0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
9 tayangan16 halaman
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas beberapa pasal dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 terkait hak mogok kerja dan penutupan perusahaan.
2. Beberapa pasal dianggap membatasi hak fundamental pekerja untuk melakukan mogok kerja dan dapat dimanfaatkan pengusaha untuk melakukan pembalasan terhadap pekerja.
3. Dokumen juga membahas put
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas beberapa pasal dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 terkait hak mogok kerja dan penutupan perusahaan.
2. Beberapa pasal dianggap membatasi hak fundamental pekerja untuk melakukan mogok kerja dan dapat dimanfaatkan pengusaha untuk melakukan pembalasan terhadap pekerja.
3. Dokumen juga membahas put
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas beberapa pasal dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 terkait hak mogok kerja dan penutupan perusahaan.
2. Beberapa pasal dianggap membatasi hak fundamental pekerja untuk melakukan mogok kerja dan dapat dimanfaatkan pengusaha untuk melakukan pembalasan terhadap pekerja.
3. Dokumen juga membahas put
2. I Putu Mariana Adiputra 3. Ni Made Lilis Suryani 4. Betley…………? Undang undang No 13 2003
Tentang Ketenagakerjaan
(Bab X Hubungan industrial)
Analisis : • Pasal 108 ayat 1 dan 2: Sangat memberatkan bagi pengusaha kecil karena untuk membuat peraturan harus disahkan oleh menteri. pengusaha dipastikan memilih ayat 2 karena lebih mudah sehingga terkesan ayat 1 mubazir • Pasal 112 ayat 2 , 3 ,dan 4 pasal ini mubazir karena akan memberikan ruang bagi pengusaha untuk mengabaikan pengesahan peraturan perusahaan oleh menteri. Pasal 137 – 138 Tentang Mogok Kerja - Pengusaha - menghambat proses produksi - hilangnya potensi pendapatan - pencemaran nama baik perusahaan • Tenaga kerja membatasi alasan mogok sebagai akibat “gagalnya perundingan”. Hal ini dianggap melanggar hak mogok sebagai hak fundamental tenaga kerja dalm menuntut haknya berupa upah dan syarat syarat kerja lain Ketentuan pekerja/buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum, merupakan melanggar standar perburuhan international, dengan membatasi hak pekerja atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang bermaksud mengajak pekerja lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung. Aturan pemberitahuan 7 hari sebelum mogok memberikan celah bagi pengusaha menghambat pekerja untuk mogok atau dimungkinkan menghambat karyawan untuk mogok Konsekuensi hukum pidana terhadap Mogok Kerja • Adanya ketentuan Pasal 186 UU Ketenagakerjaan, maka terhadap mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan serta bila pekerja atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh mengajak pekerja lain untuk mogok kerja dengan melanggar hukum, merupakan tindak pidana pelanggaran dengan hukuman paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- Fakta Unik • Dari data mogok kerja yang terjadi dapat dikatakan bahwa mogok kerja yang terjadi, dilakukan tidak sesuai dengan prosedur sehingga mogok kerja tersebut sebenarnya dapat dikenai sanksi pidana, akan tetapi kasus mogok kerja tersebut tidak pernah di bawa ke Pengadilan Negeri untuk diproses, Mahkamah Konstitusi
Memutuskan Pasal 186 sepanjang mengenai anak kalimat “Pasal
137 dan Pasal 138 ayat (1) UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, selanjutnya Mahkamah Konstitusi berpendapat dalam pelaksanaan hak mogok yang melanggar persyaratan pemberitahuan yang ditatapkan dalam Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 harus diatur secaraproposional. Pasal 136 tentang lembaga penyelesaian perselisihan Hubungan industrial (PPHI) Permasalahan: Pengusaha & Tenaga kerja 1.Sejauh mana kesiapan pekerja/serikat pekerja dan pengusaha menghadapi pengadilan hubungan industrial. 2.Apakah pekerja/serikat dan pengusaha sudah memahami teknis beracara di pengadilan hubungan industrial 3. Dalam hal ketidakmampuan teknis beracara di pengadilan hubungan industrial maka pekerja/serikat pekerja dan pengusaha harus menggunakan jasa pengacara sesuai dengan UU advocate, sejauh mana kemampuan finansial khususnya pekerja untuk membayar pengacara. Pasal 146-149 tentang penutupan perusahaan 1. Pasal ini dimungkinkan dimanfaatkan oleh pengusaha untuk melakukan balasan terhadap mogok kerja yang terus menerus akibat gagalnya perundingan sebagai kedok penggantian karyawan secara besar besaran (berlawanan dengan pasal 144) Contoh kasus Hotel kartika Plaza 2.Pasal 146 dan 147 terjadi ambiguitas dalam penafsiran pasal tersebut dimana di satu sisi penutupan perusahan merupakan hak dasar pengusaha dan disatu sisi penutupan dilarang bagi perusahaan yang melayani kepentingan umum( rumah sakit, pengendali telekomunikasi dll). Bagaimana jika kasus ini terjadi pada rumah sakit swasta milik perorangan. 3. Pasal 148 yang menyatakan bahwapengusaha wajib memberitahukan 7 hari sebelum penutupan perusahaan kepada buruh / tenaga kerja. Ini berarti tidak keberpihakan ketidakadilan terhadap nasib pekerja karena penutupan tersebut sangat cepat dan tidak memberikan ruang berpikir alternatif bagi pekerja untuk langkah selanjutnya. Ironis kalau dibandingkan prosedur pemberitahuan pengunduran diri pekerja harus 1 bulan sebelumnya