Anda di halaman 1dari 11

Kebebasan Pers di Dunia

Arab
Kelompok

Devi Uliani
Alwi Muchtar Napitupulu
Astri Octafiani
Muchairical A. Nani
Eva Sakinah
Anang Fauzi
Miqdad Abdul Majid
Organisasi (HAM), menuntut negara-negara Arab
menjalankan kebebasan pers di negara mereka. Khususnya di
Tunisia, Maroko, Suriah, Libya, dan Arab Saudi. Hal
tersebut dikarenakan para wartawan masih menghadapi
sensor di sejumlah kendala pers.
Anggota dewan organisasi Astrid Frohloff tidak setuju jika
kritik terhadap penguasa, militer atau agama dianggap fitnah
dan bisa dihukum. Hal ini diungkapkan pada konferensi pers
yang diselenggarakan oleh Deutsche Welle dan organisasi hak
asasi manusia‚ untuk pameran buku internasional di
Frankfurt am Main.
Diakhir tahun 2010 hingga pertengahan 2011, upaya demokratisasi banyak
terjadi di kawasan Timur Tengah, salah satunya ialah negara Tunisia.

Pada saat itu masyarakat menuntut mundurnya presiden Tunisia yang


menjabat melalui kudeta yaitu Zine El Abidin Ben Ali yang telah
menjabat hampir 24 tahun, dibawah kekuasaannya yang dictator. Terjadi
berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan masalah-masalah lainnya salah
satunya ialah pembungkaman media pers. Hal ini membuat masyarakat
Tunisia melakukan gelombang aksi turun ke jalan dalam skala besar dan
juga demonstransi karena ketidak puasan dan kemarahan mereka akan
kepemimpinan Ben Ali, sehingga Ben Ali diturunkan secara paksa oleh
rakyat Tunisia.
Selain dari itu, tejadi juga konfrontasi seorang pedagang
kaki lima yang bernama Muhamad Bouazizi, ia membakar
diri di Sidi Bouzid, Tunisia. Sebagai bentuk kemarahannya
terhadap pemerintah Tunisia, yang kemudian tindakannya
tersebut memotivasi rakyat disejumlah negara-negara Timur
Tengah untuk bergerak memperjuangkan perubahan.
Menurut RSF di tahun 2021 kebebasan pers di Timur Tengah
dan Afrika Utara sangat mengkhawatirkan, negara-negara
tersebut masih menjadi yang paling mendominasi ranking bawah
dalam menegakkan "kebebasan pers". Iran berada di posisi 174,
dan Iran selalu menjadi peringkat bawah RSF sejak daftar indeks
dibuat pertama kalinya pada 2002. Iran juga tercatat sebagai
negara teratas yang telah mengeksekusi jurnalis dalam jumlah
tertinggi selama 50 tahun terakhir.  

 
Selain Iran, Arab Saudi juga masih berada di daftar
terbawah dengan menempati peringkat 170. Negara kerajaan
minyak itu dilaporkan telah melipat gandakan jumlah jurnalis
yang ditahan secara sewenang-wenang sejak Putra Mahkota
Mohammed bin Salman (MBS) berkuasa pada 2017.
Jurnalis di sana akan secara otomatis menjadi tersangka bila
memilih netralitas ketimbang mengikuti jalur media resmi
pemerintah.
Hal yang sama pun berlaku di Mesir yang berada pada
peringkat 166. Sejak Presiden Abdel Fattah el-Sisi
menggulingkan Presiden Demokratis Mesir, Mohamed Morsi,
ia telah mengubah negara itu menjadi salah satu penjara
jurnalis terbesar di dunia, bersanding dengan Turki dan Arab
Saudi.
Sedangkan negara-negara di Afrika yang dikenal penuh kekerasan
justru menunjukkan peningkatan signifikan dalam kebebasan pers bila
dibandingkan tahun sebelumnya.

Contohnya:

Burundi di Afrika Timur yang melonjak 13 peringkat menjadi 147,


setelah empat jurnalisnya menerima 'pengampunan' presiden.

Sierra Leone naik 10 peringkat menjadi 75, usai undang-undang


pidana tentang pencemaran nama baik dihapuskan.

Begitu pula dengan Mali, naik menjadi ranking 99 karena adanya


penurunan tajam terkait pelanggaran jurnalisme.
Indeks Kebebasan Pers Dunia terbaru diterbitkan oleh Reporters
Without Borders yaitu pada Selasa 05 Mei 2022, menyebutkan
Jurnalis di Timur Tengah bekerja di lingkungan media yang paling
tidak bersahabat di dunia. Lebih dari 50 persen negara di Timur
Tengah menghadapi ancaman ‘sangat serius’ terhadap kebebasan
pers.

Negara-negara yang memiliki lingkungan media yang “sulit” atau


“bermasalah”. Di antaranya Iran, Irak dan Suriah yang
terdaftar di antara 10 terbawah dari 180 negara secara global
untuk kebebasan pers, sedangkan Yaman, Mesir, Bahrain, Arab
Saudi, dan Oman masuk dalam 20 terbawah.
Palestina, di 170, telah turun secara signifikan dari peringkat tahun
sebelumnya, yaitu 133 dengan penurunan tajam serupa yang disaksikan di
Oman dan Afghanistan.

Libanon yang merosot 23 peringkat, di mana ancaman dan penahanan


sewenang-wenang menjadi kenyataan yang konstan bagi wartawan.

Arab Saudi dan Turki sama-sama meningkatkan peringkat kebebasan pers


mereka dari tahun sebelumnya, masing-masing naik 3 dan 4 tempat. Hal
tersebut karena organisasi mengubah metodologinya untuk “beradaptasi”
dengan lanskap media yang berubah yang menjadi lebih digital.
Selain itu, Mesir disebut sebagai salah satu sipir terburuk di
Timur Tengah, dengan perkiraan 25 wartawan di balik jeruji
besi.

Akibat pemboman Gaza tahun lalu, “menghancurkan”


kebebasan pers di Palestina dan dapat dilihat sebagai bagian
dari “tren impunitas yang lebih lama” dalam hal menargetkan
jurnalis. Pasukan Israel juga menahan wartawan tanpa tuduhan
untuk waktu yang lebih lama, menggemakan iklim represif yang
didokumentasikan di Arab Saudi dan Mesir.

 
Sekian,
Terimakasih……

Anda mungkin juga menyukai