Melahirkan permasalahan
• RUU Pertanahan ini terlihat sangat mengakomodasi kepentingan bisnis dan
investasi perkebunan skala besar.
• Dalam Pasal 58 ayat (2) huruf b angka 1 dan 2 :
tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan negara dan/atau hasil
perubahan batas kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan sebagai sumber TORA, meliputi:
1) tanah dalam kawasan hutan yang telah dilepaskan sesuai peraturan
perundang-undangan menjadi TORA; dan
2) tanah dalam kawasan hutan yang telah dikuasai oleh masyarakat dan telah
diselesaikan penguasaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
tentang Kawasan hutan menjadi titik masuk dari proses
pembenaran/pemutihan atas usaha perkebunan dan lainnya yang masuk ke
dalam kawasan hutan, yang pada akhirnya berpotensi menjadi penyebab
berkurangnya kawasan hutan.
• Dalam RUU Pertanahan ditemukan kontradiksi antara konsideran dengan isi
RUU antara niatan menjalankan reforma agraria untuk menata ulang struktur
agraria menjadi berkeadilan dengan rumusan-rumusan baru terkait HGU,
HGB, Hak pengelolaan dan Bank Tanah sehingga bertentangan dengan UU
Pemda, UU Perseroan, UU Lingkungan Hidup, UU Kehutanan, UU yang
mengatur kompetensi peradilan di Indonesia, UU Pesisir dan juga aturan yang
mengatur keberadaan masyarakat hukum adat serta UU terkait Pidana.
• Dalam Pasal 48 RUU Pertanahan menyebutkan Objek pendaftaran Tanah meliputi
semua bidang Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Namun, apabila
berpatokan pada UU kehutanan, kawasan hutan bukan merupakan objek
pendaftaran tanah