Anda di halaman 1dari 26

Hukum Kepailitan dan Jaminan Kebendaan

Oleh
Muhammad Bayu Hermawan, S.H., M.H.
Materi Pembahasan :

1. Dasar Hukum, Pengertian dan tujuan Hukum Kepailitan; Jaminan Kebendaaan


2. Asas-asas, syarat-syarat dan prosedur dalam permohonan pailit;
3. Putusan Pernyataan Pailit dan Daya Eksekusinya, serta upaya hukum;
4. Akibat Terhadap Penyataan Pailit; Perdamaian; Harta Pailit, Kurator dan Hakim Pengawas;
5. Pencocokan Utang, Kedudukan Hak Jaminan dalam kepailitan dan Actio Pauliana;
6. Status Hukum Debitor Setelah Pemberesan Utang;
7. Pengertian, dasar hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU);
8. Syarat-syarat dan prosedur permohonan PKPU;
9. Akibat hukum terhadap PKPU;
10. Perdamaian dalam PKPU;
11. Berakhirnya PKPU.
Perbedaan Kepailitan dan PKPU
PERBEDAAN KEPAILITAN PKPU
Terhadap putusan atas permohonan
pernyataan pailit, dapat diajukan
kasasi ke Mahkamah Agung (Pasal 11
ayat [1] UU Kepailitan).Selain itu
Terhadap putusan PKPU tidak dapat
terhadap putusan atas permohonan
Upaya hukum   diajukan upaya hukum apapun (Pasal
pernyataan pailit yang telah
235 ayat [1] UU Kepailitan).  
memperoleh kekuatan hukum
tetap,dapat diajukan peninjauan
kembali ke Mahkamah Agung (Pasal
14 UU Kepailitan).  
Kurator (Pasal 1 angka 5, Pasal 15
Yang melakukan pengurusan harta Pengurus (Pasal 225 ayat [2] dan ayat
ayat [1], dan Pasal 16 UU Kepailitan)
debitur   [3] UU Kepailitan)  
 
Sejak tanggal putusan pernyataan
pailit diucapkan, debitur Dalam PKPU, debitur masih dapat
kehilangan haknya untuk melakukan pengurusan terhadap
Kewenangan debitur   menguasai dan mengurus hartanya selama mendapatkan
kekayaannya yang termasuk dalam persetujuan dari pengurus (Pasal
harta pailit (Pasal 24 ayat [1] UU 240 UU Kepailitan).  
Kepailitan).  

Dalam PKPU, PKPU dan


Dalam kepailitan, setelah
perpanjangannya tidak boleh
diputuskannya pailit oleh
melebihi 270 (dua ratus tujuh
Jangka waktu penyelesaian   Pengadilan Niaga, tidak ada batas
puluh) hari setelah putusan PKPU
waktu tertentu untuk penyelesaian
sementara diucapkan (Pasal 228
seluruh proses kepailitan.              
ayat [6] UU Kepailitan).
Pengertian, dasar hukum Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
Pengertian
PKPU adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui
putusan hakim niaga dimana dalam masa tersebut kepada para pihak
kreditor dan debitor diberikan kesem- patan untuk memusyawarahkan
cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana
(menawarkan), atau pembayaran seluruh atau sebagian utangnya,
termasuk apabila diperlukan untuk dapat merestrukturisasi utangnya
tersebut.
Jadi PKPU sebenarnya sejenis penundaan (moratorium)
dimana hal ini bertujuan untuk debitor yang dalam
usahanya memungkinkan untuk melunasi pembayaran
dan upaya untuk menghindari kepailitan.

Proses ini terjadi pada saat debitor belum dinyatakan


pailit oleh Pengadilan Niaga.
Secara umum perdamaian dalam hukum perdata diatur pada
Pasal 1851 sampai 5 dengan Pasal 1864 KUHPerdata.
Perdamaian diartikan sebagai persetujuan dengan mana kedua
belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan
suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung
perkara.
perdamaian itu merupakan proses yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak agar dapat mencegah timbulnya perkara. Perdamaian
ini merupakan perjanjian yang dibuat dengan formal, sehingga
perjanjian itu mengikat bagi yang membuatnya.
Didalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang upaya perdamaian tersebut
diatur pada Pasal 265 sampai dengan Pasal 294 Undang-Undang No. 37 tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Artinya adalah upaya perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran


Utang, debitor berhak untuk menawarkan perdamaian kepada semua kreditor
secara bersama.
Perdamaian dalam kerangka Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang diatur pada Pasal 265 Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004. Pasal tersebut menyatakan : “Debitor berhak pada waktu
mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang
atau setelah itu menawarkan suatu perdamaian
Dalam hukum niaga di Indonesia, PKPU adalah terbagi menjadi dua, yakni PKPU
sementara dan PKPU tetap.
1. PKPU sementara PKPU ini diputuskan oleh Pengadilan Niaga dan berlaku
selama 45 hari sejak dibacakan keputusan. Selama masa itu, debitur harus
menyiapkan rencana perdamaian yang memuat skema pelunasan utang kepada
para krediturnya.
2. PKPU tetap PKPU tetap akan diberlakukan apabila debitur belum bisa
menyiapkan rencana perdamaian. Putusan PKPU tetap berlaku selama 270 hari
sejak putusan PKPU sementara dibacakan. Periode 270 hari adalah masa di mana
debitur harus sudah menyiapkan rencana penyelesaian kewajibannya, bukan
batas waktu pelunasannya. Apabila sampai batas waktu berakhir debitur dan
kreditur tidak mencapai kata sepakat, maka Pengadilan Niaga akan memutuskan
debitur pailit.
Tujuan dan Proses PKPU

Proses PKPU merupakan prosedur yang dilakukan debitur untuk


menghindari kepailitan. PKPU bertujuan agar debitur dapat mengajukan
rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau
seluruh utang kreditur, baik kreditur preferen maupun konkuren.
Proses PKPU merupakan prosedur yang dilakukan debitur untuk
menghindari kepailitan. Dalam Pasal 222 ayat (2) UU No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, debitur yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat
melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu
dapat ditagih, dapat memohon ke PKPU.
PKPU hadir bertujuan agar debitur dapat mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau
seluruh utang kreditur, baik kreditur preferen maupun konkuren.

Proses pengajuan PKPU dimulai dari inisiatif debitur atau


seseorang atau perusahaan yang meminjamkan uang kepada
debitur. Tujuan pemohon adalah adanya pernyataan pailit atau
debitur berada dalam proses PKPU. Jika pengadilan
menganggap bahwa permohonan dapat dikabulkan, maka
pengadilan akan menunjuk seorang hakim pengawas.
PKPU diajukan oleh debitur yang mempunyai lebih dari satu kreditur. Permohonan
PKPU diajukan ke Pengadilan Niaga dengan ditandatangani oleh pemohon dan oleh
advokatnya.
Untuk lebih lengkap, Prosedur permohonan PKPU dalam Pasal 224 UU PKPU sebagai
berikut:
1. Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 222 harus diajukan kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dengan ditandatangani oleh pemohon dan oleh advokatnya.
2. Jika Pemohon debitur, maka permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang
harus disertai daftar yang menurut sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat
bukti secukupnya.
3.  Jika Pemohon adalah kreditur, wajib memanggil debitur melalui juru sita dengan
surat kilat tercatat paling lambat 7 hari sebelum sidang.
4. Pada saat sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), debitur mengajukan daftar
yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti secukupnya
dan bila ada rencana perdamaian.
5.Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilampirkan rencana
perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222.
6. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4)
dan ayat (5) berlaku mutatis, mutandis sebagai tata cara pengajuan permohonan
penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Kendati demikian, proses PKPU yang tidak mencapai titik temu atau Pengadilan Niaga
menolak rencana perdamaian, maka pengadilan bisa menyatakan debitur dalam keadaan
pailit.
Apakah Rencana Perdamaian pasti disetujui?
Rencana perdamaian diterimaa apabila disetujui dalam rapat kreditor
oleh :

“lebih dari ½ (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam
rapat dan yang hak nya diakui atau yang untuk sementara diakui, yang
mewakili paling sedikit 2/3 dari jumlah seluruh piutang konkuren yang
diakui ataau yang untuk sementara diakui dari kreditor konkuren atau
kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut”
Ketika tujuan dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah
untuk menuju kepada perdamaian para pihak, tetapi jika kreditor
justru menyita harta debitor. Hal ini tentu akan menimbulkan
pertentangan. Pertentangan yang dimaksud adalah pertentangan
antara norma hukum yang terkandung didalam Undang- Undang No.
37 Tahun 2004 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan
ketentuan didalam perpajakan dalam Undang-Undang Dasar 1945
secara luas dan terhadap Undang-Undang No. 28 Tahun 2007
perubahan atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dalam tinjauan berlakunya peraturan perundang-undangan
dikenal asas undang- undang yang bersifat khusus
mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum. Asas
ini dipergunakan jika antar undang-undang terjadi
pertentangan. Asas hukum yang digunakan adalah lex speciali
derogat legi generali.
Jadi tidak dapat dibenarkan bila kreditor dalam perjanjian perdamaian yang telah
disahkan oleh Pengadilan melakukan penyitaan terhadap harta debitor walaupun
kreditor itu adalah Kantor Pelayanan Pajak. Karena kesepakatan perdamaian itu
demi hukum diatur didalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 yang bertujuan
untuk melakukan perdamaian, bukan penyitaan. Mengingat asas yang dilekatkan
pada Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 salah satunya adalah tentang asas
kelangsungan usaha, dimana debitor tetap prospek untuk melakukaan usahanya.
Perlawanan itu dilakukan dengan melakukan upaya hukum
Kasasi dan tetap melakukan penyitaan terhadap harta
debitor. Oleh karena Kantor Pelayanan Pajak berdasarkan
legal standingnya mempunyai kewenangan untuk
mengeksekusi harta dari pengutang pajak.
Contoh kasus
kasus PT Inti Mutiara Kimindo yang dimohonkan pailit oleh perusahaan Osville Finance
Limited. Osville mencantumkan Chippingham Agents Limited dan Kantor Pelayanan Pajak
Jakarta Grogol Petamburan sebagai kreditur lainnya yang diajukan oleh pemohon pernyataan
pailit (kreditor) sebagai syarat 2 kreditor sesuai Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37
Tahun 2004.
Para kreditor kemudian bersepakat untuk melakukan perdamaian didalam pelunasan piutang
yang dimilikinya terhadap debitor.Kantor Pelayanan Pajak sebagai kreditor lainya tidak
mengetahui bahwa ada kesepakatan perdamaian dalam kerangka Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Hal tersebut terjadi karena Kantor Pelayanan Pajak tidak pernah
diundang untuk mengikuti rapat dan proses perdamaian. Kemudian tanpa pemberitahuan
kepada Kantor Pelayanan Pajak, para pihak menyepakati untuk melaksanakan perdamaian.
Perdamaian tersebut kemudian disahkan oleh Pengadilan Niaga.
Karena secara hukum Kantor Pelayanan Pajak telah diatur berdasarkan
undang- undang, tidak tepat bila upaya perdamaian yang disepakati oleh
debitor bersama para kreditor itu mencantumkan Kantor Pelayanan Pajak
untuk penghapusan utang pajak sebagai bagian dari kesepakatan.

Kemudian Kantor Pelayanan Pajak melakukan upaya penyitaan terhadap


asset milik dari debitor.Upaya penyitaan itu menjadikan Kantor Pelayanan
Pajak telah melanggar kesepakatan perdamaian yang telah dibuat dan
disahkan oleh Pengadilan Niaga.Setelah itu Kantor Pelayanan Pajak digugat
oleh debitor karena telah melanggar perjanjian perdamaian.

Apakah Kantor pajak berwenang menagih dan menyita asset milik debitur?
Kantor pelayanan pajak tidak mempunyai kewenangan untuk mengeksekusi harta
debitor selama berlangsungnya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Utang pajak
tetap mempunyai hak mendahulu untuk ditagih, tetapi selama berlangsungnya
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang penagihan pajak harus ditangguhkan
sementara. Hal ini berdasarkan Pasal 244 dan 246 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004
mengatur bahwa PKPU tidak berlaku bagi tagihan yang bersifat istimewa
(didahulukan). Apabila pihak yang mempunyai hak istimewa ingin menagih maka harus
dilakukan penangguhan pembayaran selama berlangungnya PKPU. Eksekusi yang
dilakukan oleh kantor pelayanan pajak tidak dibenarkan berdasarkan Pasal 244 dan 246
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004. Eksekusi yang dilakukan adalah tidak sesuai
dengan asas kelangsungan usaha sebagai asas penerapannya didalam Undang- Undang
No. 37 Tahun 2004.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai