Oleh
Muhammad Bayu Hermawan, S.H., M.H.
Materi Pembahasan :
“lebih dari ½ (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam
rapat dan yang hak nya diakui atau yang untuk sementara diakui, yang
mewakili paling sedikit 2/3 dari jumlah seluruh piutang konkuren yang
diakui ataau yang untuk sementara diakui dari kreditor konkuren atau
kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut”
Ketika tujuan dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah
untuk menuju kepada perdamaian para pihak, tetapi jika kreditor
justru menyita harta debitor. Hal ini tentu akan menimbulkan
pertentangan. Pertentangan yang dimaksud adalah pertentangan
antara norma hukum yang terkandung didalam Undang- Undang No.
37 Tahun 2004 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan
ketentuan didalam perpajakan dalam Undang-Undang Dasar 1945
secara luas dan terhadap Undang-Undang No. 28 Tahun 2007
perubahan atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dalam tinjauan berlakunya peraturan perundang-undangan
dikenal asas undang- undang yang bersifat khusus
mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum. Asas
ini dipergunakan jika antar undang-undang terjadi
pertentangan. Asas hukum yang digunakan adalah lex speciali
derogat legi generali.
Jadi tidak dapat dibenarkan bila kreditor dalam perjanjian perdamaian yang telah
disahkan oleh Pengadilan melakukan penyitaan terhadap harta debitor walaupun
kreditor itu adalah Kantor Pelayanan Pajak. Karena kesepakatan perdamaian itu
demi hukum diatur didalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 yang bertujuan
untuk melakukan perdamaian, bukan penyitaan. Mengingat asas yang dilekatkan
pada Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 salah satunya adalah tentang asas
kelangsungan usaha, dimana debitor tetap prospek untuk melakukaan usahanya.
Perlawanan itu dilakukan dengan melakukan upaya hukum
Kasasi dan tetap melakukan penyitaan terhadap harta
debitor. Oleh karena Kantor Pelayanan Pajak berdasarkan
legal standingnya mempunyai kewenangan untuk
mengeksekusi harta dari pengutang pajak.
Contoh kasus
kasus PT Inti Mutiara Kimindo yang dimohonkan pailit oleh perusahaan Osville Finance
Limited. Osville mencantumkan Chippingham Agents Limited dan Kantor Pelayanan Pajak
Jakarta Grogol Petamburan sebagai kreditur lainnya yang diajukan oleh pemohon pernyataan
pailit (kreditor) sebagai syarat 2 kreditor sesuai Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37
Tahun 2004.
Para kreditor kemudian bersepakat untuk melakukan perdamaian didalam pelunasan piutang
yang dimilikinya terhadap debitor.Kantor Pelayanan Pajak sebagai kreditor lainya tidak
mengetahui bahwa ada kesepakatan perdamaian dalam kerangka Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Hal tersebut terjadi karena Kantor Pelayanan Pajak tidak pernah
diundang untuk mengikuti rapat dan proses perdamaian. Kemudian tanpa pemberitahuan
kepada Kantor Pelayanan Pajak, para pihak menyepakati untuk melaksanakan perdamaian.
Perdamaian tersebut kemudian disahkan oleh Pengadilan Niaga.
Karena secara hukum Kantor Pelayanan Pajak telah diatur berdasarkan
undang- undang, tidak tepat bila upaya perdamaian yang disepakati oleh
debitor bersama para kreditor itu mencantumkan Kantor Pelayanan Pajak
untuk penghapusan utang pajak sebagai bagian dari kesepakatan.
Apakah Kantor pajak berwenang menagih dan menyita asset milik debitur?
Kantor pelayanan pajak tidak mempunyai kewenangan untuk mengeksekusi harta
debitor selama berlangsungnya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Utang pajak
tetap mempunyai hak mendahulu untuk ditagih, tetapi selama berlangsungnya
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang penagihan pajak harus ditangguhkan
sementara. Hal ini berdasarkan Pasal 244 dan 246 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004
mengatur bahwa PKPU tidak berlaku bagi tagihan yang bersifat istimewa
(didahulukan). Apabila pihak yang mempunyai hak istimewa ingin menagih maka harus
dilakukan penangguhan pembayaran selama berlangungnya PKPU. Eksekusi yang
dilakukan oleh kantor pelayanan pajak tidak dibenarkan berdasarkan Pasal 244 dan 246
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004. Eksekusi yang dilakukan adalah tidak sesuai
dengan asas kelangsungan usaha sebagai asas penerapannya didalam Undang- Undang
No. 37 Tahun 2004.
Terimakasih