Anda di halaman 1dari 12

TEORI & SEJARAH PERKEMBANGAN

ARSITEKTUR NUSANTARA

STUDY TOUR BAGANSIAPI-API

KELOMPOK IV :

1. SYARANNI AMELIA - 2023201005


2. AULIA AKBAR JIVI - 2023201037
3. MUHAMMAD RANDA - 2023201011
4. JOSHUA ALEXANDER - 2023201014
Bangunan Bersejarah di Bagansiapi-api
01 Kantor Cabang Bank BRI
02 Gereja Katolik St.Petrus dan Paulus
03 Perguruan Wahidin
04 Rumah Kapitan
05 Rumah Sakit dr.R.M.Pratomo
06 Klenteng In Hok Klong
07 Rumah Tradisional Melayu
Kantor Cabang Bank BRI
Kantor bank BRI ini
merupakan kantor cabang kedua
yang ada di Indonesia. Bank BRI
pertama berada di
Purwokerto,Jawa Tengah.
Bangunan bank BRI di kota Bagan ini
didirikan saat masa kejayaan
industri ikan di kota
Bagan.dibangun pada tahun
1917.dulunya bank ini bernama Bank
“Bagan Madjoe” yang artinya Bank
Bagan Maju.Pada saat zaman
kemerdekaan,nama bank ini diganti
menjadi bank BRI(Bank Rakyat
Indonesia).
Kantor Cabang Bank BRI

Pada gedung ini memiliki gaya


arsitektur kolonial belanda. Kusen
jendela dengan bentuk
melengkung diatasnya termasuk
ciri arsitektur kolonial. Bentuk pada
gedung tersebut beradaptasi
sesuai daerahnya. Secara prinsip
gedung ini mengambil prinsip
rumah panggung. Gedung ini
bermaterial kayu.
Gereja Katolik St.Petrus &
Paulus
Gereja katolik ini merupakan gereja
yang pertama kali didirikan di provinsi
Riau,tepatnya pada tanggal 29 Juni 1928.
Bangunan ini masih berdiri dengan
bentuk yang asli,hanya ada perubahan
sedikit dibagian interior, pewarnaan,
halaman, pagar, dan halaman parkir. Di
dalam gereja ini ada tempat tinggal
khusus bagi para pelayan gereja,seperti
pastor ataupun orang yang berkunjung
seperti Uskup, Frater, dll. Gedung ini
berarsitektur kolonial belanda.
Perguruan Wahidin
Sekolah Perguruan Wahidin merupakan lembaga pendidikan yang
tertua dan terbesar di Kabupaten Rokan Hilir. dengan mayoritas
siswanya berasal dari warga keturunan Tionghoa yang bermukim di
Bagansiapiapi dan sekitarnya. Cikal bakal Perguruan Wahidin adalah
sekolah Tionghoa yang bernama Zhōnghuá Gōng Xué (Hanzi
tradisional: 中華公學 ; Hanzi sederhana: 中华公学 ) atau Chung Hwa
Public School (Sekolah Umum Tionghoa). Sekolah ini merupakan
penyatuan dari dua sekolah Tionghoa, yakni sekolah Jingcun ( 競存 )
dan Minde ( 民德 ) pada tahun 1938 atas upaya dan jerih payah dari
Inyo Beng San, Kapitan Tionghoa di Bagansiapiapi saat itu.[1][7]

Pertengahan tahun 1957, penguasa militer menetapkan semua pelajar


yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) dan yang tidak bisa
membuktikan dirinya WNI adalah Warga Negara Asing (WNA) yaitu
pelajar yang memiliki dwikewarganegaraan dilarang bersekolah di
sekolah asing mana pun di Indonesia, termasuk sekolah asing
Tionghoa.

Situasi sosial politik nasional tersebut bergulir sampai ke kota


Bagansiapiapi. Pada tahun 1957, B.A. Rahim, wedana Bagansiapiapi
saat itu, berinisiatif menemui pengelola atau pengurus sekolah
Chung Hwa Public School dengan memberi saran positif agar Chung
Hwa Public School diubah statusnya dari sekolah asing menjadi
sekolah berstatus nasional. Saran tersebut disambut positif oleh
pengurus Chung Hwa Public School dan pada tanggal 9 September
1957 secara resmi mengubah status Chung Hwa Public School dari
semula berstatus asing menjadi Sekolah Nasional Asal Asing (SNAA).
Bersamaan dengan itu nama Chung Hwa Public School (SNAA)
berubah nama menjadi Wahidin dan selanjutnya disebut Sekolah
Nasional Wahidin.

Gaya arsitektur pada gedung ini bergaya arsitektur cina, gaya ini
dapa dilihat dari ukiran khas cina pada balok bangunan.
Rumah Kapitan
Bangunan rumah kapitan di Kota Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir
adalah salah satu warisan budaya yang masih tersisa.

Bangunan dengan perpaduan arsitektur tradisional Tionghoa dan


Melayu ini masih berdiri tegak berdiri meskipun telah dimakan usia.

Rumah kapitan terletak di pertengahan tiga jalan yakni jalan Sumatera,


Jalan Pahlawan, dan jalan Mawar kota Bagansiapiapi, lokasi itu kerap
kali dikunjungi wisatawan hingga kini.

Apalagi saat perayaan hari-hari besar di daerah berjuluk kota ikan


tersebut, jaraknya sekitar 25 meter dari belakang kelenteng Ing Hok
Kiong. Hanya berjalan sebentar di sebuah gang kecil, bangunan itu
sudah bisa dilihat.

Bangunan kuno ini dibangun pada abad ke-19, rumah kapitan ini
memiliki sejarah penting, khususnya menyangkut sistem kekuasaan
Opsir (Kapitan) Tionghoa semasa berkuasa di Bagansiapiapi.

