintahan Presidensial
 Sistem pemerintahan presidensial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Dikepalai oleh seorang presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif (kepalapemerintahan sekaligus
sebagai kepala negara).

Kekuasaan eksekutif presiden dijalankan berdasarkan kedaulatan rakyat yangdipilih dari dan oleh
rakyat, dengan atau tanpa melalui badan perwakilan.

Presiden mempunyai hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikanpara pembantunya


(menteri), baik yang memimpin departemen maupunnondepartemen.

Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada presiden dan bukan kepadaDPR.

Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Oleh sebab itu, antarapresiden dan DPR tidak dapat
saling menjatuhkan atau membubarkan
 
Pertemuan ke-11
Teori Kedaulatan Tuhan, Kedaulatan Raja, Kedaulatan Negara,
Kedaulatan Rayat, Kedaulatan Hukum
Asal mula terjadinya negara dilihat berdasarkan pendekatan teoritis ada beberapa macam, yakni
sebagai berikut:

1. Teori Ketuhanan, Menurut teori ini negara terbentuk atas kehendak


Tuhan.
2. Teori Perjanjian, Teori ini berpendapat, bahwa negara terbentuk karena
antara sekelompok manusia yang tadinya masing-masing hidup sendiri-
sendiri, diadakan suatu perjanjian untuk mengadakan suatu organisasi
yang dapat menyelenggarakan kehidupan bersama.
3. Teori Kekuasaan, Kekuasaan adalah ciptaan mereka-mereka yang
paling kuat dan berkuasa.
Teori Kedaulatan, setelah asal usul negara itu jelas maka orang-orang tertentu didaulat menjadi penguasa
(pemerintah). Teori kedaulatan ini meliputi: Teori Kedaulatan Tuhan, menurut ini kekuasaan tertinggi
dalam negara itu adalah berasal dari Tuhan.
 
Teori Kedaulatan Hukum, Menurut teori ini bahwa hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit dari
kesadaran hukum manusia dan bahwa hukum merupakan sumber kedaulatan.
 
Teori Kedaulatan Rakyat, Teori ini berpendapat bahwa rakyatlah yang berdaulat dan mewakili
kekuasaannya kepada suatu badan, yakni pemerintah.

Teori Kedaulatan Negara, Teori ini berpendapat bahwa negara merupakan sumber kedaulatan dalam
negara. Kemudian, teori asal mula terjadinya negara, juga dapat dilihat berdasarkan proses
pertumbuhannya yang dibedakan menjadi dua, yaitu terjadinya negara secara primer dan teori terjadinya
negara secara sekunder.
1. Teori Kedaulatan Tuhan

Teori ini merupakan teori kedaulatan yang pertama dalam sejarah, mengajarkan bahwa negara dan
pemerintah mendapatkan kekuasaan tertinggi dari Tuhan sebagai asal segala sesuatu (Causa Prima). Menurut
teori ini, kekuasaan yang berasal dari Tuhan itu diberikan kepada tokoh-tokoh negara terpilih, yang secara
kodrati ditetapkan-Nya menjadi pemimpin negara dan berperan selaku wakil Tuhan di dunia. Teori ini
umumnya dianut oleh raja-raja yang mengaku sebagai keturunan dewa, misalnya para raja Mesir Kuno,
Kaisar Jepang, Kaisar China, Raja Belanda (Bidde Gratec Gods, kehendak Tuhan), Raja Ethiopia (Haile
Selasi, Singa penakluk dari suku Yuda pilihan Tuhan).

Demikian pula dianut oleh para raja Jawa zaman Hindu yang menganggap diri mereka sebagai penjelmaan
Dewa Wisnu. Ken Arok bahkan menganggap dirinya sebagai titisan Brahmana, Wisnu dan Syiwa sekaligus.
Pelopor teori kedaulatan Tuhan antara lain: Augustinus (354-430), Thomas Aquino (1215-1274), juga F.
Hegel (1770-1831) dan F.J. Stahl (1802-1861).

Karena berasal dari Tuhan, maka kedaulatan negara bersifat mutlak dan suci. Seluruh rakyat harus setia dan
patuh kepada raja yang melaksanakan kekuasaan atas nama dan untuk kemuliaan Tuhan. Menurut Hegel, raja
adalah manifestasi keberadaan Tuhan. Maka, raja/ pemerintah selalu benar, tidak mungkin salah.
2. Teori Kedaulatan Raja

Dalam Abad Pertengahan Teori Kedaulatan Tuhan berkembang menjadi Teori Kedaulatan Raja, yang
menganggap bahwa raja bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Kekuasaan raja berada di atas
konstitusi. Ia bahkan tak perlu menaati hukum moral agama, justru karena “status”-nya sebagai
representasi/ wakil Tuhan di dunia. Maka, pada masa itu kekuasaan raja berupa tirani bagi rakyatnya.
Peletak dasar utama teori ini adalah Niccolo Machiavelli (1467-1527) melalui karyanya, Il Principe.
Ia mengajarkan bahwa negara harus dipimpin oleh seorang raja yang berkekuasaan mutlak.

Sedangkan Jean Bodin menyatakan bahwa kedaulatan negara memang dipersonifikasikan dalam
pribadi raja, namun raja tetap harus menghormati hukum kodrat, hukum antarbangsa, dan konstitusi
kerajaan (leges imperii). Di Inggris, teori ini dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679) yang
mengajarkan bahwa kekuasaan mutlak seorang raja justru diperlukan untuk mengatur negara dan
menghindari homo homini lupus.
3. Teori Kedaulatan Negara

Menurut teori ini, kekuasaan tertinggi terletak pada negara. Sumber kedaulatan adalah negara, yang
merupakan lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa. Kedaulatan timbul bersamaan dengan
berdirinya suatu negara. Hukum dan konstitusi lahir menurut kehendak negara, diperlukan negara,
dan diabdikan kepada kepentingan negara. Demikianlah F. Hegel mengajarkan bahwa terjadinya
negara adalah kodrat alam, menurut hukum alam dan hukum Tuhan. Maka kebijakan dan tindakan
negara tidak dapat dibatasi hukum. Ajaran Hegel ini dianggap yang paling absolut sepanjang sejarah.

Para penganut teori ini melaksanakan pemerintahan tiran, teristimewa melalui kepala negara yang
bertindak sebagai diktator. Pengembangan teori Hegel menyebar di negara-negara komunis. Peletak
dasar teori ini antara lain: Jean Bodin (1530-1596), F. Hegel (1770-1831), G. Jellinek (1851-1911),
Paul Laband (1879-1958).
4. Teori Kedaulatan Hukum
Berdasarkan pemikiran teori ini, kekuasaan pemerintah berasal dari hukum yang berlaku. Hukumlah
(tertulis maupun tidak tertulis) yang membimbing kekuasaan pemerintahan. Etika normatif negara
yang menjadikan hukum sebagai “panglima” mewajibkan penegakan hukum dan penyelenggara
negara dibatasi oleh hukum. Pelopor teori Kedaulatan Hukum antara lain: Hugo de Groot, Krabbe,
Immanuel Kant dan Leon Duguit.

5. Teori Kedaulatan Rakyat (Teori Demokrasi)


Teori ini menyatakan bahwa kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Pemerintah harus
menjalankan kehendak rakyat. Ciri-cirinya adalah: kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat (teori
ajaran demokrasi) dan konstitusi harus menjamin hak azasi manusia.
Pertemuan ke-12
Negara Abad Pertengahan, Negara Kesejahteraan Klasik, Negara
Kesejahteraan Modern

TEORI – TEORI NEGARA PADA ABAD PERTENGAHAN


ABAD PERTENGAHAN
- Abad Pertengahan (479-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai “Abad  kegelapan”, karena pada abad ini peran gereja
sangat dominan, sehingga sangat membelenggu kehidupan manusia, ilmu pengetahuan tidak berkembang, sehingga para
ahli fikir tidak bisa bebas dalam mengembangkan pemikirannya. dalam perjalanannya kita dapat menyelidiki beberapa
orang tokoh filsuf yang menyumbangkan pemikirannya dalam bidang Negara dan Hukum.
- Menurut Herman (2007-27), pada zaman ini dikenal aliran filsafat patristik dan skolastik berdasarkan Theos. Filsuf
terkenal pada masa ini adalah Agustinus (354-43 SM) dan Thomas Aquinas (1225-1275) yang memunculkan ajaran
Tomisme. Selain itu, dikenal juga filsuffilsuf muslim pada zaman keemasan abad pertengahan, yaitu Al-Kindi, Al-Farabi,
Ibnu Sina, Ibnu Rusjd, dan Al-Ghazali yang menunjukkan hubungan mata rantai dengan sejarah filsafat Yunani (adanya
semboyan mitos-logos-theos). Thomas Aquinas (1225-1227) merupakan murid dari Albertus Agung yang mengembangkan
pemikiran Aristoteles. Filsafatnya adlah theologis yang memadukan pemikiran Agustinus dan Neo Platomisme dengan
 mempergunakan pemikiran Arilstoteles.
Ciri-ciri dan Tipe negara abad pertengahan

Pada abad pertengahan, tokoh-tokoh yang memberikan gagasan serta konsep dari suatu negara antara lain :

1. Plotinus
Dikenal dengan Neoplatonisme, aliran yang berupaya menggabungkan ajaran Plato dan Aristoteles dikenal dengan sebutan
neoplatonisme, yang merupakan puncak terakhir dalam sejarah filsafat Yunani.aliran ini bermaksud menghidupkan kembali
filsafat Plato. tetapi itu tidak berarti bahwa pengikut-pengikutnya tidak dipengaruhi oleh filsuf-filsuf lain, seperti Aristoteles misalnya dan
aliran Stoa. ajaran plotinus tentang negara tidak begitu banyak ditemukn dalam referensi sejarah. Ia hanya mengatakan Bahwa seseorang
adalah wajar memenuhi tugas-tugasnya sebagi warga negara sekalipun ia tidak tertarik pada masalah politik.

2. Agustinus

Bukunya yang terkenal ialah : Civitas Dei atau Negara Tuhan


Civitas dei merupakan kerajaan Tuhan yang abadi, tetapi semangat keduniawian terdapat dalam Gereja Kristus sebagai wakil dari civitas
dei di dunia yang fana.
Civitas Terrena (Diabolis) atau negara setan
Merupakan hasil kerja setan atau keduniawian. Jika sudah mendapat ampunan dari Tuhan, barulah civitas terrena menjadi baik.
Civitas terrena mengabdikan diri pada civitas dei. Oleh karena itu dalam civitas terrena terjadi percampuran antara agama,
ilmu pengetahuan dan kesenian. Civitas terrena merupakan persiapan menuju civitas dei.
Imperium Romawi dapat dimisalkan dengan civitas terrena yang tumbuh, berkembang dan akhirnya musnah karena keserakahan. Agar
jangan sampai hal tersebut terulang kembali, maka pemimpin negara harus memimpin dengan semangat civitas dei yaitu mempraktekkan
dan menganjurkan agar agama Kristen dimasukkan ke dalam negara seperti yang telah dijalankan oleh Konstantin Theodisius di
Konstatinopel
Kesimpulannya adalah bahwa pada waktu itu yang memegang peranan penting adalah negara, segala sesuatu harus tunduk pada agama.
Negara dipersiapkan untuk menjadi negara Tuhan. Keberadaan negara-negara di dunia adalah untuk memberantas musuh-musuh gereja.
3. Thomas Aquino
 
