3. Konsolidasi
Konsolidasi terjadi ketika sebuah perusahaan baru dibentuk untuk
mengambil alih aset-aset dan operasi dari dua atau lebih entitas usaha
yang terpisah, dan akhirnya entitas yang terpisah tersebut
dibubarkan.
TUJUAN KOMBINASI
BISNIS
Pengakuan dan
Pengakuan dan
pengukuran asset
Pengidentifikasian Penentuan tanggal pengukuran goodwill
teridentifikasi, liabilitas
pihak pengakuisisi akuisisi atau keuntungan dari
dan kepentingan non
pembelian diskon
pengendali
Standar Pengukuran Aset dan
Liabilitas Pada Saat Akuisisi
Penggabungan dari
badan hukum yang
Penggabungan dari 2
didirikan atau
atau lebih WP Badan
bertempat kedudukan
DN.
di luar negeri dengan
WP badan DN.
Peleburan usaha yang dapat
menggunakan nilai buku yaitu:
• PSAK 68 mendefinisikan nilai wajar sebagai harga yang akan diterima untuk menjual suatu
aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi yang teratur
antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran;
• IFRS 13 mengatakan bahwa fair value is the price that would be received to sell an asset or paid to
transfer a liability in an orderly transaction between market participants at the measurement date
NILAI PASAR
• Ang (1997) menyatakan bahwa harga pasar merupakan harga jual saham sebagai konsekuensi
dari posisi tawar antara penjual dan pembeli saham sehingga nilai pasar menunjukan fluktuasi
dari harga saham. Jika harga pasar ini dikalikan dengan jumlah saham yang diterbitkan
(outstanding share) maka akan didapatkan market value.
• Goodwill adalah suatu bagian aset dalam
neraca keuangan perusahaan, yang masuk
dalam kategori aset yang tidak berwujud.
Mengingat goodwill adalah aset yang tidak
berwujud, maka sulit diukur secara pasti.
Namun, dari segi manfaat akan dirasakan
nantinya seperti nama besar, tingkat
strategis dari sebuah produk atau
perusahaan dan lainnya.
GOODWILL • Goodwill akan timbul apabila ada suatu
aktivitas dari entitas bisnis saat membeli
entitas lain, dimana harga yang dibayarkan
relatif lebih besar dibandingkan
harga/kekayaan bersih perusahaan yang
dibeli. Namun, jika harga belinya dibawah
dari kekayaan bersihnya, maka akan muncul
goodwill negatif.
CONTOH KASUS PADA TIMBULNYA
GOODWILL
• Ada sebuah perusahaan yang ingin membeli perusahaan lainnya untuk mengembangkan
usahanya. Perusahaan tersebut memiliki total aset senilai Rp1000 dengan total liabilitas
Rp250 dan total ekuitas Rp750. Karena perusahaan tersebut memiliki lokasi yang strategi,
perusahaan tersebut menjual mahal. Lalu, akhirnya terjadi kesepakatan antara kedua
perusahaan tersebut di harga Rp850.
• Total aset bersih perusahaan yang dibeli ini adalah Rp750, namun perusahaan tersebut
terjual dengan harga Rp850 di situ terdapat selisih Rp100. Selisih tersebutlah yang
dinamakan sebagai Goodwill. Secara nominal dan angka memang terlihat rugi dan mahal,
namun manfaat di kemudian hari ini akan lebih baik untuk perusahaan yang membelinya
mengingat ada aspek lokasi yang cukup strategis. Dalam akuntansi, pencatatan atas
terjadinya Goodwill inilah dilakukan seperti ini
Menurut Akuntansi
Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi
dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan,
selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan
harta tersebut terjadi antara badan usaha dan pemegang sahamnya,
harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan
dari penjualan tersebut adalah harga pasar dikurangi nilai buku.
ASPEK PAJAK PENGHASILAN
ATAS PENGALIHAN HARTA
Misalnya, PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan
nilai sisa buku sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual
dengan harga Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian, keuntungan
PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp 20.000.000,00 (dua puluh
juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya
dengan harga Rp 55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah), nilai jual mobil tersebut
tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Selisih sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluhjuta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S
dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah) merupakan penghasilan. Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan
dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dan nilai sisa
buku harta tersebut, merupakan objek pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar
dan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan.
ASPEK PAJAK PENGHASILAN
ATAS PENGALIHAN HARTA
Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal,
keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dan nilai bukunya
merupakan penghasilan. Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan
atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan merupakan
penghasilan bagi pihak yang mengalihkan kecuali harta tersebut dihibahkan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Demikian juga, keuntungan berupa selisih
antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa
bantuan atau sumbangan dan hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan bukan
merupakan penghasilan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal Wajib
Pajak pemilik hak penambangan mengalihkan sebagian atau seluruh hak tersebut kepada
Wajib Pajak lain, keuntungan yang diperoleh merupakan objek pajak.
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI
PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
menurut PP Nomor 34 Tahun 2016 Pasal 2 ayat 1 adalah sebesar:
• 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
• 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah
Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;atau
• 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik
negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat
penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI
PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU
BANGUNAN
Dalam Pasal 6 dijelaskan Pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (3) adalah:
Pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris; badan yang melakukan
pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan,
atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku
ASPEK PERPAJAKAN ATAS DIVIDEN dari
PENYERTAAN MODAL
• Namun dalam UU PPh Pasal 4 ayat 3f, dividen dari penyertaan modal Badan
Usaha di Indonesia yang berasal dari laba ditahan dan penyertaan paling
rendah 25% dari modal yang disetor
• Kemudian UU PPh 4 ayat 3c, harta termasuk setoran tunai yang diterima
sebagai pengganti saham/penyertaan modal, adalah bukan objek pajak
Aspek Pemotongan dan/atau
Pemungutan Pajak
Harga Jual atau Penggantian yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa, dihitung
atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan BKP dilakukan
Pengusaha menguasai pengusaha lainnya atau dua atau lebih Pengusaha berada di
bawah penguasaan Pengusaha yang sama baik langusng maupun tidak langsung.
• Pihak yang menerima pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan dikenai BPHTB.
I. Definisi Likuidasi
• Likuidasi adalah tindakan penyelesaian seluruh aset dan kewajiban sebagai
akibat pembubaran suatu perusahaan oleh para Likuidator.
• Likuidasi perusahaan merupakan proses pembubaran badan hukum
perusahaan, diiringi dengan penjualan aset-aset perusahaan untuk memenuhi
kewajiban pembayaran yang terutang serta pembagian kepada pemegang
saham.
Likuidasi terjadi dalam perusahaan karena masalah finansial. Biasanya perusahaan mengalami
kebangkrutan atau kerugian yang membuat perusahaan tidak bisa bertahan lebih lama lagi.
Dengan perusahaan yang tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya, likuidasi
merupakan pilihan yang harus diambil.
LIKUIDASI
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan Terbatas (PT), likuidasi
perusahaan bisa disebabkan oleh:
Keinginan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Pendirian perusahaan tidak diperpanjang.
Dibubarkan atas keputusan pengadilan.
Dengan dicabutnya kepailitan berdasar keputusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, harta milik perusahaan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan.
Karena harta perusahaan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi.
Izin usaha perusahaan dicabut sehingga mewajibkan perusahaan untuk melakukan likuidasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Menurut SE-02/PJ/2017 wakil yang dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
sebagai berikut:
Pengurus untuk Wajib Pajak Badan.
Kepala perwakilan, kepala cabang, dan penanggung jawab untuk Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Terhadap BUT.
Kurator untuk Wajib Pajak yang dinyatakan pailit.
Orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan untuk Wajib Pajak Badan dalam hal
pembubaran.
Likuidator untuk Wajib Pajak Badan dalam likuidasi.
LIKUIDASI
Salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalan untuk suatu warisan
yang belum terbagi.
Wali untuk anak yang belum dewasa.
Pengampu untuk orang yang berada dalam pengampuan Pengampu bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang
tidak cakap hukum dilakukan berdasarkan penetapan dari pengadilan negeri.
Termasuk dalam pengertian pengurus adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan
kebijakan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan, misalnya: berwenang
menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya.
Likuidasi adalah suatu siklus dan keputusan bisnis yang memiliki dampak perpajakan tersendiri. Adapun
aspek perpajakan terkait meliputi, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), penagihan pajak
seketika dan sekaligus, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
B. Keuntungan pengalihan harta karena likuidasi (UU PPh Pasal 4 ayat 1 (d), penjelasan ayat 1 selisih
jual harta harga pasar dan buku.
Keuntungan penjualan atau karena pengalihan harta termasuk keuntungan karena likuidasi (pasal 4 ayat 1 huruf d
angka 3 UU PPh), maka Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan (pasal 10 ayat
3 UU PPh). Penghasilan dari pengalihan aset non-kas dengan asumsi aset tersebut bukan merupakan tanah/
bangunan. Penghasilan dari hasil pengalihan aset non-kas merupakan objek yang dikenakan Pajak Penghasilan
sesuai tarif pada Pasal 17 UU PPh yakni 25 persen (badan) yang telah diatur lebih lanjut dalam PP No.30 Tahun
2020 menjadi 22% dan 20% pada tahun 2022.
LIKUIDASI
C. Keuntungan Pembebasan Utang pasal 4 ayat 1 (k)
Sesuai penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf k UU PPh, penghasilan adalah keuntungan karena pembebasan utang,
kecuali sampai dengan jumlah tertentu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dimana Peraturan Pemerintah
tersebut mengatur bahwa pembebasan utang debitur kecil, seperti kredit usaha keluarga prasejahtera (Kukesra),
kredit usaha tani (KUT), kredit usaha rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit
kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak. Ketentuan tersebut diatur oleh
PP Nomor 130 Tahun 2000 tentang Pengecualian Sebagai Objek Pajak Atas Keuntungan Karena Pembebasan
Utang Debitur Kecil. Menurut PP Nomor 130 Tahun 2000, Pasal 2, pengecualian objek PPh atas pembebasan
hutang diberikan selama kredit tersebut tidak melebihi Rp 350 juta.
Pengecualian sebagai Objek Pajak ini hanya dapat dinikmati oleh debitur 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
pajak. (Pasal 3 ayat (2) PP 130 TAHUN 2000).
Dalam hal kredit yang diberikan oleh lebih dari satu bank kepada satu debitur jumlahnya tidak melebihi
350juta, maka Kredit yang diberikan oleh lebih dari satu bank kepada satu debitur yang jumlah seluruhnya
tidak melebihi Rp 350 juta tersebut dapat dihitung sebagai Utang Debitur Kecil dari masing-masing bank,
sepanjang memenuhi kriteria Utang Debitur Kecil.(Pasal 2 ayat (1) PP 130 TAHUN 2000)
LIKUIDASI
Dalam hal kredit yang diberikan oleh lebih dari satu bank kepada satu debitur jumlahnya melebihi
350juta, sehingga pemberian Utang Debitur Kecil dilakukan oleh lebih dari satu bank kepada satu debitur yang
mengakibatkan jumlah plafon kreditnya melampaui 350 juta, maka (Pasal 2 ayat (2) dan (3) PP 130 TAHUN
2000) perlakuannya adalah sbb:
keuntungan karena pembebasan utang yang dikecualikan sebagai Objek Pajak adalah jumlah
sisa kredit yang diperoleh pada bank pertama ditambah dengan jumlah sisa kredit yang diperoleh pada
bank-bank berikutnya sampai mencapai jumlah plafon kredit keseluruhan sebesar Rp 350 juta
Dan sisa kredit pada bank tersebut dan atau bank-bank lain setelah dikurangi dengan jumlah plafon
kredit keseluruhan sebesar Rp 350juta tersebut merupakan Objek Pajak.
Tarif yang digunakan Pasal 17 UU PPh yakni 25 persen (badan) yang telah
diatur lebih lanjut dalam PP No.30 Tahun 2020 menjadi 22% dan 20% pada
tahun 2022.
D. Dividen (UU PPh Pasal 4 ayat 1(g), penjelasan ayat 1 huruf g nomor 2
Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor kepada pemegang saham
adalah dividen yang merupakan objek pajak. Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh.
Apabila kondisi ini terpenuhi, perusahaan terlikuidasi wajib memotong PPh pasal 23. Apabila pemegang saham
adalah subjek pajak luar negeri, dilakukan pemotongan PPh pasal 26 atau sesuai P3B.
Aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dalam Likuidasi
• Dalam proses likuiditas perusahaan, aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki
peranan yang cukup penting. Pasalnya, keberadaan PPN dan perpajakan lain seperti
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan kewajiban yang harus diselesaikan sebelum
merampungkan proses likuidasi perusahaan.
• Dipandang dari objek pajak, mengacu pada Pasal 16D UU No. 42 Tahun 2009 atau UU
PPN dan PPnBM, penjualan aset yang tersisa saat likuidasi perusahaan, dikenakan PPN
meski keberadaan aset-aset tersebut sejak awal tidak untuk diperjualbelikan.
• Pengenaan PPN ini juga diberikan terhadap penjualan/penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) berupa aset dan persediaan, yang keberadaannya sejak awal tidak dimaksudkan
untuk dijual.
• Likuidator yang bertugas dalam proses likuidasi perusahaan tidak boleh membagi harta
perusahaan yang dilikuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lain sebelum
menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak. Pasalnya, negara memiliki
hak mendahului untuk utang pajak atas harta-harta kepunyaan perusahaan. (UU KUP
Pasal 21 ayat 1)
Pembuatan Faktur Pajak Dalam Rangka
Likuidasi Perusahaan
Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah obek pajak yang diperoleh:
a. Perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum;
c. Badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
d. Orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama;
e. Orang pribadi atau Badan karena wakaf; dan
f. Orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
• Apabila WP tidak memiliki cash flow untuk
melunasi utang pajak sehingga NPWP belum dapat
dihapus, WP dapat mengangsur atau menunda
Pajak pembayaran utang pajak. Berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014
NOMOR SE -
27/PJ/2020
Apabila likuidasi dilakukan
secara bertahap dan masih ada
potensi proyek baru, tetapi
cabang tidak ada yang
beroperasi lagi. WP bisa
mengajukan WP Non Efektif
Penetapan • Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-
Wajib Pajak Efektif yang disampaikan secara tertulis ke
KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan
dokumen pendukung dengan benar dan
Non-Efektif lengkap, termasuk melampirkan Surat
Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif
• Terhadap permohonan penetapan Wajib
Pajak Non-Efektif, KPP melakukan
penelitian administrasi dan membuat
LHPt serta keputusan disetujui atau
ditolak
Wajib Pajak berstatus pusat tidak dapat
ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non-Efektif
apabila terdapat cabang yang masih berstatus
Penetapan Aktif