Anda di halaman 1dari 59

MANAJEMEN PAJAK ATAS

KOMBINASI BISNIS DAN


LIKUIDASI
1) UU KUP NOMOR 28 TAHUN 2007 JO

NOMOR 16 TAHUN 2009

2) UU PPH NOMOR 36 TAHUN 2008

3) UU PPN NOMOR 42 TAHUN 2009

4) UU BPHTB NOMOR 20 TAHUN 2000

5) UU PENAGIHAN PAJAK DENGAN


SURAT PAKSA NOMOR 19 TAHUN
2000
Kriteria-kriteria yang termasuk pihak pengakuisisi, antara
lain:
• Pihak pengakuisisi biasanya maerupakan entitas yang
PENGERTIAN mengalihkan kas atau aset lainnya atau menimbulkan
liabilitas.

KOMBINASI • Pihak pengakuisisi biasanya entitas yang bergabung


yang pemiliknya merupakan kelompok usaha yang
mempertahankan atau memperoleh porsi terbesar atas
BISNIS hak suara pada entitas hasil penggabungan.
• Pihak pengakuisisi biasanya merupakan entitas yang
Berdasarkan PSAK 22 bergabung yang pemilik tunggal atau kelompok
pemilik terorganisasi dari entitas tersebut memiliki
kombinasi bisnis kepentingan suara minoritas terbesar dalam entitas
adalah suatu transaksi hasil penggabungan.
atau peristiwa lain di • Pihak pengakuisisi biasanya merupakan entitas yang
bergabung yang pemiliknya mempunyai kemampuan
mana pihak untuk memilih atau menunjuk atau mengganti
pengakuisisi mayoritas anggota organ pengatur entitas hasil
memperoleh penggabungan.
• Pihak pengakuisisi biasanya merupakan entitas yang
pengendalian atas satu bergabung di mana manajemen (sebelumnya)
atau lebih bisnis. mendominasi manajemen entitas hasil penggabungan.
• Pihak pengakuisisi biasanya merupakan entitas yang
bergabung yang membayar premium di atas nilai
wajar sebelum kombinasi bisnis dari kepentingan
ekuitas entitas yang lainnya bergabung
1. Akuisisi 
Akuisisi terjadi ketika suatu perusahaan memperoleh aset produktif
dari suatu entitas usaha lain dan mengintegrasikan aset-aset tersebut
ke dalam operasi miliknya.

Salah satu jenis akuisisi adalah Akuisisi Aset


Sebuah perusahaan dapat mengakuisisi perusahaan lain apabila
perusahaan tersebut membeli aktiva sebuah perusahaan lain. Cara ini
agar mengindarkan perusahaan dari kemungkinan memiliki
pemegang saham minoritas, yang bisa saja akan terjadi pada
peristiwa akuisisi saham. Tujuan dilakukan akuisisi aset yaitu sebagai

Macam-Macam pemindahan hak kepemilikan aktiva-aktiva yang dibeli

Kombinasi Bisnis 2. Merger


Penggabungan usaha dengan cara satu perusahaan membeli
perusahaan lain yang kemudian perusahaan yang dibelinya tersebut
menjadi anak perusahaannya atau dibubarkan. Perusahaan yang
dibelinya sudah tidak mempunyai status hukum lagi dan yang
mempunyai status hukum adalah perusahaan yang membelinya. Sifat
dari merger adalah penggabungan antara dua perusahaan yang mana
yang satu mempunyai ukuran yang relatif lebih kecil daripada yang
lainya

3. Konsolidasi
Konsolidasi terjadi ketika sebuah perusahaan baru dibentuk untuk
mengambil alih aset-aset dan operasi dari dua atau lebih entitas usaha
yang terpisah, dan akhirnya entitas yang terpisah tersebut
dibubarkan.
TUJUAN KOMBINASI
BISNIS

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi


Keuangan (PSAK) No.22 revisi tahun 2010,
meningkatkan relevansi, keandalan, daya
banding informasi mengenai kombinasi
bisnis dan dampaknya ;
• Mengukur aset teridentifikasi, liabilitas
yang diambil alih dan kepentingan non
pengendali.
• Mengakui dan mengukur goodwill atau
keuntungan dari pembelian diskon.
• Menentukan jenis informasi yang
diungkapkan.
ALASAN-ALASAN PENGGABUNGAN USAHA

• Cost Advantage ( Manfaat Biaya )


Lebih murah bagi perusahaan untuk memperoleh fasilitas yang dibutuhkan melalui
penggabungan dibandingkan melalui pengembangan. Hal ini benar, terutama pada priode
inflasi. Pengurangan biaya riset dan pengembangan
• Lower Risk (Resiko Lebih Rendah)
Membeli lini produk dan pasar yang telah didirikan biasanya lebih kecil resikonya
dibandingkan dengan mengembangkan produk baru dan pasarnya
• Fewer Operating Delays (Memperkecil Penundaan Operasi)
Fasilitas-fasilitas pabrik yang diperoleh melalui penggabungan usaha dapat diharapkan
segera beroperasi  dan memenuhi peraturan yang berhubungan dengan lingkungan dan
peraturan pemerintah lainnya.
• Avoidance of Takeovers (Mencegah Pengambilalihan).
Menghindari pengambil alihan dari perusahaan besar yang menguasai secara keseluruhan
terhadap perusahaan kecil.
• Acquisition of Intangible Assets (Akuisisi Harta Tak Berwujud)
Penggabungan usaha melibatkan penggabungan sumber daya tidak berwujud maupun
berwujud. Contoh nya adalah Hak Paten.
Metode Akuisisi