Thomas Aquino merupakan tokoh dari aliran hukum alam.
Menurut sumbernya, hukum alam dapat berupa :
Hukum alam yang bersumber dari Tuhan (irrasional)
Hukum alam yang bersumber dari rasio manusia.
Dalam buku-bukunya yang sangat terkenal, Summa Theologica dan De Regimene Principum, Thomas Aquino
membentangkan pemikiran hukum alamnya yang banyak mempengaruhi gereja dan bahkan menjadi dasar pemikiran gereja
hingga saat ini.
Thomas Aquino membagi hukum ke dalam 4 golongan hukum, yaitu :
Lex Aeterna, Merupakan rasion Tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan merupakan sumber dari segala hukum. Rasio
ini tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia.
Lex Divina, Merupakan bagian dari rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia berdasarkan waktu yang diterimanya.
Lex Naturalis, Merupakan hukum alam yaitu yang merupakan penjelmaan dari lex aeterna di dalam rasio manusia.
Lex Positivis, Hukum yang berlaku dan merupakan pelaksanaan dari hukum alam oleh manusia berhubung dengan syarat
khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia.
Hukum positif terdiri dari hukum positif yang dibuat oleh Tuhan, seperti yang terdapat dalam kitab suci dan hukum positif
buatan manusia.
Mengenai konsepsinya tentang hukum alam, Thomas Aquino membagi asas-asas hukum alam dalam dua jenis, yaitu :
Principia Prima (asas-asas umum)
Yaitu asas-asas yang dengan sendirinya dimiliki oleh manusia sejak kelahirannya, berlaku mutlak dan tidak dapat berubah
dimanapun dan dalam keadaan apapun. Oleh karena itu manusia diperintahkan untuk berbuat baik dan dilarang melakukan
kejahatan, sebagaimana yang terdapat dalam 10 perintah Tuhan.
Principia Secundaria, asas-asas yang diturunkan dari asas-asas umum
4. Dante Alighieri
 
Pada tahun 1313, Dante menerbitkan bukunya, De Monarchia, salah satu karya besarnya dan merupakan satu-satunya peninggalan Dante yang
merupakan karya kenegaraan. Dalam bukunya, Dante memimpikan suatu kerajaan dunia yang melawan kerajaan Paus. Kerajaan dunia tersebut yang
akan menyelenggarakan perdamaian dunia.
Tujuan negara menurut Dante adalah untuk menyelenggarakan perdamaian dunia dengan cara memberlakukan undang-undang yang sama bagi
semua umat.
De Monarchia terdiri atas 3 bab, yaitu :
Bab I mempersoalkan kerajaan dunia.
Pada bab I, Dante menekankan perlunya kerajaan dunia, yaitu untuk kepentingan dunia itu sendiri dalam rangka menyelenggarakan perdamaian
dunia.
Kerajaan dunia merupakan kemerdekaan dan keadilan tertinggi. Rakyat yang hidup dengan berbagai peraturan yang berbeda diatasi dengan peraturan
yang dapat menciptakan kerjasama diantara masyarakat.
Kerajaan dunia (imperium) merupakan satu kesatuan kekuasaan, sebab jika kerajaan dibagi maka akan musnah.
Bab II menyelidiki apakah kaisar Jerman itu merupakan kaisar yang sah?
Bab III membahas apakah kekuasaan kaisar berasal dari Tuhan atau berasal dari perantara?
Genesis dianggap sebagai sumber bagi teori Innocentius III untuk Teori Cahayanya sebagai kunci kekuasan Paus yang berasal dari Mattheus, Teori
Dua Belah Pedang dari Bernard Clairvaux, demikian pula ajaran Hadiah dari Constantin.
Semua teori tersebut ditafsirkan oleh Dante sehingga akhirnya dia menyimpulkan bahwa kaisar memperoleh kekuasaan langsung dari Tuhan untuk
memerintah dan mengurus negara, dan tidak bergantung pada perantara yang menjelma dalam diri Paus. Paus hanya berkuasa dalam segala hal yang
berkaitan dengan rohani.
Pendapat Dante didukung oleh golongan Franciskaan, yaitu para paderi yang menganjurkan agar Paus bersifat pendeta kembali yang hidup dengan
sederhana dan semata-mata untuk kesucian Tuhan. oleh karena itu, Paus jangan mencampuri urusan kemewahan dunia yang dapat
merusak kepercayaan rakyat.
Teori Cahaya :
Golongan Canonist berpendapat bahwa Paus memperoleh kekuasaan yang asli di atas dunia ini. Raja tidak memiliki kekuasaan yang asli sebab
kekuasaannya berasal dan diturunkan dari Paus yang asli. Seperti halnya matahari dan bulan, Paus adalah matahari yang bersinar sedangkan bulan
adalah raja yang mendapat sinar dari matahari.
Teori Negara Kesejahteraan (Welfare state) dan Negara Hukum Modern (Rechtstaat)
 
Negara merupakan aktor pertama dan utama yang bertanggung jawab mencapai janji kesejahteraan kepada rakyatnya,
terutama memainkan peran distribusi sosial (kebijakan sosial) dan investasi ekonomi (kebijakan ekonomi) fungsi dasar
negara adalah mengatur untuk menciptakan law and order dan mengurus untuk mencapai kesejahteraan/welfare. Menurut
Bessant, Watts, Dalton dan Smith ide dasar negara kesejahteraan beranjak dari abad ke-18 ketika Jeremy Bentham (1748-
1832) mempromosikan gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest happiness (atau
welfare) of the greatest number of their citizens.

Bentham menggunakan istilah ‘utility’ (kegunaan) untuk menjelaskan konsep kebahagiaan atau kesejahteraan. Berdasarkan
prinsip utilitarianisme yang ia kembangkan, Bentham berpendapat bahwa sesuatu yang dapat menimbulkan kebahagiaan
ekstra adalah sesuatu yang baik. Sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk. Menurutnya, aksi-aksi
pemerintah harus selalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagian sebanyak mungkin orang. Gagasan Bentham mengenai
reformasi hukum, peranan konstitusi dan penelitian sosial bagi pengembangan kebijakan sosial membuat ia dikenal
sebagai “bapak kesejahteraan negara” (father of welfare states).

Konsep welfare state atau social service-state, yaitu negara yang pemerintahannya bertanggung jawab penuh untuk
memenuhi berbagai kebutuhan dasar sosial dan ekonomi dari setiap warga negara agar mencapai suatu standar hidup yang
minimal, merupakan anti-tesis dari konsep “negara penjaga malam” (Nachtwakerstaat) yang tumbuh dan berkembang di
abad ke 19. Di dalam negara penjaga malam atau negara hukum dalam arti sempit (rechtstaat in engere zin), pemerintah
hanya mempertahankan dan melindungi social serta ekonomi berlandaskan asas “leissez faire, laissez aller”. Konsep
welfare staat administrasi negara diwajibkan untuk berperan secara aktif di seluruh aspek kehidupan masyarakatnya.
Dengan begitu sifat khas dari suatu pemerintahan modern (negara hukum modern) adalah terdapat pengakuan dan
penerimaan terhadap peran-peran yang dilakukan sehingga terbentuk suatu kekuatan yang aktif dalam rangka
membentuk/menciptakan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan.
Pengakuan kepada suatu negara sebagai negara hukum (government by law) sangat penting, karena kekuasaan negara dan
politik bukanlah terbatas (tidak absolute). Perlu pembatasan-pembatasan terhadap kewenangan dan kekuasaan negara dan
politik tersebut, untuk menghindari kesewenang-wenangan dari pihak penguasa dalam negara hukum tersebut, pembatasan
terhadap kekuasaan negara haruslah dilakukan dengan jelas, yang tidak dapat dilanggar oleh siapapun. Karena itu, dalam
negara hukum, hukum memainkan peranannya yang sangat penting, sehingga sejak kelahiarannya konsep negara hukum
memang dimaksudkan sebagai usaha untuk membatasi kekuasaan penguasa negara agar tidak menyalahgunakan kekuasaan
untuk menindas rakyatnya (abuse of power).

Negara hukum adalah suatu sistem kenegaraan yang diatur berdasarkan hukum yang berlaku yang berkeadilan yang
tersusun dalam suatu konstitusi, dimana semua orang dalam negara tersebut, baik yang diperintah maupun yang
memerintah, harus tunduk pada hukum yang sama, sehingga setiap orang yang sama diperlakukan sama dan setiap orang
berbeda diperlakukan berbeda dengan dasar pembeda yang rasional tanpa memandang perbedaan warna kulit, ras, gender,
agama, daerah, dan kepercayaan, dan kewenangan pemerintah dibatasi berdasarkan suatu prinsif distribusi kekuasaan,
sehingga pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang dan tidak melanggar hak-hak rakyat diberikan peran sesuai
kemampuan dan peranannya secara demokratis.

Negara hukum itu sendiri pada hakikatnya berakar dari konsep teori kedaulatan hukum yang pada prinsipnya kekuasaan
tertinggi di dalam suatu negara adalah hukum, oleh sebab itu seluruh alat kelengkapan negara apapun namanya termasuk
warga negara harus tunduk dan patuh serta menjunjung tinggi hukum tanpa kecuali, Krabe dalam B. Hestu mengemukakan:
“Negara sebagai pencipta dan penegak hukum di dalam segala kegiatannya harus tunduk pada hukumyang berlaku.Dalam arti ini hukum
membawahkan negara.Berdasarkan pengertian hukum itu bersumber dari kesadaran hukum rakyat, maka hukum mempunyai

wibawa yang tidak berkaitan dengan seseorang (impersonal).”

Berdasarkan konsep teoritis inilah berkembang konsep negara hukum yang menghendaki adanya unsur-unsur tertentu dalam
penyelenggaraan ketatanegaraan, yaitu:
Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia (warga negara).

Unsur ini ditempatkan yang pertama kali, karena sejatinya negara itu terbentuk karenaadanya kontrak sosial. Dari kontrak sosial inilah
individuindividu dalam ikatan kehidupan bersama dalam negara menyerahkan hakhak politik dan sosialnya kepada ikatan komunitas
negara dan masyarakat. Oleh karena hak-hak tersebut diserahkan kepada komunitas negara, maka negara harus memberikan jaminan
kepada hak-hak yang masih melekat di dalam individu maupun di dalam ikatan kehidupan kemasyarakatan. Hal ini bisa terjadi, karena
di dalam kontrak sosial kedudukan antara negara sebagai suatu ikatan organisasi di satu pihak dengan warga negara secara keseluruhan
di pihak yang lain adalah sejajar.Pengakuan adanya hak-hak asasi manusia memberikan jaminan secara moral dan legal terhadap
manusia untuk menikmati kebebasan dari segala bentuk penghambatan, penindasa, penganiayaan, dan perlakuan apapun lainnya yang
menyebabkan manusia itu tidak dapat hidup secara layak sebagai mansia yang dimuliakan oleh Allah.

Adanya Pemisahan/pembagian kekuasaan.

Untuk melindungi hak-hak asasi manusia, maka kekuasaan di dalam negara harus dipisah-pisahkan atau dibagi-bagi ke dalam beberapa
organ. Sejarah peradaban manusia membuktikan, bahwa kekuasaan yang absolute dan otoriter mengakibatkan terjadinya penindasan
terhadap hak-hak asasi manusia. Antara kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan (eksekutif), kekuasaan untuk membentuk
perundang-undangan (legislatif) dan kekuasaan untuk melaksanakan peradilan (yudikatif) harus dipisahkan. Implementasi dari
pandangan semacam ini dapat beraneka ragam. Ada yang berdimensi pembagian kekuasaan, yakni pemisahan dari aspek kelembagaan,
sedangkan mengenai fungsi dan tugasnya, di antara lembaga pemegang kekuasaan (khususnya eksekutif dan legislatif) masih tetap dapat
saling berhubungan.
Ada juga yang berdimensi pemisahan kekuasaan secara tegas baik secara kelembagaan bersama dalam ikatan organisasi
yang disebut negara. Kendati negara adalah pencipta hukum, ia justru harus tunduk pada hukum ciptaannya. Hal seperti
inilah yang mengakibatkan negara hanya berfungsi layaknya sebagai penjaga malam.Artinya negara berfungsi
menciptakan hukum, dan melalui hukum ciptaannya itulah diharapkan dapat tercipta keamanan dan ketertiban di dalam
negara.Negara hanya dikontruksikan sebagai alat untuk menjunjung keamanandan ketertiban hidup bersama.

