Anda di halaman 1dari 68

SURVEILANS PENYAKIT MENULAR

PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI


(PD3I)

Disampaikan pada
Pelatihan TGC Pusat
Ciloto, 26 Februari
2019

SUBDIT SURVEILANS
DIREKTORAT SURVEILANS DAN KARANTINA KESEHATAN
DIRJEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
04/ 03/ 201
9
TUJUAN PEMBELAJARAN
UMUM dan mengetahui surveilans penyakit menular (khusus PD3I) sesuai
Memahami
pedoman

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

1. Menjelaskan latar belakang surveilans PD3I :


a. Pemahaman definisi surveilans AFP, Campak, Difteri, Pertusis dan TN
b. Pelaksanaan surveilans AFP, Campak, Difteri, Pertusis dan TN
2. Menjelaskan potensi penularan penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi
(PD3I)
3. Melakukan respon tindakan/penanggulangan PD3I

04/ 03/ 201


9
OUTLIN
E
LATAR
BELAKANG

PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI


(AFP, CAMPAK RUBELA, DIFTERI, PERTUSIS, TN)

UPAYA PENANGGULANGAN
PD3I

04/ 03/ 201


9
04/ 03/ 201
9
HOST
 Kekebalan umum: Gizi
 Kekebalan spesifik: Faktor Risiko
Imunisasi
 Perilaku
 Umur, genetik PD3I ENVIRONMENT
 Perubah n iklim/cuaca
a
AGENT  Perubahan suhu
 Bencana alam
 Bakteri & Virus:
 Migrasi, Pengungsi
virulensi

HOST AGENT

ENVIRONMENT

04/ 03/ 201


9
PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN
IMUNISASI (PD3I)
Progra
BAKTER VIRU m
1
I . Diphtheria S
1. Hepatitis A PD3I
2. Haemophilus 2. Hepatitis B
influenzae type 3. Shingles
b
4. Human
3. Meningococcal papillomaviru
disease s (HPV)
4. Pertussis 5. Influenza
5. Pneumococcal 6. Measles STRATEGI
disease
7. Mumps 1.Imunisasi
6. Tetanus
8. Rotavirus 2.Surveilans
9. Chickenpox 3.Laboratoriu
10. m
Polio

6
Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Penyelenggaraan
Surveilans PMK Surveilans
Epidemiologi Penyakit No.45 Kesehatan
Menular & Penyakit /
Tidak Menular Terpadu 2014

Payun
KMK No. PMK
1479/MEN g
No.1501/ M
KES/ Huku E NKES/
SK/X/ m PER/X/2010
2003
Surveilan
s PD3I Jenis Penyakit
Pedoman
Surveilans Acute KMK Menular Ttt yg
Flaccid No.483/M Dpt Menimbulkan
Paralysis (AFP) Wabah & Upaya
ENKES/S Penanggulangan
K/
IV/2007
Jenis penyakit menular tertentu
yang dapat menimbulkan KLB/
wabah
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor
1501/Menkes/ Per/X/2010
1. Kolera 10. Avian Influenza H5N1
2. Pes 11. Antraks
3. DBD 12. Leptospirosis
4. Campak 13. Hepatitis
5. Polio 14. Influenza A baru (H1N1)/
6. Difteri Pandemi 2009
7. Pertusis 15. Meningitis
8. Rabies 16. Yellow Fever
9. Malaria 17. Chikungunya

Penyakit menular tertentu lainnya yang dapat


menimbulkan KLB/wabah ditetapkan oleh
Menteri.
PENYAKIT DAPAT DICEGAH DENGAN
IMUNISASI
(PD3I)
04/ 03/ 201
9
Target Surveilans PD3I (Global dan
Nasional) Mempertahankan “Indonesia Bebas Polio” dan Mencapai Eradikasi Polio
Global Tahun 2024
• Menutup immunity gap dengan mencapai cakupan imunisasi rutin polio (bOPV dan IPV) yang tinggi
dan merata
• Menguatkan sistem kekarantinaan skrining status imunisasi pendatang dari negara
endemis (Afghanistan, Pakistan, Nigeria) dan status imunisasi warga yang akan bepergian ke
negara endemis,berikanimunisasijikastatusimunisasitidaklengkap(imunisasikhusus)
• Memperkuatsurveilans AFP dan surveilans polio lingkungan