Pengakuan dan
Pengakuan dan
pengukuran asset
Pengidentifikasian Penentuan tanggal pengukuran goodwill
teridentifikasi, liabilitas
pihak pengakuisisi akuisisi atau keuntungan dari
dan kepentingan non
pembelian diskon
pengendali
Standar Pengukuran Aset dan
Liabilitas Pada Saat Akuisisi

Pada saat diambil alih perusahan mengukur asset dan


liabilitas menggunakan nilai wajar yang dijelaskan pada
catatan laporan keuangan pada tanggal akuisisi.

Nilai wajar adalah suatu basis pengukuran yang


dianggap lebih independen dan tidak memihak.
Penilaian nilai wajar ini bertujuan untuk mendapatkan
harga akuisisi yang wajar, penilaian ini biasanya
dilakukan oleh jasa penilai.

Perusahaan penilai memiliki peran penting dalam


menentukan nilai wajar aset entitas, kerena nilai wajar
ini diperlukan sebagai informasi wajib mematuhi
prosedur dan tatacara yang dipersiapkan serta
dikeluarkan oleh organisasi profesi bersangkutan dalam
menentukan dan melaporkan nilai wajar aset entitas
dimaksud.
(1) Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual
beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa
(2) Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-
menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima berdasarkan harga pasar.
Menurut UU (3) Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan
dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali
PPH Pasal 10 (4)
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
Penyerahan harta karena hibah, bantuan, sumbangan yang
memenuhi syarat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf A atau
warisan.
(5) Penyertaan Wajib Pajak dalam permodalan.
(6) Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan
harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang
dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan
persediaan yang diperoleh pertama.
TENTANG PENGGUNAAN NILAI
BUKU ATAS PENGALIHAN DAN
PEROLEHAN HARTA DALAM
PMK RANGKA PENGGABUNGAN,
205/PMK.010/2018 PELEBURAN, PEMEKARAN,
ATAU PENGAMBILALIHAN
USAHA
Penggabungan usaha yang dapat
menggunakan nilai buku yaitu:

Penggabungan dari
badan hukum yang
Penggabungan dari 2
didirikan atau
atau lebih WP Badan
bertempat kedudukan
DN.
di luar negeri dengan
WP badan DN.
Peleburan usaha yang dapat
menggunakan nilai buku yaitu:

Peleburan dari 2 atau lebih WP Badan DN

Peleburan dari badan hukum yang didirikan atau


bertempat kedudukan di LN dengan WP Badan DN
Pemekaran usaha yang dapat menggunakan
nilai buku yaitu:

Pemisahan satu WP Badan DN


WP yang sudah Go Public
yang modalnya terbagi atas WP yang belum Go Public yang
sepanjang seluruh badan
saham menjadi 2 WP Badan bermaksud untuk melakukan
usaha hasil pemekaran
DN atau lebih dengan cara Initial Public Offering;
melakukan IPO;
mendirikan badan usaha baru

WP DN BUMN yang menerima


WP Badan DN sepanjang
WP Badan yang melakukan tambahan penyertaan modal
badan usaha hasil pemekaran
pemisahan unit usaha syariah Negara RI sepanjang
mendapatkan tambahan modal
dalam rangka menjalankan pemekaran dilakukan terkait
dari dari PMA paling sedikit Rp.
kewajiban sesuai peraturan; pembentukan perusahaan
500,000,000,000; dan
induk BUMN (holding)
Pengambilalihan
usaha yang dapat
menggunakan
nilai buku yaitu: Penggabungan dari WP BUT yang
menjalankan kegiatan di bidang usaha
bank dengan WP Badan DN.
NILAI WAJAR

• PSAK 68 mendefinisikan nilai wajar sebagai harga yang akan diterima untuk menjual suatu
aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi yang teratur
antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran;
• IFRS 13 mengatakan bahwa fair value is the price that would be received to sell an asset or paid to
transfer a liability in an orderly transaction between market participants at the measurement date
NILAI PASAR

• Ang (1997) menyatakan bahwa harga pasar merupakan harga jual saham sebagai konsekuensi
dari posisi tawar antara penjual dan pembeli saham sehingga nilai pasar menunjukan fluktuasi
dari harga saham. Jika harga pasar ini dikalikan dengan jumlah saham yang diterbitkan
(outstanding share) maka akan didapatkan market value.
• Goodwill adalah suatu bagian aset dalam
neraca keuangan perusahaan, yang masuk
dalam kategori aset yang tidak berwujud.
Mengingat goodwill adalah aset yang tidak
berwujud, maka sulit diukur secara pasti.
Namun, dari segi manfaat akan dirasakan
nantinya seperti nama besar, tingkat
strategis dari sebuah produk atau
perusahaan dan lainnya.
GOODWILL • Goodwill akan timbul apabila ada suatu
aktivitas dari entitas bisnis saat membeli
entitas lain, dimana harga yang dibayarkan
relatif lebih besar dibandingkan
harga/kekayaan bersih perusahaan yang
dibeli. Namun, jika harga belinya dibawah
dari kekayaan bersihnya, maka akan muncul
goodwill negatif.
CONTOH KASUS PADA TIMBULNYA
GOODWILL

• Ada sebuah perusahaan yang ingin membeli perusahaan lainnya untuk mengembangkan
usahanya. Perusahaan tersebut memiliki total aset senilai Rp1000 dengan total liabilitas
Rp250 dan total ekuitas Rp750. Karena perusahaan tersebut memiliki lokasi yang strategi,
perusahaan tersebut menjual mahal. Lalu, akhirnya terjadi kesepakatan antara kedua
perusahaan tersebut di harga Rp850.

• Total aset bersih perusahaan yang dibeli ini adalah Rp750, namun perusahaan tersebut
terjual dengan harga Rp850 di situ terdapat selisih Rp100. Selisih tersebutlah yang
dinamakan sebagai Goodwill. Secara nominal dan angka memang terlihat rugi dan mahal,
namun manfaat di kemudian hari ini akan lebih baik untuk perusahaan yang membelinya
mengingat ada aspek lokasi yang cukup strategis. Dalam akuntansi, pencatatan atas
terjadinya Goodwill inilah dilakukan seperti ini
Menurut Akuntansi

Amortisasi merupakan istilah lain dari


penyusutan, kalau pada aktiva tetap ada
istilah penyusutan, dalam Aset Tak
Berwujud, penyusutan itu disebut
amortisasi. dalam PSAK disebutkan
Amortisasi merupakan alokasi jumlah
tersusutkan secara sistematis atas aktiva tak
AMORTISASI berwujud selama masa manfaat
ekonomisnya. Namun, saat ini amortisasi

GOODWILL goodwill dalam akuntansi masih menjadi


perdebatan baik di IFRS ataupun di IAS.
IFRS maupun IAS memutuskan untuk tidak
membolehkan penerapan amortisasi
goodwill dan menggantinya dengan
impairment (revaluasi goodwill).Jika
mengacu pada konsep metode amortisasi
sekian tahun, estimasi manfaat goodwill
yang habis sekian tahun menjadi tidak
relevan. Contoh kasusnya, goodwill sebuah
perusahaan diprediksi akan mengalami
amortisasi selama 20 tahun.
Menurut Perpajakan

Amortisasi atas goodwill disesuaikan dgn masa


manfaat yang tercantum dalam pembukuan
WP, jadi pengelompokannya mengikuti masa
manfaat yang dicatat dalam pembukuan.
Metode yang digunakan adalah metode
garis lurus atau saldo menurun. Ketentuan
AMORTISASI tentang hal ini telah dijelaskan di pasal 11A
UU nomor 17/2000, khususnya pada
GOODWILL penjelasan pasal 11A ayat (2). Setahu saya
tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa
goodwill "harus" dikelompokkan dalam
kelompok 1,2, 3 atau 4, tapi yang benar
adalah disesuaikan dgn masa manfaat sesuai
pembukuan anda. Jika dalam pembukuan anda
goodwill tsb masa manfaatnya 5 tahun, maka
dikelompokkan ke masa manfaat yang
terdekat, yakni 4 tahun.
ASPEK PAJAK PENGHASILAN
ATAS PENGALIHAN HARTA

Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi
dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan,
selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan
harta tersebut terjadi antara badan usaha dan pemegang sahamnya,
harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan
dari penjualan tersebut adalah harga pasar dikurangi nilai buku.
ASPEK PAJAK PENGHASILAN
ATAS PENGALIHAN HARTA

Misalnya, PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan
nilai sisa buku sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual
dengan harga Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian, keuntungan
PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp 20.000.000,00 (dua puluh
juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya
dengan harga Rp 55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah), nilai jual mobil tersebut
tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Selisih sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluhjuta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S
dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah) merupakan penghasilan. Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan
dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dan nilai sisa
buku harta tersebut, merupakan objek pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar
dan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan.
ASPEK PAJAK PENGHASILAN
ATAS PENGALIHAN HARTA

Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal,
keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dan nilai bukunya
merupakan penghasilan. Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan
atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan merupakan
penghasilan bagi pihak yang mengalihkan kecuali harta tersebut dihibahkan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Demikian juga, keuntungan berupa selisih
antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa
bantuan atau sumbangan dan hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan bukan
merupakan penghasilan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal Wajib
Pajak pemilik hak penambangan mengalihkan sebagian atau seluruh hak tersebut kepada
Wajib Pajak lain, keuntungan yang diperoleh merupakan objek pajak.
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI
PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
menurut PP Nomor 34 Tahun 2016 Pasal 2 ayat 1 adalah sebesar:
• 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;

• 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah
Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;atau

• 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik
negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat
penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI
PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU
BANGUNAN

Dalam Pasal 6 dijelaskan Pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (3) adalah:

Pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris; badan yang melakukan
pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan,
atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku
ASPEK PERPAJAKAN ATAS DIVIDEN dari
PENYERTAAN MODAL

• Dividen merupakan objek pajak dalam UU PPh Pasal 4 ayat 1 (g),


yaitu dengan tarif 15% untuk penerima WP Badan dan 10% untuk WP
pribadi

• Namun dalam UU PPh Pasal 4 ayat 3f, dividen dari penyertaan modal Badan
Usaha di Indonesia yang berasal dari laba ditahan dan penyertaan paling
rendah 25% dari modal yang disetor

• Kemudian UU PPh 4 ayat 3c, harta termasuk setoran tunai yang diterima
sebagai pengganti saham/penyertaan modal, adalah bukan objek pajak
Aspek Pemotongan dan/atau
Pemungutan Pajak

Dalam proses kombinasi bisnis diperlukan beberapa contoh biaya sebagai


berikut:
• Penilaian aset berdasarkan nilai wajar oleh Appraisal
• Konsultan hukum
• Konsultan Pajak

Maka pembayaran kepada tenaga profesional tersebut akan dipotong pajak:


1) PPh 23 -> Wajib Pajak Badan Dalam Negeri tarif 2%
2) PPh 21 -> Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri tarif progresif
3) PPh 26 -> Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi Luar Negeri tarif 20% atau
ditetapkan lain berdasarkan P3B
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(PPN)

UU PPN Pasal 1A ayat 1a UU PPN Pasal 16D UU PPN Pasal 1A ayat 2e


Yang termasuk dalam Penyerahan BKP berupa Yang tidak termasuk dalam
pengertian penyerahan Barang aktiva yang menurut pengertian penyerahan kena
Kena Pajak (BKP) adalah: tujuan semula tidak pajak adalah:
Penyerahan hak atas Barang Pengalihan Barang Kena Pajak
untuk diperjualbelikan,
Kena Pajak karena suatu dalam rangka penggabungan,
perjanjian. kecuali atas penyerahan
peleburan, pemekaran,
aktiva yang pajak
pemecahan, dan
Penjelasan: masukannya tidak dapat pengambilalihan usaha dengan
Meliputi jual beli, tukar dikreditkan, seperti syarat pihak yang melakukan
menukar, jual beli dengan sedan dan station wagon pengalihan dan yang
angsuran, atau perjanjian lain menerima pengalihan adalah
yang mengakibatkan Pengusaha Kena Pajak.
penyerahan hak atas barang.
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(PPN) dan/atau
Aspek Pemotongan
Pemungutan Pajak
UU PPN Pasal 2 ayat 1

Harga Jual atau Penggantian yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa, dihitung
atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan BKP dilakukan

UU PPN Pasal 2 ayat 2

Hubungan Istimewa yang dimaksud adalah Pengusaha mempunyai penyertaan


langsung atau tidak langsung sebesar 25% atau lebih; atau

Pengusaha menguasai pengusaha lainnya atau dua atau lebih Pengusaha berada di
bawah penguasaan Pengusaha yang sama baik langusng maupun tidak langsung.
• Pihak yang menerima pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan dikenai BPHTB.

• UU BPHTB Pasal 2 ayat 2a nomor 10-12


Perolehan hak atas tanah dan atau
Bea Perolehan bangunan yang menjadi objek pajak adalah
Hak atas dalam hal penggabungan, peleburan, dan
pemekaran usaha.
Tanah dan
Bangunan • Pasal 5 -> tarif 5%

(BPHTB) • Pasal 6 -> nilai perolehan objek pajak


menggunakan nilai pasar

• Pasal 9 -> terutang saat tanggal dibuat dan


ditandatanganinya akta
• Merger -> Pihak yang diambil alih dan
dibubarkan

• UU KUP Pasal 2 ayat 6


Penghapusan NPWP dilakukan oleh
DJP apabila: Wajib Pajak Badan dilikuidasi
karena penghentian atau penggabungan
Pembayaran dan usaha.

Pelaporan SPT • Kewajiban perpajakan tetap melekat pada


wajib pajak selama memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif. Bagi pihak yang
akan dibubarkan bisa mengajukan
penghapusan NPWP. Sebelum
Penghapusan NPWP disetujui, Perusahaan
tetap wajib membayar kekurangan bayar
pajak dan melapor SPT untuk menghindari
sanksi administrasi denda dan bunga.
Pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan

• Akuisisi dengan kepemilikan lebih dari 50%


• UU KUP Pasal 4 ayat 4:
SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus
dilampiri dengan Laporan Keuangan berupa Neraca dan Laporan Laba Rugi serta Keterangan lain yang
diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.

• UU KUP Pasal 4 ayat 4a:


Laporan keuangan dari masing – masing wajib pajak.
Sebagai contoh, PT Astra International Tbk. memiliki saham pada PT Marga Mandalasakti dan PT Astra
Agro Lestari, maka PT Astra International wajib melampirkan Laporan keuangan konsolidasi dari
ketiganya dan Laporan keuangan PT Astra International sendiri. Sedangkan Mandalasakti dan Argo
Lestari melampirkan laporan keuangan masing – masing saja.

• UU KUP Pasal 4 ayat 4b:


Dalam hal Laporan Keuangan yang dimaksud diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan,
maka dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga dianggap tidak disampaikan.
SPIN OFF

• Spin off perusahaan merupakan tindakan atau perbuatan


hukum yang dilakukan oleh perusahaan berbentuk Perseroan
Terbatas (PT) untuk memisahkan usaha secara parsial atau
sebagian sehingga mengakibatkan sebagian aset dan liabilitas
perusahaan tersebut beralih karena hukum kepada dua
perseroan atau lebih

• Pengalihan sebagian aset dan liabilitas dari perusahaan induk


(lama) ke perusahaan baru

• Salah satu strategi usaha dilakukan dalam rangka


restrukturisasi perusahaan agar perusahaan baru memiliki
kebebasan untuk menentukan langkah dan mengeksekusi
strateginya sendiri, sehingga peluang untuk bertumbuh dan
berkembang menjadi lebih besar.
LIKUIDASI

I. Definisi Likuidasi
• Likuidasi adalah tindakan penyelesaian seluruh aset dan kewajiban sebagai
akibat pembubaran suatu perusahaan oleh para Likuidator.
• Likuidasi perusahaan merupakan proses pembubaran badan hukum
perusahaan, diiringi dengan penjualan aset-aset perusahaan untuk memenuhi
kewajiban pembayaran yang terutang serta pembagian kepada pemegang
saham.

Likuidasi terjadi dalam perusahaan karena masalah finansial. Biasanya perusahaan mengalami
kebangkrutan atau kerugian yang membuat perusahaan tidak bisa bertahan lebih lama lagi.
Dengan perusahaan yang tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya, likuidasi
merupakan pilihan yang harus diambil.
LIKUIDASI
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan Terbatas (PT), likuidasi
perusahaan bisa disebabkan oleh:
 Keinginan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
 Pendirian perusahaan tidak diperpanjang.
 Dibubarkan atas keputusan pengadilan.
 Dengan dicabutnya kepailitan berdasar keputusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, harta milik perusahaan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan.
 Karena harta perusahaan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi.
 Izin usaha perusahaan dicabut sehingga mewajibkan perusahaan untuk melakukan likuidasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

II. Jenis-Jenis Likuidasi


 Likuidasi Wajib
Likuidasi wajib dilakukan saat pembubaran sebuah perseroan yang mana pembubaran ini bukan untuk
peleburan dan penggabungan perseroan. Likuidasi wajib bisa dilakukan jika pihak-pihak yang memiliki hak
atas perusahaan melakukan petisi pembubaran perusahaan ke pengadilan. Dengan adanya petisi tersebut
maka proses likuidasi wajib bisa dilakukan.
Pihak-pihak tersebut adalah perusahaan itu sendiri, kreditor, pemegang saham, sekretaris negara atau yang
setara, dan penerima resmi.
LIKUIDASI
 Likuidasi Sukarela
Likuidasi sukarela dilakukan secara sukarela dan setiap pihak sepakat untuk melakukan likuidasi. Paling tidak
sebesar 75% pemegang saham perusahaan harus menyetujui likuidasi agar proses likuidasi sukarela bisa dilakukan
dengan lancar.
 Likuidasi Sementara
Likuidasi sementara adalah aktivitas yang dilakukan saat perusahaan sedang dalam kondisi melakukan pelanggaran-
pelanggaran dan aset milik perusahaan terancam. Likuidasi sementara adalah pilihan yang diambil sampai waktu yang
ditentukan untuk perusahaan kembali lagi. Likuidator sementara akan ditunjuk untuk mempertahankan status quo
sampai menunggu keputusan dari sidang petisi. Tugas dari likuidator sementara adalah mempertahankan aset
perusahaan agar tetap aman hingga keputusan diambil. Likuidator sementara dilarang mendistribusikan aset perusahaan
kepada kreditor.

III. Tahap-Tahap Likuidasi Perseroan Terbatas


Dalam prosesnya di Perseroan Terbatas (PT) adanya tahapan-tahapan yang perlu dijalankan di antaranya:
 Tahap pemberitahuan dan pengumuman pembubaran perseroan.
 Tahap pembagian dan pencatatan harta kekayaan.
 Tahap pengajuan keberatan kreditor.
 Tahap pertanggung jawaban oleh likuidator yang telah ditunjuk dan diangkat sebagai penyelenggara likuidasi.
 Tahap pengumuan hasil likuidasi.
Pada proses akhirnya harus melalui rapat akhir anggota, rapat akhir kreditor dan anggota, dimana hasil rapat akhir ini
biasanya perlu dilaporan kepada Panitera dan pengadilan.
Setelah itu, perusahaan dapat dibubarkan, namun pengadilan memiliki kekuasaan untuk membatalkan jika ada sengketa
atau masalah bisnis yang belum terselesaikan oleh pihak perusahaan.
Orang yang diangkat dan ditunjuk menjadi penyelenggara likuidasi disebut “likuidator”.
LIKUIDASI
IV. Wakil badan dalam likuidasi
Menurut Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang KUP, Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal:
 Badan oleh pengurus;
 Badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
 Badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan;
 Badan dalam likuidasi oleh likuidator;
 Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang
mengurus harta peninggalannya; atau
 Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya.