Konsep seperti ini dikemudian hari lazim disebut negara hukum formal. Seturut dengan perkembangan pemikiran
mengenai negara dan hukum, unsur-unsur yang terdapat di dalam konsep negara hukum formal tersebut diatas juga
mengalami perkembangan. Pendek kata dalam perkembangan pemikiran mengenai negara dan hukum, tugas dan fungsi
negara tidak hanya terbatas pada kontruksi tugas dan fungsi ketiga kekuasaan yang ada serta menjaga keamanan dan
ketertiban.Prof. Utrecht membedakan dua macam negara hukum, yaitu hukum formil atau negara hukum klasik, dan negara
hukum materiil atau negara hukum modern.

Oleh sebab itulah fungsi dan tugas negara mulai mengalami pergeseran dan penambahan disana-sini. Negara tidak hanya
sebatas sebagai pencipta hukum untuk menjaga keamanan dan ketertiban, melainkan sudah mulai ikut terlibat dalam
meningkatkan kesejahteraan umum dari warga negaranya.

Hal ini mengingat semakin beragamnya kehidupan masyarakat (warga negara) dengan berbagai macam dimensi yang ada
didalamnya. Pola-pola kehidupan dan kegiatan sehari-hari dari warga negara makin lama sukar untuk dipisahkan dengan
pola dan kegiatan yang dilakukan oleh negara (pemerintah). Di lingkungan warga negara pun muncul organisasi-organisasi
yang manifestasinya juga mengarah kepada kekuasaan, seperti Partai Politik, golongan fungsional, dan lain sebagainya.
Berdasarkan pada pola pergeseran fungsi dan tugas inilah, maka paham negara hukum formal yang dulunya begitu ketat
untuk dipertahankan (negara sebagai penjaga malam), mulai mengalami pergeseran dan ditambah, yaitu adanya
kewajiban bagi negara untuk ikut terlibat dalam membantu meningkatkan kesejahteraan umum warganegara. Dari sinilah
konsepsi negara hukum formal berikut unsur-unsurnya yang terkandung di dalamnya mulai berganti menjadi konsep
negara hukum modern atau negara kesejahteraan (welfare state) yang lazim disebut negara hukum materiil yang
didalamnya mencakup pengertian yang lebih luas yaitu keadilan.

Konsep negara hukum Indonesia tercantum pada Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 yang berbunyi, “Indonesia adalah Negara Hukum.” Rumusan ini tidak secara tegas menyebutkan konsep Indonesia
negara hukum dengan sistem rechtsstaat atau rule of law. Dalam pandangan Moh.Mahfud, negara hukum Indonesia
bersifat netral, tidak menganut sistem Rule Of Law atau Rechtsstaat, tetapi memasukkan unsur-unsur dari keduanya.
Prinsip negara hukum mengandung pengertian adanya prinsip suremasi hukum dan konstitusi.

Pada dasarnya Indonesia telah memenuhi syarat minimal sebagai negara hukum, yaitu pembagian kekuasaan yang secara
khusus menjamin suatu kekuasaan kehakiman yang merdeka, pemencaran kekuasaan negara/pemerintah, jaminan
terhadap hak asasi manusia, jaminan persamaan di muka hukum dan perlindungan hukum, dan asas legalitas.

Negara hukum Indonesia adalah unik dan tidak sama dengan negara hukum lain, karena dibangun berdasarkan atas cita
hukum bangsa Indonesia sendiri, yakni Pancasila dan konstitusi Indonesia UUD 1945. Negara hukum Indonesia adalah
negara hukum kesejahteraan yang hanya mungkin dicapai dengan kekuasaan pemerintah yang dibatasi dan berlandaskan
pada hukum tidak dalam pengertian formal semata, tetapi juga dalam pengertian materil, yang dinyatakan dengan
mewujudkan kesejahteraan keadilan bagi penduduk dan warga negara Indonesia.
 
NEGARA KESEJAHTERAAN
Secara sederhana negara kesejahteraan (welfare state) adalah negara yang menganut sistem ketatanegaraan yang menitik
beratkan pada mementingkan kesejahteraan warganegaranya. Tujuan dari negara kesejahteraan bukan untuk menghilangkan
perbedaan dalam ekonomi masyarakat, tetapi memperkecil kesenjangan ekonomi dan semaksimal mungkin menghilangkan
kemiskinan dalam masyarakat. Adanya kesenjangan yang lebar antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin dalam
suatu negara tidak hanya menunjukkan kegagalan negara tersebut didalam mengelola keadilan sosial, tetapi kemiskinan yang
akut dengan perbedaan penguasaan ekonomi yang mencolok akan menimbulkan dampak buruk dalam segala segi kehidupan
masyarakat. Dampak tersebut akan dirasakan mulai dari rasa ketidak berdayaan masyarakat miskin, hingga berdampak buruk
pada demokrasi, yang berupa mudahnya orang miskin menerima suap (menjual suaranya dalam pemilihan umum) akibat
keterjepitan ekonomi, sebagaimana yang banyak disinyalir terjadi di Indonesia dalam beberapa kali pemilihan umum dan
pemilihan kepala daerah. Bahkan adanya rasa frustrasi orang miskin akan mudah disulut untuk melakukan tindakan-tindakan
anarkhis, yang berakibat kontra produktif bagi perkembangan demokrasi.

Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, maka dikembangkan konsep negara kesejahteraan (welfare state), yang
merupakan sistem kenegaraan yang mengupayakan untuk memperkecil jurang pemisah antara mereka yang kaya dengan
yang miskin melalui berbagai usaha pelayanan kesejahteraan warganegaranya. Ada lima prinsip penting yang merupakan
prinsip yang mendasari (dan sekaligus menjadi ciri) suatu sistem negara kesejahteraan, yang karena itu harus diupayakan
untuk diwujudnyatakan oleh negara yang menganut system Negara kesejahteraan dalam rangka upayanya untuk mencapai
tujuan mengurangi kesenjangan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan warganegaranya. Yang pertama, cabang produksi
yang penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Tujuan penguasaan cabang-cabang produksi
yang penting bagi kehidupan rakyat banyak adalah agar kebutuhan rakyat atas produksi barang yang bersangkutan dapat
diperoleh oleh rakyat dengan harga yang terjangkau, tidak memberatkan kehidupan rakyat. Contoh cabang produksi yang
penting bagi kepentingan rakyat paling tidak adalah listrik, gas dan minyak bumi, air bersih, dan angkutan umum murah.
Yang kedua, usaha-usaha swasta diluar cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dibolehkan,
tetapi negara melakukan pengaturan, sehingga tidak terjadi monopoli atau oligopoli yang akan mendistorsi pasar, atau
bentuk-bentuk lain yang merugikan kesejahteraan rakyat. Yang ketiga, negara terlibat langsung dalam usaha-usaha
kesejaheraan rakyatnya, seperti secara langsung menyediakan berbagai bentuk pelayanan kesehatan dan pelayanan
pendidikan. Berbagai pelayanan tersebut, dengan berbagai sistem yang diterapkan, harus dapat dijangkau oleh semua
orang tanpa kecuali. Tentu saja, jumlah jenis-jenis pelayanan yang harus disediakan oleh negara bergantung pada
perkembangan kemampuan negara, tetapi kedua jenis pelayanan tersebut (kesehatan dan pendidikan) merupakan
keharusan yang tidak dapat ditinggalkan. Disamping itu, negara juga menyediakan jaminan sosial dan jaminan hari tua
bagi setiap warganegaranya. Bahkan, banyak pemikir dan praktek kenegaraan yang menganut sistem negara kesejahteraan
memandang bahwa peran negara didalam memberikan pelayanan kesejahteraan warganegaranya harus meliputi kehidupan
rakyat “sejak dari buaian hingga liang kubur” (from cradle to the grave).

Dalam hal ini yang perlu dicatat adalah, walaupun dalam sistem negara kesejahteraan selain cabang produksi yang penting
dikuasai oleh negara dan negara juga menyediakan berbagai pelayanan bagi kepentingan rakyatnya, terutama pelayanan
kesehatan dan pelayanan pendidikan, dan bisa jadi juga angkutan umum murah, penyediaan beras murah, pupuk murah,
tetapi bersamaan dengan itu usaha-usaha swasta juga diperbolehkan. Karena itu,  dalam negara kesejahteraan, rakyat dapat
memilih untuk memperoleh pelayanan dari pihak mana. Mereka yang mampu tidak dilarang untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dan pendidikan dari swasta yang mungkin biayanya sangat mahal, tetapi mereka pandang lebih baik. Yang
keempat, mengembangkan sistem perpajakan progresif, yaitu sistem pajak yang mengenakan pajak yang dalam
prosentasenya juga semakin tinggi (membesar) bagi orang yang semakin kaya dan bagi usaha yang semakin besar. Dengan
melalui sistem perpajakan dan sistem jaminan yang dikembangkan oleh negara, diharapkan perbedaan antara mereka yang
kaya dan miskin didalam negara yang bersangkutan akan berkurang, dan orang miskin juga akan berkurang. Prinsip yang
kelima, pembuatan kebijakan publik harus dilakukan secara demokratis. Ini artinya, negara kesejahteraan menganut sistem
demokrasi didalam pengelolaan negaranya.
Namun demikian, karena dalam konsep negara kesejahteraan mengutamakan untuk mengurusi secara langsung
kesejahteraan rakyatnya, maka akibatnya, negara kesejahteraan menjadi negara yang memasuki sangat banyak segi
kehidupan rakyat, mulai dari soal pendidikan, jaminan sosial, jaminan kesehatan, dan sebagainya. Dengan demikian,
negara kesejahteraan akan menjadi negara raksasa dengan jumlah birokrat yang sangat banyak dan sekaligus menggurita,
dimana tangan-tangannya yang tak terhitung jumlahnya memasuki banyak segi kehidupan masyarakat. Akibatnya timbul
masalah pengendalian dan kontrol oleh rakyat.

Dalam hubungan dengan masalah pelaksanaan sistem demokrasi negara modern, permasalahannya akan semakin rumit
dengan adanya kenyataan bahwa bekerjanya pemerintahan negara modern sudah sedemikian kompleks, sedemikian rumit
dan berbelit-belit, yang melibatkan banyak bagian yang (khususnya dinegara-negara maju) dikelola oleh orang-orang
profesional yang memiliki spesialisasi keahlian, pengetahuan dan ketrampilan dibidangnya masing-masing. Permasalahan
yang muncul sehubungan dengan meraksasanya, mengguritanya, dan semakin kompleksnya  cara kerja pemerintahan
negara modern, pertanyaannya, apakah rakyat masih memiliki kemampuan untuk mengawasi dan mengendalikan
pemerintah atau elit penguasa yang memegang kekuasaan pemerintahan? Banyak ahli yang meragukan kemampuan
rakyat, bukan saja untuk terlibat didalam pemerintahan secara langsung atau mengendalikannya (dari jarak jauh), bahkan
sudah sangat sulit untuk hanya sekedar memilih wakil, melakukan pengawasan atas bekerjanya pemerintah, dan
melakukan penilaian atas apa yang telah dilakukan oleh wakil yang mereka pilih. Dalam keadaan demikian, nampaknya
pernyataan rousseau mengenai kelemahan sistem demokrasi perwakilan di Inggris layak untuk
dikutip disini dan tampaknya berlaku untuk semua sistem demokrasi negara modern:

Orang Inggris percaya bahwa mereka adalah orang-orang bebas; mereka sungguh-sungguh salah, karena mereka hanya
bebas selama pemilihan anggota-anggota parlemen, dan didalam waktu diantara dua masa pemilihan tersebut, rakyat
berada dalam perbudakan, mereka tak berarti apa-apa. Dalam masa pendek dari kebebasan mereka, orang-orang Inggris
menggunakannya sedemikian rupa sehingga mereka memang patut untuk kehilangan kebebasan mereka
Kondisi ini merupakan dilema sulit bagi negara demokrasi modern yang menganut sistem negara kesejahteraan
(welfarestate). Membiarkan pasar bekerja sendiri dalam mengatur ekonomi dan masalah kesejahteraan rakyat akan bisa
menimbulkan ketidak adilan sosial, yang akibatnya bukan hanya negara secara moral akan kehilangan keabsahannya, tetapi
juga dapat menimbulkan pemberontakan dan anarkhi yang akan menghancurkan negara itu sendiri. Sementara itu, dalam
hubungan dengan masalah pelaksanaan sistem demokrasi negara modern, dengan adanya kenyataan bahwa bekerjanya
pemerintahan negara modern sudah sedemikian merambah pada banyak segi kehidupan manusia (rakyatnya) sehingga
merupakan pemerintahan yang sangat besar, yang urusannya sedemikian kompleks, sedemikian rumit dan berbelit-belit,
yang melibatkan banyak bagian yang membutuhkan pengelolan oleh orang-orang yang mempunyai pengetahuan khusus,
oleh orang-orang profesional yang memiliki spesialisasi keahlian, pengetahuan dan ketrampilan dibidangnya masing-
masing, maka layak dipertanyakan, apakah sistem demokrasi yang secara harafiahnya berarti pemerintahan rakyat, masih
merupakan sistem yang feasible untuk dipraktekkan, terutama di Negara demokrasi yang menganut system Negara
kesejahteraan?

