Anda di halaman 1dari 80

BUDAYA POSITIF

OLEH

UDDING

WIDYAISWRA AHLI MADYA

LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (LPMP)

DINAS PENDIDIKAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH

KEMENTERIAN PENDIDKAN KEBUDAYAAN DAN RISTEK

2022
• Menghargai sesama peserta dan fasilitator
• Satu berbicara, semua mendengarkan
KESEPAKATAN
• Hadir Tepat waktu
BERSAMA
• Berpartisipasi aktif
• Fokus pada sesi belajar
Selamat datang!
TUJUAN
1. Menjelaskan tentang konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dihubungkan dengan konsep lingkungan dan budaya
positif di sekolah.
2. Mengamati bagaimana sistem rancangan di sekolah masing-masing dapat menciptakan lingkungan positif serta
mendukung murid menjadi pribadi yang bahagia, mandiri, dan bertanggung jawab, sesuai dengan filosofi Ki Hadjar
Dewantara.
3. menjelaskan makna ‘kontrol’ dari paparan Teori Kontrol Dr. William Glasser serta miskonsepsi yang terjadi di
kehidupan sehari-hari, serta dapat menjelaskan perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol.
4. menjelaskan makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di lingkungannya, serta kaitan Teori
Kontrol dengan 3 Motivasi Perilaku Manusia.
5. menjelaskan pentingnya memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan diyakini dan disepakati
seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta sebuah budaya positif.
6. menjelaskan dan menganalisis Teori Motivasi dan Motivasi Intrinsik yang dituju, serta menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungannya.
7. menjelaskan konsep hukuman dan penghargaan, dan konsep pendekatan restitusi.
Budaya Positif atau Ekosistem Positif
Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu:
menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar
mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai
anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya
dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang
ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya
(bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat
anak”
KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang
kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh
pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak
itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di
tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan
yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik
(kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan
perawatan dari pak tani.  Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu
disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang
dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan
dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan
optimal.
“…kita ambil contoh perbandingannya dengan
hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam
hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik)
yang menanam padi misalnya, hanya dapat
menuntun tumbuhnya padi, ia dapat
memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman
padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat
atau jamur-jamur yang mengganggu hidup
tanaman padi dan lain sebagainya.” (Ki Hadjar
Dewantara, Lampiran 1. Dasar-Dasar
Pendidikan.
Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan,
Febr. 1937
KODRAT ALAM DAN KODRAT ZAMAN

KHD menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat


alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan
di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”
KHD mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut
“Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa
segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya
maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala
kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun
zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara
mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu
disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai
dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara,
2009, hal. 21)
BUDI PEKERTI
Menurut KHD, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara
gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga.
Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa
(afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Sedih merupakan perpaduan
harmonis antara cipta dan karsa demikian pula Bahagia.
KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk
melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan
tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan
budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga menjadi ruang untuk
mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan pusat pendidikan
lainnya.
Lingkungan keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan,
tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk
berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena
anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan
yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan
pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak
.Untuk memulai pembelajaran budaya positif ini, marilah melakukan pengamatan, dan berefleksi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

● Apa pentingnya menciptakan suasana positif di lingkungan Anda?

● Sebagai seorang pendidik dan/atau pimpinan sekolah, bagaimana Anda dapat menciptakan suasana positif di lingkungan Anda selama ini?

● Apakah hubungan antara menciptakan suasana yang positif dengan proses pembelajaran yang berpihak pada murid?
1.1 - Interpretasi Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara - YouTube

DEMONSTRASI KONTEKSTUAL SEGITIGA RESTITUSI - YouTube


AYO MELAKUKAN PENGAMATAN DAN REFLEKSI TERHADAP BAGAIMANA KITA DAPAT MENCIPTAKAN
SEBUAH BUDAYA POSITIF, DENGAN MELAKUKAN SERANGKAIAN KEGIATAN DI BAWAH

1. Pejamkan mata, kemudian bayangkan sekolah impian Anda. Bagaimana suasana sekolahnya?
Bagaimana sikap gurunya? Bagaimana tutur kata guru? Bagaimana guru bersikap kepada
murid-muridnya? Bagaimana sikap murid-muridnya, bagaimana mereka saling berinteraksi,
terhadap Anda, sebagai pimpinan sekolah dan terhadap guru-guru yang lain?
2. Untuk mewujudkan sekolah impian tersebut, bila Anda adalah seorang pemimpin di sekolah
Anda, bagaimana Anda akan menciptakan sebuah lingkungan yang positif di sekolah Anda? Apa
strategi yang akan Anda pilih? Bagaimana Anda akan menerapkan disiplin positif, apa yang
perlu kita lakukan terlebih dahulu? Tentunya, salah satu hal yang paling penting adalah kita perlu
menghilangkan rasa takut dalam diri murid-murid sehingga mereka merasa aman dan nyaman
berada di sekolah, dan bahwa membuat kesalahan adalah suatu proses pembelajaran itu
sendiri. Hanya dengan demikian, semua murid dapat belajar dengan rasa tenang, tanpa tekanan
dan nyaman.
Standar Nasional Pendidikan:
 
Lingkungan yang positif sangat diperlukan agar pembelajaran yang terjadi adalah
pembelajaran yang berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar
proses pada Standar Nasional Pendidikan Pasal 12 yaitu:
1) Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b
diselenggarakan dalam suasana belajar yang:
a. interaktif;
b. inspiratif;
c. menyenangkan;
d. menantang;
e. memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan
f. memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik.
menciptakan budaya positif, isilah kolom harapan berikut ini

Apa saja harapan-harapan yang ingin Anda lihat berkembang pada diri Apa saja kegiatan, materi,
Anda, sebagai seorang pemimpin pembelajaran yang memiliki manfaat yang Anda harapkan
pengaruh pada warga sekolah, terutama murid- murid Anda setelah dari kegaitan ini?
selesai mengikuti kegiatan ini?

Untuk Diri Sendiri sebagai Pemimpin Pembelajaran: 1.


1. 2.
2. dst.
dst.
 
 
 
 
 
Untuk Murid: 1.
2.
dst.
Perubahan Paradigma

Kegiatan Kepalan Tangan

Ada A dan B (Anda dan teman Anda).


Sobeklah secarik kertas kecil, tuliskan benda atau sesuatu yang sangat
berharga untuk Anda. Letakkan di salah satu tangan Anda dan genggam
benda/sesuatu tersebut dengan segala daya. Buatlah sebuah kepalan.
Teman Anda (B) akan mencoba dengan sekuat tenaga, dengan berbagai
cara untuk meminta Anda memberikan benda tersebut.

Apa yang terjadi?


Perubahan Paradigma Teori Kontrol (Ilusi Kontrol)

 Ilusi guru mengontrol murid


 Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa
bersalah dapat menguatkan karakter.
 Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan
bermanfaat
 Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk
memaksa
Perubahan Paradigma-Stimulus Respon Teori Kontrol

Bisakah kita mengontrol seseorang?


Stimulus Respon Teori Kontrol
Kita mencoba mengubah orang Kita berusaha memahami pandangan
agar berpandangan sama dengan orang lain tentang dunia.
kita.
Perilaku buruk dilihat sebagai suatu kesalahan Semua perilaku memiliki tujuan.

Orang lain bisa mengontrol saya. Hanya Anda yang bisa mengontrol diri Anda.

Saya bisa mengontrol orang lain. Anda tidak bisa mengontrol orang lain.

Pemaksaan ada pada saat bujukan gagal. Kolaborasi dan konsensus


menciptakan pilihan-pilihan baru.
Model Berpikir Menang/Kalah Model Berpikir Menang-menang.
TINDAKAN GURU HUKUMAN ATAU SANKSI/KONSEKUENSI

 Mencatat 100 kali di dalam buku kalimat, “Saya tidak akan


terlambat lagi”, karena terlambat ke sekolah.
 Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat
hadir di sekolah. Murid diminta untuk ‘push up’ 15 kali karena
tidak menggunakan masker ke sekola
• Menggantikan kertas tugas teman yang telah dicoret-coret.
• Membersihkan tumpahan air di meja tulis karena tersenggol
pada saat belajar. Meminta murid tidak mengenakan sepatu
seharian di sekolah karena tidak mengenakan sepatu hitam.
• Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat 10
menit untuk pelajaran PJOK.
PERBEDAAN HUKUMAN DAN SANKSI/KONSEKUENSI

Hukuman Sanksi/Konsekuensi

Sesuatu yang menyakitkan harus terjadi Sesuatu harus terjadi

Membuat anak sakit (fisik maupun hati) untuk Membuat anak merasa tidak nyaman dalam
jangka waktu lama jangka waktu pendek
Anak membenci kedisiplinan Anak menghargai disiplin

Paksaan Stimulus-tanggapan
Mendorong anak menyakiti diri sendiri Mendorong anak agar mudah menyesuaikan diri

Konsep diri yang buruk Konsep diri yang baik

Anak belajar untuk menyembunyikan kesalahan Anak belajar untuk mematuhi peraturan

Marah, rasa bersalah, dipermalukan, merasa tak Kehilangan hak, dibuat tidak nyaman,
dihargai diasingkan untuk sementara (time out)
Disadur dari Restitution, Diane Gossen, The Five Positions of Control, Yayasan Pendidikan
Luhur, 2005
Apakah makna ‘Disiplin’?
• Berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya belajar.
• Makna asal dari kata ini berkonotasi dengan disiplin diri dari
murid-murid Socrates dan Plato.
• Disiplin diri membuat orang menggali potensinya menuju
sebuah tujuan, apa yang dia hargai.
• Namun dalam budaya kita, makna kata disiplin telah berubah
menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain
untuk mendapatkan kepatuhan. Kecenderungan umum adalah
menghubungkan kata disiplin dengan ketidaknyamanan, bukan
dengan apa yang kita hargai, atau pencapaian suatu tujuan
mulia.
Teori Motivasi Perilaku Manusia

1. Untuk menghindari ketidaknyamanan/hukuman


“Apa yang akan terjadi apabila saya tidak
Motivasi Eksternal
melakukannya?”