Menurut SE-02/PJ/2017 wakil yang dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
sebagai berikut:
 Pengurus untuk Wajib Pajak Badan.
 Kepala perwakilan, kepala cabang, dan penanggung jawab untuk Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Terhadap BUT.
 Kurator untuk Wajib Pajak yang dinyatakan pailit. 
 Orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan untuk Wajib Pajak Badan dalam hal
pembubaran.
 Likuidator untuk Wajib Pajak Badan dalam likuidasi. 
LIKUIDASI
 Salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalan untuk suatu warisan
yang belum terbagi.
 Wali untuk anak yang belum dewasa.
 Pengampu untuk orang yang berada dalam pengampuan Pengampu bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang
tidak cakap hukum dilakukan berdasarkan penetapan dari pengadilan negeri.
Termasuk dalam pengertian pengurus adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan
kebijakan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan, misalnya: berwenang
menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya.
Likuidasi adalah suatu siklus dan keputusan bisnis yang memiliki dampak perpajakan tersendiri. Adapun
aspek perpajakan terkait meliputi, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), penagihan pajak
seketika dan sekaligus, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Aspek Pajak Penghasilan (PPh) & tarifnya atas Likuidasi


A. Pengalihan Tanah dan/atau Bangunan (PPh final 4(2)
Dalam hal penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan dikenai pajak bersifat final (pasal 4 ayat (2)
huruf d UU PPh).
LIKUIDASI
Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf a , Pasal 2 ayat (1) PP 34 TAHUN 2016 adalah sebesar:
 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana, yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah
Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik
negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat
penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

B. Keuntungan pengalihan harta karena likuidasi (UU PPh Pasal 4 ayat 1 (d), penjelasan ayat 1 selisih
jual harta harga pasar dan buku.
Keuntungan penjualan atau karena pengalihan harta termasuk keuntungan karena likuidasi (pasal 4 ayat 1 huruf d
angka 3 UU PPh), maka Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan (pasal 10 ayat
3 UU PPh). Penghasilan dari pengalihan aset non-kas dengan asumsi aset tersebut bukan merupakan tanah/
bangunan. Penghasilan dari hasil pengalihan aset non-kas merupakan objek yang dikenakan Pajak Penghasilan
sesuai tarif pada Pasal 17 UU PPh yakni 25 persen (badan) yang telah diatur lebih lanjut dalam PP No.30 Tahun
2020 menjadi 22% dan 20% pada tahun 2022.
LIKUIDASI
C. Keuntungan Pembebasan Utang pasal 4 ayat 1 (k)
Sesuai penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf k UU PPh, penghasilan adalah keuntungan karena pembebasan utang,
kecuali sampai dengan jumlah tertentu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dimana Peraturan Pemerintah
tersebut mengatur bahwa pembebasan utang debitur kecil, seperti kredit usaha keluarga prasejahtera (Kukesra),
kredit usaha tani (KUT), kredit usaha rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit
kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak. Ketentuan tersebut diatur oleh
PP Nomor 130 Tahun 2000 tentang Pengecualian Sebagai Objek Pajak Atas Keuntungan Karena Pembebasan
Utang Debitur Kecil. Menurut PP Nomor 130 Tahun 2000, Pasal 2, pengecualian objek PPh atas pembebasan
hutang diberikan selama kredit tersebut tidak melebihi Rp 350 juta.
Pengecualian sebagai Objek Pajak ini hanya dapat dinikmati oleh debitur 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
pajak. (Pasal 3 ayat (2) PP 130 TAHUN 2000).

Dalam hal kredit yang diberikan oleh lebih dari satu bank kepada satu debitur jumlahnya tidak melebihi
350juta, maka Kredit yang diberikan oleh lebih dari satu bank kepada satu debitur yang jumlah seluruhnya
tidak melebihi Rp 350 juta tersebut dapat dihitung sebagai Utang Debitur Kecil dari masing-masing bank,
sepanjang memenuhi kriteria Utang Debitur Kecil.(Pasal 2 ayat (1) PP 130 TAHUN 2000)
LIKUIDASI
Dalam hal kredit yang diberikan oleh lebih dari satu bank kepada satu debitur jumlahnya melebihi
350juta, sehingga pemberian Utang Debitur Kecil dilakukan oleh lebih dari satu bank kepada satu debitur yang
mengakibatkan jumlah plafon kreditnya melampaui 350 juta, maka (Pasal 2 ayat (2) dan (3) PP 130 TAHUN
2000) perlakuannya adalah sbb:
 keuntungan karena pembebasan utang yang dikecualikan sebagai Objek Pajak adalah jumlah
sisa kredit yang diperoleh pada bank pertama ditambah dengan jumlah sisa kredit yang diperoleh pada
bank-bank berikutnya sampai mencapai jumlah plafon kredit keseluruhan sebesar Rp 350 juta
 Dan sisa kredit pada bank tersebut dan atau bank-bank lain setelah dikurangi dengan jumlah plafon
kredit keseluruhan sebesar Rp 350juta tersebut merupakan Objek Pajak.

Tarif yang digunakan Pasal 17 UU PPh yakni 25 persen (badan) yang telah
diatur lebih lanjut dalam PP No.30 Tahun 2020 menjadi 22% dan 20% pada
tahun 2022.

D. Dividen (UU PPh Pasal 4 ayat 1(g), penjelasan ayat 1 huruf g nomor 2
Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor kepada pemegang saham
adalah dividen yang merupakan objek pajak. Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh.
Apabila kondisi ini terpenuhi, perusahaan terlikuidasi wajib memotong PPh pasal 23. Apabila pemegang saham
adalah subjek pajak luar negeri, dilakukan pemotongan PPh pasal 26 atau sesuai P3B.
Aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dalam Likuidasi

• Dalam proses likuiditas perusahaan, aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki
peranan yang cukup penting. Pasalnya, keberadaan PPN dan perpajakan lain seperti
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan kewajiban yang harus diselesaikan sebelum
merampungkan proses likuidasi perusahaan.
• Dipandang dari objek pajak, mengacu pada Pasal 16D UU No. 42 Tahun 2009 atau UU
PPN dan PPnBM, penjualan aset yang tersisa saat likuidasi perusahaan, dikenakan PPN
meski keberadaan aset-aset tersebut sejak awal tidak untuk diperjualbelikan.
• Pengenaan PPN ini juga diberikan terhadap penjualan/penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) berupa aset dan persediaan, yang keberadaannya sejak awal tidak dimaksudkan
untuk dijual.
• Likuidator yang bertugas dalam proses likuidasi perusahaan tidak boleh membagi harta
perusahaan yang dilikuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lain sebelum
menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak. Pasalnya, negara memiliki
hak mendahului untuk utang pajak atas harta-harta kepunyaan perusahaan. (UU KUP
Pasal 21 ayat 1)
Pembuatan Faktur Pajak Dalam Rangka
Likuidasi Perusahaan

• Kewajiban untuk membuat faktur pajak tetap melekat pada sebuah


perusahaan, meski berada dalam fase likuidasi sekalipun. Kewajiban
membuat faktur pajak ini tetap perlu karena penjualan aset-aset perusahaan
tetap dikenai PPN.
• Pihak yang berwenang untuk menandatangani faktur pajak dalam rangka
likuidasi perusahaan ini adalah likuidator, sebagai pihak yang ditunjuk untuk
membereskan persoalan likuidasi perusahaan.
• Penyusunan faktur pajak untuk likuasi perusahaan ini menggunakan kode 09.
Yang merupakan kode faktur pajak yang ditujukan untuk digunakan pada
penjualan/penyerahan BKP yang masuk dalam kategori Pasal 16D UU PPN
dan PPnBM.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB)

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak


Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 85 sampai dengan Pasal 93, terkait BPHTB, objek
Pajak BPHTB adalah atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak
atas tanah dan/atau bangunan tersebut meliputi pemindahan hak (karena jual beli; tukar
menukar; hibah; hibah wasiat; waris; pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; penunjukan pembeli dalam lelang;
pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; penggabungan
usaha; peleburan usaha; pemekaran usaha; atau hadiah)  atau pemberian hak baru (karena
kelanjutan pelepasan hak; atau di luar pelepasan hak). Hak atas tanah yang dimaksud
adalah: hak milik; hak guna usaha; hak guna bangunan; hak pakai; hak milik atas satuan
rumah susun; dan hak pengelolaan.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB)

Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah obek pajak yang diperoleh:
a. Perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum;
c. Badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
d. Orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama;
e. Orang pribadi atau Badan karena wakaf; dan
f. Orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
• Apabila WP tidak memiliki cash flow untuk
melunasi utang pajak sehingga NPWP belum dapat
dihapus, WP dapat mengangsur atau menunda
Pajak pembayaran utang pajak. Berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014

Penghasilan Tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran


Pajak (PMK 242/2014) pasal 20,

Pasal 25 Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada


Direktur Jenderal Pajak untuk mengangsur atau
menunda kekurangan pembayaran pajak, pajak yang
terutang, atau pajak yang masih harus dibayar, yang
selanjutnya disebut utang pajak, dalam hal Wajib Pajak
mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan
di luar kekuasaannya sehingga Wajib Pajak tidak
mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya.
PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)
DAN NOMOR POKOK PENGUSAHA KENA PAJAK

• Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang


Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Pasal
1 angka 6, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor
yang diberikan kepada Wajib Pajak (WP) sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak
dan kewajiban perpajakannya. Kemudian mengenai Pengusaha
Kena Pajak dijelaskan dalam Pasal 1 angka 5, yaitu Pengusaha
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya (UU PPN).
Keadaan yang mengharuskan
penghapusan NPWP

Secara khusus dalam UU KUP Pasal 2 ayat (6) dijelaskan


bahwa penghapusan NPWP dilakukan oleh Direktur Jenderal
Pajak, diantaranya:
• Apabila WP sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif
dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan;
• WP badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan
usaha;