Mengembangkan pemerintahan yang ruang lingkup pekerjaannya mencakup wilayah luas yang meliputi sangat amat
banyak segi kehidupan rakyat apakah tidak berarti akan semakin menyulitkan bekerjanya sistem demokrasi?  bahkan dalam
negara demikian, layak diragukan apakah demokrasi sesungguhnya masih ada? Tampaknya, membangun keseimbangan
antara peran negara dalam membangun kesejahteraan rakyat dan kesempatan rakyat untuk mengontrol pelaksanaan
pemerintahan negara merupakan masalah mendesak bagi masyarakat demokrasi modern.

Ada dua alasan untuk mempertahankan dan mengembangkan sistem negara kesejahteraan (welfarestate), yang merupakan
negara yang ikut campur tangan dalam urusan kesejahteraan rakyatnya, tetapi yang sekaligus tetap mempertahankan sistem
demokrasi semaksimal mungkin.
Yang pertama, walaupun perkembangan negara kesejahteraan atau paling tidak terlibatnya negara didalam berbagai segi
kehidupan masyarakat berakibat semakin membesarnya pemerintahan (dan birokrasi) negara dan semakin kompleksnya
urusan pemerintahan, yang bisa mengakibatkan keterlibatan rakyat didalam pemerintahan akan semakin mengalami
kesulitan (bahkan untuk mengawasi berjalannya pemerintahan atau memilih wakil mereka yang akan duduk diparlemen
sekalipun, tak lepas dari banyak kesulitan), tetapi kenyataan semakin meluasnya urusan pemerintah dalam negara-negara
modern tampaknya tidak terhindarkan lagi. Pemerintahan negara modern memasuki sebagian besar kehidupan masyarakat,
mulai dari masalah Internasional, masalah nuklir, pertahanan keamanan, kesejahteraan hingga mengurusi apakah anda telah
mengasuh anak anda dengan benar atau belum.

Dalam masyarakat massal yang baru, peranan pemerintah – yang merupakan sekumpulan lembaga yang memegang
monopoli penggunaan kekuatan terorganisir untuk urusan-urusan dalam dan luar negeri – terpaksa berobah. Negara selaku
masyarakat politik yang terorganisir memerlukan suatu tingkat kestabilan tertentu dalam system sosialnya untuk
mempertahankan keseimbangannya. Untuk mencapai hal ini, tidak hanya diperlukan penyesuaian satu sama lain dari
tuntutan-tuntutan yang berlawanan, yang dimajukan oleh bermacam-macam kelompok dalam tata social  dan tata ekonomi
yang baru, tetapi juga diperlukan penciptaan secara terarah dari kondisi-kondisi kesejahteraan social yang dituntut oleh
doktrin persamaan yang baru. Dengan demikian pemerintah sebagai alat negara, makin lama makin dipaksa untuk menerima
tanggung-jawab positif atas penciptaan dan distribusi kekayaan. Dengan cara demikian, pemerintah hampir diseluruh dunia,
telah menjadi pemerintah besar, baik dalam ruang lingkupnya, maupun dalam jumlah pegawai yang diperlukan untuk
mengembangkan tanggung jawabnya Namun demikian, bersamaan dengan meningkatnya jumlah pegawai negeri, berarti
juga semakin meningkatnya jumlah orang (para pegawai tersebut) yang dapat menjadi korban penekanan sesuatu rezim yang
bersifat sewenang-wenang
Di Amerika Serikat, dimana gagasan bahwa pemerintah seharusnya hanya merupakan wasit yang menerapkan aturan-
aturan diantara kekuatan-kekuatan masyarakat lainnya yang saling bersaing, pendukungnya lebih banyak daripada di
Inggris dan perancis – merekapun ternyata menyetujui adanya aktivitas-aktivitas pemerintah seperti TVA, pengawasan
kredit, ataupun campur tangan langsung dari pemerintah untuk mengatasi soal-soal modernisasi seperti fasilitas dan
pengangkutan di daerah perkotaan yang luas dan untuk menyingkirkan apa yang disebut kemiskinan ditengah-tengah
kemakmuran.

Pertumbuhan kearah pemerintahan raksasa tersebut terus berlanjut seolah-olah tak dapat dihentikan, dan tak ada orang
yang ingin untuk menghentikannya. Hal ini mulai berlangsung ketika Amerika Serikat telah berubah melalui
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan industrialisasi, pemerintah telah berubah sejalan dengan perubahan
tersebut. Pemerintah telah meluas dan tumbuh menjadi lebih kompleks, pemerintah diminta untuk melaksanakan tugas
yang semakin lama semakin banyak.

Pemerintah dapat mempengaruhi kehidupan pelajar atau warganegara yang lain dengan mengirim mereka keluar negeri
untuk berperang, atau melancarkan serangan nuklir, dimana mereka mungkin akan terbunuh. Yang kurang jelas, mungkin,
adalah cara dimana pemerintah memasuki banyak segi kehidupan keseharian, yang kadang-kadang hingga detail pada
yang pernik-pernik. Sebagai contoh, pemerintah federal mengatur jumlah (luasan) yang harus dicakup oleh kipas kaca
mobil (wiper) dan bahkan kecepatan dari kipas kaca tersebut (dalam kondisi cepat, kipas kaca harus berjalan dengan
kecepatan paling tidak 45 putaran per-menit).

Perkembangan demikian merupakan perkembangan masyarakat modern. Seabad yang lalu, pemerintahan federal tidak
menyediakan jaminan sosial, asuransi kesehatan untuk berjuta-juta warganegaranya, bantuan yang luas pada lembaga
pendidikan negeri maupun swasta, atau bermilyar-milyar dolar untuk pembiayaan kesejahteraan. Juga tak ada satupun
lembaga yang diatur secara independen untuk mengamati berbagai-bagai golongan ekonomi dalam masyarakat.
Ketika masyarakat Amerika telah tumbuh semakin kompleks, ketika penduduk telah meningkat, tugas pengelolaan
pemerintahan nasional telah membesar. Rakyat menuntut pelayanan yang lebih dan dalam prosesnya pemerintah tumbuh
semakin besar. Lima kementerian departemen – Perumahan dan Pembangunan Perkotaan; Tranportasi; Energi; Kesehatan
dan Pelayanan Masyarakat; dan Pendidikan – baru dibentuk sejak tahun 1950-an.

Kekuasaan untuk menarik pajak dan membelanjakannya untuk kesejahteraan umum merupakan fungsi dari pemerintahan
nasional yang telah meluas dengan sangat luar biasa pada abad keduapuluh. Peran pemerintah didalam masalah
perdagangan antar negara bagian dan luar negeri juga telah meningkat secara luas.
Kebanyakan dari pertumbuhan pemerintahan besar dan program kesejahteraan sosial federal berlangsung selama “New
Deal” dalam tahun 1930-an dan selama program “Great Society” dari presiden Lyndon Johnson dalam tahun 1960.
Walaupun kalangan konservatif secara periodik menyerang program-program tersebut sebagai “merangkak kearah
sosialisme,” program-program besar sedemikian jauh terus dibentuk sehingga tak ada pemerintahan di Washington yang
mungkin akan mampu untuk menghapuskannya.

Namun demikian, presiden reagan yang mulai menduduki jabatan pada tahun 1981 bersikeras untuk melakukan hal itu. Ia
bersikeras untuk melakukan pemotongan yang berarti pada pengeluaran federal didalam bidang kesejahteraan sosial. Dia
telah mengulangi dengan berjanji untuk melakukan hal itu didalam kampanyenya untuk menduduki kursi kepresidenan
yang kedua kalinya.

Sebagaimana diketahui, Ronald Reagan terpilih sebagai presiden untuk pertama kalinya pada tahun 1980 berdasarkan
janjinya untuk mengurangi jangkauan dan ruang lingkup pemerintah federal dalam kehidupan keseharian rakyat Amerika
Serikat, bersamaan dengan itu akan meningkatkan kekuatan militer Amerika Serikat dan memotong pajak.
Dalam masa empat tahun pertama Reagan menjadi presiden, program kesejahteraan telah dipotong, bersamaan dengan
pajak penghasilan; dan anggaran pertahanan telah meningkat. Tetapi prosentase dan jumlah orang yang hidup didalam
kemiskinan juga telah meningkat, dan anehnya anggaran federal telah meningkat pada tingkatan yang belum pernah terjadi
Didalam pidato pelantikannya sebagai presiden yang kedua pada bulan Januari tahun 1985, Ronald Reagan menekankan
tema yang sudah sangat dikenal yang membantu mengembalikannya dan partainya ke gedung putih:
“ ............ ini akan menjadi tahun dimana Amerika telah memperbaiki percaya dirinya dan tradisi kemajuannya; ketika nilai
keyakinan, keluarga, kerja, dan lingkungan masyarakat diungkapnyatakan kembali untuk masa modern; ketika ekonomi
kita pada akhirnya dibebaskan dari genggaman pemerintah (Cummings and Wise, 1985: 3).

Didalam tahun 1984, beberapa pendukung Reagan melihat kemenangan pemilihannya yang sangat besar sebagai sebuah
mandat untuk melaksanakan kebijakan konservatifnya, sementara analis yang lain menterjemahkan kembalinya kegedung
putih lebih sebagai pencerminan dari popularitas pribadi Reagan (Cummings and Wise, 1985: 7).
Pemerintahan Reagan telah menyatakan memotong bermilyar-milyar dolar untuk pengeluaran dalam negeri, dalam
kesejahteraan sosial dan program-program pangan yang dirancang untuk membantu kaum miskin, maupun didalam
cakupan yang luas dari program-program yang lain yang ditujukan untuk membantu keluarga-keluarga berpenghasilan
rendah, termasuk bantuan kesehatan (medicaid), subsidi perumahan, dan pinjaman bagi pelajar. Keseluruhan pemotongan
pengeluaran ini dikenal secara populer sebagai “revolusi Reagan.”