Mencapai Eliminasi Campak dan Pengendalian


Rubella/Congenital Rubella
Syndrom(CRS) Tahun 2020
• Melaksanakan introduksi vaksin rubella ke dalam program imunisasi rutin nasional
• Mencapai cakupan imunisasi Campak/MR dosis pertama dan kedua yang tinggi (minimal
95%) dan merata
• Melaksanakan investigasi penuh (full investigation)untuksemuakasusKLBcampak
• Melaksanakan penguatan Surveilans Campak Berbasis Kasus Individu(Case Based Measles
Surveillance),dengan100% pemeriksaan spesimen
• Melaksanakan penguatan surveilan rubella & pengembangan surveilans CRS

04/ 03/ 201


9
Target Surveilans PD3I (Global dan Nasional)-
2
Mempertahankan status Eliminasi Maternal dan Neonatal
(MNTE)
• Cakupan imunisasi rutin yang tinggi dan merata
• Imunisasi Td pada WUS (status imunisasi T5, perlindungan seumur hidup)
• Persalinan yang bersih dan oleh tenaga kesehatan
• Kinerja Surveilans Tetanus Neonatorum yang adekuat

04/ 03/ 201


9
Kriteria Mencapai Komitmen
Global ERADIKASI POLIO
Tidak ditemukan virus polio selama 3 tahun
berturut-turut yang dibuktikan dengan
surveilans
AFP sesuai standar sertifikasi
 Indikator: Non Polio AFP Rate
≥2/100.000 anak usia <15 tahun di suatu
wilayah

ELIMINASI CAMPAK
Tidak ditemukan wilayah endemis campak
selama
>12 bulan, dengan pelaksanaan surveilans
campak yang adekuat.
 Indikator: Discarded Campak Rate
STRATEGI PENGUATAN SURVEILANS PD3I

• Peraturan Perundangan: UU No. 4/1984


ttg Wabah. • Pelatihan TGC: PD3I, SKDR, Lab
• Juklak/Juknis/Pedoman: Pedoman Surv.
Campak/Difteri
• Pelatihan Surv: PD3I
• Peraturan Menteri Kesehatan • Pelatihan Lab: Polio, Campak
(Permenkes): KMK
No. 483/ MENKES/ SK/IV/ 2007 ttg Pedoman
Rubela,
Penguatan Difteri
Surv. AFP, Permenkes No. 1501 tahun 2010 ttg Penguata Sumber Daya
Jenis penyakit menular tertentu yang dapat n • Penyediaan logistik
menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan. legislasi/
• Peraturan Daerah (Gubernur, Walikota/Bupati) (sarana prasarana)
kebijaka
n
• Pembiayaan (APBN, APBD,
• Pemerintah: HLN, DAK)
• Public Health Emergency Operation
Kemendagri, Kominfo, Kemendikbud, ESDM, Penguata Pengembang Centre (PHEOC)
Kemensos, Kemendes PDT, TNI/Polri,
Kemenhub (Otban, Pengelola PLBDN),
n an sistem/ • Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
Jejarin Penerapan
Kemenag, strategi (SKDR)
Kementan, Kemenlu, Kemenkeu (Imigrasi, g • Event Based Surveillance
Bea Cukai),
• Nasional: OneBNPB, Pemda
Health, PMK,Prov/Kab/Kota
Universitas, Indohun, Komite • Hospital Based Surveillance dan
Ahli, Organisasi Profesi, Swasta Community Based
• Regional: Surveillance
ASEAN+3 on FETN, EID, EOCN, SAFETYNET, • Lab Based Surveillance (Public Health
TEPHINET
• Global: WHO, GOARN, CDC, APHL
Laboratory)
• Web based PD3I reporting system
• Rencana Table top simulasi utk KLB Polio
1. ORANG – TEMPAT – WAKTU

• Pelaksanaan Deteksi Dini Kasus melibatkan Masyarakat dan Mitra


• Penemuan Kasus di Masyarakat dan RS oleh Petugas Surveilans
• Pelaksanaan Verifikasi Rumor Kasus Potensial KLB dan KLB
1.Pengumpulan • Penyelidikan Epidemiologi
Data
• Pengambilan dan Pengiriman Spesimen Kasus
2. ORANG – TEMPAT – WAKTU
• Pelaksanaan Verifikasi dan Validasi Data
2. Pengolahan
4. Tindak DETEKSI Data • Pelaksanan Tabulasi dan Pemetaan Data PD3I di tingkat
Lanjut Desa, Kecamatan, Kab/Kota
• Pencatatan dan pelaporan
3. ORANG – TEMPAT – WAKTU
3. Analisa
Data
• Pelaksanaan Analisis dan Intrepetasi Data/ Informasi
• Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
• Pemetaan Risiko Wilayah terhadap PD3I (Risk Assessment)