Syarat Penghapusan NPWP diatur lebih lanjut dalam PMK


147/PMK.03/2017
• Kepala KPP atas permohonan Wajib Pajak atau
secara jabatan dapat melakukan penghapusan
NPWP terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak
memenuhi persyaratan subjektif dan/atau
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 30
• Penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
Wajib Pajak dilikuidasi atau dibubarkan karena
penghentian atau penggabungan usaha;
• Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah
menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia;
atau
• Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu)
NPWP, tidak termasuk NPWP cabang.
1. Permohonan penghapusan NPWP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) disampaikan pada:
A. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
B. KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib
Pajak

2. Permohonan penghapusan NPWP sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik
Pasal 31 atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen yang
disyaratkan.

3. Dokumen yang disyaratkan sebagai lampiran


permohonan penghapusan NPWP sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berupa:
A. Dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak
Badan telah dilikuidasi atau dibubarkan; atau
B. Dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak
Bentuk Usaha Tetap telah menghentikan kegiatan
usahanya di Indonesia.
4. Permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disampaikan melalui saluran tertentu yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.

5. Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) disampaikan:
• Secara langsung;
• Melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
• Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan
bukti pengiriman surat.

Pasal 31 6. Penghapusan NPWP atas permohonan Wajib Pajak


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil
(Continued) Pemeriksaan.

7. Berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada


ayat (6), Kepala KPP menerbitkan keputusan atas permohonan
tersebut paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal
permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap

8. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7)


terlampaui dan Kepala KPP tidak menerbitkan keputusan,
permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala KPP
harus menerbitkan surat keputusan penghapusan NPWP paling
lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) berakhir
1. Selain memperhatikan pemenuhan persyaratan
subjektif dan/atau objektif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1), penghapusan NPWP dilakukan
sepanjang Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
A. Tidak mempunyai utang pajak;
B. Tidak sedang dilakukan tindakan:
– pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan;

Pasal 33 – pemeriksaan bukti permulaan;


– penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
atau
– penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan;

C. tidak sedang dalam proses penyelesaian persetujuan


bersama (mutual agreement procedure);
D. tidak sedang dalam proses penyelesaian kesepakatan
harga transfer (advance pricing agreement);
E. seluruh NPWP cabang telah dihapus; dan
F. Tidak sedang dalam proses penyelesaian upaya hukum
di bidang perpajakan, berupa:keberatan;
• pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi;
• pengurangan atau pembatalan SKP;
• pengurangan atau pembatalan STP;
• pembatalan hasil pemeriksaan, verifikasi, atau
penelitian PBB;
• gugatan;
Pasal 33 • banding; dan/atau
• peninjauan kembali.
(Continued) 2. Dikecualikan dari pengertian utang pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

A. Utang pajak yang penagihannya telah daluwarsa;


dan/atau
B. Utang pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang tidak
mempunyai harta kekayaan.
SURAT
PEREDARAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK (WP
Non Efektif)

NOMOR SE -
27/PJ/2020
Apabila likuidasi dilakukan
secara bertahap dan masih ada
potensi proyek baru, tetapi
cabang tidak ada yang
beroperasi lagi. WP bisa
mengajukan WP Non Efektif
Penetapan • Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-
Wajib Pajak Efektif yang disampaikan secara tertulis ke
KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan
dokumen pendukung dengan benar dan
Non-Efektif lengkap, termasuk melampirkan Surat
Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif
• Terhadap permohonan penetapan Wajib
Pajak Non-Efektif, KPP melakukan
penelitian administrasi dan membuat
LHPt serta keputusan disetujui atau
ditolak
 Wajib Pajak berstatus pusat tidak dapat
ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non-Efektif
apabila terdapat cabang yang masih berstatus
Penetapan Aktif

Wajib Pajak  Wajib Pajak berstatus PKP dapat ditetapkan


sebagai Wajib Pajak Non-Efektif setelah
Non-Efektif dilakukan pencabutan pengukuhan PKP
terlebih dahulu. Namun demikian, apabila
Wajib Pajak mengajukan permohonan
penghapusan NPWP, terhadap Wajib Pajak
dilakukan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif
secara jabatan tanpa terlebih dahulu
dilakukan pencabutan pengukuhan PKP
Selain mengajukan permohonan WP
Non Efektif, WP juga dapat menunda
penghapusan NPWP jika WP merasa
ada potensi temuan dari
pemeriksaan pajak penghapusan
NPWP dalam 5 tahun terakhir.
Dikarenakan daluarsa pemeriksaan
Menunda yang diatur dalam UU KUP Pasal 13
penghapusan pada ayat 4, “besarnya pajak yang
NPWP terutang diberitahukan oleh Wajib
Pajak dalam Surat Pemberitahuan
menjadi pasti apabila dalam jangka
waktu 5 tahun setelah saat terutang
pajak atau berakhirnya masa pajak,
bagian tahun pajak, atau tahun pajak
tidak diterbitkan Surat Ketetapan
Pajak.”
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai