Anda di halaman 1dari 4

KAJIAN TENTANG RUU PERTANAHAN

(Revisi Agustus 2019)


RUU Pertanahan
Dalam konsiderans
TUJUAN RUU Pertanahan
a. bahwa tanah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh bangsa
Indonesia, merupakan sumber daya alam yang terbatas dan
merupakan kebutuhan dasar manusia, yang mempunyai nilai
perekat bangsa, ekonomi, sosial, budaya, religius serta ekologis,
yang harus digunakan untuk mewujudkan keadilan dalam
pemilikan dan penguasaan tanah dalam rangka mewujudkan
sebesar-besar kemakmuran rakyat
b. bahwa atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bumi, air,
dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara,
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat;
c. bahwa dalam rangka mewujudkan sistem pertanahan nasional yang utuh dan
terpadu serta untuk melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI
No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam, diperlukan penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah, dan percepatan penyelesaian sengketa dan konflik
pertanahan, dalam mengelola sumber daya agraria untuk sebesar besar
kemakmuran rakyat sesuai dengan prinsip-prinsip Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pertanahan;

Melahirkan permasalahan
• RUU Pertanahan ini terlihat sangat mengakomodasi kepentingan bisnis dan
investasi perkebunan skala besar.
• Dalam Pasal 58 ayat (2) huruf b angka 1 dan 2 :
tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan negara dan/atau hasil
perubahan batas kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan sebagai sumber TORA, meliputi:
1) tanah dalam kawasan hutan yang telah dilepaskan sesuai peraturan
perundang-undangan menjadi TORA; dan
2) tanah dalam kawasan hutan yang telah dikuasai oleh masyarakat dan telah
diselesaikan penguasaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
tentang Kawasan hutan menjadi titik masuk dari proses
pembenaran/pemutihan atas usaha perkebunan dan lainnya yang masuk ke
dalam kawasan hutan, yang pada akhirnya berpotensi menjadi penyebab
berkurangnya kawasan hutan.
• Dalam RUU Pertanahan ditemukan kontradiksi antara konsideran dengan isi
RUU antara niatan menjalankan reforma agraria untuk menata ulang struktur
agraria menjadi berkeadilan dengan rumusan-rumusan baru terkait HGU,
HGB, Hak pengelolaan dan Bank Tanah sehingga bertentangan dengan UU
Pemda, UU Perseroan, UU Lingkungan Hidup, UU Kehutanan, UU yang
mengatur kompetensi peradilan di Indonesia, UU Pesisir dan juga aturan yang
mengatur keberadaan masyarakat hukum adat serta UU terkait Pidana.
• Dalam Pasal 48 RUU Pertanahan menyebutkan Objek pendaftaran Tanah meliputi
semua bidang Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Namun, apabila
berpatokan pada UU kehutanan, kawasan hutan bukan merupakan objek
pendaftaran tanah

Anda mungkin juga menyukai