4. ORANG – TEMPAT – WAKTU


SURVEILANS PD3I • Pelaksanaan Umpan Balik LP/LS
• Pengendalian KLB PD3I (Pemberian Profilaksis, Isolasi, Karantina)
• Perencanaan dan Pemanfaatan Hasil Analisis Data untuk
Program Imunisasi
• Pelaksanan Advokasi dan Kerjasama LP/LS
Poli
o Difter
Pertusi
s i
PD3
T
I Campak
-
N Rubela
ACUTE FLACCID
PARALYSIS
(AFP)
Kelumpuhan
yang sifatnya
lemas(flaccid
)
Anak Mendadak
usia &lt; Bila dalam 1–
15 tahun Ragu 14 hari
Tetap
Laporkan!

AFP TRAUM
A
KONSEP SURVEILANS
AFP
Menemukan semua kasus Acute Flaccid Paralysis(AFP)

Membuktikan kasus AFP tersebut polio/bukan polio dgn


pengujian virus polio pada tinja
Mendeteksi adanya kasus polio yang disebabkan oleh VPL
maupun berkaitan dengan vaksin(cVDPV dan VAPP) SEGERA
INTERVENSI
Membuktikan tidak ada transmisi VPL dan
VDPV UNTUK MEMBUKTIKAN STATUS
ERADIKASI
Mendeteksi virus polio yang bersirkulasi di lingkungan
dengan memperkuat surveilans polio lingkungan
Menemukan semua kasus AFP Konsep
+ tinja
SAFP
Pemeriksaan Lab
• Bio Farma BDG
Hasil Positif • PBTDK Litbangkes JKT
(Pdrt • BBLK SBY
POLIO)
Evaluasi kinerja SAFP
Evaluasi cakupan imunisasi Hasil Negatif
Tktkan sensitifitas SAFP Hasil Negatif
kinerja sAFP baik
kinerja
3 tahun
Kinerja Baik Kinerja Buruk sAFP buruk

VPL (terfokus) VPL


(menyebar luas)

Silent transmision Polio free


Mopping-up/Sub
PIN (luas)
PIN(terfokus)
Jawaba
n 3x
YA
Diagnosis Penyakit yg Selalu Ditandai
AFP
Polio-
myeliti
s Seharusnya
kasus ini
lebih dari 60
%

Myelitis
AF
Guillain-
Transver
sa P Barre
Syndrome
1. Sindrom Guillain DIAGNOSIS PENYAKIT
Barre (SGB) DENGAN GEJALA AFP
2. Myelitis transversa (Komite Ahli S-AFP)
3. Poliomyelitis
4. Polyneuropathy 13.Periodic Paralysis hipokalemi
5. Myelopathy 14.Spinal Muscular Atrophy
6. Dermatomyositis 15.Efek samping sitostatika
7. Hipokalemi (mis:
8. Erb’s paralysis vincristin)
9.Food drop paralysis 16.Ensepalitis atau Ensefalopati
10.Stroke pada anak 17.Meningitis
11.Todd’s paralysis 18.Miastenia gravis
12.Duchene Muscular umum 19.Metabolic
Dystrophy myopathies
20.Herediter Motor and
INGAT: Sensory
Neuropathy
Gejala AFP dapat ditemukan juga pada (HMSN)
penyakit selain tersebut di atas.
Bila diagnosis pasti belum dapat ditegakkan dapat dituliskan suspek dan
DD- nya
Petunjuk ke arah
AFP
Paralysis:
Terjadi tiba2

Tungkai lemas Kelemahan

Acute Flaccid
Paralysis
Tdk bisa gerakkan
Tdk bisa bangun
kaki, tangan
Tdk bisa jalan
Penanganan Surveilans terhadap Kasus
AFP
Kelumpuhan Isi FP-1
≤ 14 hari Ambil Spesimen

Isi FP-1
Kelumpuhan Ambil Spesimen
> 14 hari – 2 bulan Kunjungan Ulang 60 hr
& Resume medis

Isi FP-1
Kelumpuhan Kunjungan Ulang 60 hr
> 2 bulan Resume medis
Investigasi Kasus
AFP
• Mengisi form investigasi (FP1) • Kunjungan ulang 60 hr dilakukan bila :
• Sumber laporan • spesimen tidak adekuat : volume
• Identitas penderita kurang, bocor, tidak dingin, kering.
• • 1 atau 2 Spesimen diambil setelah lebih 14
Riwayat Pengobatan
hr lumpuh
• Gejala & Tanda: demam dan Lokasi lumpuh
• Spesimen tidak diambil karena : Lumpuh
• Riwayat bepergian dalam 1 bl terakhir sudah lebih 2 bulan atau Meninggal sebelum
• Riwayat imunisasi polio spesimen diambil
• Ambil spesimen tinja 2 kali (interval min 24 jam) • Klasifikasi AFP:
• Diambil dalam 14 hari lumpuh agar spesimen • AFP Non-Polio
adekuat. • Polio pasti (konfirmasi lab)
• Kirim ke Lab Polio Nasional • Polio kompatibel

04/ 03/ 201


9
Kasus Polio

Cacat
04/ 03/ 201
Menetap
9
KLB Polio 2005  352 kasus dg
305 lumpuh permanen

04/ 03/ 201


9
CAMPAK-
RUBELA
KEBIJAKAN SURVEILANS CAMPAK-
RUBELA
• SurveilansCampakBerbasisK
asusIndividu(Case Based
MeaslesSurveillance/CBMS)
• Fully
Eliminasi investigatedsemuakasusKL
Campak(Measles B campak
) • Jejaringlaboratoriumnasio
n
al campak-rubela
• Pelaporancampakindivid 202
u almelaluiweb PD3I. 0
• Integrasi
PengendalianRubela- surveilans
CongenitalRubellaSyndrom
e( CRS) campak-rubela
3/4/2019
• Surveilans CRS
Perjalanan Klinis
Campak
Masa Inkubasi prodromal rash
( 7–18 hr sebelum rash) ( ± 4 hr) (± 4–8 hr)

- - - - - - - - -
-9 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 +1 +2 +3 +4 +5 +6 +7 +8
18 17 16 15 14 13 12 11 10

Periode sangat menular

- 18 -4 0 +4
18 hr sebelum rash 4 hr sebelum rash Tgl mulai timbul 4 hr setelah rash
adalah kemungkinan adalah rash adalah kemungkinan
tgl paling awal kemungkinan akhir menularkan
tertular menularkan
Penanganan Kasus
Campak
Tata laksana kasus
Dilakukan penyelidikan lapangan untuk
mencari adanya kasus lain
Dilakukan pengambilan spesimen
 Dicatat dan dilaporkan
 Dilakukan kajian data untuk intervensi

04/03/2019
Integrasi Surveilans Campak dan
Suspek Rubela
Campak CAMPA CAMPA
K K
Klinis Pasti
IgM
Batuk/Pilek/Conjuntivitis Suspek Measles
(+)
+ Sample
Campak (Serum) IgM
Measles
(-
measles )
rubella mononucleosis
IgM IgM Rubella
other viral Rubella (- (+)
dengue
exanthems )
Demam + Ruam
scarlet fever Kawasaki Discarded RUBEL
A
Pasti
roseola meningococcemia
infantum
toxoplasmosis
DEFINI
I
S
• Kasus Campak Klinis demam dan ruam + Batuk/Pilek
/Conjungtivitis ATAU Dokter mendiagnosa sebagai kasus campak
• Kasus Campak Pasti  Kasus campak klinis + hasil lab IgM Campak
(+)
• Kasus Rubela Pasti  Kasus campak klinis + hasil lab IgM Rubela (+)
• Discarded  Kasus campak klinis + hasil lab IgM Campak (-) dan
IgM Rubela (-)

KLB CAMPAK
a. KLB Suspek Campak  adanya 5 atau lebih suspek campak dalam waktu 4
minggu berturut-turut, terjadi mengelompok, memiliki hubungan
epidemiologi.
b. KLB Campak Pasti  KLB suspek campak dengan hasil lab ≥2 IgM campak (+)
c. 3/4/201
KLB Rubela Pasti  KLB suspek campak dengan hasil lab ≥2 IgM Rubela (+)
9
Fully
untuk semua KLB Campak
Investigated
1. House to house Visit : Setiap 1 kasus campak
dilacak, cari kasus tambahan di lingkungan
rumah & di sekolah penderita
2. Pencatatan secara individu  C1
3. Pengambilan 10 spesimen serum dan 5
spesimen urin
4. Pelacakan  1 x 24 jam
5. RCA imunisasi di wilayah KLB
6. ORI  memutus transmisi virus
Komplikasi Penyakit
Campak
Sering Jarang

• Diare • Encephalitis
• Bronkhopneumonia • Myocarditis
• Pneumonia • Pneumothorax
• Malnutrisi • Pneumomediastinum
• Radang telinga • Appendicitis
tengah • Subacute sclerosing
• Ulkus mucosa panencephalitis
mulut (SSPE
)
• Komplikasi mata
04/03/2019
FLOWCHAT: DETEKSI DAN MANAJEMEN KLB CAMPAK
• Dimulai dari laporan 1 kasus Lakukan konfirmasi
• Informasi dari SKDR Memastikan adanya >5kasus
• Laporan KLB ada hubungan epid
• Analisa data rutin C1
• Informasi-rumor adanya KLB
campak Suspek KLB campak
- Lakukan PE

Ambil spesimen serum dari 10 kasus dan


spesimen urin 5 kasus

Hasil sampel <2 Hasil samples ≥2 IgM+


IgM+ Campak/Rubela Campak/Rubela

BUKAN KLB KLB Campak /Rubela


Campak/Rubela Pasti

04/ 03/ 201


9
Definisi Kasus
• Minimal satu gejalaCRS
1. Suspek CRS : Bayi usia <1 tahun dengan:
klinis pada
kelompok A Kumpulan gejala
CRS
Kelompok
•2. CRS
Duaklinis:
gejalaBayi
klinisusia
dari<kelompok A;
1 tahun dengan: A
atau • Gangguan pendengaran
• Satu gejala dari kelompok A dan • Penyakit jantung kongenital
satu gejala dari kelompok B • Katarakkongenital
3. CRS Pasti : • Glaukoma kongenital
Kasus suspek CRS dengan hasil • Pigmentary retinopathy
pemeriksaan laboratorium salah satu
diantara berikut: Kelompok B
• jika usia bayi <6 bulan: IgM rubela (+) • Purpura
• jika usia bayi 6 bulan - <1 tahun: • Splenomegali
IgM dan IgG rubela (+); atau • Microcephaly
• Retardasi mental
IgG dua kali pemeriksaan dengan
• Meningoensefalitis
selang waktu 1 bulan (+) • Penyakit“Radiolucent bone”
4. Bukan CRS (Discarded CRS) : • Ikterikyangmunculdalamwaktu
24 jamsetelahlahir
3/4/2019
Suspek CRS yang tidak memenuhi kriteria
13 RS di 10 Provinsi yang Melaksanakan Surveilans
CRS

3/4/201
9
Flow Surveilans CRS di RS
Suspek CRS

Dokter yg pertama menemukan kasus

Bagian
Anak(jantung)
1. Isi Form CRS1 Lengkapi
Konsulkan Bagian THT
2. Ambil darah 1-3 cc form CRS1
untuk dapat serum 1 cc Bagian Mata

Koordinator CRS
Koordinator
Data
Input Data ke Web PD3I
Koordinator
Koordinasi
Provinsi
Kirim Spesimen ke Lab Nas Campak-Rubela
DIFTERI

04/ 03/ 201


9
APA ITU DIFTERI?
 Difteri adalah penyakit menular yang dapat dicegah dengan
imunisasi
 Penyebab : Kuman Corynebacterium Diphtheriae
GEJALA KLINIS DIFTERI

Demam atau Munculnya Sakit waktu Leher Sesak


tanpa demam pseudomembran putih menelan
nafas
 Sebanyak membengkak
keabuan, sulit lepas disertai
KOMPLIKASI DIFTERI dan mudah berdarah
94% kasus
Difteri bunyi
jika mengenai
tonsil dan
dilepas/dimanipulasi faring
CARA PENULARAN DIFTERI
Difteri menular dari manusia ke manusia bila terjadi kontak dengan penderita dan
carrier melalui droplet (percikan ludah) dari dari batuk, bersin, muntah,
melalui alat makan, atau kontak langsung dari lesi di kulit.

SIAPA YANG BISA TERTULAR DIFTERI?


Semua kelompok usia dapat tertular penyakit ini,
terutama yang belum mendapatkan imunisasi
lengkap
MASA INKUBASI DIFTERI KEMATIAN
 antara 1 – 10 hari, rata-rata 2 – 5 hari kelumpuhan otot jantung
 Kasus dapat menularkan penyakit ke atau sumbatan jalan nafas.
orang lain 2- 4 minggu sejak masa Bila tidak diobati dengan
inkubasi
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DIFTERI tepat angka kematian 5 – 10
 Suatu wilayah dinyatakan KLB Difteri jika ditemukan % pada anak usia <5 tahun
1 (satu) kasus positif Corynebacterium Diphteriae dan pada dewasa (diatas 40
melalui pemeriksaan kultur tahun) dapat mencapai 20 %
 dilaporkan dalam 24 jam ke Kementerian Kesehatan
(PHEOC – Public Health Emergency Operation
APAKAH DIFTERI DAPAT DISEMBUHKAN?
Difteri dapat disembuhkan apabila orang yang
terjangkit tidak terlambat dalam
mendapatkan pertolongan

CARA PENCEGAHAN PENULARAN DIFTERI

 Pencegahan: Imunisasi Lengkap sesuai Usia


Apabila dalam suatu wilayah ditemukan satu kasus difteri maka
dilakukan ORI (Outbreak Response Immunization) pada wilayah
dan kelompok usia yang tepat dengan cakupan yang tinggi dan
merata
 Penggunaan masker dan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
 Pemberian antibiotika pada kontak erat kasus
 Tatalaksana kasus dengan pemberian antibiotika dan Anti Difteri
Serum
(ADS)
Definisi Operasional Suspek Difteri
Kasus Observasi Difteri : Seseorang dengan gejala infeksi
saluran pernafasan bagian atas dan pseudomenbran

Suspek Difteri adalah seseorang dengan gejala :


• Faringitis, tonsilitis, laringitis, trakeitis, atau kombinasinya
• Disertai demam atau tanpa demam
• Adanya pseudomembran putih keabu-abuan yang sulit lepas,
mudah berdarah apabila dilepas atau dilakukan manipulasi.
SUSPEK
DIFTERI
• Deteksi dini kasus observasi difteri :
suspek difteri yang ditemukan oleh tenaga kesehatan melalui
penemuan kasus di fasilitas kesehatan.
• Setiap kasus observasi difteri :
dilakukan skrining oleh klinisi untuk ditetapkan sebagai suspek difteri
atau bukan (bisa secara langsung atau secara online)
• Klinisi / konsultan :
spesialis Anak/ Penyakit Dalam/ THT yang menjadi anggota Komite Ahli
Difteri dan telah mendapat sosialisasi tentang diagnosa serta
tatalaksana penyakit difteri

04/ 03/ 201


9
KEBIJAKAN SURVEILANS
mungkin untukDIFTERI
 Setiap Kejadian Luar Biasa (KLB) harus dilakukan penyelidikan dan penanggulangan sesegera
menghentikan penularan dan mencegah komplikasi dan kematian.
 Dilakukan tatalaksana kasus di Rumah Sakit dengan menerapkan prinsip kewaspadaan seperti
menjaga kebersihan tangan, penempatan kasus di ruang tersendiri /isolasi, dan
mengurangi kontak erat kasus dengan orang lain.
 Setiap suspek Difteri dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk klasifikasi kasus.
 Setiap kontak erat diberi profilaksis.
 Kontak erat diberikan imunisasi pada saat penyelidikan epidemiologi.
 Pengambilan spesimen pada kontak erat dapat dilakukan jika diperlukan sesuai dengan
kajian epidemiologi.
 Setiap KLB Difteri dilakukan ORI (respon pemberian imunisasi pada KLB) sesegera mungkin,
pada lokasi kejadian dengan sasaran sesuai kajian epidemiologi.
 ORI dilanjutkan sampai selesai walaupun status KLB Difteri di suatu wilayah Kabupaten/Kota
dinyatakan telah berakhir, dengan cakupan minimal 90%
 Laporan kasus Difteri dilakukan dalam 24 jam secara berjenjang ke Ditjen P2P cq. Subdit
Surveilans.
Prinsip Pengobatan Kasus Difteri

Mengeluarkan
Bakteri: Corynebacterium Toksin
diphtheriae

Antibiotik
Darah

ADS Menyebabkan
(Anti Difteri Serum)
• Miokarditis
• Susunan syaraf &
Pusat  lumpuh
Kematian • Gagal ginjal

04/03/201
9
STRATEGI DAN PENANGGULANGAN
1) Semua suspek (1)
difteri harus dilakukan penyelidikan epidemiologi utk :
a. Konfirmasi kasus secara klinis dan laboratorium
b. Mencari kasus tambahan dalam radius 50 m
c. Menelusuri kontak erat
d. Memutus penularan melalui pemberian obat profilaksis kpd kontak erat
e. Melakukan kajian faktor resiko untuk penanggulangan dan menghentikan penularan ORI
2) Tatalaksana kontak erat (contact tracing)
3) Tatalaksana kasus difteri sesuai dengan protokol pengobatan difteri
1)  Semua kasus difteri dirujuk ke rumah sakit dan dirawat di ruang isolasi.
4) Pengambilan specimen kasus
5) Outbreak Response Immunization (ORI) dengan cakupan minimal 90%
STRATEGI DAN PENANGGULANGAN
(2)
6) Upaya menutup kesenjangan kekebalan (immunity gap) melalui
imunisasi rutin, baik pada bayi, baduta, dan anak sekolah,
serta mempertimbangkan pemberian imunisasi pada usia
remaja dan dewasa.
7) Penguatan imunisasi difteri dengan cakupan minimal 95 % di setiap
kabupaten/kota, dosis valid, manajemen rantai dingin sesuai
standard.
8) Sistem Surveilans Difteri yang bisa menyediakan data lengkap,
berkualitas dan real-time.
KONTAK
• Kontak erat ERA
adalah semua T yang pernah kontak eratdengan
orang
kasus suspek difteri sejak 10 hari sebelum timbul gejala sakit menelan
sampai 2 hari setelah pengobatan (masa penularan).

• Yang termasuk dalam kategori kontak erat adalah:


 Kontak erat satu rumah: tidur satu atap
 Kontak erat satu kamar di asrama
 Kontak erat teman satu kelas, guru, teman bermain
 Kontak erat satu ruang kerja
 Kontak erat tetangga, kerabat, pengasuh yang secara teratur mengunjungi
rumah
 Petugas kesehatan di lapangan dan di RS
 Pendamping kasus selama dirawat
Apa yang dilakukan untuk kontak Erat Penderita Difteri

1.Kurangi kontak dengan penderita difteri


2.Memakai masker dan lakukan cuci tangan pakai sabun
3.Ambil Sampel kontak erat penderita difteri
4.Setiap yang kontak dengan penderita harus diberi profilaksis/ minum obat antibiotik.
5.Profilaksis/obat antibiotik yang diminum adalah erithromicin 4 x 500 mg/hari untuk orang
dewasa dan anak-anak 50mg/kgBB/hari selama 7 hari secara teratur dan dihabiskan.
6.Lakukan pemantauan minum obat dengan menunjuk satu orang sebagai pemantau
minum obat
(PMO)
7.Minum Obat erithromicin bagi sebagian orang dapat menimbulkan rasa mual, diare, pusing, dll,
oleh sebab itu obat harus diminum setelah makan dan tidak boleh dalam keadaan perut kosong.
8. Pemberian Imunisasi difteri toksoid kepada kontak erat sesuai umur dan status Imunisasi
BAGAN PENANGGULANGAN KLB
DIFTERI
Manajemen Kasus Pengawasan minum obat
Deteksi Kasus dilaporkan
(dg Format W1) (Rujuk ke RS) (PMO) thdp ESO dan
Dini Kasus Ambil spesimen, Pengobatan
pencegahan
(AB & ADS), dan imunisasi
setelah 1 bln ADS DO
Membunuh
Penyelidikan Kontak Erat Kasus kuman
Epidemiologi Profilaksis dan Imunisasi menghentika
Penelusuran
(Form PE) n
penularan !!

Identifikasi Faktor Resiko:


-Status imunisasi kasus & kontak
Deteksi kasus -Cakupan imunisasi di wilayah
tambahan terjangkit, berdasarkan laporan rutin
secara dini di maupun survei.
komunitas dan -Manajemen cold chain
fasilitas
kesehatan. Melindungi Kelompok Rentan  memberi kekebalan populasi !!

Outbreak Response SEGERA , jenis vaksin sesuai umur sasaran,


minimal satu wilayah kecamatan, sampai usia
Immunization (ORI) tertinggi kasus , 3 putaran
(tergantung kajian epidemiologi)
PERTUSI
S
Definisi Pertusis (Batuk
Rejan)
Tersangka Pertusis:
Batuk minimal 2 minggu:
batuk terus menerus tanpa
jeda dan diakhiri dg napas
dalam atau muntah
(whooping cough).

Pertusis pasti:
Ditemukan kuman Bordetella
pertussis pada pemeriksaan
isolasi atau PCR swab nasofaring
04/03/201
9
Kontak kasus adalah orang serumah, tetangga,
teman bermain, teman sekolah, termasuk guru,
teman kerja yang kontak dengan kasus dalam
periode 20 hari (3 mg) dari mulai timbul gejala
(stadium kataral)

04/ 03/ 201


9
Tatalaksana
Pertusis
• Rujuk ke puskesmas/RS
• Isolasi kasus dari lingkungan anak-anak kecil dan bayi disekitarnya,
khususnya dari bayi yang belum diimunisasi, sampai dengan
penderita diberi paling sedikit 5 hari dari 14 hari dosis antibiotika
yang harus diberikan.
• Kasus tersangka yang tidak mendapatkan antibiotika harus
diisolasi paling sedikit selama 3 minggu.
• Penderita diberikan antibiotik (eritromicin) dosis 40 - 50
kg/BB/hari mak 2 gram/hari dibagi dalam 4 dosis diberikan
selama 14 hr.
• Kontak diberikan antibiotik yang sama sebagai profilaksis selama
14 hari.

04/ 03/ 201


9
T
N
DEFINISI KASUS TN:
Kasus Suspek:

1. Ada kematian usia 3 – 28 hari yang tidak diketahui sebabnya atau


2. Ada laporan kasus TN tetapi tidak diinvestigasi

Kasus Konfirm:
Bayi lahir normal dapat menetek dan menangis setelah lahir,
antara 3 – 28 hari kemudian tidak dapat menetek dan kejang.
FAKTOR RESIKO TN

1. Ibu Bayi Tidak pernah mendapat im.


TT
2. Pertolongan tidak steril (Alat,
Persalinan Tangan) Alas,
3. Perawatan tali Pusat tidak steril
MENCAPAI & MEJAGA ELIMINASI TMN

Persalinan Imunisasi TT
bersih rutin
TT
Surveilans tambahan/WUS
pd daerah risti
Eliminasi TN

Validasi Eliminasi TMN

Menjaga Eliminasi TMN

TT
Persalinan Imunisasi TT tambahan/WUS
Surveilans pd risti
bersih rutin Imunisasi anak
sekolah
04/ 03/ 201
9
PENCEGAHAN SPESIFIK PD3I: UMUR/ BLN IMUNISASI DASAR
IMUNISASI DASAR < 24 hrs

1
Hep.B birth dose

BCG, OPV1
DAN LANJUTAN 2 DPT-HB-Hib1, OPV2 and PCV*

3 DPT-HB-Hib2, OPV3 and PCV*

4 DPT-HB-Hib3, OPV4, IPV

9 Measles/MR
IMUNISASI LANJUTAN
10 JE**

Imunisasi DPT-HB-Hib 12 PCV*


Imunisasi Campak/MR
(usia 18 bulan) IMUNISASI LANJUTAN USIA SD
Vaksin DT
Campak/M
Vaksin Td
R T
d

1 2 5 Ibu
BIAS S S S hami
D D D
(BULAN IMUNISASI ANAK SEKOLAH)
l

Seroproteksi imunisasi dijaga pada level yg tinggi dengan


04/ 03/ 201 imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan dengan dosis sesuai
9
Mengapa KLB (PD3I) Terjadi dan
Berulang ?
 Faktor resiko tidak mendapat perhatian:
 Rendahnya Cakupan Imunisasi
 Kualitas Vaksin yang rendah
 Kualitas pencatatan pelaporan tidak maksimal
 Migrasi penduduk
 KLB terlambat diketahui
 KLB yang diinvestigasi dan dilaporkan masih “under
reported”
 Investigasi kurang adekuat
 Penanggulangan tidak optimal
 Pengendalian belum optimal

04/03/201
9
TUJUAN INVESTIGASI KLB  MENGHENTIKAN
KLB

KLB
(masalah)

P
What? e
Who?
Where
n Stop KLB
-Jangka Pendek
? Why y -Jangka
When? ?
e Panjang

b How
?
a
04/03/201
9
b
PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
(PE)
Tindakan atau kegiatan penyelidikan yang dilakukan segera setelah
mengetahui adanya laporan KLB berdasarkan waktu, tempat dan
orang.
TUJUAN PE:
 Memastikan bahwa terjadi KLB/wabah
 Memastikan diagnosa
 Menggambarkan variabel orang, tempat & waktu
 Mengidentifikasi penyebab penyakit dan menggambarkan sumber penyebab penyakit,
cara penularan.
 Mengidentifikasi populasi rentan & terpapar
 Memberikan rekomendasi tindakan penanggulangan dan pengendalian.
04/03/201
9
CONTOH
KASUS

04/ 03/ 201


9

Anda mungkin juga menyukai