2. Untuk mendapatkan imbalan dari orang lain/institusi


“Apa yang akan saya dapatkan apabila saya
Motivasi Eksternal
melakukannya?”

3. Untuk menghargai diri sendiri, menjadi insan sesuai Motivasi Internal


harapan kita. Tujuan Disiplin
“Saya akan menjadi orang yang seperti apa bila saya melakukannya?” Positif
Apa itu ‘Restitusi’?

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi


bagi murid untuk memperbaiki kesalahan
mereka, sehingga mereka bisa kembali
pada kelompok mereka, dengan karakter
yang lebih kuat (Gossen; 2004)
9 Ciri-ciri Restitusi
1. Bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari
kesalahan.
2. Memperbaiki hubungan.
3. Tawaran, bukan paksaan.
4. Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri.
5. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan.
6. Restitusi diri adalah cara yang paling baik.
7. Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan.
8. Restitusi fokus pada solusi.
9. Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada
kelompoknya. Segitiga Restitus
“ Merdeka”
menurut Ki Hajar Dewantara

“...merdeka itu artinya; tidak hanya


terlepas dari perintah; akan tetapi juga
cakap buat memerintah diri sendiri.”

(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap


Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 469)
Budaya
Positif
Lingkungan Positif

Keyakinan Kelas

Peraturan
Kelas
Keyakinan Kelas, Hukuman, dan Penghargaan
Mengapa tidak peraturan saja, mengapa harus Keyakinan
Kelas?
● Mengapa kita memiliki peraturan harus menggunakan helm bila mengendarai
kendaraan roda dua?
● Mengapa kita memiliki peraturan 3M, menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga
jarak 1.5 meter?
● Mengapa kita memiliki peraturan harus datang tepat waktu pada saat mengikuti pelatihan?

Untuk mendukung motivasi intrinsik, kembali ke nilai-nilai/keyakinan-keyakinan lebih


menggerakkan seseorang dibandingkan mengikuti serangkaian peraturan-
peraturan.
Kegiatan Pendalaman Keyakinan Kelas - Tabel T & Y
Hormat

Hormat
Terdengar Tampak Seperti

HORMAT Tidak Tampak Seperti

Kami meyakini bahwa sangat


penting untuk menghormati
Terlihat Berperilaku
semua orang dan barang milik
orang lain

BEKERJA Tampak Seperti


Tidak Tampak Seperti

Kami meyakini bahwa sangat


penting untuk mengerjakan
segala pekerjaan atau
mengikuti kegiatan yang telah
ditugaskan. BEKERJA
Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti
DITERIMA DAN DIMILIKI
Kami meyakini bahwa sangat
penting untuk merasa diterima Terdengar
pada suatu kelompok dan
saling peduli satu dengan yang
lain.
Terlihat
Berperilaku
Peraturan Keyakinan kelas/nilai kebajikan yang dituju

Selalu kembalikan buku ke tempatnya

Dilarang Mengganggu Orang Lain

Hadir di sekolah 15 menit sebelum


pembelajaran dimulai

Dilarang Melakukan Kekerasan

Dilarang Menggunakan Narkoba

Bergantian atau menunggu giliran

Gunakan masker
Jangan berlari di kelas atau koridor
Peraturan Keyakinan kelas/nilai kebajikan yang dituju

Selalu kembalikan buku ke tempatnya


Tanggung jawab

Dilarang Mengganggu Orang Lain


Menghormati Orang Lain dan Diri Sendiri

Hadir di sekolah 15 menit sebelum


pembelajaran dimulai Menghormati Orang Lain, Komitmen pada
Tujuan (Berkomitmen)

Dilarang Melakukan Kekerasan


Keselamatan, Menghormati Orang Lain.
Dilarang Menggunakan Narkoba
Kesehatan
Bergantian atau menunggu giliran
Menghormati orang lain, Kesabaran
Gunakan masker Kesehatan, Keselamatan
Jangan berlari di kelas atau koridor
Keselamatan, Keamanan
. TEORI MOTIVASI, HUKUMAN DAN PENGHARGAAN, RESTITUSI

Motivasi Perilaku Manusia

Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia:

1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman


2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri

Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid- murid kita yaitu untuk menjadi orang yang
mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi
tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada
adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin
menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara kita sebagai
guru untuk untuk menanamkan disiplin positif yang positif ini kepada murid-murid kita?
b) Dihukum oleh Penghargaan:

“Saat kita berulang kali menjanjikan hadiah kepada anak-anak agar berperilaku bertanggung jawab, atau kepada seorang murid agar mempelajari
sesuatu yang baru, atau kepada seorang karyawan agar melakukan pekerjaan yang berkualitas, kita sedang berasumsi mereka tidak dapat
melakukannya, atau mereka tidak akan memilih untuk
melakukannya.” (Alfie Kohn)

Kegiatan Pemantik:
Ibu Anas
Bacalah guru
kasus Ibukelas
Anas2 di
SD, mendapatkan
bawah masalah.
ini dan jawablah Murid-muridnya tidakyang
pertanyaan-pertanyaan bisa diberikan:
tertib berdiri antri di depan pintu kelas, dan selalu berebutan masuk ke
dalam kelas setelah jam istirahat usai. Ini tentunya sangat mengganggu proses pembelajaran dimana kelas tidak dapat mulai tepat waktu karena Ibu
Anas sibuk menenangkan murid-muridnya untuk waktu cukup lama. Akhirnya Bu Anas berpikir cepat, dan mengandalkan stiker bintang. Setiap murid-
muridnya akan masuk kelas usai jam istirahat, Bu Anas akan mengiming-imingi murid-muridnya dengan stiker bintang. “Siapa yang dapat berdiri lurus
dan berbaris rapi antri di depan pintu, dapat bintang dari Bu Anas!” Sebagian besar murid-muridnya menyambut tantangan tersebut, dan langsung
berdiri rapi di depan pintu agar mendapatkan stiker bintang. Hal ini terus dilakukan Bu Anas selama beberapa minggu, karena cukup berhasil membuat
murid-muridnya berdiri rapi antri di depan pintu. Sampai pada suatu saat Bu Anas sakit, dan terpaksa digantikan Pak Heru. Pak Heru tidak mengetahui
tentang stiker bintang, dan benar saja, pada saat mau masuk ke kelas usai jam istirahat murid-murid kelas 2 kembali berebutan masuk kelas. Apa yang
terjadi, mengapa?

Jawablah ketiga pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap jawaban rekan Anda.
1. Berdasarkan teori motivasi yang telah Anda pelajari pada pembelajaran, kira-kira apa motivasi murid-murid kelas 2 untuk bersedia berdiri antri
sebelum masuk kelas?
2. Adakah cara lain agar murid-murid kelas 2 bersedia antri di depan kelas tanpa diberi penghargaan stiker bintang? Jelaskan.

Alfie Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret 1995) mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman, adalah
cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Menurut Kohn, secara ideal tindakan belajar itu sendiri
adalah penghargaan sesungguhnya.Kohn selanjutnya juga mengemukakan beberapa pernyataan dari hasil pengamatannya selama ini tentang tindakan
memberikan penghargaan yang nilainya sama dengan menghukum seseorang.

Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang


● Penghargaan efektif jika kita menginginkan seseorang melakukan sesuatu yang kita inginkan, dalam jangka waktu pendek.
● Jika kita menggunakan penghargaan lagi, dan lagi, maka orang tersebut akan
bergantung pada penghargaan yang diberikan, serta kehilangan motivasi dari dalam.
● Jika kita mendapatkan penghargaan untuk melakukan sesuatu yang baik, maka selain kita senantiasa berharap mendapatkan
penghargaan tersebut lagi, kita pun menjadi tidak menyadari tindakan baik yang kita lakukan.

Penghargaan Tidak Efektif.


● Suatu penghargaan adalah suatu benda atau peristiwa yang diinginkan, yang dibuat dengan persyaratan: Hanya jika Anda melakukan hal
ini, maka Anda akan mendapatkan penghargaan yang diinginkan.
● Jika saya mengharapkan suatu penghargaan dan tidak mendapatkannya, maka saya akan kecewa dan berkecil hati, serta kemungkinan
lain kali saya tidak akan berusaha sekeras sebelumnya.
● Jika kita memberikan seseorang suatu penghargaan untuk melakukan sesuatu, maka kita harus terus menerus memberikan penghargaan
itu jika kita ingin orang tersebut meneruskan perilaku yang kita inginkan.
● Orang yang berusaha berhenti merokok, atau orang yang berusaha diet menguruskan badan bila diberikan penghargaan hampir pasti
tidak berhasil.
Penghargaan Merusak Hubungan
● Ketika seorang diberi penghargaan atau dipuji di depan orang banyak, maka yang
lain akan merasa iri, dan sebagian dari mereka akan tidak menyukai orang yang diberikan penghargaan tersebut.
● Jika seorang guru sering memberikan penghargaan kepada murid-muridnya, besar
kemungkinan murid-muridnya termotivasi hanya untuk menyenangkan gurunya. Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru
tersebut.
● Penghargaan menciptakan persaingan di dalam kelas, dan persaingan menciptakan kecemasan.
● Mereka yang percaya bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk
mendapatkan penghargaan akan berhenti mencoba.
Penghargaan Mengurangi Ketepatan
Riset I: Dalam sebuah percobaan, sekelompok anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun
diminta untuk melihat gambar-gambar wajah yang ditampilkan di layar, dan mereka harus memberitahukan jika wajah-wajah tersebut
sama atau berbeda. Gambar- gambar tersebut hampir sama. Beberapa dari mereka diberi penghargaan (dalam bentuk uang) pada saat
mereka memberikan jawaban benar, sementara sebagian yang lain tidak.
Hasil: Anak laki-laki yang dibayar membuat lebih banyak kesalahan.

Riset II: Anak-anak diminta mengingat kata-kata tertentu, kemudian mereka diminta mengambil kartu yang berisi kata-kata yang diingat
tersebut setiap kali muncul. Beberapa anak diberikan permen setiap mereka memberikan jawaban yang benar, dan sebagian yang lain
hanya diberitahu saja bila jawaban mereka benar.
Hasil: Anak-anak yang mendapatkan permen jawabannya banyak yang tidak tepat dibandingkan anak-anak yang hanya diberitahu
jawabannya
Penghargaanbenar.
Menurunkan Kualitas
Pengamatan dilakukan pada sekelompok mahasiswa/i yang sedang kerja praktik di sebuah surat kabar universitas; saat itu mereka
sedang belajar menuliskan sebuah
artikel tentang sebuah judul berita utama. Seiring waktu mahasiswa/i tersebut semakin mampu bekerja dengan cepat. Kemudian, ada
beberapa mahasiswa/i yang
dibayar untuk setiap judul berita utama yang mereka mampu hasilkan, dan setelah beberapa lama mahasiswa/i yang dibayar ini hasil
kinerjanya berhenti berkembang. Mereka yang tidak menerima bayaran terus berupaya mengasah diri menjadi lebih baik.
Penghargaan Mematikan Kreativitas
● Murid-murid diminta berpikir mengenai hadiah atau penghargaan yang bisa mereka dapatkan bila berhasil menulis sebuah puisi.
Kreatifitas kelompok murid-
murid ini menjadi berkurang, dibandingkan dengan yang tidak diberitahukan tentang hadiah yang bisa mereka terima.
● Penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan seni atau sebuah penulisan cerita
menjadi kurang kreatif bila dijanjikan sebuah hadiah/penghargaan.
● Dalam tugas-tugas memecahkan masalah, para murid memakan waktu lebih lama dan memberikan jalan keluar kurang kreatif, saat
mereka dijanjikan suatu penghargaan.

Penghargaan Menghukum
● Penghargaan ‘menghukum’ mereka yang tidak mendapatkan penghargaan. Misalnya dalam sistem ‘ranking’. Mereka yang mendapatkan
ranking kedua akan merasa paling ‘dihukum’.
● Memberikan penghargaan dan hukuman adalah hal yang sama, karena keduanya
mencoba mengendalikan perilaku seseorang.
● Karena orang pada dasarnya tidak suka dikendalikan, dalam jangka waktu lama, penghargaan akan terlihat sebagai hukuman.
● Jika suatu penghargaan diharapkan, namun Anda tidak mendapatkannya, Anda
akan merasa dihukum.
Motivasi dari Dalam Diri (Intrinsik)
● Saat seorang anak belajar untuk pertama kali, menggabungkan huruf-huruf dan kata-kata, serta menyadari bahwa ia dapat membaca,
timbul pijar di matanya dan sebuah senyuman di wajahnya. Anak tersebut begitu gembira bahwa ia telah
mempelajari dan menguasai suatu keterampilan baru. Kesadaran akan kemampuannya bahwa ‘dia’ sudah dapat membaca, sesungguhnya
sudah merupakan sebuah penghargaan.
● Jika kita memberikan penghargaan kepada seorang anak pada saat dia sedang
merasa bangga dengan pencapaiannya sendiri, maka kita akan mengambil kegembiraan yang saat itu sedang dirasakan secara alamiah.
Disadur dari materi pelatihan ‘Dihukum oleh Penghargaan’, Yayasan Pendidikan Luhur-Foundation for Excellence in Education, 2006.

Tugas Anda:
Bacalah kedelapan pembahasan tentang ‘Dihukum oleh Penghargaan’ yang dirangkum
ke dalam kotak-kotak di atas. Rangkuman ini berisi pernyataan-pernyataan atau hasil penelitian yang dikumpulkan oleh pakar pendidikan Alfie
Kohn. Pilihlah dua kotak yang berisi pernyataan atau hasil penelitian yang paling menarik atau menantang untuk Anda. Tuliskan tanggapan
Anda terhadap pernyataan/hasil penelitian yang Anda pilih tersebut, kemudian berilah minimal 2 tanggapan atas jawaban/tanggapan rekan
Anda.
c) Restitusi: Sebuah Pendekatan untuk Menciptakan Disiplin Positif

Pertanyaan Pemantik
Bapak Ibu calon guru penggerak, apa yang akan Anda lakukan bila,
● Dalam sebuah acara pesta ulang tahun, teman Anda memecahkan gelas. Apakah Anda akan membiarkan dia membayar harga gelas
yang dipecahkannya?
● Anda sudah janji bertemu dengan teman Anda, namun ternyata dia juga memiliki
janji penting bertemu orang lain di tempat lain, dan Anda terpaksa naik taksi untuk menemui teman Anda di tempat itu, apakah Anda
akan meminta teman Anda membayar biaya taksi Anda menuju ke tempat tersebut?
● Pegawai Anda membuat kesalahan yang menyebabkan kerugian finansial pada perusahaan, pegawai tersebut menawarkan untuk
bekerja lembur tanpa bayaran, apakah Anda sebagai pemilik perusahaan akan menerimanya?

Eksplorasi Mandiri
Kebiasaan kita selama ini, bila ada orang yang berlaku salah pada kita adalah langsung memaafkan, atau bahkan kita melakukan sesuatu yang
membuat mereka tidak nyaman atau merasa bersalah. Kita cenderung untuk berfokus pada kesalahan daripada mencari cara bagi orang yang
berbuat kesalahan untuk memperbaiki diri. Kita lebih fokus pada pada cara mereka membayar akibat dari kesalahan mereka daripada
mengembalikan harga diri mereka. Membuat kondisi menjadi impas, menjadi lebih penting daripada membuat situasi menjadi benar.
Sebagai seorang guru, ketika murid Anda melakukan kesalahan, tindakan mana yang akan Anda lakukan?
● Menunjukkan kesalahannya dan memintanya melihat kesalahannya baik-baik
● Mengatakan, “Kamu seharusnya tahu bagaimana kamu seharusnya bertindak”.
● Mengingatkan murid Anda akan kesalahannya yang sama di waktu sebelumnya.
● Bertanya padanya, “Kenapa kamu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kamu lakukan?”.
● Mengkritik dan mendiamkannya

Kalau Anda melakukan tindakan-tindakan di atas, mungkin Anda akan membuat murid Anda merasa menjadi anak yang gagal.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana sebaiknya respon kita bila ada murid kita melakukan kesalahan? Mari kita baca artikel ini:

Restitusi
Sebuah Cara Menanamkan Disiplin Positif Pada Murid

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka,
dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)

Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang
seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada
bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang
menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya di modul 1.2, kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita
memiliki
motivasi intrinsik.

Melalui pendekatan restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan mengajak murid berefleksi tentang apa yang dapat mereka
lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka menjadi pribadi yang lebih baik dan menghargai dirinya. Pendekatan restitusi tidak
hanya menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Restitusi juga sesuai dengan prinsip dari teori kontrol
William Glasser tentang solusi menang-menang.

Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh karakternya, ketika mereka melakukan kesalahan, karena pada hakikatnya begitulah cara kita
belajar. Murid perlu bertanggung jawab atas perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat belajar dari pengalaman untuk membuat pilihan
yang lebih baik di waktu yang akan datang. Ketika guru memecahkan masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan kesempatan untuk
mempelajari keterampilan yang berharga untuk hidup mereka.

Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya.

● Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan Dalam pendekatan restitusi, ketika murid berbuat salah,
guru tidak mengarahkan untuk menebus kesalahan dengan membayar sejumlah uang, memperbaiki kerugian yang timbul, atau sekedar
meminta maaf. Karena kalau fokusnya kesana, maka murid yang berbuat salah akan fokus pada tindakan yang bersifat eksternal yaitu untuk
menebus kesalahan dan menghindari ketidaknyamanan, bukannya yang lebih bersifat internal yaitu pada upaya perbaikan diri. Biasanya
setelah menebus kesalahan, orang yang berbuat salah akan merasa sudah selesai dengan situasi itu sehingga merasa lega karena seolah-olah
kesalahan tidak pernah terjadi.

Terkadang bisa juga muncul perasaan ingin balas dendam, bila orang yang berbuat salah sebetulnya merasa tidak rela harus melakukan sesuatu
untuk menebus kesalahannya. Kalau tindakan untuk menebus kesalahan dipahami sebagai hukuman, maka mungkin mereka berpikir untuk
membuat situasinya menjadi impas. Pembalasan seperti ini akan berdampak jangka panjang karena konfliknya akan tetap ada. Menebus
kesalahan itu tidak salah, namun biasanya tidak membuat kita menjadi pribadi yang lebih kuat.

Pendekatan restitusi sebenarnya juga berhubungan dengan usaha untuk menebus kesalahan, tetapi sebaiknya merupakan inisiatif dari murid yang
melakukan kesalahan. Proses pemulihan akan terjadi bila ada keinginan dari murid yang berbuat salah untuk melakukan sesuatu yang
menunjukkan rasa penyesalannya. Fokusnya tidak hanya pada mengurangi kerugian pada korban, tapi juga bagaimana menjadi orang yang
lebih baik dan melakukan hal baik pada orang lain dengan kebaikan yang ada dalam diri kita.
Ketika murid belajar dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masa depan, mereka akan mendapatkan pelajaran yang mereka bisa
pakai terus menerus di masa depan untuk menjadi orang yang lebih baik.

● Restitusi memperbaiki hubungan


Restitusi adalah tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya. Restitusi juga membantu murid-murid dalam hal mereka ingin
menjadi orang seperti apa dan bagaimana mereka ingin diperlakukan. Restitusi adalah proses refleksi dan pemulihan. Proses ini
menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada diri mereka sendiri dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka
pada orang lain. Ketika proses pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa mulai berpikir tentang apa yang bisa dilakukan untuk
menebus kesalahan mereka pada orang yang menjadi korban.

● Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan


Restitusi yang dipaksa bukanlah restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila guru memaksa proses restitusi, maka murid akan
bertanya, apa yang akan terjadi kalau saya tidak melakukannya. Misalnya mereka sebenarnya tidak suka konsekuensi yang guru sarankan,
mereka mungkin akan setuju dan akan melakukannya, tapi karena mereka menghindari ketidaknyamanan atau menghindari kehilangan
kebebasan atau diasingkan dari kelompok. Mereka akan percaya kalau mereka menyakiti orang, maka mereka juga tersakiti, maka mereka
pikir itu impas. Seorang anak yang memukul temannya akan mengatakan, “Kamu boleh pukul aku balik, biar impas”. Memaksa melakukan
restitusi bertentangan dengan perkembangan moral, yaitu kebebasan
untuk membuat pilihan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan
masalah dan berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Tidak apa-apa kok berbuat salah itu manusiawi. Semua orang pasti pernah berbuat
salah”. Pembicaraan ini bersifat tawaran, bukan paksaan, bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka…”

● Restitusi ‘menuntun’ untuk melihat ke dalam diri


Dalam proses restitusi kita akan melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan murid yang berbuat salah dan keyakinan mereka
tentang orang seperti apa yang
mereka inginkan. Untuk membimbing proses pemulihan diri, guru bisa bertanya pada mereka:
● Kamu ingin menjadi orang seperti apa?
● Kamu akan terlihat, terdengar, dan terasa seperti apa kalau kamu sudahmenjadi orang yang seperti itu?
● Apa yang kamu percaya tentang bagaimana orang harus memperlakukan orang
lain?
● Bagaimana kamu mau diperlakukan ketika kamu berbuat salah?
● Apa nilai yang diajarkan di keluargamu tentang hal ini? Apakah kamu memegang nilai ini?
● Kalau tidak, lalu apa yang kamu percaya?

Kita tidak ingin menciptakan rasa bersalah pada diri anak dengan bertanya seperti itu. Kalau guru melihat rasa bersalah di wajah murid, maka guru
harus cepat-cepat mengatakan, “Tidak apa-apa kok berbuat salah”.

Ketika murid sudah dibimbing untuk mengeksplorasi orang seperti apa yang mereka inginkan, guru bisa mulai bertanya tentang kejadiannya, seberapa
sering hal ini terjadi, apa yang ia lakukan, ia berada di mana. Murid tidak akan berbohong pada guru.

Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan


Untuk berpindah dari evaluasi diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk memahami dampak dari tindakannya pada orang lain. Kalau murid paham
bahwa setiap orang memiliki kebutuhan dasar untuk dipenuhi, hal ini akan sangat membantu, sehingga ketika murid melakukan kesalahan, mereka
akan menyadari kebutuhan apa yang sedang mereka coba penuhi, demikian juga kebutuhan orang lain.

Untuk membantu murid mengenali kebutuhan dasarnya, guru bisa meminta mereka mengenali perasaan mereka. Perasaan sedih dan kesepian
menunjukkan adanya kebutuhan cinta dan kasih sayang yang tidak terpenuhi. Perasaan dipaksa, atau terlalu banyak beban, menunjukkan kurangnya
kebutuhan akan kebebasan. Perasaan takut akan kelelahan, kelaparan, menunjukkan pada kita kalau kita merasa tidak aman. Perasaan bosan
menunjukkan kurang terpenuhinya kebutuhan akan kesenangan.

Restitusi diri adalah cara yang paling baik


Dalam restitusi diri murid belajar untuk mengubah kebiasaan dari kecenderungan untuk
mengomentari orang lain, menjadi mengomentari diri sendiri. 3 TahapDr. Evaluasi
William Diri:
Glasser menyatakan, orang yang bahagia akan mengevaluasi diri sendiri,
orang yang tidak bahagia akan mengevaluasi orang lain.
1. Saya tidak suka cara saya berbicara padamu
2. Kesalahan yang saya lakukan adalah
● Saya sebenarnya punya informasi yang kamu butuhkan
● Saya lelah dan saya bicara terlalu cepat
● Saya tidak jelas menyampaikan apa yang saya inginkan
● Pemahaman saya berbeda dengan pemahamanmu
3. Besok lagi saya akan
● Menyampaikan informasi yang saya punya dan kamu
butuhkan
● Saya akan bicara lebih lambat
● Saya akan bicara lebih jelas tentang keinginan saya
Ketika murid bisa●melakukan restitusi
Menyampaikan
diri makapemahaman saya
dia akan bisa padamu dirinya dengan lebih baik dengan tujuan yang lebih baik pula.
mengontrol

Ketika Anda berhadapan dengan orang lain, dan melakukan evaluasi diri, maka 9 dari 10 orang yang diajak bicara juga akan melakukan evaluasi diri
juga. Mungkin akan ada 1 dari 10 orang yang diajak bicara, justru akan menggunakan kesempatan itu untuk menghukum Anda. Kalau ini terjadi,
tanyakan saja, apakah Anda mau menggunakan kesempatan ini untuk menjelek- jelekkan saya atau Anda mau membuat situasi ini menjadi lebih baik.
Anda mau ke arah mana?

Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan


Dalam proses restitusi diri, maka murid akan menyadari dia sedang menjadi orang yang seperti apa, yang itu adalah menunjukkan fokus pada
penguatan karakter. Ketika guru membimbing murid untuk penguatan karakter, guru akan mengatakan, “Ibu/Bapak tidak terlalu mempermasalahkan
apa yang kamu lakukan hari ini, tetapi mari kita bicara tentang apa yang akan kamu lakukan besok. Kamu bisa saja minta maaf, tapi orang akan lebih
suka mendengar apa yang akan kamu lakukan dengan lebih baik lagi.

Restitusi menguatkan
Bisakah momen ketika murid melakukan kesalahan menjadi sebuah momen yang baik? Jawabnya, tentu bisa, asalkan ia bisa belajar dari kesalahan
itu. Apa maksud dari kalimat kita bisa lebih kuat setelah kita belajar dari kesalahan? Lebih kuat disini maksudnya bukan menekan perasaan kita
dalam-dalam. Kuat disini artinya menyadari apa yang bisa murid ubah,
dan murid benar-benar mengubahnya. Guru bisa bertanya, apa yang dapat kamu ubah dari dirimu sendiri? Bagaimana kamu akan berubah?

Restitusi fokus pada solusi


Dalam restitusi, guru menstabilkan identitas murid dengan mengatakan, “Kita tidak fokus pada kesalahan, Bapak/ibu tidak tertarik untuk mencari
siapa yang benar, siapa yang salah.

Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya


Mari kita lihat praktik pendidikan kita yang seringkali memisahkan anak-anak dari kelompoknya, misalnya seorang anak TK bersikap tidak kooperatif
pada saat kegiatan mendengar dongeng dari gurunya, anak itu disuruh keluar dari kelompoknya, atau anak itu
diminta duduk di belakang kelas atau di pojok kelas, disuruh keluar kelas ke koridor, ke kantor guru, seringkali dibiarkan tanpa pengawasan.
Kalau ada anak remaja nakal, orangtua menyuruh pergi dari rumah. Padahal kalau mereka jauh dari orang tuanya, orang tuanya jadi tidak bisa
mengajari mereka dan mereka tidak belajar nilai-nilai kebajikan. Kalau mereka tidak belajar, bagaimana nasib generasi kita ke depan? Kalau kita
menjauhkan remaja kita, maka mereka akan putus hubungan dengan kita.

Ketika anak berbuat salah, kita tidak bisa memotivasi anak untuk menjadi baik, kita hanya bisa menciptakan kondisi agar mereka bisa melihat ke dalam
diri mereka. Kita seharusnya mengajari mereka untuk menyelesaikan masalah mereka, dan berusaha mengembalikan mereka ke kelompok mereka
dengan karakter yang lebih kuat.

Disarikan dari Buku It’s All About WE; Rethinking Discipline using Restitution, Third Edition, Diane Gossen, 2008
Contoh Keyakinan Kelas:
Keyakinan Kelas 1
● Setiap anggota kelas perlu belajar.
● Setiap anggota kelas perlu senang.
● Setiap anggota kelas perlu melakukan tugas.
● Setiap anggota kelas perlu saling menghargai.
● Setiap anggota kelas perlu merasa aman.
Keyakinan Kelas 5
● Selalu bersikap positif.
● Senantiasa menjadi diri terbaik.
● Percaya dan menghormati orang lain serta barang miliknya.
● Berkomitmen terhadap setiap tugas.
● Senantiasa membantu.
Keyakinan Kelas 7
HORMAT
Kami meyakini bahwa sangat penting untuk menghormati semua orang dan barang milik orang lain

BEKERJA
Kami meyakini bahwa sangat penting untuk mengerjakan segala pekerjaan atau mengikuti kegiatan yang
telah ditugaskan.

DITERIMA DAN DIMILIKI


Agar semua warga kelas dapat memahami setiap pernyataan yang telah tercantum dalam keyakinan kelas, maka selama seminggu di awal
tahun ajaran baru dapat didedikasikan untuk pendalaman setiap keyakinan dengan berbagai kegiatan.
5 Kebutuhan Dasar Manusia

Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu
kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan
penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan,
hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat satu persatu kelima kebutuhan
dasar ini.

Kebutuhan Bertahan Hidup


Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan.
Kebutuhan biologis sebagai bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup. Komponen psikologis pada kebutuhan
ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman. Dalam kasus Doni di atas, apabila jawaban Doni ketika ditanya oleh Ibu Ambar adalah karena ia lapar
dan orangtuanya tidak membawakannya bekal makan siang, maka kebutuhan dasar yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni, adalah kebutuhan
untuk bertahan hidup (survival).

Kasih sayang dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima)


Kebutuhan ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan untuk disayangi dan diterima meliputi kebutuhan akan
hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari suatu
kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk tetap terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja,
binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung.

Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar kasih sayang dan rasa diterima yang tinggi biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya.
Mereka juga akrab dengan orang tuanya. Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi mereka, teman sebaya sangatlah penting.
Mereka juga biasanya suka bekerja dalam kelompok.

Dalam kasus diatas, apabila Doni menjawab bahwa alasannya mengambil bekal temannya karena dia merasa senang temannya jadi
memperhatikan dia. Ketika temannya melaporkan tindakannya itu pada gurunya, dan gurunya memberitahu orang tuanya, sehingga orang tuanya
jadi memperhatikan dia, maka kebutuhan dasar yang sedang dipenuhi Doni adalah kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima.
Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)
Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan
keterampilan kita, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap berharga, bisa membuat
perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten, diakui,
dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh.

Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar akan penguasaan yang tinggi biasanya selalu ingin menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati
sebelum mencoba hal baru dan merasa kecewa bila melakukan kesalahan. Mereka juga biasanya rapi dan sistematik dan selalu ingin mencapai yang
terbaik.

Dalam kasus diatas, apabila jawaban Doni adalah dia merasa hebat karena temannya jadi
takut dengan dia dan menuruti keinginannya, maka sebetulnya Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya akan kekuasaan.

Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)


Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan dan
mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak
bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik.

Bila jawaban Doni dalam kasus diatas adalah bahwa dia merasa bosan dengan bekal makanan yang dibawakan ibunya dari rumah, karena ibunya
selalu membawakan bekal yang sama, oleh karena itu dia ingin mencoba makanan teman-temannya yang beraneka ragam, maka Doni sedang
berusaha memenuhi kebutuhannya akan kebebasan.

Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang)


Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun,
betapa menyedihkan. Glasser menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan tingkat intelegensi tinggi (anjing,
lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia tidak berbeda.

Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya ingin menikmati apa yang dilakukan. Mereka juga bisa berkonsentrasi tinggi saat
mengerjakan hal yang disenangi. Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka melucu dan juga menggemaskan.
Bahkan saat mereka bertingkah laku buruk, mereka masih terlihat lucu.

Dalam kasus diatas, bila Doni menjawab bahwa ia melakukannya karena iseng saja dan ia menikmati ekspresi wajah teman-temannya yang kesal
karena diambil makanannya dan menurut dia, ekspresi teman-temannya itu lucu. Maka berarti Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan
kesenangan.
Disarikan dari berbagai sumber

Restitusi - Lima Posisi Kontrol


Lima Posisi Kontrol:
kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum,
Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Mari kita tinjau lebih dalam kelima posisi kontrol ini:

Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum,
senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru
yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:
“Patuhi aturan saya, atau awas!” “Kamu selalu saja salah!”

“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”


Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.

Pembuat Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan
yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:
“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”
“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”
“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”
Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan
orang-orang disayanginya.

Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada
guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman
menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:
“Ayo bantulah, demi bapak ya?”
murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang
mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.

Pemantau: Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggungjawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau
berdasarkan pada peraturan- peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan
murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau: “Peraturannya apa?”
“Apa yang telah kamu lakukan?” “Sanksi atau konsekuensinya apa?”
Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan
sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-
respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.
Manajer:
Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid,
mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang
manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua
posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid- murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita
perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis
kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan
murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata “Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)
“Apakah kamu meyakininya?”
“Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?” “Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”
“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”
Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing
murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut
ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.

Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum
siap diajak berdiskusi atau diundang melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah
pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala
perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.
Di bawah ini adalah contoh peragaan yang dikutip dari Yayasan Pendidikan Luhur (2007)
di mana ada seorang murid yang melanggar suatu peraturan sekolah. Selanjutnya ada dialog antara seorang guru dengan murid tersebut,
serta bagaimana guru tersebut menjalankan disiplin dengan menggunakan kelima posisi kontrol untuk kasus yang sama:

Adi yang terlambat hadir di sekolah.

Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik):
“Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat waktu?”
Tanyakan kepada diri Anda:
Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang terlambat?
Hasil:
Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret
bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores
kendaraan tersebut dengan paku.

Pembuat Merasa Bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat


pada anak, lesu):
“Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu.
Ibu benar-benar kecewa sekali.”
Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini?
Hasil:
Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan
tidak sanggup membahagiakan
orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid
menahan perasaan. Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun
dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa
meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.

Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid, mata dan senyum jenaka)
“Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa
terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-
senyum).
Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini?
Hasil:
Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif,
hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut
untuk membantunya. Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum
tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain.

Pemantau (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal):


Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?” Adi: “Tahu Pak!”
Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti konsekuensi yang
harus dilakukan bila terlambat?”
Adi: “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan mengerjakan tugas ketertinggalan saya.”
Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus tinggal di kelas untuk
menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu” Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?
Hasil:
karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri.

Manajer (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid): Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa
sekolah dimulai?”
Adi: “Tahu Pak, jam 7:00!”
Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalah ini?”
Adi: “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.”
Guru: “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agarbisa hadir tepat waktu ke sekolah?”
Adi: “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.”
Guru: “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri” Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?

Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke
murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau
menempatkan diri sebagai teman murid.

Fokus ada pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu
perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa konsekuensinya apa peraturannya? Namun pada posisi
Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan
guru.

Selanjutnya, silakan Anda melihat video di LMS tentang kasus murid yang terlambat dengan kelima posisi kontrol Restitusi - Diane Gossen.
Diharapkan setelah Anda melihat video tersebut Anda memiliki pemahaman yang lebih baik tentang Restitusi - 5 Posisi Kontrol, seperti
tertera di tabel di bawah ini:
5 POSISI KONTROL RESTITUSI
MOTIVASI MOTIVASI EKSTERNAL MOTIVASI INTRINSIK

IDENTITAS GAGAL IDENTITAS SUKSES

PERILAKU KONTROL NEGATIF PERILAKU KONTROL POSITIF KONTROL DIRI

PENGHUKUM PEMBUAT MERASA BERSALAH TEMAN PEMANTAU MANAJER

Guru Berbuat: Menghardik Berceramah, Membuatkan Menghitung dan Mengajukan


Menunjuk- Menunjukkan alasan-alasan mengukur pertanyaan-
nunjuk kekecewaan untuk murid- pertanyaan
Menyakiti mendalam muridnya.
Menyindir
Guru Berkata: “Kalau kamu tidak “Kamu sudah “Lakukan demi “Apa “Apa yang kita yakini?
melakukannya, mengecewakan Bapak/Ibu” peraturannya?” Apa kamu meyakini hal
saya akan…” Ibu/Bapak” “Ya sudah nanti “Apa tersebut?”
Bapak/Ibu bantu konsekuensinya?” “Kalau kamu
bereskan” “Apa yang telah meyakininya, maukah
kamu lakukan?” kamu
“Apa yang terjadi memperbaikinya?”
sekarang?” “Kalau kami
memperbaikinya, jadi
kira-kira hal tersebut
akan menggambarkan
apa tentang dirimu?”
Hasil: Memberontak Pendendam Menyalahkan Menyembunyi- kan Menyangkal Ketergantungan Menyesuaikan bila diawasi. Menguatkan watak/karakter
orang lain Berbohong

Murid Berkata: “Saya tidak peduli” “Maafkan saya”. “Saya pikir “Saya akan dapat “Bagaimana caranya
Bapak/Ibu teman berapa bintang agar saya bisa
saya” kalau melakukan memperbaiki keadaan
hal tersebut?” ini?”
“Jika sudah “Saya akan
melakukan hal memperbaiki masalah
tersebut, saya ini dengan…”
akan mendapatkan
apa?”
Dampak pada Mengulangi Rendah diri Tergantung Menitikberatkan Mengevaluasi diri
Murid: kesalahan Merasa gagal Tidak mandiri dan pada dampak pada bagaimana menjadi diri
berulang kali. dan tidak tidak bisa diri sendiri, yang lebih baik.
Perilaku menjadi berharga memutuskan mendapatkan
agresif hadiah atau
mendapatkan
hukuman.

Kaitan Murid meletakkan Murid Murid meletakkan Murid meletakkan Murid meletakkan
Berkualitas.

Proses tiga tahapan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip utama dari Teori Kontrol, yaitu:

Langkah Teori Kontrol

1 Menstabilkan Identitas Kita semua akan melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan
Stabilize the Identity

2 Validasi Tindakan yang Salah Semua perilaku memiliki alasan


Validate the Misbehaviour

3 Menanyakan Keyakinan Kita semua memiliki motivasi internal


Seek the Belief

Ketiga strategi tersebut direpresentasikan dalam 3 sisi segitiga restitusi. Langkah- langkah tersebut tidak harus dilakukan satu persatu secara
kaku. Banyak guru yang sudah menggunakannya dalam berbagai versi menurut gaya mereka masing-masing bahkan tanpa mengetahui
tentang teori restitusi.

Gambar 1. Segitiga Restitusi

1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)


Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi
orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang
sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka
kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara
mengatakan kalimat-kalimat ini:

● Berbuat salah itu tidak apa-apa.


● Tidak ada manusia yang sempurna
● Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
● Kita bisa menyelesaikan ini.
● Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini.
● Kamu berhak merasa begitu.
● Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?
Kalau kita mengatakan kalimat-kalimat diatas, akan sangat sulit, bahkan hampir tidak
mungkin, buat anak untuk tetap membangkang. Para guru yang bertugas mengawasi anak-anak saat mereka bermain di halaman sekolah,
menyatakan bahwa bila mereka mengatakan kalimat tersebut yang mungkin hanya butuh 30 detik, bisa mengubah situasi yang sulit menjadi
kooperatif.

Sisi 2: Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbehavior)

Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki

maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara
berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila
sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin terdengar asing
buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.
baru.”
Biasanya guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori kontrol menyatakan bahwa resep itu tidak manjur.
Mungkin tindakan guru dengan memvalidasi sikap yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang ada, namun sebetulnya
tujuannya untuk menunjukkan bahwa guru memahami alasan di balik tindakan murid.
Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap yang baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami
alasannya, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran aturan seringkali
memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan
kasih sayang dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari
masalah, namun bila kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami.

Sisi Ketiga: Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)


Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan
tingkah laku yang salah telah divalidasi
(langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan.
Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini
menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.
● Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
● Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
● Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?
● Kamu mau jadi orang yang seperti apa?

Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka inginkan?
Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya? Kebanyakkan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi
Tugas
Bacalah skrip di bawah ini dan jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawahnya:
Mario dan Adi merupakan murid kelas 8 di SMP Tunas. Pada jam istirahat makan siang, saat semua anak lain bermain di luar kelas, mereka
diajak bicara oleh guru wali kelas mereka, Bapak Joko, di ruang kelas.
Pak Joko: Mario, Adi, Bapak tadi dengar laporan dari guru piket di kantin,
sepertinya kalian dalam masalah ya. Ada yang bisa Bapak bantu? Apa yang terjadi?

Mario dan Adi: Iya Pak. Tadi pada jam istirahat pagi, kami main lempar-lemparan makanan di kantin, tapi tidak sengaja malah kelempar kena wajah Ibu Dina, kepala sekolah, ketika
beliau sedang berjalan.

Pak Joko: Kalian main lempar-lemparan makanan di kantin kena wajah Ibu Dina ketika beliau sedang lewat?

Mario dan Adi: Iya Pak (Dengan wajah sedih dan muka menunduk)

Pak Joko: Adi, ada informasi yang kamu mau tambahkan?

Adi: Kami tidak bermaksud melakukannya, tapi ...

Pak Joko: Tapi..

Adi: Tapi kami tidak sengaja

Pak Joko: Apakah kalian tahu kalau kalian berada dalam masalah sekarang?

Mario dan Adi: Iya

Pak Joko: Baiklah. Bapak disini bukan untuk mencari siapa yang salah, Bapak disini untuk mencari penyelesaian sama-sama, berpikir sama-sama tentang apa yang bisa kita
lakukan untuk memperbaiki situasi ini. Kalian pasti melakukan itu ada alasannya ya. Pasti seru ya main lempar-lemparan makanan begitu

Mario dan Adi: Iya Pak..

Pak Joko: Ya Bapak bisa melihat kalian merasa senang melakukannya, tetapi yang kalian lakukan merugikan orang lain, sehingga sekarang kalian dalam masalah.
Mario dan Iya pak
Adi:
Pak Joko: Sekarang mari kita bicara tentang keyakinan kelas dan keyakinan sekolah kita. Apa yang kita percaya? Yang mana yang kalian belum tunjukkan?

Mario: Kita harus bersikap baik satu sama lain


Adi Menghormati orang lain dan menghormati dirimu sendiri.

Pak Joko: Kalian berdua ingat dengan baik keyakinan kelas kita
Kita kembali pada ketika kalian main lempar-lemparan makanan dan mengenai Ibu Dina, apakah ketika kalian melakukan itu kalian menghormati orang lain dan
lingkungan?

Mario dan Adi: Tidak

Pak Joko: Tapi kalian mendapatkan rasa senang. Menurut Bapak, ada cara untuk mendapatkan rasa senang, tanpa merugikan orang lain. Bagaimana menurut kalian?

Mario dan Adi: Iya Pak

Pak Joko Nah sekarang mari kita selalu mengindahkan keyakinan kelas kita. besok kita ke kantin, dan kalian bisa berperilaku lebih baik lagi.

Setelah tiga tahap itu dilakukan, guru dapat menanyakan pada anak-anak, apa yang ingin mereka lakukan untuk memperbaiki situasi saat itu.
Disinilah restitusi dapat dilakukan.
Standar Nasional Pendidikan

Dalam penerapan program disiplin positif, hendaknya guru memiliki standar kepribadian, profesional, dan sosial yang baik, dimana guru mampu berefleksi
pada posisi kontrolnya saat ini; bagaimana perjalanan dirinya sebagai seorang ‘Among’ (posisi manajer) yang menuntun murid-murid menjadi insan yang
mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab.
1. Kerja Kelompok
a. Dalam kelompok masing-masing, pelajari kasus-kasus yang disediakan.
b. Lakukan analisis mendalam terhadap kasus-kasus yang disediakan dan jawablah pertanyaan-pertanyaan di tiap kasus yang disajikan.

Kasus 1: Guru Matematika dan wali kelas X, Ibu Santi sakit, sehingga tidak dapat masuk dan mengajar. Akhirnya dicarikan guru pengganti, Ibu Eni. Ibu
Eni baru 2 tahun menjadi guru SMA. Beberapa murid perempuan, Fifi dan Natali, mengetahui hal ini dan mulai menggunakan kesempatan dan
bersikap seenaknya, tertawa dan tidak mengindahkan kehadiran Ibu Eni. Ibu Eni mencoba menyapa Fifi dan Natali dengan ramah, sambil
mengingatkan mereka untuk tetap fokus pada pengerjaan tugas, “Ayolah tugasnya dikerjakan, nanti Ibu ditegur Bapak Kepala Sekolah kalau kalian tidak
kerjakan tugas. Tolong bantu Ibu ya?” Namun Fifi dan Natali malah jadi tertawa, “Ah Ibu, santai saja bu”. Mereka tetap tidak mengerjakan tugas dan
malah mengobrol.

Keesokan harinya, Ibu Santi memanggil Fifi dan Natali serta menanyakan tentang laporan
Ibu Eni. Ibu Santi menanyakan apakah mereka bersedia melakukan memperbaiki permasalahan yang ada? Fifi dan Natali sempat ragu-ragu dan
membela diri, namun pada akhirnya mengatakan akan meminta maaf. Ibu Santi menanggapi bahwa tindakan itu boleh saja dilakukan bila mereka
sungguh-sungguh ingin meminta maaf, namun Ibu Santi menanyakan kembali, apa yang mereka bisa lakukan untuk menggantikan rasa tidak
dihormati Ibu Santi? Baik Fifi maupun Natali mengakui bahwa perilaku mereka tidak sesuai dengan Keyakinan Kelas. Ibu Santi melanjutkan
kembali apa yang akan mereka lakukan untuk memperbaiki masalah, apakah ada gagasan?