Dalam sejarahnya, warga Tionghoa sudah bermukim di Bagansiapiapi


sejak tahun 1860. Kota Bagansiapiapi sempat mengalami masa kejayaan,
sehingga pada awal abad 19 Bagansiapiapi menjadi penghasil ikan
nomor 2 di dunia setelah Norwegia.

Rumah Kapitan sendiri, dibangun oleh Kapitan Cina pertama di


Bagansiapiapi sekitar akhir abad ke-19. Kapitan merupakan sebuah
jabatan yang dibentuk oleh Pemerintah Kolonial untuk menjadi
semacam kepala suku bagi orang-orang Cina.
Rumah Kapitan
Bangunan ini secara konsep mengadapatasi dari gaya
arsitektur tradisional melayu. Tapi pada bagian ukirannya
terdapat ukiran ciri khas arsitektur cina yaitu ukiran motif
bunga teratai dan juga terdapat motif khas lainnya.
RSUD DR.RM PRATOMO
Rumah Sakit Umum Daerah dr. RM. Pratomo adalah Rumah Sakit
milik pemerintah Kabupaten Rokan Hilir yang terletak di Kota
Bagansiapiapi. Di dirikan pada tahun 1910 oleh dr. Raden Mas
Pratomo seorang dokter tamatan dari Sekolah Kedokteran
Stovia Jakarta yang mana beliau masih keturunan Ningrat
bangsawan kerabat keraton Yogyakarta.

RSUD dr. RM. Pratomo Bagansiapiapi pada awalnya hanya


merupakan Balai Pengobatan yang amat sederhana sekali yang
merupakan rumah panggung yang tinggi beratapkan daun
nipah, berdinding dan berlantai papan nibung yang tinggi dan
bercat kapur sirih. Bangunan tersebut merupakan dua
bangunan yang dipersambungkan dibagian bangunan depan
dipergunakan untuk Poliklinik sedangkan bangunan bagian
belakang sebagai ruang perawatan. Tidak berapa jauh dari
bangunan tersebut dokter Pratomo juga membangun rumah
kediamannya secara pribadi.

Hingga pada tahun 1925 Balai Pengobatan tersebut diperluas


kembali oleh suatu perkumpulan masyarakat dibantu oleh
Pemerintah Belanda. Seiring bertambahnya waktu Rumah Sakit
Daerah dr. RM. Pratomo Bagansiapiapi terus berkembang
dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan melayani
masyarakat Bagansiapiapi yang pada waktu itu masih berada
di bawah kabupaten induk yaitu Kabupaten Bengkalis.
Gedung ini juga bergaya arsitektur kolonial belanda karena
terdapat kusen yang melengkung seperti khasnya arsitektur
kolonial belanda.
Klenteng In Hok Kiong
Sejarah Bakar Tongkang di Kota Bagansiapiapi Kabupaten Rokan Hilir
Provinsi Riau tidak terlepas dari sejarah berdirinya Kelenteng Ing Hok
Kiong, yang dibangun sekitar tahun 1826 oleh para pendatang etnis
Tionghoa dari Frovinsi Fu-Jian di Negara Cina. Para perantau ini
datang ke Kota Bagansiapiapi karena terdampar di muara Sungai
Rokan ketika mereka melarikan diri dari Negara Cina karena terjadinya
kerusuhan. Mereka mengarungi samudera luas hingga akhirnya
mereka terdampar di muara Sungai Rokan, di tepian Selat
Melaka.Jumlah perantau yang melarikan diri dari negeri Cina lebih
kurang seratus orang dengan menggunakan lima buah armada
tongkang. Namun, yang selamat sampai ke muara Sungai Rokan hanya
satu unit tongkang, dengan jumlah penumpangnya sebanyak delapan
belas orang. Mereka inilah yang dikenal belakangan sebagai nenek
moyang penduduk etnis keturunan Cina Kota Bagansiapiapi.Menurut
kepercayaan masyarakat etnis keturunan Cina Kota Bagansiapiapi,
selamatnya kedelapan belas orang perantau itu sampai di muara
Sungai Rokan tidak terlepas dari bantuan Dewa Kie Ong Ya dan Dewa
Tai Su karena patung kedua Dewa tersebut berada di dalam tongkang
yang mereka tumpangi, sementara perantau lainnya yang berada
ditongkang yang lain hilang di tengah samudera karena diterjang
badai.Atas ucapan rasa syukur dan rasa hormat mereka kepada
kedua dewa tersebut, para perantau itu membangunkan kelenteng
untuk tempat disemayamkannya kedua patung dewa yang menyertai
mereka dalam perjalanan mengarungi samudera. Sampai saat ini,
kelenteng tua yang dibangun sekitar tahun 1826 ini terletak di jalan
Aman/Kelenteng Kota Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir Provinsi
Riau, masih tetap berdiri kokoh dengan bentuk aslinya.
Rumah Tradisional Melayu
Peletakan rumah diatur oleh belanda
menjorok kedalam dari jalan sepanjang 7
meter, bagian kiri dan kanan jaraknya harus
3 meter, membangun rumah tidak boleh
berada dibelakang rumah lainnya. Untuk
melayu village ada empat jalan yaitu Jalan
Siak, Jalan Bahagia, Jalan Selamat, dan Jalan
Masjid. Jadi kalau mereka tinggal di keempat
jalan itu dipastikan mereka keluarga berada.
Pondasi rumah menggunakan pondasi umpak.
Kusen menggunakan bahan dari kayu.
Memiliki banyak jendela dan kemiringan
atapnya sekitar 30-35 derajat. Rumah ini
bergaya arsitektur tradisional melayu.
Dengan cirikhas rumah panggung dan
memanjang.
Thanks.

Anda mungkin juga menyukai