Tetapi seberapa besar pengurangan didalam pengeluaran dalam negeri? Pemerintah menyatakan bahwa mereka telah
mengurangi program dalam negeri federal hingga 232 milyar dolar selama empat tahun, dibandingkan dengan pengeluaran
yang diproyeksikan oleh pemerintahan Demokrat sebelumnya. Tetapi didalam perdebatan publik atas pemotongan
anggaran, telah terjadi “kebingungan mengenai kepastian apa yang sesungguhnya telah dicapai.” Sebagian, hal ini
disebabkan karena pengeluaran federal sesungguhnya meningkat didalam banyak program yang oleh pemerintahan Reagan
dinyatakan telah dipotong.
Dalam kebanyakan kasus, “pemotongan” merupakan pengurangan atas apa yang mungkin telah dikeluarkan. Namun
demikian, program reagan telah mempunyai pengaruh yang dapat diukur mengenai pengeluaran pemerintah dan mengenai
out-put dari sustem politik. Sebagaimana satu kajian telah menyatakan, “Ada satu hal yang tak dapat diragukan mengenai
akibat penting dari kebijakan pemerintahan Reagan, yaitu: penghasilan di Amerika Serikat akan didistribusikan secara
lebih tidak merata antara yang kaya dan yang miskin dibandingkan dengan sebelumnya.”
Peran pemerintah federal, khususnya dalam bidang program kesejahteraan sosial, kemungkinan akan berlanjut sebagai
perdebatan di Amerika Serikat, sebagaimana yang terjadi pada kampanye pemilihan presiden pada tahun 1984. Walaupun
pemerintahan tertentu mungkin mengurangi bagian dari roti yang dialokasikan untuk program-program sosial, tetapi roti
itu sendiri – yaitu anggaran federal – tetap saja tumbuh terus. Kebanyakan orang Amerika masih cenderung untuk melihat
pada pemerintah nasional untuk menyelesaikan berbagai permasalahan nasional. Pada akhirnya, tampaknya tak
terhindarkan lagi, pemerintahan negara modern akan semakin tumbuh sebagai pemerintahan raksasa yang jangkauan
wilayah kerjanya sedemikian luas dan cakupan ruang lingkup bidang kerjanya juga sangat luas sehingga menyerupai
“Leviathan”-nya Thomas Hobbes, sebagai monster raksasa yang menakutkan, tetapi yang  sekaligus dibutuhkan.

Alasan yang kedua, dari pengalaman negara-negara demokratis yang mempraktekkan sistem negara kesejahteraan, pada
kenyataannya, kondisi nyatanya tidak selalu harus seburuk itu. Pengalaman banyak negara-negara Eropa Barat yang
menganut sistem negara kesejahteraan (welfare state) menunjukkan kemampuan mereka untuk menjaga keseimbangan
antara peran negara dalam bidang ekonomi yang sangat besar dengan demokrasi (walaupun bersifat elitis). Inggris
misalnya, sejak masa pemerintahan Perdana Menteri Clement Ettlee dari partai buruh yang memenangkan pemilihan
umum pada tahun 1945, menganut sistem negara kesejahteraan dengan manasionalisasi hampir semua alat produksi
seperti transportasi, batu bara, listrik, dan air serta memberikan pelayanan sosial terutama dibidang kesehatan. Ternyata
kebijakan yang sudah dilaksanakan oleh Perdana Menteri Clement Ettlee tersebut tidak pernah lagi dirobah oleh
pengganti-penggantinya, dari manapun asal partai mereka, kecuali pada masa Perdana Menteri Margaret Thatcher, yang
sebagai akibat resesi mengurangi beberapa program jaminan sosial dan menswastakan kembali beberapa industri.
Di Swedia, sejak partai sosialis berkuasa pada tahun 1932, usaha-usaha untuk menjamin kesejahteraan sosial
warganegaranya yang dilakukan oleh negara terus berlangsung, bahkan di daratan Eropa dipandang sebagai negara
kesejahteraan yang paling berhasil, yang memberikan pelayanan kesejahteraan bagi rakyatnya seolah-olah dari buaian
hingga liang lahat (from cradle to the grave).
Dari pengalaman negara-negara Eropa Barat nampak bahwa dianutnya sistem negara kesejahteraan tidak berakibat terlalu
buruk bagi demokrasi, walaupun demokrasi dalam pengertian harafiahnya, yaitu pemerintahan rakyat, mungkin harus
dipandang sebagai bermakna “pemerintahan untuk rakyat.”

Dalam hubungan antara demokrasi dengan peran negara dalam bidang ekonomi, khususnya besarnya peran negara didalam
mengatur ekonomi rakyat, dimana berbagai bidang usaha yang penting bagi kehidupan orang banyak di pegang oleh negara,
dimana negara terlibat dengan sangat aktif dalam bidang kesejahteraan sosial rakyatnya, Charles Frankel, yang menyebut
sistem tersebut sebagai sistem sosialis, memberikan sarannya:

Dinegara-negara itu sosialisme mungkin cocok dengan usaha untuk memelihara kebebasan-kebebasan yang fundamental,
asal saja tetap ada sektor swasta yang besar di bidang ekonomi, asal saja profesi ahli hukum, ilmuwan, dan wartawan tetap
terjaga otonominya, dan asal saja cita-cita akan persamaan hak tidak berubah menjadi cita-cita akan adanya keseragaman
dalam selera dan kondisi.
Tetapi ini merupakan syarat-syarat yang besar, dan resikonya akan tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya hasrat akan
makna. Akhirnya, menurut pendapat saya, obat pencegah untuk melawaan “godaan totliter” terletak pada apa yang dapat
dilakukan oleh pemerintah-pemerinah demokratis, konseratif, berhalauan tengah atau yang berorientasi pada aliran kiri,
tentang dua hal berikut: pertama, memperkuat lembaga-lembaga sosial yang mengatur diri sendiri yang ada diluar
pemerintahan; dan kedua menampilkan tujuan-tujuan bersama dan kemungkinan-kemungkinan yang terdapat dalam
masyarakat liberal yang masih belum terpenuhi. Dan tidak satupun tugas ini menjadi tanggung jawab pemerintah semata-
mata. Hal ini adalah tugas sektor swasta, terutama pemimpin-pemimpin agama dan golongan inelektual, jika mereka
mampu melakukan tugas tersebuT.
Indonesia Menganut Sistem Negara Kesejahteraan?

Kalau kita mempelajari bunyi pembukaan UUD 1945 khususnya yang menyangkut masalah tujuan negara Indonesia, pada
intinya dapat dirumuskan sebagai “memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang didasarkan
pada prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Tujuan yang dimuat didalam pembukaan tersebut kemudian
didalam batang tubuh UUD 1945 dituangkan dalam berbagai ketentuan yang menyangkut kesejahteraan rakyat. Berbagai
ketentuan masalah ekonomi dan kesejahteraan rakyat terdapat didalam pasal-pasal 27 ayat (2), 31, 32, 33, dan 34. Pasal 27
ayat (2) menentukan bahwa tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,
pasal 31 menentukan bahwa tiap-tiap warganegara berhak mendapat pengajaran. Sementara itu, pasal 32 menentukan
mengenai tugas pemerintah untuk memajukan kebudayaan nasional, dan pasal 34 menentukan bahwa fakir miskin dan anak-
anak terlantar dipelihara oleh negara. Sedang pasal 33 mengatur mengenai masalah ekonomi, yang menganut sistem
kekeluargaan, dan menentukan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi rakyat dan bumi dan air, dan kekayaan
alam yang ada diatasnya dikuasai oleh negara.

Setelah amandemen atas UUD 1945, khususnya dengan amandemen kedua, pasal-pasal mengenai ekonomi dan
kesejahteraan rakyat ditambah, yaitu dengan pasal 28H yang berbunyi:
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama
guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan social yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai mansusia yang
bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-
wenang oleh siapa pun.
Yang menjadi pertanyaan dari adanya berbagai pengaturan masalah kesejahteraan rakyat tersebut, bahkan yang oleh UUD
dicanangkan sebagai tujuan didirikannya negara Republik Indonesia adalah, apakah berarti bahwa Indonesia menganut sistem
negara kesejahteraan? Untuk menilai apakah Indonesia menganut prinsip negara kesejahteraan, bisa dinilai berdasarkan
kelima prinsip negara kesejahteraan sebagaimana yang telah diuraikan diatas sebagai acuan. Sekedar mengulang, kelima
prinsip tersebut meliputi ketentuan bahwa cabang produksi yang penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh negara; usaha-usaha swasta diluar cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dibolehkan,
tetapi negara melakukan pengaturan, sehingga tidak terjadi monopoli atau oligopoli yang akan mendistorsi pasar, atau bentuk-
bentuk lain yang merugikan kesejahteraan rakyat; negara terlibat langsung dalam usaha-usaha kesejaheraan rakyatnya, seperti
secara langsung menyediakan berbagai bentuk pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, menyediakan jaminan sosial dan
jaminan hari tua bagi setiap warganegara, dan sebagainya; negara mengembangkan sistem perpajakan progresif, yaitu sistem
pajak yang mengenakan pajak yang dalam prosentasenya juga semakin tinggi (membesar) bagi orang yang semakin kaya dan
bagi usaha yang semakin besar; dan yang kelima, pembuatan keputusan publik harus dilakukan secara demokratis.

Kalau dilihat dari sudut ketentuan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, walaupun
masih ada beberapa catatan yang perlu diperbaiki, dapat dikategorikan sebagai menganut sistem negara kesejahteraan. Tetapi
dalam hal negara kesejahteraan, yang terpenting bukanlah bagaimana bunyi Undang-Undang Dasar negara yang
bersangkutan. Selain ketentuan perundang-undangan, sebetulnya yang terpenting adalah bagaimana praktek kenegaraan
negara yang bersangkutan, karena negara kesejahteraan bukan sekedar konsep kenegaraan, tetapi lebih merupakan prinsip
yang harus diterapkan didalam praktek kenegaraan. Celakanya, praktek kenegaraan kita hingga saat ini sama sekali tidak
mencerminkan prinsip negara kesejahteraan. Berbagai ketentuan didalam UUD sama sekali tidak pernah dilaksanakan.
Bahkan ketentuan mengenai kesejahteraan rakyat dalam UUD 1945 yang telah berlaku selama lebih dari 50 tahun, tidak
pernah dilaksanakan sama sekali. Kita masih menyaksikan banyaknya tunawisma yang berkeliaran dijalan-jalan tanpa ada
bantuan dalam bentuk apapun dari negara, walaupun pasal 34 UUD menegaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara oleh negara. Walaupun pengangguran terus meningkat, pemerintah tidak pernah menyediakan lapangan kerja yang
menjadi kewajibannya, atau paling tidak menyediakan jaminan sosial sebagaimana yang diamanatkan oleh pasal 28H,
sehingga setiap warganegara Indonesia dapat hidup layak.
Hal ini bisa terjadi karena ketentuan yang dimaksudkan untuk menjabarkan dan mewujudkan kesejahteraan umum dan
memajukan kecerdasan bangsa sebagaimana yang termuat didalam UUD RI tersebut dirumuskan dengan terlalu sederhana,
dengan perumusan yang juga tidak memadai. Sebagai contoh, pasal-pasal tambahan tersebut dirumuskan seperti perumusan
himbauan moral. Dari ketiga ayat tersebut, yang menjadi pertanyaan adalah, siapa yang berkewajiban untuk meningkatkan
kesejahteraan dan yang menyediakan pelayanan kesehatan bagi setiap orang? Siapa yang berkewajiban untuk menyediakan
kemudahan dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan keadilan? Siapa yang berkewajiban menyediakan jaminan
sosial? Pernyataan berbagai hak tersebut tanpa kejelasan siapa yang berkewajiban untuk mewujudkan hak tersebut sama
saja dengan pernyataan kosong.

Mungkin orang bisa berdalih bahwa dalam UUD RI telah terdapat ketentuan dalam pasal 28I ayat (4) yang juga merupakan
hasil amandemen kedua, yang menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak azasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Berdasarkan pasal 28I ayat (4) tersebut memang nampak bahwa
perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak yang dirumuskan sebagai hak azasi didalam UUD menjadi
tanggungjawab negara dan terutama pemerintah. Tetapi, tanpa ketentuan khusus yang mewajibkan pemerintah untuk
mengambil langkah-langkah yang nyata untuk menegakkan dan mewujudkan berbagai hak yang telah disebutkan didalam
UUD mengakibatkan perwujudannya akan tetap mengambang, masih bergantung pada suka atau tidak sukanya pemerintah.

Disamping pasal 28H tersebut, pasal-pasal lain yang bersangkutan dengan kewajiban pemerintah dalam memenuhi
kesejahteraan masyarakat juga dirumuskan dengan sangat mengambang. Hal ini dapat kita lihat dalam pasal-pasal 31
(mengenai pendidikan) dan 34 (mengenai jaminan sosial dan pelayanan kesehatan). Kalau pembentuk UUD bersungguh-
sungguh ingin agar berbagai hak tersebut terwujud dalam kehidupan kenegaraan di Indonesia, maka akan lebih nyata kalau
perumusan hak tersebut disertai dengan perumusan “kewajiban” yang harus dilakukan oleh pemerintah. Sebagai contoh,
sekali lagi sekedar sebagai sebuah contoh, ketiga pasal yang tidak jelas tersebut akan menjadi semakin jelas jika disertai
dengan rumusan tambahan, misalnya:
Untuk mewujudkan hak-hak yang disebutkan didalam pasal 28H, pemerintah berkewajiban untuk:

1.  Menyediakan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma kepada masyarakat yang kurang mampu.
2.  Menyediakan jaminan sosial bagi masyarakat kurang mampu, sehingga memungkinkan setiap orang dapat hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat yang memungkinkan
setiap orang mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
3.  Mengembangkan sistem jaminan sosial sehingga setiap orang yang tidak mampu bisa mendapat kemudahan dan
perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

Dengan menyertai perumusan mengenai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah atau pihak-pihak lain yang
dipandang berkewajiban mewujudkannya, maka rakyat dapat melakukan tuntutannya jika kewajiban tidak dilaksanakan.
Tetapi, dengan rumusan yang dituangkan dalam kalimat positif semata-mata, rakyat tidak dapat menuntut pelaksanaan dan
perlindungannya dari pemerintah.

Dengan perumusan yang tidak jelas tersebut, nampaknya perumus amandemen UUD RI masih setengah hati untuk
mewujudkan hak-hak ekonomi rakyat dalam rangka menjamin kesejahteraan hidup bagi seluruh rakyat. Bahkan, bukan
hanya pasal-pasal yang bersangkutan dengan jaminan kesejahteraan manusia saja, tetapi semua rumusan hak azasi manusia
yang dituangkan didalam pasal-pasal UUD RI dirumuskan dalam kalimat positif tanpa tambahan ketentuan yang dikenai
kewajiban, sehingga berbagai hak tersebut menjadi mengambang. Nampaknya penyusun rumusan amandemen UUD RI
masih belum sepenuhnya ingin melindungi hak azasi manusia rakyat Indonesia dan tidak sepenuh hati didalam menganut
prinsip negara kesejahteraan.
Pertemuan ke-13
Teori pengakuan terhadap negara, organisasi lintas negara

Berdasarkan Konvensi Montevideo 1933 tentang Pengakuan terhadap negara;


1.Pendudukyang tetap;
2.Wilayah yang pasti;
3.Pemerintah;
4.Kemampuanuntukmengadakanhubunganinternasional(kedaulatan)
PENGERTIAN NEGARA
Hans Kelsen
“Kesatuanketentuanhukumyang mengikatsekelompokindividuyang hidupdalamwilayahtertentu”.
“Negara adalahsamadengansistemhukum”
Logemann
“Organisasikekuasaan”
“Organisasi= sekumpulanorangyang
dalammencapaitujuanbersamamengadakankerjasamadanpembagiankerjadibawahsatupimpinan.”
“Kekuasaan= kemampuanuntukmemaksakankehendak”.
N E G A R A adalah Organisasikekuasaanyang berdaulat, menguasaiwilayahtertentudanpenduduktertentu, yang
kehidupannyadidasarkanpadasistemhukumtertentu.

TERBENTUKNYA NEGARA
1. Proklamasikemerdekaan;
2. PerjanjianInternasional;
3. Plebisit.

PENGAKUAN NEGARA

Lewat KONVENSI MONTEVIDEO 1933 lalu KUALIFIKASI NEGARA SEBAGAI PERSON HI


Untuk dapat mengadakan hubungan resmi antar negara diperlukan PENGAKUAN

PENGAKUAN . . . .???

Dapat diberikan pada NEGARA, PEMERINTAH NEGARA, KESATUAN BUKAN NEGARA


lewat Perbuatan bebas suatu negara/beberapa negara yang membenarkan terbentuknya suatu organisasi kekuasaan dan
menerima organisasi kekuasaan itu sebagai anggota masyarakat internasional”.

Dari Segi Penetapan


- Pengakuanlebihmerupakanperbuatanpolitikdaripadaperbuatanhukum.

MENGAPA…??
- Pengakuanmerupakanperbuatanpilihanyang didasarkanpadapertimbangankepentingannegarayang mengakui.
- Bukanmerupakanperbuatankeharusansebagaiakibattelahdipenuhinyapersyaratanyang telahditetapkanolehhukum.
Dari SegiAkibat
- Pengakuanmerupakanperbuatanhukum.

MENGAPA…???
- Pengakuanmenimbulkanakibatyang diaturolehhukuminternasional(menimbulkanhak, kewajiban, privilageyang
diaturHI maupunHN negarayang mengakui).

FUNGSI PENGAKUAN

1. Teori Konstitutif
Pengakuanmenciptakannegara(pengakuanmemberistatus negara).

2. Teori Deklaratur
Pengakuantidakmenciptakannegara.
negaratelahadasebelumpengakuan, sebabpengakuanmerupakanpernyataanresmimengenaisesuatuyang telahada.

MACAM-MACAM PENGAKUAN

Pengakuan“de jure”
“Pengakuanyang diberikanberdasarkanpertimbanganmenurutnegarayang mengakuiorganisasikekuasaanyang
diakuidianggaptelahmemenuhipersyaratanhukumuntukikutsertamelakukanhubunganinternasional.”

Pengakuan“de facto”
“Pengakuanyang diberikanberdasarkanpertimbanganbahwamenurutnegarayang mengakuiorganisasikekuasaanyang diakui,
menurutkenyataannyadianggaptelahmemenuhisyarathukumuntukikutsertadalammelakukanhubunganinternasional.”
- Padapraktiknya, biasanyapengakuande facto diberikanmendahuluipengakuande jure, dalamrangkamelindungikepentingannegara.
- Pengakuande jure memberikanhakyang lebihbaikkepadaorganisasikekuasaanyang diakuidaripadapengakuande facto.

CARA-CARA PENGAKUAN

Terang-terangan
melaluipernyataanresmi(nota diplomatik, pesanpribadidariKepalaNegara atauMenLu, pernyataanparlemen, atauPerjanjianInternasional).

Diam-Diam
adahubunganantaranegarayang mengakuidenganorganisasikekuasaanyang diakuiyang menunjukkankemauannegarayang
mengakuiuntukmengadakanhubunganresmi.

PENARIKAN KEMBALI PENGAKUAN

PENGAKUAN DE JURE:
- Pengakuande jure sekalidiberikantidakdapatditarikkembali, meskipundengandasarpertimbanganpolitik.
- Penghentianhubunganantarnegaradapatdilakukan, namuntidakdenganpenarikankembalipengakuanyang
telahdiberikan(pemutusanhubungandiplomatik)… MENGAPA..???

Pengakuantidakhanyamembukahubunganantarnegara, namunjugamemberikanstatus kenegaraanorganisasikekuasaanyang diakui& status


kenegaraanyang telahdiakuitidakdapatdihentikan.

PENGAKUAN DE FACTO:
- Pengakuandapatdihentikansesuaidengankeadaanorganisasikekuasaanyang diberipengakuan.
- Penghentianterjadikarenamenyusulnyapengakuande jure, ataukarenaperubahankeadaanorganisasikekuasaanyang
diberipengakuan(kalahnyabelligerentyang diakui)
 
Kedaulatan Negara dalam Hubungan antar Negara
 
Dalam kerangka hubungan internasional, khususnya dalam hal keanggotaan di dalam organisasi internasional maka
kedaulatan negara menjadi dasar dan tercermin dalam keputusan negara untuk m emberikan persetujuan (consent) untuk
mengikatkan diri pada organisasi internasional. Dalam konteks seperti ini, consent atau persetujuan negara adalah
keputusan suatu Negara sebagai subyek yang mandiri dan bebas untuk menjadi anggota organisasi internasional .
Organisasi internasional mempunyai kewenangan karena adanya persetujuan secara tegas dan terbuka dari negara-negara
pihak yang membentuknya atau para anggotanya. Persetujuan yang diberikan oleh negara dalam hal semacam ini tidak
bersifat permanen, karena sewaktu-waktu negara dapat saja menarik kembali persetujuan yang telah diberikan. Sejak akhir
abad ke-19, secara berangsur muncul institusi-institusi internasional yang didirikan oleh Nation-States untuk memperlancar
hubungan antar Nation-States ini juga terjadi proses interdependensi legal antara sistem hukum domestik dengan sistem
hukum multilateral yang dibangun dan diterima oleh masyarakat negara-negara pada aras regional maupun internasional.
 
Dalam sejarah antar bangsa, dan praktik kenegaraan, keterkaitan antara kedaulatan (sovereignty) dan hak menentukan nasib
sendiri suatu bangsa (national self-determination) seringkali menjadi sumber ketegangan dan bahkan konflik dengan
kekerasan di berbagai wilayah negara. Pada satu sisi, kedaulatan bagi pem egang kekuasaan merupakan hal yang dianggap
sudah pasti dan given dan m erupakan landasan untuk memperoleh otoritas dan mengimplementasikan otoritas tersebut.
Sementara pada sisi yang lain, hak menentukan nasib sendiri bersifat revolusioner, digerak kan oleh komitmen dan kohesi
kelompok penduduk yang berada di wilayah tertentu dan merasa memiliki kesamaan identitas. Secara teoritik terdapat dua
landasan yang berbeda yang perlu dikemukakan yang masing–masing mendasari kedaulatan negara (sovereignty) dan hak
menentukan nasib sendiri (self determination). Landasan teoritik tersebut dikenal dengan istilah atau pendekatan
“sovereignty first” dan “self-determination first”. Pendekatan yang mengutamakan kedaulatan (“sovereignty first”),
terutama dilandasi oleh prinsip kedaulatan negara (sovereignty), integritas teritorial (territorial integrity) dan kemerdekaan
politik (political independence).
Pendekatan sovereignty first, pada umumnya didasari oleh keinginan negara untuk menjaga dan mempertahankan
integritas teritorialnya, atau oleh pihak ketiga yang khawatir bahwa jika muncul terlalu banyak negara dalam masyarakat
internasional dapat menimbulkan instabilitas internasional. Pendekatan yang mengutamakan hak menentukan nasib sendiri
(self determination first) didasari oleh prinsip hukum yang berkaitan dengan hak untuk menentukan nasib sendiri dan
perlindungan hak-hak asasi manusia (protection of human rights). Dalam sejarah internasional, pendekatan “self-
determination first” yang muncul terutama dalam konteks dekolonisasi didasari oleh argumen bahwa sekelompok orang
yang memiliki kesamaan identifikasi, berhak secara kolektif untuk menentukan nasibnya sendiri dengan cara demokratik
dan bebas dari tindakan penyik saan dan penganiayaan secara sistematis.
 
Kebe radaan negara sebagai u nsur terpenting dalam sistem m asyarakat internasional tetap tidak terbantahkan. Namun
demikian, kiranya dapat dikemukakan catatan bahwa telah terjadi perubahan pada sifat kedaulatan yang melekat pada
keberadaan negara-negara tersebut. Sebagai contoh nyata yang merepresentasikan gejala semacam ini adalah apa yang
terjadi di negara-negara anggota Uni Eropa (European Union). Di dalam wilayah internal Uni Eropa, orang, barang dan
modal dapat bergerak secara bebas dan tidak dapat dilakukan limitasi berdasarkan batasbatas teritorial ne gara-negara
anggota organisasi tersebut. Negara-negara anggota Uni Eropa juga telah mengintegrasikan sistem moneter di antara
mereka serta mengikatkan diri pada perjanjian-perjanjian internasional regional yang berlaku di seluruh wilayah negara
anggota. Pada lingkup yang lebih luas gejala yang sama dapat dicermati dalam proses liberalisasi ekonomi di seluruh
dunia yang diprakarsai dan difasilitasi oleh Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade Organizations/WTO).
Liberalisasi ekonomi internasional yang diprakarsai oleh WTO tersebut telah mendorong terjadinya proses globalisasi.
 
Globalisasi yang terjadi di seluruh dunia merupakan proses internasionalisasi komunikasi, perdagangan dan organisasi
ekonomi. Proses globalisasi yang menjadi gejala yang harus dihadapi oleh negara-negara dan bangsa-bangsa di seluruh
wilayah dunia, terjadi karena dorongan perkem bangan kapitalisme internasional dan didalamnya juga menyertakan
transformasi budaya dan struktur sosial bagi masyarakat yang semula merupakan masyarakat non kapitalis, dan bahkan
masyarakat yang masuk dalam kategori preindustrial societies.
Proses globalisasi pada aspek ekonomi dapat dicermati dari perjanjian perdagangan internasional yang berlaku pada level hubungan antar
negara, sistem hukum nasional, maupun kerangka relasi individual. Pada saat yang sama juga ditandai dengan meningkat-pesatnya
volume perdagangan internasional serta meningkatnya interdependensi ekonomi di antara negara-negara. Modal, pangsa pasar dan
korporasi telah mendorong terjadinya kompetisi yang merujuk pada prinsip “equal treatment”.
 
Dalam hal hubungan perdagangan internasional yang dibangun dan didasari oleh ketentuan-ketentuan hukum yang proses pembentukan
dan pada konsep kedaulatan akan berhadapan dengan dan dipengaruhi oleh norma-norma yang diartikulasikan, disebarluaskan dan
diterapkan secara transnasional ataupun internasional. Pada dua dekade terakhir abad keduapuluh dan memasuki abad ke duapuluh satu,
kiranya dapat disaksikan bahwa pemahaman tentang kedaulatan sebagai konsep yang absolut harus dipertimbangkan kembali. Kegagalan
otoritas nasional dalam mengelola dinamika politik dan memberikan perlindungan terhadap hak asasi m anusia warganya sebagaimana
yang terjadi di wilayah-wilayah Myanmar, Angola, Afghanistan, Somalia dan bekas Yugoslavia, merupakan fakta yang tak terbantahkan
bahwa negara tidak dapat menutup diri dari bantuan kemanusiaan dari masyarakat internasional dengan dalih atau atas nama kedaulatan.
 
Kedaulatan negara tidak dapat dijadikan perisai (shield) oleh otoritas nasional untuk mencegah bantuan eksternal kepada warga di negara
yang bersangkutan yang memerlukan bantuan dan perlindungan internasional. Kedaulatan bukan merupakan fakta atau kondisi yang
sifatnya statis. Kedaulatan lebih merupakan proses atau serangkaian tindakan dan proses. Jika terdapat suatu negara yang mengalami
proses dan telah menjelma menjadi suatu negara yang gagal (a failed state), ketika di dalamnya telah terjadi perpecahan secara fisik,
budaya, ekonomi, dan politik, terceraiberai ke dalam banyak non state actors serta telah kehilangan kapasitas untuk melaksanakan
koordinasi maka negara tersebut telah kehilangan kedaulatannya.
 
Dari perspektif akademis, kiranya perlu dikem bangkan wacana visioner untuk menemukan pemaknaan yang sahih mengenai konsep
kedaulatan negara pada saat sistem internasional telah memasuki era interdependensi di antara negara-negara dalam sistem internasional
terkini. Negara sebagai elemen utama dalam masyarakat internasional tidak tergantikan, namun, otoritas nasional di negara yang
bersangkutan mengemban mandat dan tanggungjawab untuk memajukan warganya, meningkatkan kemakmuran dan menjaga
kebebasannya, mengelola konflik yang terjadi di antara mereka, serta mengembangkan kerjasama internasional untuk meningkatkan
kualitas kehidupannya. Dalam bahasa yang implementasinya difasilitasi suatu negara manapun tetapi mengacu pada kebenaran nilai-nilai
universal hak asasi manusia .
Pertemuan ke-14
Alat Perlengkapan Negara
ALAT KELENGKAPAN NEGARA
PERBEDAAN ALAT KELENGKAPAN NEGARA DENGAN ALAT NEGARA

 Pada dasarnya tidak ada peraturan perundang-undangan yang khusus menyebut definisi dari alat
kelengkapan negara maupun alat negara. Yang termasuk alat kelengkapan  negara yang disebut
dalam UUD 1945 antara lain yaitu: Presiden, MPR, DPR, DPD, DPRD, KY, MA, dan MK.
Sedangkan yang termasuk alat negara yang disebut dalam UUD 1945 yaitu TNI dan Polri.
Namun, dari berbagai sumber yang ada, kami merangkum bahwa alat kelengkapan negara
merupakan pelengkap dari suatu negara. Lembaga ini ada yang bertindak secara langsung untuk dan
atas nama negara, atau hanya menjalankan fungsi administratif atau penunjang fungsi kelengkapan
negara. Sedangkan alat negara adalah kelengkapan negara yang bertugas untuk memelihara
pertahanan negara maupun menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
BAGIAN DARI ALAT KELENGKAPAN NEGARA
     Alat kelengkapan negara terdiri dari 3 lembaga yang biasa disebut dengan Trias Politika, antara lain :
1.      Legislatif yaitu lembaga yang membuat undang-undang. Lembaga tersebut adalah DPR, MPR, DPD, dan DPRD.
Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan secara periodik dan berasal dari partai-
partai politik
2.      Eksekutif yaitu lembaga pemerintah (dalam arti sempit) adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintah
berdasarkan undang-undang. Yang termasuk dalam bagian ini adalah Presiden dan Wakil Presiden
3.      Yudikatif yaitu lembaga yang mengawasi dan mengadili. Yudikatif ini berkewajiban untuk mempertahankan undang-
undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyat. Yang termasuk dalam lembaga ini adalah MA, MK, dan KY     

TUGAS DAN WEWENANG DARI MASING - MASING ALAT KELENGKAPAN NEGARA


  
Legislatif
a) MPR
Tugas dan Wewenang

1.      Mengubah dan menetapkan UUD


2.      Melantik Presiden dan Wakil Presiden
3.      Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan MK untuk memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya
4.      Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tida dapat
melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya
5.      Memilih Presiden dan Wakil Preside apabila keduanya berhenti secara bersamaan
6.      Menetapkan Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik MPR
b)   DPR

Tugas dan Wewenang

Dalam fungsinya sebagai legislasi :


1.      Menyusun dan membahas Rancangan Undang – Undang
2.      Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintahan penggant UU yang diajukan Presiden untuk
dijadikan UU
3.      Menetapkan UU bersama dengan Presiden

Dalam fungsinya sebagai anggaran :


1.      Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN
2.      Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan asset Negara
3.      Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan, dan
agama

Dalam fungsinya sebagai pengawasan :


1.      Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah
2.      Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang yang disampaikan oleh DPD

Dalam lingkup luas tugas dan wewenang DPR ada :


1.      Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi rakyat
2.      Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD
c) DPD

Tugas dan Wewenang


1.      Mengajukan kepada DPR rancanga undang – undang yang berkaitan dengan otonomi daerah dan
hubungan pusat
dengan daerah
2.      Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK secara tertulis sebelum
dilaksanakan
pemilihan
3.      Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang – undang mengenai otonomi daerah dan hubungan
pusat dan
daerah

d)     DPRD

Tugas dan Wewenang


1.      Membentuk peraturan daerah (perda) bersama kepala daerah (bupati / walikota)
2.      Membahas dan menyetujui RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) dengan kepala
daerah
3.      Mangusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah
4.      Memilih wakil kepala daerah jika ada kekosongan jabatan
5.      Menerima laporan pertanggungjawaban kepala daerah
6.      Membentuk panitia pengawas pemilukada
 
Eksekutif
          a) Presiden
Tugas dan wewenang :
1.  Menjalankan kekuasaan pemerintahan
2. Mengajukan RUU kepada DPR
3. Menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan suatu  
     undang-undang
4. Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan AU
5. Mengangkat konsul
6. Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan
7.  Memeberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
     pertimbangan Mahkamah Agung
8. Membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
     nasihat dan pertimbangan kepada presiden
9. Mengangkat dan memberhentikan menteri
10.  Menetapkan peraturan pemerintah penganti undang-undang
       (perpu).
            b) Wakil Presiden
                       Tugas dan wewenang :
1.      Mendampingi sang presiden jika presiden menjalankan tugas – tugas kenegaraan di Negara lain
2.      Membantu dan atau mewakili tugas presiden di bidang kenegaraan dan pemerintahan
3.      Melaksanakan tugas teknis pemerintahan sehari – hari
4.      Menyusun agenda kerja kabinet dan menetapkan focus atau prioritas kegiatan pemerintahan yang pelaksanaannya
dipertanggungjawabkan kepada presiden
5.      Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
Yudikatif
a)      Mahkamah Agung
Tugas dan Wewenang :
1.      Mengajukan 3 (tiga) orang anggota hakim konstitusi
2.      Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi
3.      Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundan-undangan dibawah UU, dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh UU.
 
b)      Mahkamah Konstitusi
Tugas dan Wewenang :
1.      Wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden  menurut UUD 1945
2.      Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap
UUD 1945
c)      Komisi Yudisial
Tugas dan Wewenang :
1.      Berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku hakim.
2.      Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung , Komisi Yudisial mempunyai tugas :
a.       Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung
b.      Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung
c.       Menetapkan calon Hakim Agung
d.      Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR
3.      Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim, dengan tugas utama : Menerima
laporan petugas Komisi Yudisial
4.      Pengaduan masyarakat tentang prilaku hakim : Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim
 
Berdasarkan penelusuran, tidak ditemukan peraturan perundang-undangan yang khusus menyebut definisi lembaga negara
maupun alat negara. Namun, dari berbagai sumber yang ada bahwa lembaga negara adalah lembaga yang menjalankan
fungsi negara. Lembaga ini ada yang bertindak secara langsung untuk dan atas nama negara, atau hanya menjalankan fungsi
administratif atau penunjang fungsi kelengkapan negara. Sedangkan alat negara adalah kelengkapan negara yang bertugas
untuk memelihara pertahanan negara maupun menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
 
Fungsi Lembaga Negara

Meski demikian, soal lembaga negara dan fungsinya pernah dijelaskan oleh Wicaksana Dramanda, S.H. dalam
artikel Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintahan. Wicaksana membagi tiga fungsi lembaga negara dengan mengacu pada
penjelasan Bagir Manan yang mengkategorikan 3 (tiga) jenis lembaga negara yang dilihat berdasarkan fungsinya, yakni:

1.    Lembaga Negara yang menjalankan fungsi negara secara langsung atau bertindak untuk dan atas nama negara, seperti
Lembaga Kepresidenan, DPR, dan Lembaga Kekuasaan Kehakiman. Lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi ini disebut
alat kelengkapan negara.

2.    Lembaga Negara yang menjalankan fungsi administrasi negara dan tidak bertindak untuk dan atas nama negara. Artinya,
lembaga ini hanya menjalankan tugas administratif yang tidak bersifat ketatanegaraan. Lembaga yang menjalankan fungsi
ini disebut sebagai lembaga administratif.

3.    Lembaga Negara penunjang atau badan penunjang yang berfungsi untuk menunjang fungsi alat kelengkapan negara.
Lembaga ini disebut sebagai auxiliary organ/agency.
 
Menyorot yudikatif, berikut bunyi Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 (“UUD 1945”) dan Pasal
30 UUD 1945 yang Anda sebutkan.
 
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang
hasil pemilihan umum.”
 
Pasal 30 UUD 1945:
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai
kekuatan pendukung.
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat
negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat
bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Repubik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat
keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan
dan keamanan diatur dengan undang-undang ini.
 
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang memuat frasa “memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan Undang-Undang Dasar”. Menjawab pertanyaan Anda, beberapa lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, antara lain yaitu:

1.    Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”), Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”), Dewan Perwakilan
Daerah (“DPD”), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”)
2.    Badan Pemeriksa Keuangan (“BPK”)
3.    Mahkamah Agung (“MA”)
4.    Komisi Yudisial (“KY”)
5.    Mahkamah Konstitusi (“MK”)
 
Bersumber dari laman Kementarian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (“KEMENPAN RB”), Kemenpan RB menyebutkan beberapa lembaga negara, yakni: Lembaga
Negara Pemegang Cabang Kekuasaan Negara (antara lain MA; Kepaniteraan MA; MK; Sekretariat Jenderal
MK; MPR, DPR, DPD, dan DPRD; Sekretariat Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal DPR, dan sebagainya) dan
Lembaga Negara yang diatur dalam UUD 1945 dan undang-undang (antara lain: KY, Sekretariat Jenderal KY,
Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”), Ombudsman Republik Indonesia, dan sebagainya).
 
 
Menjawab pertanyaan Anda lainnya soal alat negara, alat negara yang disebut dalam UUD 1945 yaitu:
1.    Tentara Nasional Indonesia
Bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
2.    Kepolisian Negara Republik Indonesia
Bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum.
 

Selain dua alat negara di atas, alat negara lainnya yang tidak disebut dalam UUD 1945 namun dibentuk
berdasarkan undang-undang yaitu Badan Intelijen Negara (“BIN”) yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden. Dalam laman BIN itu dijelaskan tentang kedudukan BIN sebagai alat negara. Hal ini
dapat dilihat dari Pasal 10 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. (“UU
17/2011”) berbunyi:
 
(1) Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a merupakan alat negara yang
menyelenggarakan fungsi Intelijen dalam negeri dan luar negeri.
(2) Fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pertemuan ke-15
Teori konstitusi dan lembaga perwakilan
PENGERTIAN KONSTITUSI

Kata konstitusi berasal dari bahasa Prancis “Constitur” yang berarti membentuk. Sedangkan dalam bahasa
Belanda dikenal “Grondwel” yang berarti Undang-undang Dasar. Bahasa Jerman dikenal istilah “Grundgesetz”.

Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk
berdirinya sebuah Negara. E.C.S Wade mengatakan bahwa yang dimaksud adalah “a document having a
special legal sanctity which sets out the framework and the principal functions of the organs of government of
a state and declares the principles governing the operation of those organs”. (naskah yang memaparkan
rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok cara
kerja badan tersebut).
Dalam terminology fiqh siyasah, istilah konstitusi dikenal dengan dustur,
yang pada mulanya diartikan dengan seseorang yang memiliki otoritas, baik
dalam bidang politik maupun agama. Dustur dalam konteks konstitusi berarti
kumpulan kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerjasama antar sesama
anggota masyarakat dalam sebuah Negara, baik yang tidak tertulis (konvensi)
maupun yang tertulis (konstitusi).

Lebih lanjut dijelaskan Abdul Wahab Khallaf, bahwa prinsip yang ditegakkan
dalam perumusan undang-undang dasar(dustur) ini adalah jaminan atas hak-
ahak asasi manusia setiap anggota masyarakat dan persamaan kedudukan
semua orang di mata hukum, tanpa membeda-bedakan stratifikasi social,
kekayaan, pendidikan dan agama. Jadi, dalam praktiknya, konstitusi ini
terbagi menjadi dua bagian yaitu tertulis (undang-undang) dasar dan yang
tidak tertulis, atau dikenal juga dengan konvensi.
Berikut ini pendapat beberapa ahli mengenai pengertian konstitusi, Yaitu ;
a.Herman Heller
Konstitusi mempunyai arti yang lebih luas daripada undang-undang Dasar. Konstitusi tidah hanya bersifat yuridis, tetapi
mengandung pengertian sosiologisdan politis.
b.Oliver Cromwell
Undang-undang Dasar itu merupakan “instrumen of govermen”, yaitu bahwa Undang-undang dibuat sebagai pegangan
untuk memerintah. Dalam arti ini, Konstitusi identik dengan Undang-undang dasar.

c.F. Lassalle
Konstitusi sesungguhnya menggambarkan hubungan antara kaekuasaan yang terdapat didalam masyarakat seperti
golongan yang mempunyai kedudukan nyata didalam masyarakat, misalnya kepala negara, angkatan perang, partai
politik, buruh tani, pegawai, dan sebagainya.

d.Prayudi Atmosudirdjo
Konstitusi adalah hasil atau produk sejarah dan proses perjuangan bangsa yang bersangkutan, Konstitusi merupakan
rumusan dari filsafat, cita-cita, kehendak dan perjuangan suatu bangsa. Konstitusi adalah cermin dari jiwa, jalan pikiran,
mentalitas dan kebudayaan suatu bangsa.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa konstitusi memiliki dua pengertian yaitu :
1. Konstitusi dalam arti sempti, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis
atau undang-undang Dasar.
2. Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau
undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis / Konvensi.

Konvensi sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam


praktek penyelenggaraan bearnegara mempunyai sifat ;
a.Merupakan kebiasaan yang berulang kali dalam prektek penyelenggaaraan Negara.

b.Tidak beartentangan dengan hukum dasar tertulis/Undang-undang Dasar dan bearjalan sejajar.

c.Diterima oleh rakyat negara.

Bersifat melengkapi sehingga memungkinkan sebagai aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang
undang Dasar.Konstitusi sebagiai hukum dasar memuat aturan-aturan dasar atau pokok-pokok
penyelenggaraan bernegara, yang masih bersifat umum atau bersifat garis besar dan perlu dijabarkan lebih
lanjut kedalam norma hukum dibawahnya.
Tujuan Konstitusi

Konstitusi sebagaimana disebutkan merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk


dalam mengatur hubungan antar Negara dan warga Negara. Konstitusi juga dapat dipahami
sebagai bagian dari social contrct (kontrak sosial) yang memuat aturan main dalam
berbangsa dan bernegara. Lebih jelas, Sovernin Lohman menjelaskan bahwa dalam
konstitusi harus memuat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat untuk mengatur mereka;

b. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan warga Negara sekaligus
penentuan batas-batas hak dan kewajiban warga Negara dan alat-alat pemerintahannya;

c. Konstitusi sebagai forma regimenis yaitu kerangka bangunan pemerintahan (Solly Lubis,
1982;48).
Pada prinsipnya, adanya konstitusi memiliki tujuan untuk membatasi kewenangan pemerintah
dalam menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang
berdaulat. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Loewenstein. Ia mengatakan bahwa
konstitusi merupakan sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan.

Tujuan-tujuan adanya konstitusi tersebut, secara ringkas dapat diklasifikasikan menjadi tiga
tujuan, yaitu :

1.Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan pembatasan sekaligus pengawasan


terhadap kekuasaan politik;

2.Konstitusi bertujuan untuk melepaskan control kekuasaan dari penguasa sendiri;

3.Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam


menjalankan kekuasaannya.
PENTINGNYA KONSTITUSI DALAM SUATU NEGARA

Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga Negara.
Dalam lintasan sejarah hingga awal abad ke-21 ini, hampir tidak ada Negara yang tidak memiliki
konstitusi. Hal ini menunjukkan betapa urgennya konstitusi sebagai suatu peringkat negera. Konstitusi
dan Negara ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lain tidak terpisahkan.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa konstitusi merupakan sekumpulan aturan yang
mengatur organisasi Negara, serta hubungan antara Negara dan warga Negara sehingga saling
menyesuaikan diri dan saling bekerja sama.
Dr.A. Hamid S Attamini menegaskan bahwa konstitusi atau Undang-Undang Dasar merupakan suatu hal
yang sangat penting sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus dipakai sebagai pegangan
dalam mengatur bagaimana kekuasaan Negara harus dijalankan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Bagir
Manan mengatakan bahwa hakikat konstitusi merupakn perwujudan paham tentang konstitusi atau
konstitualisme yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap
kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga Negara maupun setiap
penduduk di pihak lain.
Sejalan dengan perlunya konstitusi sebagai instruman untuk membatasi kekuasaan dalam
suatu Negara, Miriam Budiarjo mengatakan:
“Di dalam Negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional,
Undang-Undang Dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasan
pemerintah sedemikain rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat
sewenang-wenag. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga Negara akan lebih
terlindungi.”

Dalam konteks pentingnya konstitusi sebagai pemberi batas kekuasaan tersebut, Kusnardi
menjelaskan bahwa konstitusi dilihat dari fungsinya terbagi ke dalam dua bagian, yaitu
membagi kekuasaan dalam Negara dan membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa
dalam Negara. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa bagi mereka yang memandang Negara
dari sudut kekuasaan dan menganggap sebagai organisasi kekuasaan, maka konstitusi
dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana
kekuasaan dibagi di antara beberapa lembaga kenegaraan, seperti antara lembaga
legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Selain sebagai pembatas kekuasaan, konstitusi juga digunakan sebagai alat untuk
menjamin hak-hak warga negara. Hak-hak tersebut mencakup hak-hak asas, seperti
hak untuk hidup, kesejahteraan hidup dan hak kebebasan.
Mengingat pentingnya konstitusi dalam suatu Negara ini, Struycken dalam bukunya
“Het Staatsreet van Het Koninkrijk der Nederlander” menyatakan bahwa Undang-
Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan dokuman formal yang berisikan:

1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu lampau;


2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik untuk waktu
sekarang maupun untuk waktu yang akan datang;
4. Suatu keinginan, di mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin.
Keempat materi yang terdapat dalam konstitusi atau undang-undang tersebut,
menunjukkan arti pentingnya suatu konstitusi yang menjadi barometer
kehidupan bernegara dan berbangsa, serta memberikan arahan dan pedoman
bagi penerus bangsa dalam menjalankan suatu Negara. Dan pada prinsipnya
semua agenda penting kenegaraan, serta prinsip-prinsip dalam menjalankan
kehidupan berbangsa dan bernegara, telah tercover dalam konstitusi. .

Secara umum dapat dikatakan bahwa eksistensi konstitusi dalam suatu


Negara merupakan suatu keniscayaan, karena dengan adanya konstitusi akan
tercipta pembatasan kekuasaan melalui pembagian kekuasaan dalam
menjalankan Negara. Selain itu, adanya konstitusi juga menjadi suatu hal
yang sangat penting untuk menjamin hak-hak asasi warga Negara, sehingga
tidak terjadi penindasan dan perlakuan sewenang-wenang dari pemerintah.
KONSTITUSI DEMOKRATIS

Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh
warga Negara. Dengan kata lain, Negara yang memilih demokrasi sebagai pilihannya,
maka konstitusi yang dapat dikatakan demokratis mengandung prinsip-prinsip dasar
demokrasi dalam kehidupan bernegara:
1.Menempatkan warga Negara sebagai sumber utama kedaulatan;
2.Mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak minoritas;
3.Pembatasan pemerintahan ;
4. Pembatasan dan pemisahan kekuasaan Negara meliputi:
a.Pemisahan wewenang kekuasaan
b. Control dan keseimbangan lembaga-lembaga pemerintahan;
c.Proses hukum
d. Adanya pemilihan umum sebagai mekanisme peralihan kekuasaan.
Prinsip-prinsip konstitusi demokratis ini merupakan refleksi dari nilai-nilai dasar yang
terkandung di dalam hak asasi manusia yang meliputi:
1.Hak-hak dasar (basic right);
2.Kebebasan mengeluarkan pendapat;
3.Hak-hak individu
4.Keadilan
5.Persamaan
6.Keterbukaan
Kesimpulan
1.Konstitusi dalam arti sempit, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-
undang Dasar.
2.Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang
Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis / Konvensi
3.Dalam praktiknya, konstitusi justru terbagi menjadi dua bagian yaitu tertulis (undang-
undang) dasar dan yang tidak tertulis, atau dikenal juga dengan konvensi.
4.Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh
warga Negara.
5.Konstitusi sebagaimana disebutkan merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk
dalam mengatur hubungan antar Negara dan warga Negara

Anda mungkin juga menyukai