Setelah berpikir sejenak, Natali dan Fifi mengusulkan bagaimana kalau mereka mengadakan sebuah diskusi kelompok dengan teman-teman
sekelasnya. Tema yang mereka pilih adalah penerapan keyakinan kelas, terutama tentang sikap saling menghormati dan bagaimana
penerapannya di kehidupan sehari-hari di sekolah. Usulan kedua adalah mengirim email kepada Ibu Eni tentang gagasan mereka tersebut.
Mereka pun memberitahu Ibu Eni bahwa mereka telah memberitahu Kepala Sekolah, Pak Hasan, bila lain waktu ada ketiadaan guru, maka
mereka akan mengusulkan Ibu Eni sebagai guru pengganti.

● Dalam kasus di atas, langkah-langkah restitusi apa saja yang sudah dijalankan oleh Ibu Santi?
● Menurut Anda, apakah restitusi yang diusulkan Fifi dan Natali sudah sesuai dengan pelanggaran yang telah dibuat? Apakah langkah-
langkah restitusi yang telah diusulkan mereka?
● Dalam kasus di atas, posisi apakah yang telah diambil oleh Ibu Eni dalam menangani Fifi dan Natali? Jelaskan jawaban Anda.

● Jika Anda adalah Pak Hasan, bagaimana Anda menyikapi langkah yang ditempuh Ibu Santi?

Kasus 2: Sabrina hari itu bangun terlambat, dan terburu-buru sampai di sekolah. Dia pun akhirnya sampai di gerbang sekolah, tapi baru
menyadari kalau tidak menggunakan sepatu hitam seperti tertera di peraturan sekolah. Di depan pintu kelas, Bapak Lukman memperhatikan
sepatu Sabrina yang berwarna coklat. Sabrina berusaha menjelaskan bahwa dia terburu-buru dan salah mengenakan sepatu.

Pak Lukman menanyakan Sabrina, apa peraturan sekolah tentang seragam warna sepatu. Sabrina menjawab sudah mengetahui sepatu harus
berwarna hitam, namun terburu-buru dan salah mengenakan sepatu, selain tidak mungkin kembali pulang
karena rumahnya jauh sekali. Pak Lukman tetap bersikeras pada peraturan yang berlaku dan mengatakan, “Ya sudah, kamu sudah melanggar
peraturan sekolah. Kamu salah. Sudah terlambat, salah pula warna sepatunya. Segera buka sepatumu kalau tidak bisa mengenakan warna
sepatu sesuai peraturan”.

Sabrina meminta maaf dan memohon kembali kepada pak Lukman agar tetap dapat mengenakan sepatunya dan berjanji tidak akan
mengulang kesalahannya. Namun pak Lukman tidak mau tahu, “Tidak, kamu telah melanggar peraturan sekolah, kalau tidak sanggup ambil
sepatu di rumah atau diantarkan sepatu ke sekolah, ya sudah kamu tidak bersepatu saja seharian di sekolah. Sekarang copot sepatumu dan
silakan belajar tanpa sepatu seharian.” Sabrina pun dengan berat hati mencopot sepatunya dan memberikannya kepada pak Lukman.
Seharian dia tidak berani berkeliling sekolah karena malu, dan lebih banyak berdiam diri di kelas tanpa alas sepatu.
● Dalam kasus di atas, sikap posisi apakah yang diambil oleh Bapak Lukman? Jelaskan, apakah indikatornya?

● Bila Bapak Lukman mengambil posisi seorang Manajer, apa yang akan dikatakannya, pertanyaan-pertanyaan seperti apakah yang
akan diajukan ke Sabrina? Jelaskan.

● Kira-kira bila Anda adalah Kepala Sekolah di sekolah tersebut,


- Nilai kebajikan apa yang ingin dituju oleh peraturan harus berwarna hitam?
- Bagaimana Anda menyikapi langkah yang diambil Pak Lukman mengenai kasus tersebut?
Kasus 3: Ibu Dani sedang menjelaskan pelajaran Bahasa Inggris di papan tulis, namun beliau memperhatikan bahwa Fajar malah tidur-
tiduran dan tampak acuh tak acuh pada pelajarannya. “Fajar coba jawab pertanyaan nomor 3. Maju ke depan dan kerjakan di papan tulis”.
Fajar pun tampak malas-malasan maju ke depan, dan sesampai di depan papan tulis pun, Fajar hanya diam terpaku, sambil memegang
buku bahasa Inggrisnya dan memainkan spidol di tangannya. “Ayo Fajar makanya jangan tidur-tiduran, lain kali perhatikan! Sudah sana,
duduk kembali, kira-kira siapa yang bisa?”
Fajar pun kembali duduk di bangkunya. Hal seperti ini sudah seringkali terjadi pada Fajar, seperti tidak memperhatikan, acuh tak acuh, dan
nilai-nilainya pun tidak terlalu
baik untuk pelajaran Bahasa Inggris. Pada saat ditegur oleh Ibu Dani, Fajar hanya menjawab, “Tidak tahu Bu”. Ibu Dani pun menjawab lirih,
“Gimana kamu Fajar, kamu tidak kasihan sama Ibu ya, Ibu sudah capek-capek mengajarkan kamu. Tidak kasihan
sama Ibu?” dan Fajar pun diam membisu.
● Posisi kontrol apa yang diambil oleh Ibu Dani dalam pendekatannya kepada Fajar?
● Membaca sikap Fajar, kira-kira kebutuhan apa yang diperlukan oleh Fajar?
● Bilamana Ibu Dani mengambil posisi Pemantau, apa yang akan dilakukan atau dikatakan olehnya? Pertanyaan-pertanyaan seperti apa
yang akan diajukan? Jelaskan.

● Apabila Anda adalah kepala sekolah di sekolah Fajar dan mengetahui hal ini, bagaimana tindak lanjut Anda?

Kasus 4: Anto dan Dino sedang bermain bersama di lapangan basket, dan tiba-tiba terlibat dalam sebuah pertengkaran adu mulut. Dino
pun menjadi emosi dan mengadakan kontak fisik, menarik kemeja Anto dengan kasar, sampai 3 kancingnya terlepas. Pada saat itu guru
piket langsung melerai mereka, dan membawa mereka ke ruang kepala sekolah. Ibu Suti sebagai kepala sekolah berupaya menenangkan
keduanya, terutama Dino. “Dino sepertinya kamu saat ini sedang marah sekali.” Mendengar itu, Dino pun mengalir bercerita tentang
kekesalan hatinya. Ibu Suti pun melanjutkan bahwa membuat kesalahan adalah hal yang manusiawi, dan bahwa mempertahankan diri
adalah hal yang penting. Namun meminta Dino memikirkan cara lain yang mungkin lebih efektif, karena saat ini Dino berada di ruang
kepala sekolah.

Ibu Suti melanjutkan bertanya tentang keyakinan sekolah yang disepakati, serta apakah Dino bersedia memperbaiki kesalahan yang telah
dilakukan terhadap Anto? Dino pun akhirnya perlahan mengangguk. Kemudian Ibu Suti balik bertanya kepada Anto, hal apa yang bisa
dilakukan Dino untuk memperbaiki masalah. Anto menjawab, “Saya perlu kancing saya diperbaiki bu. Ibu saya akan sangat marah kalau
melihat kancing baju saya sampai copot 3 kancing begini.” Ibu Suti pun kembali bertanya ke Dino apakah yang akan dia lakukan untuk
menggantikan 3 kancing Anto yang terlepas?

Dino berpikir sejenak, namun menjawab, “Wah tidak tahu bu, saya lem kembali mungkin ya bu?” Ibu Suti berpikir sebentar dan
menanggapi, “Kalau di lem akan mudah terlepas kembali Dino. Bagaimana kalau kamu menjahitkan saja, bersediakah kamu?” Dino
tampak ragu-ragu dan menanggapi, “Menjahit? Mana saya tau bagaimana menjahit bu.” Ibu Suti meneruskan, “Apakah kamu bersedia
belajar menjahit?” Dino berpikir sejenak, memandang kemeja Anto, dan menanggapi, “Yang mengajari saya siapa bu?” Dengan cepat Ibu
Suti menjawab, “Pak Irfan, guru Tata Busana”. Dino kembali diam sejenak, memandang kemeja Anto yang tanpa kancing.
baru.”
Biasanya guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori kontrol menyatakan bahwa resep itu tidak manjur.
Mungkin tindakan guru dengan memvalidasi sikap yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang ada, namun sebetulnya
tujuannya untuk menunjukkan bahwa guru memahami alasan di balik tindakan murid.
Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap yang baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami
alasannya, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran aturan seringkali
memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan
kasih sayang dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari
masalah, namun bila kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami.

Sisi Ketiga: Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)


Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan
tingkah laku yang salah telah divalidasi
(langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan.
Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini
menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.
● Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
● Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
● Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?
● Kamu mau jadi orang yang seperti apa?

Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka inginkan?
Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya? Kebanyakkan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi
Mari membentuk
kelompok!
Ini adalah misi yang harus
diselesaikan!

Buatlah analisis hasil


studi kasus
menggunakan pisau
analisis materi budaya
positif!
Selamat Berdiskusi!
KASUS 1
Guru Matematika dan wali kelas 8, Ibu Santi sakit, sehingga tidak
dapat masuk dan mengajar. Akhirnya dicarikan guru pengganti, Ibu
Eni. Ibu Eni baru 2 tahun menjadi guru SMP. Beberapa murid
perempuan, Fifi dan Natali, mengetahui hal ini dan mulai
menggunakan kesempatan dan bersikap seenaknya, tertawa dan
tidak mengindahkan kehadiran Ibu Eni. Ibu Eni mencoba mendekati
kedua murid perempuan tersebut dan menegur mereka dengan
halus, namun ketiganya tetap berlaku tidak pantas. Mereka tetap
tidak mengerjakan tugas dan malah mengobrol.
KASUS 1
Keesokan harinya, Ibu Santi memanggil Fifi dan Natali serta
menanyakan tentang laporan Ibu Eni. Ibu Santi menanyakan
apakah mereka bersedia melakukan restitusi? Fifi dan Natali sempat
berdebat sedikit, namun pada akhirnya mengatakan akan meminta
maaf. Ibu Santi menanggapi bahwa tindakan itu boleh saja
dilakukan kalau mereka ingin melakukannya, dan menanyakan
kembali, apa yang mereka bisa lakukan dengan restitusi? Baik Fifi
maupun Natali mengakui bahwa perilaku mereka tidak sesuai
dengan Keyakinan Kelas.
KASUS 1
Keduanya mengusulkan bagaimana kalau mereka mengadakan
sebuah diskusi kelas dengan teman-teman sekelasnya tentang
bagaimana seharusnya sikap mereka dalam menjalan keyakinan
kelas, terutama tentang sikap saling menghormati, serta
mengusulkan mengirim email kepada Ibu Eni tentang keputusan
mereka tersebut. Mereka pun akan memberitahu Ibu Eni bahwa
mereka akan mengusulkan kepada Kepala Sekolah agar kali waktu
ketiadaan guru, agar Ibu Eni yang menggantikan dan pada
kesempatan itu mereka dapat menunjukkan sikap yang lebih
santun.
Lakukan Analisis dan Jawablah pertanyaan ini!
1. Dalam penerapan Restitusi kasus di atas, sikap-sikap restitusi
apa saja yang sudah dijalankan oleh Ibu Santi?
2. Apakah restitusi yang diusulkan Fifi dan Natali sudah sesuai
dengan kesalahan yang telah dibuat? Bagaimana dengan solusi
yang diusulkan keduanya, langkah-langkah restitusi apa saja
yang sudah dilakukan?
3. Dalam kasus di atas, posisi apakah yang telah diambil oleh Ibu
Eni dalam menangani Fifi dan Natali? Jelaskan jawaban Anda.
KASUS 2
Sabrina hari itu bangun terlambat, dan terburu-buru sampai di
sekolah. Dia pun akhirnya sampai di gerbang sekolah, tapi baru
menyadari kalau tidak menggunakan sepatu hitam seperti tertera di
peraturan sekolah. Di depan pintu kelas, Bapak Lukman
memperhatikan sepatu Sabrina yang berwarna putih. Sabrina
berusaha menjelaskan bahwa dia terburu-buru dan salah
mengenakan sepatu. Pak Lukman menanyakan Sabrina, apa
peraturan sekolah tentang seragam dan warna sepatu. Sabrina
menjawab sudah mengetahui sepatu harus berwarna hitam, namun
terburu-buru dan salah mengenakan sepatu, selain tidak mungkin
kembali pulang karena rumahnya jauh sekali.
KASUS 2
Pak Lukman tetap bersikeras pada peraturan yang berlaku dan
mengatakan, “Ya sudah, kamu sudah melanggar peraturan sekolah.
Kamu salah. Sudah terlambat, salah pula warna sepatunya. Segera
buka sepatumu kalau tidak bisa mengenakan warna sepatu sesuai
peraturan”. Sabrina meminta maaf dan memohon kembali kepada
pak Lukman agar dapat tetap mengenakan sepatunya dan berjanji
tidak akan mengulang kesalahannya.
KASUS 2
Namun pak Lukman tidak mau tahu, “Tidak, kamu telah melanggar
peraturan sekolah, kalau tidak sanggup ambil sepatu di rumah atau
diantarkan sepatu ke sekolah, ya sudah kamu tidak usah bersepatu
saja seharian di sekolah. Sekarang copot sepatumu dan silakan
belajar tanpa sepatu seharian.” Sabrina pun dengan berat hati
mencopot sepatunya dan memberikannya kepada pak Lukman.
Seharian dia tidak berani berkeliling sekolah karena malu, dan lebih
banyak berdiam diri di kelas tanpa alas sepatu.
Lakukan Analisis dan Jawablah pertanyaan ini!
1. Kebutuhan apa yang dibutuhkan oleh Sabrina?
2. Nilai kebajikan atau Keyakinan Sekolah apa yang dituju dengan
bersepatu warna hitam?
3. Bila Bapak Lukman mengambil posisi seorang Manajer, kira-kira
apa yang akan dikatakannya dan bagaimana sikapnya serta apa
yang akan ditawarkan ke Sabrina?
KASUS 3
Ibu Dani sedang menjelaskan pelajaran Bahasa Inggris di papan
tulis, namun beliau memperhatikan bahwa Fajar malah tidur-tiduran
dan tampak acuh tak acuh pada pelajarannya. “Fajar coba jawab
pertanyaan nomor 3. Maju ke depan dan kerjakan di papan tulis”.
Fajar pun tampak malas-malasan maju ke depan, dan sesampai di
depan papan tulis pun, Fajar hanya diam terpaku, sambil
memegang buku bahasa Inggrisnya dan memainkan spidol di
tangannya.
KASUS 3
“Ayo Fajar makanya jangan tidur-tiduran, lain kali perhatikan! Sudah
sana, duduk kembali, kira-kira siapa yang bisa?” Fajar pun kembali
duduk di bangkunya. Hal seperti ini sudah seringkali terjadi pada
Fajar, sepertinya tidak memperhatikan, acuh tak acuh, dan nilai-
nilainya pun tidak terlalu bagus untuk pelajaran Bahasa Inggris.
Pada saat ditegur oleh ibu Dani, Fajar hanya menjawab, “Gak tahu
Bu”. Ibu Dani pun menjawab, “Gimana sih Fajar, kamu gak kasihan
sama Ibu ya, Ibu sudah capek-capek mengajarkan kamu. Gak
kasihan sama Ibu?” dan Fajar pun diam membisu.
Lakukan Analisis dan Jawablah pertanyaan ini!
1. Posisi kontrol apa yang diambil oleh Ibu Dani
dalam pendekatannya kepada Fajar?
2. Kebutuhan apa yang diperlukan oleh Fajar?
3. Bilamana Ibu Dani mengambil posisi Pemantau,
apa yang akan dilakukan atau dikatakan olehnya?
KASUS 4
Anto dan Dino sedang bermain bersama di lapangan basket, dan
tiba-tiba terlibat dalam sebuah pertengkaran adu mulut. Dino pun
menjadi emosi dan mengadakan kontak fisik, menarik kemeja Anto
dengan kasar, sampai 3 kancingnya terlepas. Pada saat itu guru
piket langsung melerai mereka, dan membawa mereka ke ruang
kepala sekolah. Ibu Kepala Sekolah, Ibu Suti menanyakan Dino
tentang Keyakinan Sekolah yang telah disepakati, yaitu tentang
sikap saling menghormati.
KASUS 4
Ibu Suti melanjutkan bertanya apakah Dino bersedia memperbaiki
kesalahan yang telah dilakukan terhadap Anto? Dino pun
mengangguk. Kemudian Ibu Suti balik bertanya kepada Anto, apa
kebutuhan Anto dalam peristiwa ini? Anto menjawab, “Saya perlu
kancing saya diperbaiki pak. Ibu saya akan sangat marah kalau
melihat kancing baju saya sampai copot 3 kancing begini.” Ibu Suti
pun kembali bertanya ke Dino apakah dia bersedia menjahitkan
kembali ketiga kancing Anto tersebut?
KASUS 4
Kesal, Dino menanggapi, “Menjahit? Mana saya tau gimana
menjahit pak.” Ibu Suti meneruskan, “Apakah kamu bersedia belajar
menjahit?” Dino berpikir sejenak, memandang kemeja Anto, dan
menanggapi, “Yang mengajari saya siapa bu?” Dengan cepat Ibu
Suti menjawab, “Pak Irfan, guru Tata Busana”. Dino menyetujui dan
sepanjang siang itu belajar menjahit dan memperbaiki kemeja Anto.
Terakhir terlihat pada jam pulang sekolah kedua anak laki-laki
tersebut sudah bercengkrama dan bersenda gurau kembali.
Lakukan Analisis dan Jawablah pertanyaan ini!
1. Nilai kebutuhan apa yang diperlukan oleh Dino?
2. Posisi kontrol apa yang telah dipraktikkan oleh kepala sekolah
Ibu Suti? Hal-hal apa saja yang dilakukannya sehingga Anda
berkesimpulan demikian?
3. Dalam kasus tersebut di atas siapa yang dikuatkan, siapa yang
mengaitkan ke keyakinan yang lebih tinggi, serta siapa yang
dipuaskan? Coba Anda jelaskan jawaban Anda.
SAMPAI JUMPA !

Anda mungkin juga menyukai